Anda di halaman 1dari 51

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2021
BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM BIOMEDIS

BLOK 3.1. Basic Medical Principle

Tim Penyusun :

Hikmah Fitriani., M.Si.Med


Drs. Sri Herawati Gerson
dr. Ruri Eka Maryam Mulyaningsih., M.Biomed
dr. Niklah Zaidah., M.Biomed
dr. Ade Yusuf., M.K.M
dr. Amalia Prarizkahati
dr. Isti Noviani, Sp.PK (K).,M.M.RS
dr. Indriani Silvia, Sp.PK, M.Kes
dr. Rose Indriyati, Sp.PK, M.Sc
dr. Kati Sriwiyati, M.Biomed
dr. Efendi Agnilinia
dr. Masayu Friska Octavrisa., Sp.PK
dr. Alya Amile Fitrie Sp.PA, M.Kes
dr. Nurbaiti, Sp.PA, M.Kes
dr. Asih Ambarsari., Sp.PA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNSWAGATI

VISI Program Studi

Terwujudnya Program Studi Pendidikan Dokter yang unggul


di bidang pendidikan kedokteran berbasis masyarakat yang
bereputasi nasional pada tahun 2025

MISI Program Studi

1. Melaksanakan pendidikan yang unggul dalam bidang


pendidikan kedokteran berbasis masyarakat
2. Melaksanakan penelitian kedokteran dasar dan terapan
berbasis masyarakat
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat
berlandaskan pendidikan kedokteran berbasis masyarakat.
TATA TERTIB PRAKTIKUM BIOMEDIS BAGI MAHASISWA

1. Menggunakan pakaian rapi dengan baju kemeja dan dilarang menggunakan kaos
atau baju kaos
2. Wajib menggunakan sepatu tertutup, tidak diperkenankan memakai sandal atau
sepatu sandal.
3. Wajib menggunakan jas laboratorium tertutup
4. Bagi yang berambut panjang, rambut harus diikat rapi
5. Membawa perlengkapan praktikum sendiri/Laboratory kit yang diperlukan
secara lengkap (seperti : Handscoen, Masker, Alat suntik)
6. Pelaksanaan Pretest sebelum praktikum berlangsung, dengan minimal nilai 50.
Jika kurang dari 50, maka harus dilakukan tes ulang selama 3x. Jika gagal
memenuhi nilai tersebut Wajib mengerjakan tugas tambahan dari instruktur.
7. Datang 15 menit sebelum praktikum dimulai, toleransi waktu 10 menit. Apabila
melebihi waktu yang ditentukan maka tidak diperkenankan mengikuti praktikum
8. Tugas dari instruktur praktikum harus sudah diselesaikan dan diserahkan kepada
asisten praktikum sebelum praktikum dimulai
9. Apabila ada alat atau preparat yang rusak harus diganti sesuai dengan aslinya,
dan bila pada praktikum berikutnya belum mengganti, dilarang mengikuti
praktikum selanjutnya.
10. Membersihkan dan merapihkan kembali alat-alat praktikum yang sudah
digunakan
11. Dilarang makan dan minum di dalam laboratorium
12. Dilarang meninggalkan ruang praktikum tanpa seizin dosen yang bersangkutan
13. Mahasiswa yang berhak mengikuti ujian praktikum adalah mahasiswa yang telah
mengumpulkan semua tugas praktikum dan kehadiran praktikum sebanyak
minimal 75%.
14. Mematikan Handphone dan alat elektronik lainnya di luar kegiatan praktikum

Kepala Laboratorium Biomedis,

Hikmah Fitriani., S.Si., M.Si.Med


Syarat Praktikum Biologi
1. Menggunakan jas lab dan nama yang tertera pada jaslab
2. Wajib mengikuti kuis yang akan dilaksanakan sebelum praktikum
3. Wajib membawa laboratorium kit berisi handscoon, masker medis,
handsanitizer, torniquet, spuit 3 cc, alkohol swab, plester, tissue kering.
4. Wajib mengerjakan tugas maupun laporan sesuai jadwal yang ditetapkan
5. Wajib membawa pensil warna dan kertas HVS.
6. wajib membawa buku praktikum
7. Masing-masing mahasiswa wajib mengerjakan prosedur praktikum yang sudah
ditentukan

Syarat Praktikum Patologi Anatomi


1. Menggunakan jas lab
2. Wajib Membawa buku penuntun Praktikum
3. Wajib mengerjakan tugas atau tiket masuk sebelum praktikum (tugas buku
gambar)
4. Saat pelaksaan ujian wajib membawa papan jalan
5. Wajib membawa pensil warna dan buku gambar sesuai format yang
diberikan.
6. Penggantian preparat sebanyak 3 buah dengan diagnosis yang sama dengan
yang rusak

Syarat Praktikum Patologi klinik


8. Menggunakan jas lab dan nama yang tertera pada jaslab
9. Wajib membawa buku referensi perindividu
10. Wajib mengikuti kuis yang akan dilaksanakan sebelum praktikum
11. Wajib membawa laboratorium kit berisi handscoon, masker medis,
handsanitizer, torniquet, spuit 3 cc, alkohol swab, plester, tissue kering.
12. Wajib mengerjakan tugas maupun laporan sesuai jadwal yang ditetapkan
13. Wajib membawa pensil warna dan kertas HVS.
14. wajib membawa buku praktikum dan bahan referensi (atlas hematologi)
15. Masing-masing mahasiswa wajib mengerjakan prosedur praktikum yang sudah
ditentukan
Presentase nilai praktikum

Patologi Anatomi Patologi Klinik


Postest : 70 % Kuis : 30%
Laporan : 30 % Laporan : 20 %
Ujian PK : 50%
PRAKTIKUM BIOLOGI
PEMAKAIAN MIKROSKOP
Tim Instruktur Praktikum

Mikroskop merupakan alat yang dipergunakan untuk mengamati benda (objek)


yang diameternya kurang dari 0,1 mm. Mikroskop terdiri dari dua bagian, yaitu:
a. Bagian mekanik: statik, tubus, revolver, meja benda, sekrup pengatur kondensor,
dan sekrup-sekrup penggerak meja benda
b. Bagian optik: lensa okuler, lensa objektif, kondensor, dan cermin pengatur cahaya
atau lampu mikroskop.

