Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

Dibuat Untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum dan Bisnis

Dosen Pengampu : Drs Nahruddien Akbar M.CA.,CPA.,BKP.,CTA.,MM.,MH

Disusun oleh :

Elfin Taufiqurrasyid (1910631030174)

Khoirul Huda (1910631030190)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah, serta
karunia-Nya kami diberikan kemudahan dalam penyusunan makalah sehingga kami dapat
menyelesaikannya dengan baik dan tepat pada waktunya.

Tugas ini kami susun dengan sepenuh hati dan pikiran, tetapi meskipun demikian
kami menghadapi beberapa kendala. Namun dengan penuh kesabaran dan ketekunan, juga
disertai dukungan dari beberapa pihak, akhirnya tugas ini dapat terselesaikan secara tepat
waktu.

Oleh karena itu kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Drs.Nahruddien Akbar
M.CA.,CPA.,BKP.,CTA.,MM.,MH selaku dosen mata kuliah yang telah membimbing dalam
upaya tercapainya penyelesaian tugas ini selain itu, kami menyadari dengan sepenuhnya
bahwa tugas yang kami buat masih jauh dari sempurna. Mengingat atas kemampuan yang
kami miliki, kami merasa masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran dari berbagai
pihak kami harapkan demi penyempurnaan makalah kami.

Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat pada umumnya bagi pembaca
dan khususnya bagi diri kami pribadi.

Bekasi, 22 Februari 2022

II
Penulis

Daftar Isi

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH......................................................................................................5
1.3 TUJUAN MAKALAH.........................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
2.1. PENGANTAR UNDANG-UNDANG.................................................................................6
2.2. UU ANTI MONOPOLI.......................................................................................................6
2.3. TUJUAN YANG DIMAKSUD OLEH UU ANTIMONOPOLI.......................................6
2.4. KEGIATAN YANG DILARANG DALAM PRAKTIK BISNIS.....................................6
2.5. PERJANJIAN YANG DILARANG...................................................................................9
2.6. HAL-HAL YANG DIKECUALIKAN DARI UNDANG-UNDANG ANTIMONOPOLI
11
2.7. KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)..............................................12
2.8. Sanksi Terhadap Pelanggar Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat............................13
2.9. Contoh Kasus Yang Ditangani Oleh KPPU.....................................................................13
BAB III...............................................................................................................................................15
PENUTUP..........................................................................................................................................15
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................................15
3.2. Daftar Pustaka...................................................................................................................15

III
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Jika menilik hukum perkembangan anti monopoli, maka perkembangan di Indonesia


sebenarnya sudah ketinggalan. Amerika, Inggris, dan Malaysia telah membuat UU tentang
Larangan Praktik Monopoli. Amerika serikta bahkan telah lama, sejak tahun 1890 telah
mengundangkan Sherman Anti Trust Act. Sherman Act dibutuhkan guna menjawab dinamika
kebutuhan masyarakat dan kemudian Sherman Act dilengkapi dengan Clayton Anti Trust Act
(1914), Patman Act (1930), dan Celler Kefauver Amandment to the Clayton Act (1950).

Clayton Act (1914) diundangkan untuk melindungi pelaku usaha kecil dalam sistem
persaingan dan mengatur tentang price discrimination, tying and sales and exclusive
dealings, interlocking directories and merger. Kemudian pada tahun tersebut juga
dikeluarkan The Federal Trade Commission Act (1914) untuk menjamin lebih efektifnya
penerapan hukum Clayton Act. Pada tahun 1930 diundangkan Robinson Patman Act guna
penyempurnaan Clayton Act khusus dibidang price discrimination dan untuk melindungi
pelaku usaha kecil terhadap booming supermarket yang timbul pada saat itu. Selanjutnya,
tahun 1950 dalam rangka membatasi kecenderungan pemusatan kekuatan pasar dengan cara
melarang merger, baik secara vertikal maupun horizontal yang potensial menimbulkan unfair
competition.

Menurut Elyta Ras Ginting (2001), UU Antimonopoli Indnesia mengacu pada


Sherman Act. Sherman Act merupakan refleksi dari kehendak dari banyak kelompok
kepentingan yang berbeda-beda, mulai dari petani, kaum populis, pengusaha kecil dari
frontiersman yang menghendaki agar praktik bisnis tidak jujur dapat dihentikan.

4
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa isi dari UU Antimonopoli?
2. Apa tujuan yang dimaksud oleh UU Antimonopoli?
3. Apa saja kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis
4. Apa saja perjanjian yang dilarang dalam praktik bisnis?
5. Apa saja hal-hal yang dikecualikan dari UU Antimonopoli?

1.3 TUJUAN MAKALAH

Tujuan makalah ini untuk memahami tentang UU Antimonopoli , tujuan dari UU


Antimonopoli, kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis, perjanjian yang dilarang dalam
praktik bisnis, dan hal-hal yang dikecualikan dari UU Antimonopoli.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGANTAR UNDANG-UNDANG

Menurut UUD No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Perdagangan yang Tidak Jujur,
monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha.

Dalam praktik, monopoli berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 adalah suatu usaha pemusatan
kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu, sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak
sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

2.2. UU ANTI MONOPOLI

Pasal 4 ayat 2 UU Antimonopoli secara tegas bahwa pelaku patut atau dianggap secara
bersam-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa jika
dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa
pasar atau jenis barang atau jasa tertentu. Jadi, praktik monopoli tersebut harus dibuktikan
adanya unsur yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan kepentingan umum.

2.3. TUJUAN YANG DIMAKSUD OLEH UU ANTIMONOPOLI


1. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang
sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi
pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
2. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan
oleh pelaku usaha.
4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
2.4. KEGIATAN YANG DILARANG DALAM PRAKTIK BISNIS
1. MONOPOLI
Kriteria monopoli berdasarkan UU Antimonopoli adaah sebagai berikut .

6
a. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran
barang dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi
dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa sebagimana dimaksud dalam butir 1 jika
(a) barang dan/atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya, (b)
mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk dalam persaingan dan/atau
jasa yang sama, (c) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguai
lebih dari 50% pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu.
2. MONOPSONI
Pasal 18 UU Antimonopoli menjelaskan tentang monopsoni sebagai berikut.
a. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud butir 1 apabila satu pelaku usaha
atau satu kelompok usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
3. PENGUASAAN PASAR
Penguasaan pasar yang dimaksud adalah cara, proses, atau perbuatan menguasai
pasar. Jadi pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri
maupun bersama-sama pelaku usaha lainnya yang mengakibatkan praktik monopoli
atau persaingan usaha tidak jujur, bisa berupa : (a) menolak dan/atau menghalangi
pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan, (b) Melakukan praktik diskrimasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. PERSENGKOLAN
Persengkolan adalah tindakan berkomplot untuk melakukan tujuan kecurangan. UU
Anti monopoli Pasal 22 sampai dengan Pasal 24 menyatakan bentuk-bentuk
persengkolan sebagai berikut.
a. Dilarang bersengkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan
usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan.
b. Dilarang melakukan persengkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau
menentukan pemenang tender, sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.

7
c. Dilarang bersengkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan/atau
pemasaran barang dan/atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar
barang dan/atau jasa yang ditawarkan atau dipasok bersangkutan menjadi
berkurang, baik dari jumlah, kualitas, maupun kecepatan waktu yang
dipersyaratkan.
5. POSISI DOMINAN
Perbuatan menjadikan diri posisi dominan juga dilarang. UU Antimonopoli pada
pasal 25 menjelaskan bahwa pelaku usaha dapat dikategorikan menggunakan posisi
dominan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut.
a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan/atau
menghalangi konsumen memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing, baik dari
segi harga maupun kualitas.
b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi atau menghambat pelaku usaha
lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.

Secara kuantitaif, ditentukan beberapa persentase. Penguasaan pasar oleh


pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan posisi dominan sebagaimana
ketentuan diatas, yaitu seperti berikut.

a. Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
b. Dua atau tiga pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau
lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa.
6. JABATAN RANGKAP
Mengenai jabatan rangkap, dalam pasal 26 UU No. 25 Tahun 1999 dikatakan bahwa
seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu
perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau
komisaris pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau
komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan itu : (a) berada dalam
pasar bersangkutan yang sama, (b) Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang
dan/atau jenis usaha, (c) secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang
dan/atau jasa tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat.
7. PEMILIKAN SAHAM MAYORITAS PADA BEBERAPA PERUSAHAAN
SEJENIS

8
Mengenai pemilikan saham, berdasarkan pasal 27 UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan
bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham moyoritas pada beberapa perusahaan
jenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan
yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama apabila kepemilikan
tersebut mengakibatkan, antara lain :
a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
pangsa satu jenis barang dan/atau jasa tertentu.
b. Dua atau tiga pelaku usaha, kelompok usaha, kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2.5. PERJANJIAN YANG DILARANG

Dalam praktik bisnis telah ditentukan pelarangan para pelaku usaha, antaralain :

1. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen atau pembeli barang hanya sedikit, sehingga
mereka atau seseorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar. Dengan
demikian, keadaan pasar yang tidak seimbang karena dipengaruhi oleh sejumlah
pembeli, maka:
a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha dengan secara
bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang atau
jasa.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama dan atau
melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dana atau jasa,
apabila 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih 75%
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Penetapan Harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian,antara
lain:
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang
dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar
bersangkutan yang sama.
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang
berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau
jasa yang sama.

9
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah
harga pasar.
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerimaan
barang dan/atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan/atau jasa
yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari pada harga yang telah
diperjanjikan.
3. Pembagian Wilayah
Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau
lokasi pasar terhadap barang dan/atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik
untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menolak menjual setiap barang dan/atau jasa dari pelaku usaha lain, sehingga
perbuatan itu berakibat :
a. Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain.
b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan/atau
jasa dari pasar bersangkutan.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan/atau
pemasaran suatu barang dan/atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan
kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar,
dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan
atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan/atau
pemasaran atas barang dan/atau jasa.
7. Oligopsoni
a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan

10
pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar
bersangkutan.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.
8. Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengam pelaku usaha lain yang bertujuan
untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan/atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi barang dan/atau
jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau
proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian Tertutup
Pelau usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa hanya akan memasok
atau tidak memasok kembali barang dan/atau jasa tersebut kepada pihak tertentu
dan/atau pada tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa tertentu harus bersedia
membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku. Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian harga atau potongan harga tertentu atas barang dan/atau jasa, yang
membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan/atau jasa dari
pelaku usaha pemasok antara lain :
a. Harus bersedia membeli barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pemasok
b. Tidak akan membeli barang dan/atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku
usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
10. Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
2.6. HAL-HAL YANG DIKECUALIKAN DARI UNDANG-UNDANG
ANTIMONOPOLI

11
Hal-hal yang dikecualikan dari undang-undang antimonopoli, antara lain perjanjian-
perjanjian yang dikecualikan, perbuatan yang dikecualikan, perjanjian dan perbuatan yang
dikecualikan.

1. Perjanjian Yang Dikecualikan


a. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atak kekayaan intelektual, termasuk lisensi,
paten, merk dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik
terpadu, dan rahasia dagang.
b. Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.
c. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak
mengekang dan/atau menghalangi persaingan.
d. Perjanjian dalm rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk
memasok kembali barang dan/atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga
yang telah diperjanjikan.
e. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup
masyarakat luas.
f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi.
2. Perbuatan Yang Dikecualikan
a. Perbuatan pelaku usaha yang tergolong dalam pelaku usaha.
b. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggota
3. Perbuatan Dan Atau Perjanjian Yang Diperkecualian
a. Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Perbuatan dan/atau perjanjian yang bertujuan untuk ekspor dan tidak mengganggu
kebutuhan atau pasokan dalam negeri.
2.7. KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

Komisi pengawas persainga usaha (KPPU) bertugas mengawasi pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan bisnisnya supaya tidak melaksanakan praktik monopoli atau
persaingan tidak sehat. Tugas dan wewenang KPPU antara lain:

a. Melaksanakan penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh pelaku usaha.
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha dalam
tindakan pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya.
c. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi.

12
d. Memberikan saran dan pertimbangan kebijakan pemerintah terhadap praktik
monompoli dan persaingan usaha tidak sehat.
e. Menerima laporan dari masyarakat dan/atau pelaku usaha tentang dugaan terjadinya
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
f. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya monopoli.
g. Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau
pelaku usaha atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil penelitiannya.
h. Memanggil dan menghadirkan saksi-saksi ahli dan setiap orang yang diaggap
mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang.
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi-saksi, atau setiap
orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi.
j. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar undang-undang ini.

2.8. Sanksi Terhadap Pelanggar Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat


1. Sanksi Administratif
Berdasarkan pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999, maka KPPU berhak untuk menjatuhkan
sanksi administratif bagi pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran.
2. Sanksi Pidana
Selain sanksi administratif, hukum antimonopoli juga menyediakan sanksi pidana.
2.9. Contoh Kasus Yang Ditangani Oleh KPPU

No Putusan : 04/KPPU-I/2016

Tentang : DUGAAN PELANGGARANPASAL 5 AYAT 1 UNDANG-UNDANG NOMOR


5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA TIDAK SEHAT DALAM INDUSTRI SEPEDA MOTOR JENIS SKUTER MATIK
110-125 CC DI INDONESIA

Tanggal Putusan : 30 Januari 2017

Terlapor : : 1.. PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing, 2. PT. Astra Honda Motor

Deskripsi Putusan :

13
1. Menyatakan bahwa Terlapor I, dan Terlapor II terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;
2. Menghukum Terlapor I denda sebesar Rp.25.000.000.000 (Dua Puluh Lima Miliar
Rupiah) dan disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di
bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi  Pengawas Persaingan Usaha melalui
bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di
Bidang Persaingan Usaha);
3. Menghukum Terlapor II denda sebesar Rp.22.500.000.000 (Dua Puluh Dua Miliar
Lima Ratus Juta Rupiah) dan disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda
pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan
Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda
Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
4. Memerintahkan Terlapor I, dan Terlapor II, untuk melakukan pembayaran denda,
melaporkan dan menyerahkan bukti pembayaran denda ke KPPU;

Keputusan : Bersalah

14
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Menurut pasal 4 ayat 2 UU Antimonopoli secara tegas bahwa pelaku patut atau
dianggap secara bersam-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang
dan atau jasa jika dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih
dari 75% pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu. Jadi, praktik monopoli tersebut
harus dibuktikan adanya unsur yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan
kepentingan umum.

Adapun tujuan yang dimaksud dalam UU Antimonopoli adalah sebagai berikut:


Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat,
sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha
besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil, Menjaga kepentingan umum dan
meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat, Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha, Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Dalam praktik perdagangan dewasa ini, marak dengan praktik-praktik yang mungkin
tidak jujur dalam persaingan bisnis, maka kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis antara
lain monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, persengkokolan, posisi dominan, jabatan
rangkap, dan pemilikan saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis.

Dalam praktik bisnis telah ditentukan pelarangan para pelaku usaha, antara lain
oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni,
integrasi vertikal, dan perjanjian dengan pihak luar negeri.

3.2. Daftar Pustaka

Dr.Hj. Endang Purwaningsih, S.H., M.HUM. (2010). HUKUM BISNIS. Jakarta.

15
16

Anda mungkin juga menyukai