Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL PENELITIAN

PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI


TERHADAP NARAPIDANA DI RUMAH TAHANAN
KELAS IIB JEMBRANA

OLEH :
KADEK WIKARNA PRABAWITA
NIM. 018.3.0012

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANJI SAKTI
SINGARAJA TAHUN 2022
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................11

1.3 Ruang Lingkup Masalah....................................................................11

1.4 Tujuan Penelitian................................................................................11

1.5 Manfaat Penelitian..............................................................................12

2. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR...........................13

2.1 Kajian Pustaka...................................................................................13

2.1.1 GY

2.1.2 HH

2.1.3 HH

2.1.4 KK

2.2 Kerangka Berpikir..............................................................................28

3. METODE PENELITIAN..........................................................................30

3.1 Jenis Penelitian....................................................................................30

3.2 Sifat Penelitian....................................................................................31

3.3 Lokasi Penelitian.................................................................................32

3.4 Sumber dan Jenis Data......................................................................32

3.5 Teknik Pengumpulan Data................................................................34

3.6 Pengolahan dan Analisis Data...........................................................36

DAFTAR PUSTAKA

ii
1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan yang dilaksanakan harus secara merata di seluruh tanah air

dan tidak hanya untuk suatu golongan atau sebagian dari masyarakat, tetapi juga

untuk sejumlah masyarakat serta harus benar-benar dapat dirasakan seluruh rakyat

sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial, yang menjadi cita-cita

kemerdekaan bangsa Indonesia. Adapun tujuan pembangunan nasional tersebut

adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata dan

berkesinambungan berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Dalam usaha melaksanakan pembangunan nasional, Negara Indonesia

banyak menjumpai rintangan dan halangan yang timbul karena adanya

pelanggaran hukum yang dibuat oleh masyarakat.

Suatu kenyataan bahwa didalam pergaulan hidup manusia, individu, dan

norma-norma pergaulan hidupnya tidak bisa dipisahkan, terutama yang dikenal

sebagai norma hukum. Penyimpangan terhadap norma hukum dalam pergaulan

hidup manusia disebut sebagai kejahatan. Sebagai salah satu perbuatan yang

menyimpang dari norma pergaulan hidup manusia, kejahatan merupakan masalah

sosial, yaitu masalah ditengah-tengah masyarakat, dimana pelaku dan korbannya

adalah anggota ,masyarakat juga.

Perkembangan kejahatan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif tetap

memerlukan pembatasan dan pengamatan sesuai dengan aktualitas

1
2

permasalahannya. Kejahatan merupakan gejala sosial, yang menggunakan

manusia sebagai pelakunya dalam kedudukannya di tengah-tengah masyarakat.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mempelajari dan meneliti sebab

musabab yang mempengaruhi prilaku jahat dilakukan dengan cara menemukan

atau mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan

kejahatan. Beberapa sifat-sifat kejahatan tersebut terlihat dari egoistis, ketamakan

dari penjahat, tidak memperdulikan keselamatan, kesejahteraan ataupun

kepemilikan orang lain.

Sesuai dengan perkembangannya menurut Hoefnagels menjelaskan bahwa

kejahatan sekedar perilaku saja belum cukup untuk dianggap sebagai kejahatan.

Menurutnya, kejahatan adalah perilaku manusia yang diberi tanda lebih dapat

dimengerti daripada sekedar melihat kejahatan sebagai label atau etiket.

Contohnya, nama-nama perilaku yang dimaksud, yaitu pencuri, pemerkosa,

pembunuh, dan sebagainya. Kejahatan dari sudut pandang lain, misalnya dari

sudut pandang sosiologis, kejahatan dipandang sebagai perbuatan yang

menyimpang dari nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Norma dalam masyarakat in merupakan konsensus dari anggota masyarakat

tersebut dengan adanya sanksi bagi yang menyimpang dari konsensus, sehingga

penjatuhan hukuman berarti penegasan kembali kepada masyarakat luas bahwa

mereka terikat oleh seperangkat norma dan nilai-nilai umum, kejahatan identik

dengan penyimpangan sosial.1 Abdulsyani menjelaskan bahwa kejahatan dapat

dilihat dalam berbagai aspek, yaitu : aspek yuridis, aspek sosial, dan aspek

ekonomi. Aspek yuridis artinya seseorang dianggap berbuat kejahatan jika ia


1
Anang Priyanto. 2012 Kriminologi. Penerbit Ombak. Yogyakarta. hlm 77
3

melanggar peraturan atau undang-undang pidana dan dinyatakan bersalah oleh

pengadilan serta dijatuhi hukuman. Aspek sosial artinya bahwa sesorang dianggap

berbuat kejahatan jika ia mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri atau

berbuat menyimpang dengan sadar atau tidak sadar dari norma-norma yang

berlaku di masyarakat sehingga perbuatannya tidak dapat dibenarkan oleh

masyarakat yang bersangkutan. Aspek ekonomi berarti seseorang dianggap

berbuat kejahatan jika ia merugikan orang lain dengan membebankan kepentingan

ekonominya kepada masyarakat sekelilingnya sehingga ia dianggap sebagai

penghambat atas kebahagiaan orang lain.2

Dari sudut pandang sosiologi, kejahatan merupakan salah satu perbuatan

yang anti sosial dan moral serta tidak dikehendaki oleh masyarakat, merugikan,

menjengkelkan, yang tidak boleh dibiarkan. Secara sadar untuk memerangi atau

mencegah perbuatan semacam itu diperlukan peraturan hukum pidana dengan

sanksi pidananya. Hal ini di karenakan penjahat-penjahat atau pelaku kejahatan itu

sebenarnya melakukan perbuatan-perbuatan yang mengancam dasar-dasar

pemerintah, hukum, ketertiban dan kesejahteraan umum.

Dari sudut pandang sosiologi modern sangat menekankan perhatiannya

pada struktur dan jalannya kehidupan masyarakat. Bila dilihat dari sudut pandang

sosiologi modern kejahatan adalah salah satu masalah yang paling vatal dari

organisasi sosial, karena kejahatan bergerak dalam aktivitas-aktivitas yang

membahayakan bagi dasar-dasar pemerintah, hukum atau undang-undang,

ketertiban dan kesejahteraan sosial.

2
Ende Hasbi Nassarudin. 2016. Kriminologi. Bandung, CV . Pustaka Setia. hlm 15
4

Dalam hal ini, peneliti lebih menitik yang kontraversial, satu pihak materi

hukum, pembinaan aparatur, sarana dan prasarana hukum menunjukkan

peningkatan, namun dipihak lain tidak diimbangi dengan peningkatan integrasi

moral dan professional aparat hukum, kesadaran hukum suatu pelayanan serta

tidak adanya kepastian dan keadilan hukum sehingga mengakibatkan supremasi

hukum belum dapat diwujudkan.

Kondisi hukum yang demikian mengakibatkan perlindungan dan

penghormatan hak asasi manusia di Indonesia masih memprihatinkan yang

terlihat dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia antara lain dalam bentuk

kekerasan, diskriminasi dan kesewenang-wenangan.

Dalam prakteknya, penegakan hukum menunjukkan hal yang kontroversi,

ini ditunjukkan oleh proses penegakan hukum sekarang ini dianggap pilih kasih

dan dianggap tidak memberikan keadilan.

Menangkap, mengadili dan memasukkan para pelanggar hukum ke dalam

Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan bila di Lembaga Pemasyarakatan

over kapasitas, mengingat sekarang banyak Lembaga Pemasyarakan yang over

kapasitas, maka dari itu di Rumah Tahanan pun terdapat narapidana. Memasukkan

para pelanggar hukum ke dalam Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan

bukanlah satu-satunya solusi yang harus dilakukan, karena pada suatu saat warga

binaan akan Kembali lagi ke masyarakat. Untuk menjadi manusia seutuhnya,

menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi Tindakan pidana,

maka warga binaan pemasyarakatan harus berperan aktif dalam pembangunan,

dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang bertanggung jawab. Sistem
5

pemasyarakatan merupakan sistem yang dilakukan secara terpadu antara pembina,

yang dibina dan masyarakat.

Sistem pemasyarakatan diatur secara khusus di dalam Undang-Undang

Nomor 12 Thaun 1995 tentang Pemasyarakatan, (yang selanjutnya ditulis UU No

12 Tahun 1995) yaitu dalam pasal 1 angka 1, 2, dan 3. Dari konsiderans undang-

undang pemasyarakatan dapat diketahui tujuan dikeluarkannya undang-undang

tersebut yaitu:

a. Bahwa pada hakikatnya warga binaan pemasyarakatan sebagai insan dan

sumber daya manusia harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi

dalam satu sistem pembinaan yang terpadu;

b. Bahwa perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan berdasrkan

system kepenjaraan tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan bagian dari sistem

pemidanaan.

c. Bahwa sistem pemasyarakatan merupakan rangkaian penegakan hukum

yang bertujuan agar warga binaan pmasyarakatan menyadari

kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana,

sehingga dapat diterima Kembali oleh lingkungan masyarakat, dan dapat

aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai

warga yang baik dan bertanggung jawab;

Pengertian pemasyarakatan yang terdapat dalam pasal 1 angka 1 UU No

12 Tahun 1995, menyebutkan bahwa:


6

“Kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan

adalah berdasarkan sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana”.

Angka 2 Undang-undang tersebut, menyebutkan bahwa:

Sistem pemasyarakatan ialah merupakan suatu tatanan mengenai arah dan

batasan serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan

Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan

masyarakatan, untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan, agar

menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana,

sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan

dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab.3

Pasal 5 UU No 12 Tahun 1995 ditentukan bahwa sistem pembinaan

dilaksanakan berdasarkan asas-asas sebagai berikut.

a. Asas pengayoman adalah perlakuan terhadap warga binaan

pemasyarakatan adalah dalam rangka melindungi masyarakat dari

kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan

pemasyarakatan juga memberikan bekal kehidupan kepada warga binaan

pemasyarakatan, agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.

b. Asas persamaan perlakuan dan pelayanan adalah warga binaan

pemasyarakatan mendapat perlakuan dan pelayanan yang sama di dalam

Lembaga Pemasyarakatan, tanpa membedakan orangnya.

c. Asas Pendidikan adalah warga binaan pemasyarakatan mendapat

Pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila. Antara lain dengan


3
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan.
7

menanamkan jiwa kekluargaan, keterampilan, Pendidikan kerohanian dan

kesempatan menuaikan ibadah sesuai agamanya masing-masing.

d. Asas pembinaan adalah warga binaan pemasyarakatan di Lembaga

Pemasyarakatan juga mendapat pembinaan yang di selenggarakan

berdasarkan Pancasila dengan menanamkan jiwa kekeluargaan,

keterampilan Pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan

ibadah sesuai agamanya masing-masing.

e. Asas penghormatan harkat dan martabat manusia adalah warga binaan

pemasyarakatan tetap diperlakukan sebagai manusia dengan menghormati

harkat dan martabatnya.

f. Asas kehilangan kemerdekaan satu-satunya penderitaan adalah Lembaga

Pemasyarakatan untuk jangka waktu tertentu sesuai keputusan/penetapan

hakim. Maksud penempatan itu adalah untuk memberi kesempatan kepada

negara guna memperbaikinya, melalui Pendidikan dan pembinaan. Selama

dalam Lembaga Pemasyarakatan warga binaan pemasyarakatan tetap

memperoleh hak-haknya yang lain perdatanya tetap dilindungi, seperti hak

memperoleh perawatan kesehatan, makanan, minuman, pakaian, tempat

tidur, latihan ketrampilan, olahraga, atau rekreasi. Warga binaan

pemasyarakatan tidak boleh diperlakukan di luar ketentuan undang-

undang, seperti dianiaya, disiksa dan sebagainya. Akan tetapi penderitaan

satu-satunya dikenakan kepadanya hanyalah kehilangan kemerdekaan.

g. Asas berhubungan dengan keluarga atau orang-orang tertentu adalah

warga binaan pemasyarakatan harus tetap didekatkan dan di kenalkan


8

dengan masyarakat serta tidak boleh diasingkan dari masyarakat, untuk itu

ia harus tetap dapat berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk

kunjungan, hiburan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan dari anggota

masyarakat yang bebas dan kesempatan berkumpul Bersama sahabat dan

keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

Pasal 6 dijelaskan mengenai Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

diharapkan dapat menjadi manusia seutuhnya, yaitu upaya memulihkan

narapidana dan anak didik pemasyarakatan kepada fitnahnya dalam hubungan

manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, manusia dengan pribadinya, manusia

dengan sesamanya dan manusia dengan lingkungannya. Sedangkan warga Binaan

Pemasyarakatan itu sendiri terdiri dari :

1. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di

Lembaga Pemasyarakatan.

2. Anak Didik Pemasyarakatan adalah :

a. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan

menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan anak paling lama

sampai berumur 18 Tahun.

b. Anak Negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan di

serahkan kepada negara untuk dididik ditempatkan di Lembaga

Pemasyarakatan anak paling lama sampai berumur 18 Tahun.

c. Anak sipil adalah anak yang tidak mampu lagi dididik oleh orang

tua, wali, atau orang tua asuhnya dan karenanya atas penetapan
9

pengadilan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak untuk

dididik dan dibina.

3. Klien pemasyarakatan adalah seseorang yang berada dalam bimbingan Balai

pemasyarakatan. Balai Pemasyarakatan adalah pranata untuk melaksanakan

bimbingan klien pemasyarakatan.

Pasal 14 UU No 12 Tahun 1995 disebutkan mengenai hak-hak warga

binaan pemasyarakatan yaitu sebagai berikut:

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan.

b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.

c. Mendapat Pendidikan dan pengajaran.

d. Mendapatkan pelayanan Kesehatan dan makanan yang layak.

e. Menyampaikan keluhan.

f. Mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media masa lainnya yang

tidak dilarang.

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.

h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu

lainnya.

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).

j. Mendapatkan kesempatan berasimililasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga.

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat.

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas.


10

m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Hal menarik yang ingin penulis teliti yaitu poin “i” tentang pengurangan

masa pidana (remisi). Dalam sistem pemasyarakatan, pemidanaan tidak hanya

mengandung aspek penjeraan, melainkan juga aspek pembinaan dan perbaikan.

Remisi merupakan salah satu alat untuk melihat keberhasilan pembinaan

narapidana karena pada dasarnya remisi diberikan kepada mereka yang

berkelakuan baik selama menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan

atau Rumah Tahanan. Remisi diberikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor

174 Tahun 1999 Tentang Remisi Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia

(yang selanjutnya ditulis Kepres No.174 Tahun 1999) yang diberikan setiap tahun.

Pemberian remisi didasarkan atas penilaian dan usul dari kepala Lembaga

Pemasyarakatan atau kepala Rumah Tahanan terhadap narapidana yang

memenuhi syarat untuk menerimanya.

Adapun yang berhak menerima remisi adalah narapidana yang minimal

telah menjalani hukumannya Selama 6 (enam) bulan. Penghitungan lamanya

menjalani pidana sebagai dasar untuk menetapkan remisi umum dihitung sejak

tanggal penahanan sampai dengan hari peringatan Proklamasi Kemerdekaann RI

tanggal 17 Agustus minimal telah menjalani 6 bulan dan telah diputus sebelum

tanggal tersebut, sedangkan untuk perhitungan remisi khusus dihitung sejak

tanggal penahanan sampai dengan hari besar keagamaan yang dianut oleh

narapidana dan anak pidana minimal telah menjalani 6 bulan.


11

Berdasarkan uraian diatas, peulis ingi mengetahui lebih jauh tentang

pelaksanaan pemberian remisi di Rumah Tahanan Klas IIB Jembarana.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut penulis mengemukakan rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana?

2. Bagaimana pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana di Rumah

Tahanan Kelas IIB Jembrana ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini hanyalah mengenai prosedur

pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana dan proses pelaksanaan

pemberian remisi terhadap narapidana di Rumah Tahanan Klas IIB Jembrana.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ilmiah sudah tentu ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan

tersebut harus jelas dan ringkas, karena hal yang demikian akan dapat

memberikan arah dan pedoman sebagai tindak lanjut dalam melaksanakan

penelitian. Adapun tujuan penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui secara jelas dan nyata prosedur pelaksanaan pemberian

remisi terhadap narapidana.

2. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pemberian remisi terhadap

narapidana di Rumah Tahanan Kelas IIB Jembrana.


12

1.5 Manfaat Penelitian

Selain tujuan yang hendak dicapai, dalam penelitian ini juga diharapkan

dapat memberikan manfaat yang berdaya guna, baik kepada penulis maupun bagi

orang lain, Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis:

a. Bagi penulis, selain merupakan pelaksanaan penelitian dalam rangka

penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat dalam usaha memperoleh gelar

Sarjana Hukum di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Panji Sakti, juga merupakan sarana pembelajaran dalam bidang penelitian

hukum.

b. Bagi Narapidana, ditujukan agar narapidana dapat berbuat baik, menyadari

kesalahannya, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindakan pidana, dan

berperilaku sesuai kaidah dan norma-norma yang berlaku ditengah-tengah

masyarakat.

2. Manfaat teoritis:

Di harapkan bermanfaat untuk mengembangkan pola pikir dalam bidang

ilmu hukum sehingga dapat menerapkan ilmu yang diperoleh secara akademis

merealisasikan serta mengimplementasikan kedalam bentuk yang nyata demi

kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.


2. Kajian Pustaka dan Kerangka Berpikir

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian Remisi

Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan

Republik Indonesia Nomor M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi,

Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan

anak pidana yang berkelakuan baik selama menjalani pidana dan merupakan salah

satu sarana hukum yang penting dalam rangka mewujudkan kesalahannya,

memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, agar dapat diterima

kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan,

dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik bertanggung jawab.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999

tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan,

(yang selanjutnya ditulis PP No.32 Tahun 1999) “Remisi diartikan sebagai

pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak

Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan”(Pasal 1 angka 6).

“Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan

kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan”.4

4
Peraturan Pemerintah RI No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan.

13
14

Berdasarkan penelitian bahwa remisi adalah potongan atau pengurangan

masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana karena

berkelakuan baik selama menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan atau

Rumah Tahanan untuk waktu tertentu, yang diberikan berdasarkan Keputusan

Presiden sehubungan Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia setiap

tahunnya.

Pengurangan masa menjalani pidana (remisi) merupakan salah satu

pengakuan dari Pemerintah Republik Indonesia terhadap perlindungan hak asasi

manusia khususnya bagi para narapidana. Hal ini diasumsikan bahwa pidana yang

dijalani narapidana itu bukan berarti hak-haknya dicabut, melainkan pemidanaan

yang dimaksud selain mengasingkannya dari lingkungan masyarakat serta sebagai

pembebasan rasa bersalah dan sebagai penjeraan, juga selama yang bersangkutan

menjalani pembinaan diharapkan nantinya perlindungan hak-haknya dapat

dirasakan oleh narapidana tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pembinaan dan perlindungan terhadap pemberian hak-hak kepada

narapidana perlu dikaji agar orang-orang yang telah melanggar hukum tersebut

dapat mengubah perilaku serta wataknya menjadi lebih baik dan nantinya setelah

Kembali ke masyarakat dapat diterima sebagai warga masyarakat pada umumnya.

Namun hal ini tidaklah mudah karena pemberian remisi terhadap narapidana

masih banyak yang belum dipahami oleh masyarakat maupun oleh instansi-

instansi yang lain.


15

2.1.2 Jenis-jenis Remisi

Remisi ditujukan untuk mempercepat proses pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara yang ada prinsipnya sesuai dengan

ketentuan-ketentuan hukum pidana nasional, bahwa satu-satunya akibat yang

diderita oleh seseorang karena menjalani pidana adalah kehilangan

kemerdekaanya. Hak kemerdekaan orang yang bersangkutan tetap diperlukan

secara manusiawi sebagaimana layaknya seorang manusia guna menghormati

harkat dan martabat serta hak asasi manusia yang bersangkutan. Satu-satunya

yang diderita oleh seorang narapidana adalah kehilangan kebebasan dibandingkan

dengan warga masyarakat lain yang leluasa dapat bergerak dari satu tempat ke

tempat yang lain. Karena itu, salah satu bentuk penghormatan terhadap harkat dan

martabat manusia adalah diberikan pengurangan masa menjalani pidana (remisi)

sebagai upaya melaksanakan pembinaan kepada narapidana. Adapun jenis-jenis

pengurangan masa menjalani pidana (remisi) tersebut adalah sebagai berikut:

1. Remisi Umum

Remisi umum adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada

narapidana dan anak pidana pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik

Indonesia setiap tanggal 17 Agustus. Remisi ini diberikan oleh Menteri

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia secara serentak di seluruh

Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara setiap tanggal 17 Agustus.

Dalam daftar pengusulan formulir pemberian remisi akan terdapat dua formulir

yaitu formulir RU I (Remisi Umum I) untuk narapidana yang mendapatkan remisi

tetapi tidak bebas dan formulir RU II (Remisi Umum II) diperuntukan bagi
16

narapidana yang mendapatkan remisi dan dinyatakan bebas sesuai dengan sisa

pidana yang dijalaninya, artinya narapidana pada tanggal 17 Agustus dapat bebas

dan berkumpul ketengah-tengah masyarakat.

Besarnya remisi umum yang diterima oleh narapidana sebagaimana

ditentukan dalam pasal 4 Kepres No.174 Tahun 1999 yaitu:

1. Besarnya remisi umum adalah;

a. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan;dan

b. 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.

2. Pemberian remisi umum dilaksanakan sebagai berikut:

a. Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksudkan

dalam ayat (1);

b. Pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan remisi 1 (satu)

bulan;

c. Pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 1

(satu) bulan 15 (lima belas ) hari; dan

d. Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 2 (dua) bulan

setiap tahun.

2. Remisi khusus

Remisi khusus adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan

kepada narapidana dan anak pidana pada hari besar keagamaan yang dianut oleh

narapidana dan dilaksanakan sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali dalam setahun


17

bagi masing-masing agama, dengan ketentuan jika suatu agama mempunyai lebih

dari 1 (satu) hari besar keagaman dalam setahun maka yang dipilih adalah hari

bear keagamaan yang paling dimuliakan oleh narapidana dalam menganut

agamanya.

Berdasarkan Keputusan Menteri hukum dan perundang-undangan

Republik Indonesia Nomor M.09.HN.02.01 Tahun 1999 pada Pasal 3 menyatakan

bahwa Pemberian remisi khusus dilaksanakan :

a. Setiap hari raya Idul Fitri bagi narapidana dan anak pidana yang beragama

islam.

b. Setiap hari raya Natal bagi narapidana dan anak pidana yang beragama

Kristen atau Katolik.

c. Setiap hari raya Nyepi bagi narapidana dan anak pidana yang beragama

Hindu.

d. Setiap hari raya Waisak bagi narapidana dan anak pidana yang beragama

Budha.

Pengaturan tentang besarnya remisi khusus yang diterima oleh narapidana

dan pemberian remisi khusus diatur dalam Keppres RI No. 174 tahun 1999

tersebut menyatakan bahwa :

1. Besarnya remisi khusus adalah :

a. 15 (lima belas) hari bagi narapidana dan anak pidana yang telah

menjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan.

b. 1 (satu) bulan bagi narapidana dan anak pidana yang telah menjalani

pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.


18

2. Pemberian remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut :

a. Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksudkan dalam

ayat (1)

b. Pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan remisi 1 (satu)

bulan.

c. Pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 1 (satu)

bulan 15 (lima belas) hari; dan

d. Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 1 (dua) bulan setiap

tahun.

3. Remisi Tambahan

Remisi tambahan adalah pengurangan masa menjalani pidana yang

diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang dapat berbuat jasa kepada

negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan.

Yang dimaksud dengan berbuat jasa kepada negara adalah jasa yang

diberikan dalam bentuk perjuangan untuk mempertahankan kelangsungan hidup

negara. Sedangkan perbuatan yang perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau

kemanusiaan antara lain :

a. Menghasilkan karya dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang berguna untuk pembangunan dan kemanusiaan.

b. Ikut menanggulangi bencana alam.

c. Mencegah pelarian dan gangguan kemanan serta ketertiban.


19

Besarnya remisi tambahan yang diterima oleh narapidana setelah

memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan maka sebagaimana

diatur dalam Pasal 6 Keppres RI Nomor 174 Tahun 1999 adalah :

Besarnya remisi tambahan adalah :

a. ½ (satu perdua) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang

bersangkutan bagi narapidana dan anak pidana yang berbuat jasa kepada

negara atau melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau

kemanusiaan.

b. 1/3 (satu pertiga) dari remisi umum yang yang diperoleh pada tahun yang

bersangkutan bagi narapidana dan anak pidana yang telah melakukan

perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan sebagai pemuka.

4. Remisi dasawarsa

Remisi dasawarsa adalah pengurangan masa menjalani pidana yang

diberikan kepada narapidana dan anak pidana bertepatan dengan ulang tahun

kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus, tiap sepuluh (sepuluh) tahun

sekali. Contohnya tahun 2015 bertepatan dengan hari ulang tahun kemerdekaan

Republik Indonesia yang keenam puluh tahun. Maka pada tahun 2015 tersebut

diberikan remisi dasawarsa.

2.1.3 Syarat-syarat pemberian remisi

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bahwa tidak

semua narapidana yang berada di Lembaga pemasyarakatan atau Rumah Tahanan

mendapatkan haknya berupa Remisi. Karena dalam hal pemberian pengurangan


20

masa menjalani pidana (remisi) ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi

oleh para narapidana diantaranya diatur dalam pasal 12 Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 yaitu :

Pengurangan masa menjalani pidana tidak diberikan kepada narapidana

dan anak pidana yang :

a. Dikenakan pidana kurang dari 6 (enam) bulan.

b. Narapidana Kambuhan (Residivist).

c. Dikenakan hukuman disiplin dan didaftar pada buku pelanggaran tata

tertib (Register “F”) dalam kurun waktu yang diperhitungkan pada

pemberian remisi.

d. Dijatuhi pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda.

e. Sedang menjalani Cuti Menjelang Bebas (CMB).

f. Dikenakan pidana penjara seumur hidup (kecuali telah diubah menjadi

pidana penjara sementara berdasarkan Keputusan Presiden).

Disamping persyaratan secara administratif di atas, seseorang narapidana

yang akan diusulkan untuk mendapatkan remisi wajib mengikuti program dan

pola-pola pembinaan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemasyarakatn dan

Rumah Tahanan. Karena melalui proses pembinaan tersebut akan dapat dinilai

tingkat laku pribadi seseorang narapidana dalam kurun waktu setiap tahun.

Penilaian tersebut bersifat objektif artinya seorang narapidana agar dapat

memenuhi serta melaksanakan program pembinaan lanjutan haruslah berkelakuan

baik dan tidak melakukan pelanggaran keamanan dan tata tertib yang berlaku.

Setiap tahunnya kepribadian dan tingkah laku narapidana tersebut dievaluasi dan
21

dinilai oleh sebuah tim yang berwenang yaitu Tim Pengamat Pemasyarakatan

(TTP) yang dibentuk berdasarkan surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Penilaian kepribadian tersebut bertujuan untuk memenuhi persyaratan

bahwa narapidana tidak melakukan pelanggaran hukum serta berprilaku baik

selama berada dalam Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan. Apabila

selama kurun waktu tersebut seorang narapidana tidak pernah melakukan

pelanggaran keamanan dan tata tertib serta selalu mengabdi pada petugas pembina

khususnya terdapat dasar dalam pemberian remisi.

Pada hakekatnya pemberian remisi kepada narapidana merupakan langkah

awal dalam proses untuk menempuh proses pembinaan selanjutnya. Karena hal ini

dapat dijadikan penunjang terhadap program pelaksanaan pembinaan diantaranya:

asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, cuti menjelang bebas, pembebasan bersyarat

dan program-program pembinaan lainnya yang harus dijalani oleh seorang

narapidana dalam menjalani proses tahap-tahap pembinaan.

Jadi pemberian remisi ini haruslah dilaksanakan sesuai dengan aturan dan

persyaratan yang telah ditentukan, mengingat pemberian remisi tersebut adalah

suatu rangkaian yang tidak terpisahkan terhadap program-program pembinaan

lainnya dimana satu sama lainnya saling menunjang. Untuk itu pemberian remisi

jangan dianggap sebagai suatu bentuk kemudahan-kemudahan bagi para Warga

Binaan Pemasyarakatan untuk cepat bebas, akan tetapi pemberian remisi agar

dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas diri dan sekaligus

memotivasi diri sehingga dapat mendorong narapidana kembali memilih jalan


22

kebenaran. Kesadaran untuk menerima dengan baik pembinaan yang dilakukan

Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah Tahanan Negara akan berpengaruh

kelangsungan kehidupan di masa yang akan datang.

2.1.4 Dasar Hukum Pelaksanaan Pemberian Remisi terhadap Narapidana

Di dalam menjamin hak-hak asasi narapidana agar benar-benar terlindungi

dalam pemberian remisi, maka pemerintah dalam hal ini Kantor Wilayah

Kementrian Hukum dan HAM RI Provinsi Bali melalui Direktur Jenderal

Pemasyarakatan bersama unit pelaksana teknis dilapangan melaksanakan tugas

dan tanggung jawabnya berdasarkan atas dasar hukum dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku untuk mencapai tujuan dari pada sistem pemasyarakatan.

Dasar hukum dalam rangka pelaksanaan pemberian remisi terhadap

narapidana diperlukan adanya dasar hukum. Adapun peraturan yang mengatur

tentang remisi yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang

Syarat dan Tata cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang

Remisi

5. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI Nomor

M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden RI

Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi.


23

6. Keputusan Menteri kehakiman dan HAM RI Nomor M.01.H.02.01 Tahun

2001 tentang Remisi khusus yang tertunda dan Remisi khusus bersyarat

serta Remisi Tambahan.

7. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI Nomor M.04.HN.02.01

Tahun 2000 tentang Remisi Tambahan bagi Narapidana dan Anak Pidana.

8. Keputusan Menteri kehakiman dan HAM RI Nomor M.03.PS.01.04 Tahun

2000 tentang Tata cara Pengajuan Permohonan Remisi Bagi Narapidana

yang menjalani pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara

sementara.

9. Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E.PS.01.01-29

Tanggal 23 Desember 1999 perihal pemberian Remisi khusus bagi

Narapidana dan Anak Pidana.

10. Surat Edaran Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E.PS.01.04-03

Tanggal 6 Januari 2000 perihal penjelasan perhitungan pemberian Remisi

khusus

Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan pasal 14 menyatakan bahwa, pada hakekatnya warga binaan

pemasyarakatan sebagai insane dan sumber daya manusia harus diperlakukan

dengan baik dan manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu antara

narapidana, Petugas Lembaga Pemasyarakatan dan Masyarakat. Salah satu bentuk

pembinaan yaitu pemberian hak pengurangan masa pidana (Remisi).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan pasal 4 yang


24

menyatakan bahwa, pada Pelaksanaan Pembinaan dan Pembimbingan Warga

Binaan Pemasyarakatan dilakukan oleh petugas pemasyarakatan yang terdiri atas:

a. Pembina Pemasyarakatan.

b. Pengaman Pemasyarakatan.

c. Pembimbing Kemasyarakatan.

Hasil dari pembinaan dan pembimbingan ini dapat dijadikan sebagai

bahan pertimbangan dalam pemberian remisi kepada narapidana karena akan

dapat ditentukan narapidana tersebut berkelakuan baik atau tidak.

Pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1999 tentang syarat dan

Tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Peraturan Pemerintah

ini mengubah ketentuan mengenai pemberian remisi, asimilasi, cuti menjelang

bebas dan pembebasan bersyarat. Peninjauan ulang ini untuk menyesuaikan

dengan perkembangan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat terutama

terkait dengan narapidana yang melakukan tindak pidana yang mengakibatkan

kerugian besar bagi negara atau masyarakat atau korban yang banyak. Khusus

mengenai remisi, bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana

terorisme, narkotika, dan psikotropika, korupsi, dan kejahatan HAM berat,

pemberian remisi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Berkelakuan baik; dan

b. Telah menjalani 1/3 (satu pertiga) dari masa pidana.

(Pasal 34 ayat (3) PP No.32 tahun 1999).


25

Pemberian remisi bagi narapidana diberikan setelah mendapatkan

pertimbangan dari Direktur Jendereal Pemasyarakatan (Pasal 34 A ayat (1) PP

No.32 Tahun 1999).

Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun 1999 tentang

Remisi, remisi diberikan dua kali dalam waktu satu tahun yaitu remisi umum dan

remisi khusus. Pemberian remisi dua kali ini tidak dimaksudkan sebagai

kemudahan dalam kebijakan pidana sehingga mengurangi arti pemidanaan, akan

tetapi untuk :

1. Lebih memotivasi serta dijadikan alat mengingatkan narapidana dan anak

pidana untuk berkelakuan baik secara terus menerus dalam rangka

mempercepat proses reintegrasi sosial yang bersangkutan.

2. Sejalan dengan fungsi pemasyarakatan sebagai intergral dari sistem

pemidanaan dalam tata peradilan pidana, sehingga pemberian remisi

tersebut adalah dalam upaya untuk mengurangi dampak negative dan sub

kultur tempat pelaksanaan pidana, disparitas pidana dan akibat perampasan

kemerdekaan.

3. Secara psikologi pemberian remisi mempunyai pengaruh dalam menekan

tingkat frustasi (terutama bagi narapidana) sehingga dapat mereduksi atau

meminimalisir gangguan keamanan dan ketertiban di

Lapas/Rutan/cabrutan berupa pelarian, perkelahian dan kerusuhan lainnya.

4. Remisi khusus yang diberikan pada saat hari besar keagamaan diharapkan

dapat sebagai warga binaan pemasyarakatan untuk mencapai penyadaran


26

diri sendiri (self awareness) yang tercermin dari sikap dan prilaku yang

baik sesuai dengan tuntutan agama dalam kehidupan kesehariannya.

5. Perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana sementara

diberikan dalam rangka pelaksanaan hak-hak narapidana dengan

memberikan kesempatan kepada narapidana yang dijatuhi pidana seumur

hidup memperbaiki diri dan mempunyai harapan untuk kembali ketengah-

tengah masyarakat melalui proses pemasyarakatan sebagaimana

narapidana lainnya.

Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undanga Republik Indonesia

Nomor M.09.HN.02.01 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden RI Nomor 174

Tahun 1999 tentang remisi, berdasarkan atas peraturan yang berlaku untuk

menghindari adanya penyimpanan dan menghiangkan prasangka negatif dari

kalangan masyarakat yang semakin kritis dewasa ini.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor

M.01.HN.02.01Tahun 2001, sebgi wujud perlindungan bagi narapidana dan anak

pidana dari pemajuan hak asasi manusia berdasrkan sistem pemasyarakatan serta

untuk mencerminkan pemerataan guna memberi rasa keadilan kepada mereka

yang berhak memperolehnya. Pemberian Remisi terdiri atas remisi khusus yang

tertunda, remisi khusus yang bersyarat dan remisi tambahan.

Remisi khusus yang tertnda adalah remisi khusus yang diberikan kepada

narapidana dan anak pidana yang pelaksanaan pemberian dilakukan setelah yang

bersangkutan berubah statusnya menjadi narapidana dan besarnya maksimal 1

(satu) tahun.
27

Remisi khusus bersyarat adalah remisi khusus yang diberikan secara

bersyarat kepada narapidana dan anak pidana yang pada saat hari raya keagamaan

belum cukup6 (enam) bulan, narapidana tetap berkelakuan baik. Pemberian remisi

khusus bersyarat ini dapat dicabut bila dalam tenggang waktu yang disyaratkan

ternyata yang bersangkutan melakukan pelanggaran disiplin dan dimasukkan ke

dalam buku register “F”.

Adapun remisi tambahan diberikan berkenan dengan hari Proklamasi

Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus kepada narapidana yang memenuhi syarat

sebagaimana diatur didalam Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor

M.04.HN.02.01 Tahun 2000, Narapidana dan anak pidana yang karena

kemampuannya dan/atau keterampilan yang dimilikinya telah memberikan

pendidikan dan pengajaran kepada sesama narapidana dan anak didik.

Kemampuan dan keterampilan dan anak didik pemasyarakatan. Besarnya remisi

tambahan ini sama besarnya dengan remisi tambahan yang diberikan kepada

pemuka kerja (perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan). Sedangkan dalam

Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor M.03.PS.01.04 Tahun 2000,

dalam rangka melaksanakan ketenuan Pasal 9 ayat (3) Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang remisi, perlu penetapan

Keputuan Menteri Kehakiman dan HAM tentang Tata cara pengajuan

permohonan remisi bagi narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup

menjadi pidana penjara sementara. Pengajuan permohonan bagi narapidana yang

menjalani pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara hanya
28

dapat diajukan apabila narapidana telah menjalani pidang paling sedikit 5 (lima)

tahun dan selalu berkelakuan baik dihitung sejak tanggal penahanan.

Masa penahanan sebagaimana dimaksud diatas terputus, maka perhitunan

penetapan berkelakuan baik dihitung sejak tanggal yang terakhir. Dalam hal

narapidana yang menjalani pidana penjara seumur hidup dikenakan hukuman

disiplin, maka perhitungan penetapan berkelakuan baik dihitung sejak tanggal

selesainya pelaksanaan hukuman disiplin. Surat permohonan dibuat oleh

narapidana atau pihak lain selaku kuasa narapidana paling lambat 4 (empat) bulam

sebelum tanggal 17 Agustus tahun yang berjalan.

2.2 Kerangka Berpikir

Lembaga pemasyarakatan adalah sebagai salah satu alat revolusi dalam

mencapai masyarakat sosials Indonesia, diresapi oleh ide pengayoman dan

bertujuan membimbing dan mendidik narapidana agar menjadi peserta aktif dan

meniadi lebih baik dalam hidup bermasyarakat, dengan menyadari bahwa setiap

manusia adalah mahkluk Tuhan yang hidup bermasyarakat maka dalam sistem

permasyarakatan Indonesia para narapidana dintergrasikan dengan masyarakat

dan diikut sertakan dalam pembangunan ekonomi negara secara aktif dan ofensif

agar dapat menimbulkan diantara mereka rasa ikut turut bertanggung jawab dalam

usaha membangun negara agar lebih maju.

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan

di lembaga pemasyarakatan, tujuan narapidana dimasukan ke lembaga

pemasyarakatan, disamping memberi perasaan lega terhadap korban juga

memberikan perasaan lega terhadap masyarakat. Caranya yaitu dengan


29

memberikan mereka pembinaan jasmani dan rohani. Selama kehilangan

kemerdekaan narapidana harus dikenalkan masvarakat dan tidak holeh diasingkan.

Narapidana diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai warga yang berguna

dalam masyarakat.

Pembinaan perilaku narapidana di Indonesia dengan dilaksanakan suatu

sistem, yang dikenal sistem pemasyarakatan. Sebagai suatu sistem maka

pembinaan narapidana memiliki Kompnn yang salng berkatan untuk mencapai

suatu tujuan yaitu :

1. Pembinaan perilaku kesadaran beragama, usaha ini diberikan agar narapidana

dapat meningkatkan imannya.

2. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, usaha ini diberikan dengan

cara menyadarkan narapidana agar menjadi warga negara yang baik, berbakti

bagi bangsa dan negaranya.

3. Pembinaan kesadaran hukum, dilakukan dengan cara memberikan

penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencari kesadaran hukum

narapidana.

4. Pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan), usaha ini dilakukan agar

pengetahuan serta kemampuan narapidana semakin meningkat.

Untuk memperjelas kerangka berpikir ini maka digambarkan dalam

sebuah bagan sebagai berikut:

Narapidana

Lembaga Pemasyarakatan

Pembinaan

Pembinaan Kepribadian (rohani) Pembinaan Kemandirian (jasmani)


Menjadi narapidana yang baik

30
Masyarakat yang taat hukum
3. Metode Penelitian

Penelitian bukanlah sekadar mengumpulkan data, melainkan mengolahnya

sehingga terungkap maknanya. Penelitian akhirya bertujuan mencari kebenaran

Kebenaran yang dicari melalui penelitian adalah kebenaran ilmiah yang hersifat

obyektif, logis, dan dapat diuji kebenarannya secara sistematis.

Suatu penelitian harus dilakukan secara sistematis, obyektif, eksak, dan

berdasarkan data empiris. Science selalu empiris, yaitu didasarkan atas data yang

diperoleh melalui pengamatan. Jadi, apa yang akan datang atau diharapkan, dicita-

citakan akan terjadi, tidak dapat diselidiki secara ilmiah. Kegiatan ilmiah tidak

mencampur adukan hal-hal obyektif dengan hal-hal etis yang subyektif.

Hamid darmadi menyatakan bahwa:

“Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan kegunaan tertetu”.5

Sukandarrumidi menyatakan bahwa:

“Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan untuk

mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan”.6

3.1 Jenis Penelitian

Mengingat dalam penelitian hukum, ada dua jenis penelitian hukum yaitu:

penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, jadi dalam penelitian ini

peneliti menggunakan penelitian hukum empiris. Penelitian ini termasuk kedalam

penelitian empiris, karena ingin mengetahui bagaimana proses pemberian remisi

terhadap narapidana. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan


5
Darmadi, Hamid. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, hlm 153.
6
Sukandarrumidi. 2012. Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula.
Yogyakarta: Gajah Mada Uiversity Press, hlm 111.

30
31

dengan pendekatan yuridis-sosiologis, penelitian yuridis sosiologis adalah

penelitian hukum menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang

kemudian dilanjutkan dengan data primer dilapangan atau terhadap masyarakat,

meneliti efektivitas suatu Peraturan Menteri dan penelitian yang ingin mencari

hubungan (korelasi) antara berbagai gejala atau variabel, sebagai alat

pengumpulan datanya terdiri dari studi dokumen atau bahan pustaka dan

wawancara (kuisioer).7 Pendekatan secara yuridis dimaksudkan permasalahan

didekati dengan menempatkan peraturan perundangan-undangan sebagai bahan

rujukan pertama. Secara sosiologis dimaksudkan permasalahan dikaitkan dengan

kenyataan hukum yang terjadi di masyarakatan. Jadi pendekatan yuridis sosiologis

adalah pendekatan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan

kemudian dikaitkan dengan kenyataan yang terjadi di Rumah Tahanan Kelas IIB

Jembrana,

3.2 Sifat Penelitian

Penelitia hukum empiris menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi 3

yaitu: penelitian yang bersifat eksploratif, penelitian yang besifat deskriptif,

penelitian yang sifatnya eksplanatoris. Sifat penelitian yang penulis lakukan

termasuk dalam sifat deskriptip, dengan menggunakan sifat penelitian ini, penulis

ingin memberikan gambaran selengkap-lengkapnya mengenai pemberian remisi di

Rumah Tahanan Kelas IIB Jembrana.

