Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

GIZI BURUK PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS JAKENAN


KABUPATEN PATI

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK I

JIHAN FADILA S B1D120042


NURMAYANTI HI MUSTAFA B1D120091
VENNA MELINDA B1D120093
FITRYAH WARDAYANI B1D120094
ZAKIAH R ARDELAWATI B1D120095
CINDI CLAUDIA PANGGA B1D120097

PRODI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

MAKASSAR

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gizi buruk sebagai bagian dari malnutrisi merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang utama di seluruh dunia, terutama di Asia Tenggara dan Afrika

Sub-Sahara. Gizi buruk masih menjadi masalah di Indonesia. Riskesdas tahun

2014 menunjukkan bahwa di Indonesia masih terdapat 32.521 (14%) Balita

menderita gizi buruk dan 17% Balita kekurangan gizi. Profil kesehatan Provinsi

Jawa Tengah tahun 2017 menunjukkan jumlah kasus gizi buruk di Jawa Tengah

tahun 2017 dengan indikator berat badan menurut tinggi badan sebanyak 1.352

kasus. Kabupaten Pati menduduki posisi keempat terbanyak dengan 78 kasus gizi

buruk (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2018). Puskesmas Jakenan adalah

Puskesmas dengan jumlah kasus gizi buruk terbanyak ke-tiga di Kabupaten Pati.

Penyebabnya gizi buruk sangat kompleks, sehingga penanganan masalah gizi

buruk memerlukan pendekatan yang menyeluruh. Masalah gizi tidak dapat

ditangani dengan kebijakan dan program jangka pendek serta sektoral, apalagi

hanya ditinjau dari aspek pangan saja. Masalah gizi harus segera ditangani melalui

implementasi kebijakan gizi yang tepat secara menyeluruh. Banyak negara

berkembang yang berhasil mengatasi masalah gizi seperti Thailand, Tiongkok,

dan Malaysia. Mereka dapat mengatasi masalah gizi secara tuntas dan lestari

dengan membuat seperti peta jalan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang.

Gizi buruk yang berkepanjangan pada anak-anak dapat menurunkan produktifitas,

pertumbuhan fisik, kapasitas kerja, dan kinerja reproduksi pada saat dewasa.
Selain itu, gizi buruk dapat meningkatkan angka kesakitan, risiko gangguan

penyakit kronis pada saat dewasa, dan angka kelahiran bayi dengan Berat Badan

Lahir Rendah (BBLR). BBLR meningkatkan risiko bayi mengalami gangguan

fisik, mental, dan kecerdasan. Orang tua perlu lebih memperhatikan tumbuh

kembang anak di usia Balita mengingat akibat kurang gizi pada Balita bersifat

irreversible atau tidak dapat pulih kembali normal.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang menyebabkan gizi buruk

2. Bagai mana mencegah terjadinya gizi buruk.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Gizi Buruk

Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang

kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah rata-rata. Gizi kurang adalah

kekurangan bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin

yang dibutuhkan oleh tubuh. Balita disebut menderita gizi buruk apabila indeks

berat badan menurut umur (BB/U) < -3 SD (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Gizi buruk sebagai salah satu indikator malnutrisi di masyarakat memiliki

konsekuensi besar pada kesehatan manusia serta perkembangan sosial dan

ekonomi suatu populasi. Gizi buruk merupakan penyebab paling umum

morbiditas dan mortalitas di antara anak-anak dan remaja di seluruh dunia. Setiap

tahun, lebih dari 5 juta anak di seluruh dunia meninggal karena kekurangan gizi.

Gizi buruk yang berkepanjangan pada anak-anak dapat menurunkan

produktifitas, pertumbuhan fisik, kapasitas kerja, dan kinerja reproduksi pada saat

dewasa. Selain itu, gizi buruk dapat meningkatkan angka kesakitan, risiko

gangguan penyakit kronis pada saat dewasa, dan angka kelahiran bayi dengan

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). BBLR meningkatkan risiko bayi mengalami

gangguan fisik, mental, dan kecerdasan. Orang tua perlu lebih memperhatikan

tumbuh kembang anak di usia Balita mengingat akibat kurang gizi pada Balita

bersifat irreversible atau tidak dapat pulih kembali normal.


B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Gizi Buruk

Secara umum, faktor penyebab gizi buruk dibagi menjadi 2 yaitu penyebab

langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung gizi buruk antara lain

kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi serta adanya penyakit

infeksi. Konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi

yang memenuhi syarat gizi seimbang (beragam, sesuai kebutuhan, bersih dan

aman) akan berakibat secara langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan

anak. Penyakit infeksi yang berkaitan dengan gizi buruk antara lain diare,

cacingan, dan penyakit pernapasan akut. Adapun penyebab tidak langsung gizi

buruk yaitu kurangnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, kemiskinan,

pola asuh yang kurang memadai, dan rendahnya tingkat pendidikan. Faktor

kemiskinan sering disebut sebagai akar masalah gizi karena berkaitan dengan

daya beli pangan rumah tangga sehingga berdampak terhadap pemenuhan zat gizi

anggota keluarga. Faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap kejadian gizi

buruk adalah riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi yang mengalami

BBLR dapat mengalami komplikasi penyakit. Kondisi ini dapat terjadi karena

kurang matangnya organ tubuh yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan

fisik dan gangguan gizi pada saat Balita.

Faktor penting lain yang berkaitan dengan gizi buruk adalah pola asuh orang

tua yang kurang memadai. Pola asuh memegang peranan penting dalam terjadinya

gangguan pertumbuhan pada anak. Orang tua perlu menaruh perhatian pada aspek

pertumbuhan anak bila ingin mengetahui keadaan gizi mereka. Keluarga yang
memiliki faktor pengasuhan Balita yang baik, akan mampu mengoptimalkan

kualitas status gizi Balita.

Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk gizi buruk yang disertai

dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor.

 Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang

timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan

otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan

kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran

hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis

meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Pada stadium lanjut yang

lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.

Tanda – tanda:

o   Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.

o   Wajah seperti orangtua

o   Cengeng, rewel

o   Perut cekung

o   Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.

o   Sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta penyakit

kronik.

o   Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang.

Pengobatan :

1. Kurangi kehilangan panas badan, tetapi jangan memberikan tambahan

pemanas.
2. Makanan dengan porsi kecil tapi sering,dengan tinggi protein dan kalori,

misalkan susu bubuk skim. Gula dan minyak makan dapat di tambahkan dari

bahan-bahan setempat. Mungkinmula-mula diperlukan pipa nasogastrik

untuk pemberian makanannya. Berikanlah volume makanan sesuai dengan

baku untuk berat badannya.

3. Obati penykit penyertanya, misalnya pemberian cairan pada enteritis, vitamin

A untuk seroftalmia, pengobatan antituberkulosa, antimalaria, obat anti

cacing dan besi, dll.

4. Berikan pendidikan agar tidak terjadi relaps.

Pencegahan:

1. Pendidikan pada orang tua.

2. Pemberihan makanan sapihan yang sesuai dan memadai, harus segera

dimulai pada umur 6 bulan

3. Deteksi dini oleh petugas kesehatan setempat, dan penatalaksanaan yang

sesuai bagi bayi yang kekurangan air susu ibu.

4. Pencegahan dan pemantauan terhadap penyakit infeksi.

 Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa (KEP)

sering disebut busung lapar. Kalori sedikit atau malah tinggi, kebutuhan

vitamin dan mineralnya sedikit. Kwashiorkor yang murni dijumpai pada anak

yang sudah di sapih sedangkan makanan penggantinya tidak adekuat. Gejala

yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut

rontok dan patah, gangguan kulit. Terdapat juga gangguan perubahan mental

yang sangat mencolok. Pada umumnya penderita sering rewel dan banyak
menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang

menurun.

Pengobatan :

1.      Kurangi kehilangan panas badan, tetapi jangan diberi pemanas.

2.      Segera perbaiki ketidakseimbangan cairan/elektrolit, dan berikan makanan

dengan susu pengencer ½ , beriakan semuanya, sampai mencapai 90 kkal/kg

untuk 1-2 hari. Seringkali dibutuhkan pemberian melalui pipa nasogastrik.

3.      Pada saat nafsu makan sudah kembali, naikkan masukan volume dan

energinya, berikan protein 2g/kg, campuran mineral (termasuk Mg, K, Zn, Cu)

dan multivitamin, termasuk asam folat. Campuran yang dapat bermanfaat adalah

susu bubuk skim, gula dan minyak

4.      Sesudah 7-10 hari, berikan susu beserta minyak makan, paling sedikit 150

kkal/kg. Pada saat itu masukan disesuaikan denag nafsu makan. Berikanlah

campuran makanan dari bahan setempat misalnya daging, sayuran, kacang-

kacangan.

5.      Obati infeksi penyertanya seperti malaria, parasitosis, avitaminosis, anemia

6.      Berikan pendidikan pada ibu agar jangan terjadi relaps

Ø  Terapy Kwashiorkor

1.      Diet

Untuk terapy ini harus diperhatikan daya pencernaannya, di antaranya :


a.       Cara Pemberian :

Harus diperhatikan apakah ada anorexia, muntah, diarrhoea.

Bila tidak ada          : bisa diberikan makanan cair dan lunak.

Bila ada                   : diberikan makanan cair, dapat diberikan secara

sonde/infuse.

b.      Bentuk diet

c.       Jumlah diet tergantung dari BB rata-rata.

BB ideal + BB sebenarnya

                     2

2.      Vitamin dan mineral

3.      Penyakit lain yang memberatkan

4.      Transfusi darah

Pencegahan :

1.    Pendidikan pada orang tua.

2.    Pemberihan makanan sapihan yang sesuai dan memadai, disertai cukup

protein.

3.    Pencegahan dan pemantauan terhadap penyakit infeksi dan infestasi parasit,

misalkan dengan imunisasi.


4.    Deteksi dini oleh petugas kesehatan setempat, dan penatalaksanaan yang

sesuai bagi bayi yang kekurangan air susu ibu.

C. Pengukuran Gizi Buruk

Cara untuk mendeteksi gizi buruk pada Balita diantaranya dengan

pengukuran klinis atau antropometri. Pengukuran klinis merupakan metode yang

penting untuk mengetahui status gizi Balita berdasarkan perubahanperubahan

yang terjadi pada tubuh anak. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti

kulit, rambut, atau mata. Adapun antropometri didasarkan pada ukuran tubuh

manusia dan dilakukan sesuai dengan usia anak (Supariasa, dkk., 2012).

Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan

protein dan energi. Ketidakseimbangan terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan

proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Beberapa

indeks pengukuran yang digunakan dalam penentuan status gizi yaitu indeks berat

badan menurut umur (BB/U), indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dan

indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak).

Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, seperti

terserang infeksi, kurang nafsu makan, dan menurunnya jumlah makanan yang

dikonsumsi. Oleh karena itu indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi

sekarang. Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal. Tinggi badan pada keadaan normal tumbuh seiring

dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,

relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek.
Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan tampak dalam waktu yang

relatif lama. Oleh karena hal tersebut, indeks TB/U menggambarkan status masa

lampau. Berat badan mempunyai hubungan yang linear dengan tinggi badan.

Perkembangan berat badan dalam keadaan normal cenderung searah dengan

pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai