Disusun oleh:
PRIYO PRASETYO - 206020202111008
PRIYO PRIYANTORO - 206020202111007
6 Abstrak Sebagai salah satu negara pengekspor terbesar di dunia, China telah mengalami
surplus perdagangan dalam jumlah besar selama satu dekade terakhir. Namun,
kritik yang berkembang telah difokuskan pada manipulasi nilai tukar Yuan
Tiongkok (Renminbi/RMB) oleh pemerintah Tiongkok. Sementara China
menerapkan kebijakan reformasi nilai tukar pada Juli 2005, pertanyaan apakah
mata uangnya undervalued tetap menjadi isu yang bisa diperdebatkan. Berbeda
dari penelitian sebelumnya dengan berfokus pada mitra dagang individu,
makalah ini menguji hipotesis J-Curve jangka pendek dan efek neraca
perdagangan jangka panjang dari nilai tukar riil antara China dan delapan belas
mitra dagang utamanya menggunakan dataset panel selama 2005–2009. Kami
mengadopsi metodologi uji kointegrasi panel, OLS yang dimodifikasi
sepenuhnya untuk panel terkointegrasi heterogen (panel FMOLS) dan model
koreksi kesalahan panel (panel ECM) untuk menyelidiki pemeriksaan di atas.
Hasil empiris kami memberikan dukungan pada hipotesis inverted J-curve
antara China dan mitra dagangnya. Namun, kami menemukan bahwa apresiasi
nyata dari RMB memiliki efek jangka panjang yang menurun pada neraca
perdagangan China hanya di tiga dari delapan belas mitra dagang, sementara
itu memiliki efek jangka panjang yang meningkat di lima dari delapan belas
mitra dagang. Temuan campuran ini, oleh karena itu, mengarah pada bukti
empiris bahwa apresiasi nyata dari RMB tidak memiliki dampak jangka
panjang secara keseluruhan pada neraca perdagangan China.
7 Alur Pikir
a. Reasoning China telah merasakan pertumbuhan ekonomi yang spektakuler selama tiga
dekade terakhir sejak menerapkan kebijakan pintu terbuka pada akhir 1970-an.
Sementara Cina dianggap sebagai ekonomi besar dalam hal populasi, strategi
pengembangannya berkonsentrasi pada pertumbuhan berorientasi ekspor
(Kwan dan Kwok, 1995). Merangkul globalisasi produksi dengan memanfaatkan
keunggulan tenaga kerja murah dan instrumen kebijakan untuk menarik
investasi asing langsung (FDI), Cina menjadi apa yang disebut "Pabrik Dunia" di
pasar internasional untuk berbagai barang manufaktur. Hal ini telah
menyebabkan China mengalami surplus perdagangan dalam jumlah besar dari
mitra dagang utamanya, menyebabkan kritik luas bahwa China mungkin
dengan sengaja memanipulasi nilai tukar Yuan China (Renminbi, RMB) menjadi
undervalued secara substansial. Nilai tukar RMB dengan dolar AS menjadi
sasaran kritik dari Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa.
1 Penelitian Brada, J.C., Kutan, A., Zhou, S., 1993. Dengan judul China’s
exchange rate and the balance of trade. Economics of Planning 26, 229–242.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar respons terhadap
devaluasi terjadi selama periode satu tahun, tanpa efek kurva-J.
2 Penelitian Wei, W., 1999. Dengan Judul An empirical study of the foreign
trade balance in China. Applied Economics Letters 6, 485–489. Hasil
penelitian menunjukan bahwa telah terjadi efek kurva-J di Cina, dan
devaluasi memiliki efek yang signifikan pada neraca perdagangannya.
3 Penelitian Narayan, P.K., 2006. Dengan judul Examining the relationship
between trade balance and ex- change rate: the case of China’s Trade with
the USA. Applied Economics Letters 13, 507–510. Hasil penelitian
menemukan bahwa baik dalam jangka pendek dan jangka panjang,
devaluasi riil RMB meningkatkan neraca perdagangan; akibatnya, tidak
ada bukti penyesuaian tipe kurva-J.
4 Penelitian dari Groenewold dan He (2007), Baak (2008), Xu (2008), dan
Zhang dan Sato (2008) meneliti dampak nilai tukar riil antara RMB dan
dolar AS pada perdagangan antara kedua negara dan menyimpulkan
bahwa terdapat China perlu menyesuaikan kebijakan nilai tukarnya untuk
membantu mengurangi defisit perdagangan AS yang semakin meningkat
5 Penelitian Bahmani-Oskooee dan Wang (2007, 2008), dengan judul The J-
curve: Indonesia vs. her major trading partners. Journal of Economic
Integration 24 (4), 765–777. Menemukan bahwa tidak ada bukti bahwa
perubahan nilai tukar menyebabkan defisit perdagangan meningkat dalam
jangka pendek. Namun, nilai tukar RMB-dolar riil telah memainkan peran
penting dalam jangka panjang, sehingga bertentangan dengan sebagian
besar penelitian sebelumnya yang menggunakan data perdagangan tingkat
agregat.
c. Tujuan Penelitian ini mencoba mengidentifikasi hipotesis J-Curve jangka pendek dan
Penelitian efek neraca perdagangan jangka panjang dari nilai tukar riil antara China dan
delapan belas mitra dagang utamanya menggunakan dataset panel selama
2005–2009. Perkiraan kami membantu untuk mengidentifikasi apakah sistem
ekonomi Tiongkok telah menjadi responsif terhadap perubahan nilai tukar
setelah reformasi nilai tukar, dan berkontribusi pada perdebatan saat ini
mengenai nilai tukar RMB yang kurang dievaluasi.