Anda di halaman 1dari 3

UTS SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Nama: Angga Diopani

Prodi: MAZAWA 4B

NIM: 08040520040

1. Pada teori ekonomi sosialis berbunyi sistem yang memiliki kepemilikan atas faktor faktor
produksi yang mana pemerintah berperan penuh dalam mengatur distribusi dan hasil
produksi Sedangkan menurut Yahya bin Umar menyatakan bahwa pemerintah tidak
boleh melakukan intervensi, kecuali 2 hal diantaranya
a. Para pedagang tidak memperdagangkan barang dagangan yang sangat dibutuhkan
masyarakat, sehingga dapat menimbulkan kemudaratan serta merusak mekanisme
pasar

b. Para pedagang melakukan praktik siyasah al-ighraq atau banting harga (dumping)
yang dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat serta dapat mengacaukan
stabilitas harga pasar.

Pada teori ekonomi kapitalis menyatakan pengelolaan faktor produksi diserahkan kepada
pihak swasta yang mana hal ini berkaitan dengan monopoli pasar. Sedangkan menurut
Yahya bin Umar monopoli pasar yang berdampak pada penetapan harga tidak boleh
dilakukan karena terdapat dalil "Dari Anas bin Malik, para manusia (sahabat) berkata:
Wahai Rasulullah telah terjadi lonjakan harga, maka tetapkanlah bagi kami. Rasulullah
menjawab: Sesungguhnya Allah-lah penentu harga, penahan, yang memudahkan dan
yang memberi rizki. Aku berharap dapat bertemu dengan Allah dan tidak seorangpun dari
kalian (boleh) menuntutku karena kedzaliman dalam persoalan jiwa dan harta."

(sumber: https://www.zenius.net/blog/perbedaan-sistem-ekonomi)

2. Konsep pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab adalah dana zakat yang
dikumpulkan dan dikelola oleh Amil zakat yang diutus langsung oleh Umar bin Khattab
ke wilayah-wilayah mengambil dan menyalurkan dana zakat dengan sangat baik sehingga
mereka tidak menemuai lagi orang yang berhak menerima dana zakat tersebut dan
mengirimkan dana zakat yang mereka ambil di wilayah tersebut ke Khalifah (pemerintah
pusat). Fenomena ini menunjukkan dana zakat jika dikelola dengan baik bisa menjadi
salah satu instrument untuk meminimalisir kemiskinan.
(sumber: http://repository.radenfatah.ac.id/id/eprint/9825)

Konsep sistem dan pengelolaan zakat pada masa Rasulullah saw yang dipaparkan oleh
Abu Ubaid dalam Kitab Al-Amwal mencakup 3 (tiga) hal Terkait dengan pertimbangan
kebutahan, bahwasannya Abu Ubaid sangat tidak setuju dengan mereka yang
berpendapat bahwa pembagian yang sama antara delapan kelompok dari penerima zakat
dan cenderung untuk meletakkan suatu batas tertinggi terhadap penerimaan perorangan.
Bagi Abu Ubaid yang paling penting adalah memenuhi kebutuhan dasar seberapapun
besarnya serta bagaimana menyelamatkan orang-orang dari kelaparan dan kekurangan
Abu Ubaid menganggap bahwa mengenai distribusi zakat.
(sumber: http://etheses.uinmataram.ac.id/id/eprint/89)

3. Pada masa rasulullah, beliau memerintahkan penduduk madinah untuk mengikuti ukuran
timbangan penduduk mekkah ketika itu mereka bertransaksi menggunakan dirham dalam
jumlah bilangan bukan timbangan. Dilanjut pada masa khalifah rasyidin, umar bin
khattab menambahkan tulisan Alhamdulillah pada pencetakan uang dirham, ditetapkan
standar dirham (1 dirham = 7/10 dinar). Ustman bin affan menambahkan tulisan “Allahu
akbar” dan juga dibatasi koin terdapat kata-kata aksara kufi pada mata uang dinar.
(sumber: ejournal.stebisgm.ac.id)
4. Pertama, zakat. Pada masa awal-awal Islam, penerimaan pendapatan negara yang
bersumber dari zakat berupa uang tunai, hasil pertanian dan hasil peternakan. Zakat
merupakan unsur penting karena sistemnya penunaiannya yang bersifat wajib (obligatory
zakat system), sedangkan tugas negara adalah sebagai ‘âmil dalam mekanismenya.
Kedua, ghanîmah. Ghanîmah merupakan pendatan negara yang didapatkan dari hasil
kemenangan dalam peperangan. Distribusi hasil ghanîmah secara khusus diatur langsung
dalam Alquran surah al-Anfâl ayat 41. empat perlima dibagi kepada para prajurit yang
ikut
dalam perang, sedangkan seperlimanya sendiri diberikan kepada Allah, Rasul-Nya, karib
kerabat Nabi, anak-anak yatim, kaum miskin dan ibnu sabil.
Ketiga, khumus. Khumus atau seperlima bagian dari pendapat ghanîmah akibat ekspedisi
militer yang dibenarkan oleh syariah, dan kemudian oleh negara dapat digunakan sebagai
biaya pembangunan.
Keempat, fay’. Fay’ adalah sama dengan ghanîmah. Namun bedanya, ghanîmah
diperoleh setelah menang dalam peperangan. Sedangkan, fay’ tidak dengan pertumpahan
darah.
Kelima, jizyah. Jizyah merupakan pajak yang hanya diberlakukan bagi warga negara non-
Muslim yang mampu. Bagi yang tidak mampu seperti mereka yang sudah uzur, cacat,
dan mereka yang memiliki kendala dalam ekonomi akan terbebas dari kewajiban ini.
(sumber: Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Univ. Islam
Indonesia Yogyakarta-Bank Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, ed.1, 2008)

Anda mungkin juga menyukai