OBJEKTIF
Lensa objektif di dalam tubus mikroskop membentuk bayangan nyata dari
preparat (benda). Bayangan nyata ini selanjutnya diperbesar oleh lensa okuler. Untuk
memperoleh objektif yang baik, perlu diperhatikan perbesaran dan daya pisah.
1. Perbesaran
Makin pendek jarak titik api suatu lensa makin kuat perbesarannya. Misalnya
objektif yang mempunyai perbesaran minimal (1x) mempunyai jarak titik api 55 mm,
sedangkan objektif yang mempunyai perbesaran maksimal (120x) mempunyai jarak
titik api 1,5 mm
2. Daya pisah
Daya pisah adalah kemampuan suatu objektif untuk memisahkan dua buah titik
yang sangat berdekatan di dalam struktur pada suatu objek. Jadi makin besar
kemampuan suatu objek, makin kecil jarak dua buah titik yang berdekatan yang
dapat dilihat secara terpisah dengan mikroskop itu.
Daya pisah dinyatakan dengan  rumus :
λ : panjang gelombang cahaya yang 2A masuk ke dalam objektif
A : Apertur Numerik

Makin kecil nilai berarti makin kuat kemampuan lensa untuk



memisahkan dua buah titik yang berdekatan supaya dapat
2A
dilihat dengan jelas. Pada umumnya daya pisah yang dapat
dilihat dengan jelas oleh suatu mikroskop adalah

0,6
2A

Daya pisah dapat diperkuat dengan memperbesar indeks bias dan atau dengan
menggunakan cahaya yang mempunyai λ pendek. Indeks bias dapat diperbesar
dengan menggunakan minyak imersi. Sinar yang mempunyai λ pendek dan banyak
digunakan adalah sinar ultra violet dan sinar elektron. Lensa-lensa objektif yang
banyak digunakan di dalam laboratorium adalah:
Apertur numerik Jarak 2 titik
terdekat yang
tampak terpisah
1. Lensa Pembesaran 0,25 0,94 mikron
Lemah
2. Lensa Pembesaran 0,65 0,28 mikron
Sedang
3. Lensa Pembesaran 1,25 0,19 mikron
Kuat (imersi)

OKULER
Lensa okuler adalah lensa yang berfungsi untuk membuat bayangan semu yang
terakhir, sehingga bayangan semu tersebut dapat dilihat langsung dengan mata.
Pembesaran normal (Mn) suatu mikroskop ditentukan oleh apertur numerik (A)
objektif dan apertur numerik mata.

A objektif (maksimum)

Mn =

A mata (maksimum)

Jika apertura numerik mata mendekati 1/250 maka rumus menjadi:

Mn = 250 x A objektif (maksimum)

Apertura numerik maksimum objektif dapat mencapai 1,6


Mn = 250 x 1,6 = 400 kali.
Dalam praktik pembesaran mikroskop diperoleh dari hasil kali perbesaran
objektif dengan perbesaran okuler yang dapat dibaca pada masing-masing objektif
dan okuler.

Kondensor
Kondensor berfungsi sebagai pengatur intensitas cahaya yang masuk ke dalam
mikroskop. Kondensor mempunyai dua bagian, yaitu:
a. Susunan lensa-lensa untuk mengumpulkan sinar-sinar sebelum masuk ke dalam
mikroskop.
b. Diafragma untuk mengatur banyaknya sinar yang masuk ke dalam mikroskop.
Dengan adanya diafragma ini aberasi sferik, aberasi kromatik, dan aberasi
astigmatisma akan berkurang, karena diafragma dapat mengurangi sinar tepi
yang berlebihan.
Ada beberapa macam kondensor yang digunakan pada mikroskop, yaitu:
1. Kondensor untuk mikroskop biasa
2. Kondensor untuk mikroskop dengan bidang pemandangan gelap
3. Kondensor untuk mikroskop fase kontras

MACAM–MACAM MIKROSKOP
1. Mikroskop Ultraviolet
Mikroskop ini menggunakan sinar ultraviolet, dilengkapi dengan alat pemotret
sebagai alat pengamatannya. Oleh karena cahaya yang digunakan adalah sinar
ultraviolet yang memakai panjang gelombang lebih pendek daripada sinar biasa,
maka mikroskop ini mempunyai daya pisah yang lebih kuat.
2. Mikroskop Fase Kontras
Mikroskop ini dilengkapi dengan diafragma khusus, yaitu diafragma dengan
celah berbentuk cincin dan lensa objektifnya dilengkapi lempeng difraksi. Pada
mikroskop biasa perbedaan indeks bias yang sangat kecil pada objek yang tidak dapat
terlihat, tetapi dengan adanya lempeng difraksi pada susunan lensa objektif maka
perbedaan indeks bias yang kecil pada objek dapat terlihat dengan jelas. Hal ini
memungkinkan untuk membedakan perbedaan-perbedaan struktur dengan jelas.
3. Mikroskop Elektron
Mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang mempunyai panjang
gelombang sangat pendek. Dengan mikroskop biasa perbesaran yang dapat dicapai
kurang lebih 2000 kali. Dengan mikroskop ultraviolet perbesaran yang dapat dicapai
kurang lebih 3000 kali. Dengan mikroskop elektron perbesaran yang dapat dicapai
sedikitnya 10.0000–30.000 kali atau lebih, sehingga dapat dipakai untuk melihat
molekul-molekul protein, virus, bakteriophage, struktus dalam bakteri dan lain-lain.

Cara pemakaian mikroskop biasa


A. Perbesaran Lemah
1. Untuk mikroskop tipe tertentu tubus okuler perlu ditarik sampai tanda 17
(jarak tubus yang ditentukan oleh pabrik).
2. Lensa objektif 10 : 1 ditempatkan pada kedudukan seporos dengan lensa
okuler (perbesaran lemah).
3. Tubus diturunkan dengan pengatur tubus (sekrup kasar) sampai terhenti.
4. Amati melalui okuler dan aturlah masuknya cahaya kedalam mikroskop
sehingga diperoleh pemandangan yang terang (merata) dengan cara
mengatur kedudukan cermin dan dengan mengatur diafragma kondensor.
5. Preparat diletakkan pada meja benda.
6. Dengan perlahan-lahan naikkan tubus dengan sekrup kasar sehingga
diperoleh bayangan objek. Untuk mendapatkan bayangan yang paling baik
tubus dinaik-turunkan (diatur) dengan hati-hati memakai pengatur tubus
(sekrup halus), sehingga diperoleh bayangan yang paling jelas.
Kedudukan bagian-bagian tertentu dari objek dapat ditentukan dengan
mengatur kedudukan preparat. Kedudukan preparat dapat diatur dengan
menggunakan sekrup-sekrup pengatur pada meja preparat.
B. Perbesaran Sedang
1. Mula-mula kerjakan seperti cara pemakaian mikroskop dengan perbesaran
lemah sampai diperoleh bayangan-bayangan yang dikehendaki (cara 1
sampai 7).
2. Kemudian lensa objektif 10:1 diganti dengan lensa objektif 4:1 (perbesaran
sedang).
3. Cahaya yang masuk ke dalam mikroskop diatur lagi dengan mengatur
kedudukan kondensor (biasanya dinaikan) serta mengatur diafragma.
4. Untuk mendapatkan bayangan akhir yang sebaik-baiknya, tubus diturunkan
dengan menggunakan pengatur tubus sekrup halus (jangan menggunakan
sekrup kasar).

C. Perbesaran Kuat
1. Seperti pada perbesaran sedang, cara kerja tersebut diulangi sampai
diperoleh bayangan yang paling kuat.
2. Setelah itu lensa objektif 45:1 diganti dengan lensa objektif 100:1 (perbesaran
kuat).
3. Tetesi gelas benda pada bagian yang akan diamati dengan minyak immersi.
4. Turunkan tubus dengan hati-hati sampai hampir menyentuh gelas benda,
sehingga antara lensa objektif dan gelas benda tertutup minyak immersi (lihat
dari samping).
5. Naikkan atau turunkan tubus dengan hati-hati dengan menggunakan sekrup
halus sampai didapatkan bayangan yang jelas.

Setelah menggunakan mikroskop dengan minyak immersi, bagian lensa objektif


yang terkena minyak immersi dibersihkan dengan xylol. Xylol diteteskan diatas
kertas lensa yang halus, kemudian diulaskan pada bagian yang terkena minyak
immersi satu-dua kali.

Gambar 1.1 Bagian-bagian mikroskop


PRAKTIKUM PATOLOGI ANATOMI
JEJAS, INFLAMASI, NEEOPLASMA
Tim Instruktur Praktikum

1. DEGENERASI HIDROPIK

Klinis : Pasien usia 22 tahun datang dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir. Pasien
mengaku hamil 3 bulan. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan besar kehamilan lebih besar dari pada
usia kehamiln, pada pemeriksaan beta-HCG ditemukan titer 10 kali lebih tinggi dari normal.

Diagnosa klinis : Mola hidatidosa

Makroskopik: Sediaan terdiri dari jaringan bergerombol seperti anggur. Warna putih keruh kenyal. Pada
lamelasi berisi cairan serous, berwarna kekuning-kuningan.

Mikroskopik: Sediaan terdiri dari sel-sel trofoblast yang mengelilingi vili korealis. Vili korealis terlihat
sembab, bergenerasi hidropik dan avaskuler.
2. DEGENERASI MIKSOMATOUS

Klinis : Pasien wanita usia 18 tahun, datang dengan keluhan benjolan di payudara kiri.
Benjolan dirasa sudah lama, terasa nyeri jika akan atau sedang haid. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
tumor ukuran 1x2 cm, tidak terfixir pada jaringan sekitarnya.

Diagnosa klinis : Fibroadenoma mammae

Makroskopik: Sediaan terdiri dari jaringan padat, kenyal, warna putih seperti daging ikan. Pada lamelasi
padat, putih keabuan, batas tegas.

Mikroskopik: Sediaan terdiri dari kelenjar mammae dengan duktus yang proliferasi membentuk struktur
interkanalikuler dan perikanalikuler. Jaringan ikat sekitarnya mengalami degenerasi miksomatous.
3. DEGENERASI HIALIN

Klinis : Pasien perempuan usia 35 tahun datang dengan keluhan benjolan di payudara.
Benjolan lama membesar, tidak terasa sakit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tumor ukuran 1,5x2 cm,
mobile.

Diagnosa klinis: dysplasia mammae

Makroskopik: Sediaan berupa massa padat. Pada lamelasi tampak padat putih , kenyal, batas tegas.

Mikroskopik: Sediaan terdiri dari asini dan duktuli kelenjar dilapisi epitel thorak dengan inti dalam batas
normal. Stroma jarinagn ikat diantaranya mengalami degenerasi hialin.
4.RADANG AKUT

Klinis : Pasien laki-laki usia 35 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah, disertai
demam. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada daerah mc Burney 3 dan demam subfebris.

Diagnosa klinis : Appendisitis akut

Makroskopik: Sediaan terdiri dari jaringan apendiks berwarna kemerah-merahan, dengan daerah
perforasi dibagian kaudal. Pada lamelasi ditemukan fecolith.

Mikroskopik: Sediaan terdiri dari mukosa dilapisi epitel yang ulseratif. Submukosa stroma jaringan ikat
udematous, disertai sebukan massif sel radang limfosit dan daerah-daerah nekrotik. Tampak pula
struktur limfoid yang hiperplastik.
5. RADANG KRONIS NON SPESIFIK

Klinis : Pasien laki-laki usia 40 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah, disertai
demam. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada daerah mc Burney 2 dan febris.

Diagnosa klinis: Appendisitis Kronis

Makroskopik: Sediaan terdiri dari jaringan apendiks dengan daerah perforasi dibagian kaudal. Pada
lamelasi ditemukan faecolith.

Mikroskopik: Sediaan terdiri dari daerah submukosa yang fibrotic dengan sebukan sel radang kronik.
Daerah lapisan muskularis menunjukkan lapisan yang normal.
6. RADANG KRONIS SPESIFIK

Klinis : Pasien perempuan usia 15 tahun datang dengan keluhan benjolan dileher sejak
sebulan yang lalu. Pasien mengeluh sering keluar keringat malam, tidak nafsu makan. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan pembesaran KGB leher, multiple, relatif tidak nyeri tekan. Pada pemeriksaan penunjang
foto rontgen dada ditemukan bercak putih pada daerah apeks paru bilateral.

Diagnosa klinis: Limfadenitis tuberkulosa

Makroskopik: Sediaan terdiri dari kelenjar limfe. Pada lamelasi ditemukan daerah-daerah rapuh dan
nekrotik.

Mikroskopik: Sediaan terdiri dari kelenjar limfe dilapisi jaringan ikat fibrosit. Sub kapsular ditemukan
tuberkel yang terdiri dari nekrosis central, dikelilingi sel datia langhans, sel radang limfosit, dan sel-sel
epitelioid.
7. SEL DATIA BENDA ASING

Klinis : Pasien pria usia 59 tahun, datang dengan keluhan benjolan didaerah jari kaki kiri sejak
dua tahun yang lalu. Benjolan terasa sakit bila udara dingin. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tumor
didaerah metatarsophalangeal kiri. Tumor berwarna kemerahan, nyeri tekan, batas tidak tegas. Suhu
badan pasien subfebris. Pada hasil laboratorium ditemukan peningkatan asam urat.

Diagnosa klinis: Gout

Makroskopik: Keping-keping jaringan putih kekuningan, keras.

Mikroskopik: Sediaan terdiri dari daerah-daerah kalsifikasi dan ditemukan sel datia benda asing dengan
inti lebih dari 20. Tampak pula sel radang limfosit.
8. HIPERPLASIA OTOT

Klinis : Pasien laki-laki datang dengan keluhan kencing sering dan sedit-sedikit. Pada
pemeriksaan fisik rectal touch teraba massa, kenyal. Tidak nyeri. Keluhan diakui sudah lama, semakin
lama kencing semakin sering dan sedikit-sedikit.

Diagnosa klinis: Benign Hyperplacia Prostate

Makroskopik: Sediaan terdiri dari beberapa jaringan, ukuran 1-4 cm. Pada lamelasi putih , padat, seperti
daging ikan

Mikroskopik: Sediaan terdiri dari kelompokan asini kelenjar dilapisi epitel thorak yang proliferative yang
melebar. Pada bagian lumen ditemukan corpora amylacea. Jaringa ikat fibromuskular diantaranya
tumbuh hyperplastis disertai sebukan sel radang limfosit.
9. HIPERPLASIA EPITEL KELENJAR

Klinis : Pasien usia 35 tahun datang dengan keluhan haid yang terus menerus sejak 3 bulan
lalu. Haid diluar waktu haid normal pasien, sedikit-sedikit. Pasien mengaku memakai kontrasepsi oral.

Diagnosa klinis: Hyperplasia Endometrium

Makroskopik: Sediaan berasal dari kerokan endometrium. Terdiri dari jaringan kemerah-merahan, padat,
kenyal, sebagian rapuh.

Mikroskopik: Sediaan terdiri dari kelenjar endometrium dilapisi epitel thorak yang hyperplastis sebagian
tumbuh dua lapis, tumbuh berkelok-kelok, sebagian melebar, inti dalam batas normal. Stroma
endometrium diantaranya tampak memadat.
10. HIPERPLASIA EPITEL GEPENG BERLAPIS

Klinis : Pasien datang dengan keluhan kutil di kaki sejak setahun yang lalu. Pada pemeriksaan
fisik didapat tumor ukuran 0,3x0,5 cm., putih, keras, batas tegas, tidak nyeri, dengan bagian superfisial
hyperkeratosis.

Diagnosa klinis: Verruca

Makroskopik: Sediaan berupa jaringan berkulit. Pada lamelasi padat, putih.

Mikroskopik: Sediaan dilapisi epitel gepeng berlapis yang tumbuh hyperplastis, hyperkeratosis, inti
dalam batas normal. Rete ridge terlihat melebar (akantosis). Stroma jaringan ikat subepitelial bersebukan
sel radang limfosit.
11. METAPLASIA

Klinis: Pasien perempuan datang dengan keluhan benjolan dikemaluan sejak 6 bulan lalu. Tidak sakit.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tumor ukuran 4x2cm, keluar dari daerah cervix. wWarna tumor sama
dengan jaringan sekitarnya.

Diagnosa Klinis: Polip cervix

Makroskopik: Sediaan jaringan ukuran 3x1,5 cm. Kenyal, putih.

Mikroskopik: Sedian terdiri dari mukosa dilapisi epitel thorak yang sebagian berubah menjadi epitel
gepeng berlapis. Inti dalam batas normal. Subepitelial ditemukan kelenjar submukosa dilapisi epitel
thorak, inti dalam batas normal.
12. DISPLASIA

Klinis : Pasien wanita usia 36 tahun datang dengan keluhan keputihan sejak 6 bulan lau.
Kadang terasa sakit didaerah kemaluan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi kemerahan, kasar.
Ditemukan riwayat kadang-kadang terjadi kontak bleeding.

Diagnosa klinis: Displasia cervix

Makroskopik: Sediaan terdiri dari keping-keping jaringan padat, sebagian kenyal.

Mikroskopik: Sediaan dilapisi epitel gepeng berlapis yang pada bagian bawah mengalami dysplasia,
dengan sel-sel pleomorfik, tersusun tidak teratur, inti sel hiperkromatis. Membrane basalis masih utuh.
Stroma jaringan ikat dibawahnya bersebukan sel radang limfosit.
13. KARSINOMA EPIDERMOID

Klinis : Pasien usia 40 tahun datang dengan keluhan benjolan dikulit kepala. Benjolan dirasa
sejak 3 bulan lalu mula-mula sebesar kelereng yang semakin lama semakin besar. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan adanya lesi putih, rapuh, berbenjol-benjol, seperti kembang kol.

Diagnosa klinis: Epidermoid karsinoma

Makroskopik: Sediaan berkulit, putih,kenyal, sebagian rapuh. Pada lamelasi tampak massa putih
keabuan, rapuh batas tidak tegas.

Mikroskopik: Sediaan terdiri dari kelompokan sel yang tumbuh hyperplastis memadat. Sel bentuk bulat,
oval, dengan inti pleomorfik hyperkromatis, sitoplasma sedikit. Mitosis banyak ditemukan. Diantara sel
tumor tampak mutiara tanduk. Membrana basalis sudah ditembus sel tumor. Stroma jaringan ikat
diantaranya bersebukan sel limfosit.
14. ADENOKARSINOMA

Klinis : Pasien usia 60 tahun datang dengan keluhan nyeri diperut, BAB sedikit-sedikit,
berdarah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan perut pasien membesar dan teraba massa diperut kanan.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia berat.

Diagnosa klinis: Karsinoma kolon

Makroskopik: Sediaan kolon, panjang 10cm. Pada lamelasi tampak massa putih keabuan multiple, rapuh
batas tidak tegas, mengisi lumen.

Mikroskopik: Sediaan terdiri dari kelompokan sel tumor yang tumbuh hyperplastis memadat, membentuk
struktur seperti kelenjar. Inti sel pleomorfik, hyperkrromatis mitosis banyak ditemukan. Stroma jaringan
ikat diantaranya bersebukan sel limfosit.
15. KARSINOMA SEL TRANSISIONAL (UROTELIAL CARCINOMA)

Klinis : Pasien usia 65 tahun datang dengan keluhan kencing berdarah. Pasien mengaku
perokok berat sejak usia 15 tahun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ekstermitas bawah udema.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hematuria.

Diagnosa klinis: urotelial karsionoma

Makroskopik: Sediaan berupa keping-keping jaringan, padat sebagian rapuh, warna putih keabuan.

Mikroskopik: Sediaan terdiri dari kelompokan sel yang tumbuh hyperplastis memadat. Sel bentuk bulat,
oval, dengan inti pleomorfik hyperkromatis, sitoplasma sedikit. Mitosis banyak ditemukan. Stroma
jaringan ikat diantaranya bersebukan sel limfosit
Daftar Pustaka:
1. Underwood JCE. Patologi Umum dan Sistemik Edisi 2 Vol 1. Jakarta. EGC. 1999.
Kumar, Robbins, Cotran. Buku Ajar Patologi Ed
PANDUAN MAHASISWA

PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK BLOK 3.1 TA. 2021/2022


1. Praktikum patologi klinik dilakukan secara luring
2. Setiap kelompok besar akan dibagi menjadi 3 kelompok kecil
3. setiap kelompok kecil akan difasilitasi oleh 1 (satu) instruktur patologi klinik
4. Sebelum praktikum dilaksanakan,
a. Mahasiswa mempelajari buku panduan praktikum
b. Berikut referensi buku untuk pembelajaran praktikum PK:
https://drive.google.com/drive/folders/1OfbX8Mu-
WlZRb3rOak1Z2zWQ8Vlp1LhZ?usp=sharing
5. Setiap awal pertemuan praktikum akan dilakukan kuis sebanyak 5 soal. (Mahasiswa
membawa HP HANYA untuk melakukan kuis praktikum)
6. Tema praktikum Semester 3
Pertemuan 1
• Pengambilan darah
• Pemeriksaan Hb
• Pemeriksaan Jumlah leukosit
• Pemeriksaan Jumlah eritrosit
Pertemuan 2
• Pengambilan darah
• Pemeriksaan LED
• Pemeriksaan Jenis leukosit (apus darah/ SADT)
• Trombosit (apus darah/ SADT)
7. Format hasil pemeriksaan praktikum menggunakan kertas HVS

PARAF INSTRUKTUR
(NAMA INSTRUKTUR)
Tanggal praktikum :
Pertemuan praktikum :
Kelompok :

Jenis Pemeriksaan : contoh : pemeriksaan Hb


Nama probandus : (sampel darah yang digunakan)
Jenis Kelamin : Perempuan/Laki-laki
Usia : ...tahun
Hasil Praktikum : Hb : .... (normal/tidak)
(disertai gambar dengan menggunakan pensil
warna)

DAN SETERUSNYA SESUAI TEMA PERTEMUAN


PRAKTIKUM
8. Ketentuan penulisan laporan mahasiswa :
a. Setiap mahasiswa membuat laporan dengan diketik
b. Format .doc
c. Format penulisan : ketentuan tata cara penulisan dan referensi seperti di buku
blok untuk resume PBL.
Contoh Halaman Judul

TUGAS
PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK 1/2
BLOK HPK 3.1

LOGO UGJ

DISUSUN OLEH :
NAMA MAHASISWA
NPM

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2021

BAB I. PENDAHULUAN
A. TUJUAN PRAKTIKUM (sesuai tema praktikum)
B. ALAT DAN BAHAN
C. CARA KERJA DAN NILAI NORMAL
D. HASIL PRAKTIKUM
(scan atau foto hasil pemeriksaan praktikum yang
terdapat paraf instruktur)

BAB II. PEMBAHASAN


(Berisi pembahasan hasil pemeriksaan dihubungkan
dengan interpretasi dan kelainan yang mungkin
terjadi jika hasil yang didapatkan tidak normal)

BAB III. KESIMPULAN


DAFTAR PUSTAKA

d. Laporan dikumpulkan oleh ketua kelompok praktikum (kelompok 1-8)


e. Laporan dikumpulkan paling lambat 3 hari setelah pelaksanaan praktikum (jam
13.00) ke email : patologiklinik.fkugj@gmail.com
f. Subjek email : KELOMPOK …._PRAKTIKUM DARAH RUTIN 1/2
CONTOH : KELOMPOK 1_PRAKTIKUM DARAH RUTIN 1
g. Format nama tugas untuk setiap mahasiswa: KELOMPOK …_NAMA
MAHASISWA_PRAKTIKUM DARAH RUTIN 1/2
CONTOH : KELOMPOK 1_AHMAD_PRAKTIKUM DARAH RUTIN 1

9. Ujian praktikum dilaksanakan diakhir blok dengan syarat kehadiran mahasiswa 


75%
10. Komposisi penilaian praktikum patologi klinik terdiri dari : (persentase)
a. Nilai laporan : 20%
b. Nilai kuis : 30%
c. Ujian Praktikum PK : 50%
PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK
PEMERIKSAAN DARAH RUTIN
Tim Instruktur Praktikum

PENGAMBILAN BAHAN PEMERIKSAAN


A. Sikap dan Persiapan
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan bahan untuk pemeriksaan hematologi :
1. Faktor pemeriksa
- Menggunakan APD (alat perlindungan diri)
- tidak kasar/sabar
- tidak menakutkan terutama bila penderita anak kecil
- tidak menunjukkan sikap ragu – ragu
- terampil dan tidak ceroboh
- bekerja secara sistematis
- bekerja secara aseptis, bersih
- tidak makan/minum/merokok di laboratorium
- hindarkan pencemaran lingkungan
- perhatikan keselamatan orang lain dan diri sendiri

2. Persiapan penderita
- bila penderita makan sesaat sebelum diambil darahnya, makan akan meningkatkan volume
plasma
- aktivitas fisik akan meningkatkan Hb, eritrosit, LED.
- posisi pada saat pengambilan tidur akan menurunkan nilai Hb dan hematokrit.
- beberapa jenis obat akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

B. Macam Bahan Pemeriksaan


Macam bahan yang akan diambil sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilakukan. Misalnya darah
vena : untuk pemeriksaan darah rutin, darah kapiler untuk hitung sel.
Macam bahan pemeriksaan :
1. Darah vena
bayi baru lahir : vena umbilicalis
bayi : vena jugularis externa
dewasa : semua vena superficial, terbaik : vena mediana cubiti
2. Darah kapiler
anak : ujung ibu jari kaki
dewasa : ujung jari tangan

C. Cara Pengambilan
Darah Kapiler.
Sampel darah kapiler dapat digunakan untuk pemeriksaan :
- Hb
- hitung sel
- mikrohematokrit
- golongan darah
- parasit malaria
Alat yang dipergunakan : Lancet steril dan kapas.
Reagensia : Alkohol 70%.
Cara pengambilan :
1. Masase jari tangan (telunjuk, jari tengah atau jari manis). Desinfeksi dengan alkohol 70%, biarkan
kering tanpa ditiup.
2. Lokasi penusukan ujung jari tangan sebelah kiri/kanan (lihat gambar). Lakukan penusukan dengan
lancet secara sekonyong – konyong, sedalam kurang lebih 2 – 3 mm sampai darah mengalir
bebas.
3. Buang tiga tetesan pertama.
4. Mengambil sampel langsung dari jari.
5. Gunakan kapas untuk menghentikan darah sesudah pengambilan sampel selesai.
Catatan :
- Bila melakukan penusukan kemungkinan akan mendapatkan kesulitan, bungkus dulu ujung jari
dengan kain yang telah dicelupkan ke dalam air hangat.
- Harus bekerja secara cepat agar darah tidak membeku.
- Bila penusukan lambat akan menyebabkan darah membeku sebagian dan akan menyebabkan
hasil rendah palsu.
- Tempat tusukan cyanotik juga akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Darah Vena.
Sampel darah yang dapat ditampung dengan atau tanpa antikoagulan. Dengan darah vena dapat
diperoleh bermacam – macam sampel yaitu :
- whole blood/darah penuh
- plasma
- serum
- defibrinated blood
- clot blood
Tempat pengambilan : semua vena superficialis, biasanya vena mediana cubiti.
Alat yang diperlukan :
- disposable spuit
- torniquet
- kapas
- botol penampung
Reagensia :
- Alkohol 70%.
- Antikoagulan (sesuai kebutuhan)

Cara Pengambilan :
1. Bendung di sebelah proksimal vena yang akan diambil agar tampak lebih jelas, penderita diminta
mengepal – ngepalkan tangannya.
2. Lakukan desinfeksi pada daerah tersebut dengan kapas alkohol 70%.
3. Periksa spuit, adakah udara, jarum kencang, bisa dihisap dengan mudah.
4. Setelah alkohol kering (tidak boleh ditiup – tiup), kulit ditegangkan, tusuk dengan jarum dengan
sudut < 45°, arah jarum sejajar dengan arah vena, jarum menghadap ke atas.
5. Setelah vena terasa tertusuk, jarum diputar menghadap ke bawah. Tusukan dilanjutkan
menghadap ke vena. Darah akan mengalir dengan sendirinya bila tusukan tepat. Kepalan tangan
dibuka, darah dihisap pelan – pelan. Ambil darah sesuai kebutuhan.
6. Lepas torniquet, jarum ditarik, tekan dengan kapas alkohol. Penderita diminta untuk tetap
menekan dengan kapas alkohol.
7. Lepas jarum dari spuit, tuang darah ke dalam botol penampung dengan cara mengalirkan darah
lewat dinding botol penampung. Campur perlahan – lahan dengan menggeser atau membolak –
balik botol.
8. Jangan lupa identitas penderita.
Catatan :
- Daerah pengambilan mengalami kongesti akan menyebabkan hemokonsentrasi.
- Khusus untuk pemeriksaan koagulasi penusukan harus satu kali/tidak diulang – ulang.
- Alat penampung harus bersih dan kering.
- Bila akan menunda pemeriksaan harus diberi antikoagulan.
- Pada saat menuang darah spuit ke dalam bool, jarum harus dilepas, tidak boleh
disemprotkan (harus dialirkan lewat dinding tabung) dan tidak boleh dikocok terlalu keras.

D. Antikoagulansia
Karena suatu hal kadang – kadang kita tidak dapat segera melakukan pemeriksaan sehingga kita
memerlukan zat yang menyebabkan darah tidak membeku. Ada bermacam – macam cara yang dapat
dilakukan :
1. dengan memakai antikoagulansia
2. dengan memperoleh darah defibrinasi
3. dengan menggunakan alat – alat yang dilapisi silikon (dengan alat ini pembekuan diperlambat)
Macam antikoagulansia :
1. EDTA (Ethylen Diamine Tetra Acetic Acid).
- dipakai dalam bentuk garam Natrium, Kalium atau Lithium.
- sedikit toxic
- dipakai untuk hematologi rutin
- takaran yang diperlukan adalah : 1,25 – 1,75 mg/ml darah.
- bila dosis> 2 mg/ml darah akan menyebabkan :
• sel darah merah degenerasi
• hematokrit menurun
• MCV menurun
• MCHC meningkat
• trombosit false meningkat
Digunakan untuk pemeriksaan
• rutin
• hematokrit
• osmotic fragility test
• golongan darah
• hitung sel
• tidak dapat digunakan dalam studi koagulasi, prothrombin time
• dapat digunakan dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 10%.
2. Heparin
Takaran menurut Dacie : 12,5 – 17,5 IU/ml darah.
Kosasih : 1,0 mg/10 ml darah.
Harga mahal
Guna untuk pemeriksaan : osmotic, fragility test, hemoglobin, hematokrit, hitung sel, golongan
darah.
Tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan darah hapus yang menggunakan cat Romanowsky.
3. Tri Sodium Sitrat
Dipergunakan dalam bentuk larutan : 0,106 M = 3,13%.
Takaran = 9 volume darah : 1 volume nti koagulan.
Digunakan untuk studi koagulasi.
4. Natrium Sitrat 3,8 %
Tidak toxic, maka dapat dicampur dalam spuit saat pengambilan darah.
Aturan pakai : untuk studi koagulasi dipakai perbandingan darah dan anti koagulan 9 : 1.
LED dipakai darah dan anti koagulan 4 : 1.
Dapat digunakan untuk pemeriksaan :
- LED (Laju Endap Darah)
- Studi koagulasi
- Transfusi
5. Double oxalat
Bersifat toxic.
Digunakan dalam bentuk kering.
Dengan takaran : 2 mg/ml darah.
Mempengaruhi bentuk sel darah sehingga terjadi hemolisa.
Dapat digunakan untuk pemeriksaan :
- Kadar Hb
- LED
- Perhitungan sel darah
- Pemeriksaan OFT
- Golongan darah
6. Natrium Fluoride
Digunakan untuk pemeriksaan glukosa darah.
Antikoagulan ini dapat mencegah glikolisis.
Takaran pemakaian 10 mg/ml darah.
7. ACD (acid citrate dextrose)
Takaran paai tiap 1 ml untuk 4 ml darah.
Digunakan dalam : dinas transfusi, menyimpan darah, pemeriksaan radioisotop (pemeriksaan
hematologi).
Penyimpanan Bahan.
Untuk pemeriksaan hematologi sedapat mungkin tidak menunda pemeriksaan, tetapi bila terpaksa
harus menunda haris diberi antikoagulan. Batas waktu yang disarankan bila darah disimpan di
temperatur ruang.
- Haemoglobin : relatif stabil
- Leukosit : 2 jam
- Eritrosit/hematokrit : 6 jam
- Hapusan darah : 1 jam
- LED : 2 jam
- Trombosit : 1 jam
- Retikulosit : 6 jam

Pengiriman Bahan.
Bila bahan pemeriksaan hematologi harus kita kirim/rujuk ke lain tempat maka harus diperhatikan hal
– hal di bawah ini :
- Jarak tempat rujukan dengan batas kadaluwarsa bahan.
- Penampung harus benar – benar rapat, terfixir sehingga tidak ada yang tumpah, tidak
hemolisis karena goncangan, tidak ada es yang tercampur.
- Harus diberi es/es kering.
- Perhatikan proses pengangkuta bila kita tidak mengirim sendiri bahan tersebut.

E. Proses Pemeriksaan
Dipengaruhi oleh berbagai macam sebab :
- Bahan pemeriksaan
- Alat yang digunakan
- Reagensia yang dipakai, batas kadaluwarsa dan kualitasnya.
- Suhu ruangan
- Stabilitas tegangan listrik
- Metode yang digunakan
- Faktor pemeriksa : penguasaan teori, teliti, terampil, motivasi.

F. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan sangat penting, sebab walaupun semua proses berjalan dengan baik kalau
proses pencatatan dan pelaporan tidak baik, hasil yang keluar juga tidak baik.

G. Sistem Satuan, Nilai, dan Nilai Rujukan


Dalam pelaporan, hasil yang harus diperhatikan :
- Satuan yang dipergunakan menggunakan satuan konvensional atau satuan internasional
(SI).
- Nilai normal yaitu nilai yang didapatkan pada sekelompok orang yang nampak sehat.
- Nilai rujukan yaitu nilai yang didapatkan pada kelompok tertentu.
PEMERIKSAAN DARAH RUTIN
Macam pemeriksaan darah rutin :
1. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin
Metode yang dipergunakan
A. Kolorimetri visual
- Tallquis
- Spencer
- Haden Housser
- Sahli
B. Kolorimetrik/Fotoelektrik

Metoda Sahli
Alat yang dipergunakan :
- Alat untuk mengambil darah vena atau darah kapiler
- Hemometer Sahli.
Hemometer Sahli terdiri dari :
a. Tabung pengencer panjang 12 cm, dinding bergaris mulai angka 2 (bawah) s/d 22 (atas).
b. Tabung Standart Hb
c. Pipet Hb dengna pipet karet panjang 12,5 terdapat angka 20 cmm.
d. Pipet HCl
e. Botol tempat aquadest dan HCl 0,1 N.
f. Batang pengaduk dari kaca.
Reagensia : HCl 0,1 N dan aquadest.
Prinsip pemeriksaan :
Mengukur kadar Hb berdasar warna yang terjadi akibat perubahan Hb menjadi asam hematin
setelah penambahan HCl 0,1 N (tidak semua Hb terukur).
Sampel : darah kapiler dan darah vena
Cara pemeriksaan :
a. Isi tabung pengencer dengan HCl 0,1 N sampai angka 2.
b. Dengan pipet Hb hisap darah sampai angka 20 cmm jangan sampai ada gelembung udara
yang ikut dihisap.
c. Hapus darah yang ada pada ujung pipet.
d. Tuang darah ke dalam tabung pengencer, bilas dengan HCl bila masih ada darah dalam pipet.
e. Biarkan 1 menit.
f. Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca pengaduk.
g. Bandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan standart.
h. Bila sudah dsama warnanya penambahan aquadest dihentikan, baca kadar Hb pada skala
yang ada di tabung pengencer.

Nilai Rujukan Menurut Dacie


Dewasa laki – laki : 12,5 – 18,0 gr%.
Dewasa wanita : 11,5 – 16,5 gr%.
Bayi < 3 bulan : 13,5 – 19,5 gr%.
Bayi > 3 bulan : 9,5 – 13,5 gr%.
Umur 1 tahun : 10,5 – 13,5 gr%.
Umur 3 – 6 tahun : 12,0 – 14,0 gr%.
Umur 10 – 12 tahun : 11,5 – 14,5 gr%.

Pemeliharaan alat
- Begitu selesai pekerjaan langsung dibersihkan.
- Tabung pengencer sangat lunak sehingga perlu dibersihkan pada dasar yang lunak.

Catatan :
Cara Sahli kurang teliti jika dibandingkan dengan cara Cyanmethemoglobin tetapi masih jauh lebih
baik daripada Tahlquis yang menggunakan kertas dan dicocokkan dengan kertas standar.
Kesalahan sebesar 10%.
Kesalahan yang terjadi karena :
a. Keadaan alat
- volume pipet tidak tepat
- warna tabung standar sudah pucat
b. Tehnik pemeriksa
- ketajaman mata berbeda – beda
- intensitas sinar kurang
- terdapat gelembung udara
- darah pada ujung pipet tidak dihapus
- waktu tidak tepat 1 menit, sehingga asam hematin belum sempurna terbentuk.
c. Reagensia : HCl 0,1 N.
Bila menggunakan darah kapiler kemungkinan akan memberikan hasil yang lebih rendah bila
dipijit – pijit pada waktu pengeluaran darah setelah penusukan.

2. Jumlah Leukosit
Alat yang dipergunakan :
a. Hemositometer : Bilik Hitung
b. Pipet leukosit
c. Pipet eritrosit.
Bilik hitung terbaik adalah bilik hitung Neubauer Improved atau Burker karena mempunyai
daerah perhitungan yang luas.

Burker
Luas seluruh bilik : 3 x 3 mm2
Di dalam bilik terdapat :
- kotak besar : 1 x 1 mm2
- kotak sedang : 1/5 x 1/5 mm2
- kotak kecil : 1/20 x 1/20 mm2
Gambar

Neubauer Improved
Luas seluruh bilik : 3 x 3 mm2
Di dalam bilik terdapat :
- kotak besar : 1 x 1 mm2
- kotak sedang ada dua macam
di tengah : 1/5 x 1/5 mm2
di empat sudut : ¼ x ¼ mm2
- kotak kecil : 1/20 x 1/20 mm2
Tinggi / dalam : 0,1 mm
Kotak sedang
W : leukosit (1,3,7,9) : ¼ x ¼ mm2
R : eritrosit (5) : 1/5 x 1/5 mm2

Gambar
A. Pipet Eritrosit
B. Pipet Leukosit
C. Pipet Hemoglobin 20
Reagensia :
Larutan Turk Leukosit, terdiri dari :
Gentian violet 1 % : 1 ml.
Asam acetat glacial : 2 ml.
Aquadest ad. : 100 ml.
Bahan : darah vena atau darah kapiler.
Prinsip pemeriksaan :
menghitung sel – sel leukosit di dalam suatu larutan yang merusak sel – sel lain dengan bilik
hitung.
Cara Kerja :
- Bilik hitung dicari dengan mikroskop, cari kotak sedang di pojok ujung bilik hitung.
- Hisap darah dengan pipet leukosit sampai angka 1 (pengenceran = 10 kali) atau sampai
0,5 (pengenceran = 20 kali).
- Hapus darah yang melekat pada ujung pipet.
- Kemudian dengan ujung pipet yang sama hisap larutan Turk sampai angka 1.
- Gojok horisontal.
- Buang 3 tetes pertama.
- Tuang dalam bilik hitung yang telah ditutup dengan kaca penutup dan diletakkan di
mikroskop.
- Lakukan penghitungan sel leukosit dengan pembesaran obyektif 10 x atau 40 x.

Perhitungan :
Jumlah leukosit = (rerata tiap kotak sedang/1 mm2) x 16 x (10/tinggi bilik hitung) x
(10/pengenceran)
Contoh :
Dihitung dalam kotak sedang : 90 sel leukosit.
Pengenceran : 10 x.
Jumlah sel leukosit : (90/12) x 16 x 10 x 10 = 12.000/mm 3.
Nilai rujukan menurut Dacie
Dewasa pria : 4 – 11 ribu/mm3.
Dewasa wanita : 4 – 11 ribu/ mm3.
Bayi : 10 – 25 ribu/ mm3.
11 tahun : 6 – 18 ribu/ mm3.
12 tahun : 4,5 – 13 ribu/ mm3.

Kesalahan :
Lebih kecil dibandingkan eritrosit, biasanya oleh karena :
- alat
- reagensia
- sampel
- pemeriksa

Perawatan alat
Pipet leukosit : begitu selesai dipergunakan harus segera dicuci, dengan aquadest dan
disemprot aseton. Bila tersumbat jendalan darah diambil dengan kawat lembut.
Bila gagal rendam dalam larutan (salah satu)
- ethanol 95%
- asam acetat 0,5%
- dikromat cleaning solution
- larutan sodium bicarbonat 1%

Bilik hitung
- bersihkan secepat mungkin
- rendam dalam larutan deterjen 2 – 3 jam
- bilas air
- bilas alkohol
- keringkan dengan kain halus.

3. HITUNG ERITROSIT
Persiapan Pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
Persiapan Sampel : darah kapiler, EDTA
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan pengencer isotonis agar mencegah
hemolisis eritrosit dan memudahkan menghitung eritrosit.
Alat dan Bahan
Alat:
1. Pipet eritrosit atau clinipet 20μl, pipet volumetrik 4 ml
2. Tabung ukuran 75 x 10 mm
3. KH Improved Neubauer dan kaca penutup
4. Pipet Pasteur
5. Mikroskop
Bahan/ Reagens
Larutan pengencer dapat digunakan salah satu dari larutan berikut :
a. Larutan hayem
Natrium – sulfat : 2,50 g
Natrium – chlorida : 0,50 g
Merkuri – chlorida : 0,25 g
Akuades : ad 100ml
Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tak dapat dipergunakan karena akan
mengakibatkan presipitasi protein, rouleoux, aglutinasi.
b. Larutan Gower
Natrium – sulfat : 2,5 g
Asam asetat glasial : 33,3 g
Akuades : ad 200 ml
Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleoux sel-sel erirosit
c. Larutan Formal Sitrat.
d. Formalin 40% : 10 ml
Larutan sodium sitrat 0,109 M : 1000 ml
Larutan ini mudah dibuat dan tidak berubah dalam jangka lama.
Bentuk diskoid eritrosit tetap dipertahankan dan tidak menyebabkan terjadinya aglutinasi
Cara Kerja
1. Dengan pipet eritrosit, pipetlah darah sampai tanda 0,5 serta encerkan
dengan larutan pengencer sampai tanda 101 ( pengencer 1 : 200 ).
Homogenkan selama 3 menit.
2. Larutan pengencer sebanyak 4 ml dimasukkan ke dalam tabung ukuran 75 x
10 mm.
3. Dibuat pengencer darah 1 : 200 dengan menambahkan 20 μl darah EDTA /
darah kapiler ke dalam tabung yang telah berisi larutan pengencer. Tindakan
selanjutnya sama seperti seperti yang telah diterangkan pada hitung lekosit
4. Pengisian Kamar Hitung ( KH ).
Prosedur sama dengan lekosit, tetapi untuk eritrosit KH dibiarkan selama 2
menit agar eritrosit mengendap, tetapi tidak lebih lama dari 2 menit sebab
mengeringnya larutan pada tepi kamar hitung akan menimbulkan arus yang
dapat menyebabkan pergerakan eritrosit yang telah mengendap. Bila
penghitungan jumlah sel di dalam kamar hitung ditunda, sebaiknya kamar
hitung dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi kapas atau kertas saring
basah.
5. Perhitungan Jumlah Eritrosit.
Sebaiknya jumlah sel yang dihitung minimal 200 eritrosit. Luas masing-masing
2 2
bidang adalah 1/5 x 1/5 mm atau 0,2 x 0,2 mm . Volumenya (0,2 x 0,2 x 0,1)
x 5 = 0,02 mmk atau 0,02 μl.
6. Perhitungan.
Jumlah eritrosit yang dihutung
Jumlah eritrosit = x faktor
pengenceran Volume yang dihitung (ml)

Nilai rujukan :
Laki-laki : 4.5 – 6.0 juta / μl
Perempuan : 4.0 – 5.5 juta / μl

4. Laju Endap Darah (LED)


Macam pemeriksaan laju endap darah adalah :
1. Westergreen
2. Wintrobe →juga dapat mengukur hematokrit sekaligus.
3. Cutler
4. Hellige Vollmer → menggunakan darah kapiler.

Prinsip pemeriksaan :
Apabila sejumlah darah diberi anti koagulan, diletakkan dalam tabung gelas dalam posisi tegak lurus
maka sel – sel akan mengendap, sebaliknya plasma akan bergerak ke atas. Hal ini oleh karena
adanya perbedaan berat jenis.

Metode Westergreen
Alat :
1. tabung Westergreen
2. rak Westergreen
Reagensia :
Larutan Natrium Sitrat 3,8%.
Bahan :
Darah EDTA
Cara Pemeriksaan :
- 2 ml darah EDTA + 0,5 ml Natrium Sitrat 3,8 % campur dengan baik.
- Hisap dengan tabung Westergreen sampai angka 0 (nol).
- Letakkan di rak tabung tegak lurus.
- Catat kolom tabung yang berwarna merah pada 1 jam pertama dan 2 jam.
- Bila terdapat buffycoat harus dilaporkan berapa.
Gambar

Nilai rujukan menurut


Westergreen Dacie
Pria 0 – 15 mm/jam 0 – 5 mm/jam
Wanita 0 – 20 mm/jam 0 – 7 mm/jam

Pemeliharaan alat :
- tidak boleh dicuci dengan deterjen
- cuci dengan aquadest, bilas dengan aceton

Kesalahan oleh karena :


- sampel harus fresh kurang dari 2 jam, darah tidak beku diberi antikoagulan
- alat kotor akan menyebabkan hemolisis
- kolom tidak sesuai, misalnya sempit maka akan lebih lama.
- Analis : terhisap gelembung udara
- posisi tabung dalam rak miring
- diletakkan di tempat yang panas dan sebagainya.
- adanya vibrasi.

5. Hitung Jenis Lekosit


Pembuatan Preparat Darah Hapus
Alat yang dibutuhkan :
- obyek glass yang bersih
- spreader/penggeser
- pipet darah dan pengaduk
- bak pengecatan
- bak pengeringan
- timer
- gelas ukur

Reagensia :
a. cat romanowsky
- cat wright
- cat Leishman
- cat May Grunwald
- Cat Giemsa (induk/stock)
b. Buffered ditilled water pH 7,2 untuk melarutkan cat (Buffer Sorensen).
c. Methanol (90%) untuk fiksasi.

Cara membuat preparat darah apus :


- Ambil obyek glass yang bersih, letakkan 1 tetes darah di sisi kanan.

- Sentuh tetesan darah dengan spreader, darah akan melebar sepanjang spreader.

- Dorong spreader ke arah kiri dengan sudut 45 derajat, keringkan.

- Amati preparat, baik bila :


tipis, rata, tidak terputus – putus, ekor tidak robek, bentuk seperti peluru, beri identitas di
kepala dengan menggunakan lidi/pensil/label.

- Fiksasi dengan methanol 90% selama 10 menit (beberapa buku menyebutkan cukup 2 –
3 menit).

- Buat larutan Giemsa kerja dari Giemsa stock dan buffer sorensen dengan perbandingan
1 : 9 untuk buffernya.

- Preparat yang telah dicat digenangi larutan Giemsa selama 15 menit.


- Cuci dengan air mengalir.
- Keringkan di udara.
- Setelah kering dapat diolesi lacquer.
Membaca preparat hapus darah tepi

Gambar
Dengan perbesaran 10 x (obyektif)
- orientasi seluruh lapangan pandang
- periksa adanya sel – sel asing, parasit
- estimasi jumlah leukosit

Dengan perbesaran 40x (obyektif)


- hitung jenis sel darah putih
- morfologi sel darah merah
Untuk pemula sebaiknya gunakan obyektif 100x.

Dengan perbesaran 100x (obyektif)


- penegasan
- bangunan khas
- Estimasi trombosit menurut Barbara Brown.

Cara Hitung Jenis Leukosit


Arah perhitungan tertentu seperti terlihat di bawah ini :

Bandingkan ukuran masing – masing sel dan amati bentuk inti, granula.
Gambar
Eosinofil
Granula kasar merah, sama ukurannya, tidak menutupi inti. Inti umumnya bentuk kaca mata.

Basofil
Granula kasar biru, tidak sama ukurannya, menutupi inti. Inti bentuk semanggi.

Stab/batang
Netrofil → granula halus
Eosinofil → granula merah kasar
Basofil → granula biru kasar
Inti seperti pisang.
Bagian terlebar lebih dari 3 kali bagian yang tersempit.

Segmen Neutrofil
Inti berlobus
Granula halus

Limfosit
Ratio sitoplasma : inti kecil
Inti tunggal, besar

Monosit
Inti seperti ginjal.
Sitoplasma bervakuola.
Tabel hitung jenis leukosit normal.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jml
Eos
Bas
St
Sg
Limf
Mono
Jml 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100

Distribusi sel :
Limfosit : di tengah
Monosit : tepi/ekor
Neutrofil : tepi/ekor
Pelaporan : E/B/St/Sg/L/M

Eritrosit berinti/muda dilaporkan :.../100 leukosit


Nilai normal menurut Miller :
Eosinofil :1–4%
Basofil :0–1%
Stab :2–5%
Segmen : 50 – 70 %
Limfosit : 20 – 40%
Monosit :1–6%
Daftar Pustaka

1. Rodak, Bernadette F., Jacqueline H. Carr. 2009. Clinical Hematology Atlas, Fourth
Edition. Kanada: Elsevier Sounders.

2. Theml, et. al. 2004. Color Atlas of Hematology: Practical Microscopic and Clinical
Diagnosis. New York: Thieme.

3. Hoffbrand, A.Victor, Et. Al. 2019. Color Atlas Of Clinical Hematology : Molecular And
Cellular Basis Of Disease, Fifth Edition. UK: John Wiley & Sons Ltd.

Anda mungkin juga menyukai