Sugiyono menyatakan bahwa:

7
Amiruddin. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hlm 34.
32

“Metode penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan

untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih

(independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel

lain”.8

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Tahanan Kelas IIB Jembrana. Hal ini

sejalan dengan penekanan bahwa yang diteliti adalah pelaksanaan pemberian

remisi terhadap narapidana. Penelitian Kepustakaan dilakukan di Daerah

Kabupaten Jembrana.

3.4 Sumber dan Jenis Data

3.4.1 Sumber Data

Sumber mengandung arti asal, sedangkan data adalah bahan keterangan

tentang suatu objek penelitian. Sumber data yaitu subyek suatu sumber yang

didapatkan dari mencari suatu penjelasan mengenai permasalahan yang diangkat.

Oleh karena itu peneliti harus mampu memahami sumber data mana yang

mestinya digunakan dalam penelitian itu. Data yang penulis gunakan dalam

penelitian ini bersumber dari:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu pengambilan datanya

diperoleh dari hasil membaca buku-buku literatur yang ada hubungan

dengan masalah-masalah yang akan dibahas dalam proposal ini. Penelitian

kepustakaan difokuskan pada pengkajian pustaka yang ada atau yang

berkaitan dengan penelitian ini, dengan harapan bahwa pengkajian ini dapat

8
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Hlm
86.
33

memperluas dan memperdalam wawasan tentang masalah yang akan

dibahas serta data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai perbandingan

terhadap data yang didapat di lapangan.

b. Penelitian Lapangan (field Research) yaitu pengambilan data yang diperoleh

dari lapangan kemudian ditetapkan sebagai tempat penelitian, di Rumah

Tahanan Klas IIB Jembrana.

3.4.2 Jenis Data

a. Data Primer adalah data yang dikumpulkan atau diperoleh dari responden

yang langsung memberikan penjelasan atau data yang diperoleh atau

dikumpulkan oleh peneliti langsung dari sumbernya, dicatat dan diamati

untuk pertama kalinya dan hasilnya digunakan langsung oleh peneliti itu

sendiri untuk memecahkan permasalahnya yang akan jawabannya.

Husein umar menjelaskan bahwa:

“Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari

individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil

pengisian kuisioner yang biasa dilakukan oleh peneliti”.9

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi

dan diolah oleh pihak lain atau data yang lebih dahulu dikumpulkan dan

dilaporkan oleh orang diluar diri peneliti dalam upaya mencari jawaban

atas permasalahan, walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah

data yang asli.

9
Husein Umar. 2013. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Rajawali. Hlm
42.
34

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun Teknik yang dipakai atau dipergunakan di dalam pengumpulan data

ini adalah sebagai berikut.

a. Teknik Observasi yaitu suatu teknik dipergunakan dengan cara mengamati

atau mencermati gejala-gejala yang terjadi didalam proses pelaksanaan

pemberian remisi terhadap narapidana. Dengan observasi dapat kita

peroleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial, yang sukar

diperoleh dengan metode lain.10

b. Wawancara (interview) Di dalam wawancara penulis menggunakan teknik

wawancara bebas terpimpin yang merupakan kombinasi antra wawancara

bebas dan terpimpin. Wawancara bebas adalah dimana proses wawancara

pewawancara tidak secara sengaja mengarahkan tanya jawab pada pokok-

pokok persoalan dari fokus penelitiannya. Sedangkan wawancara

terpimpin adalah suatu wawancara yang menggunakan panduan pokok-

pokok masalah yang diteliti. Jadi wawancara bebas terpimpin adalah suatu

wawancara yang menggunakan pedoman tentang garis-garis besar yang

akan dipertanyakan kepada responden/informan/narasumber secara tertulis

tetapi dalam proses tanya jawab terjadi pengembangan-pengembangan

pertanyaan yang mash ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti.

Muri Yusuf menyatakan bahwa:

Wawancara (interview) adalah salah satu tekik yang


dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau
10
S.Nasution. 2012. Metode Research. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hlm 106.
35

suatu proses interaksi antara pewawancara (interviewer) dan sumber


informasi atau orang yang diwawancarai (interviewee) melalui komunikasi
langsung. Dapat pula dikatakan bahwa wawancara merupakan percakapan
tatap muka (face to face) antara pewawancara dengan sumber informasi,
dimana pewawancara bertanya langsung tentang sesuatu objek yang
diteliti dan telah dirancanng sebelumnnya.11

Wawancara yang penulis lakukan yaitu wawancara perorangan,

yaitu suatu proses tanya jawab yang mana tatap muka itu berlangsung

secara langsung anatara pewawancara dengan seorang-seorang yang

diwawancara.

c. Teknik Dokumentasi yaitu suatu teknik dipergunakan untuk mendapatkan

data melalui dokumen-dokumen, catatan, buku, notulen rapat, majalah,

agenda, laporan-laporan dan lain sebagainya. Dalam teknik pengumpulan

data ini yang diamati bukan benda hidup akan tetapi benda mati. Teknik

dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dalam hal pengumpulan

dokumen-dokumen yang sudah ada dan ketentuan hukum yang ada di

dalam

Rumah Tahanan KelasIIB Jembrana.

Khilmiyah menjelaskan bahwa :

“Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,

dokumetasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

dari seseorag”.12

11
A.Muri Yusuf. 2014. Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan. Jakarta:
Kencana. Hlm 372.
12
Aktif Khilmiyah. 2016. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Samudra Biru. Hlm 279.
36

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Moleong menjelaskan bahwa:

“Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”.13

Analisis data yang penulis pergunakan adalah analisis kualitatif. Analisis

Kualitatif adalah menafsirkan data tau fakta-fakta dalam arti memberikan makna.

menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antar berbagai variabel dalam

kegiatan analisis data kualitatif.

Analisis kualitatif merupakan teknik analisis berupa kegiatan mengamati

memahami, dan menafsirkan setiap data atau fakta-fakta serta hubungan diantara

data atau fakta-fakta yang berkaitan. Fokus analisis kualitatif adalah terletak pada

makna dan deskripsi yang umumnya dilukiskan dalam bentuk kata-kata

ketimbang dalam bentuk angka-angka.

Data yang telah terkumpul baik yang diperoleh melalui teknik observasi,

teknik wawancara dan teknik dokumentasi tersebut diolah dan dianalisis secara

kualitatif. Pertama data yang telah dikumpulkan diperiksa, diseleksi atas dasar

reliabilitas (pentingnya bagi pencarian jawaban atas permasalahan) dan

validitasnya (kesalahan atau kebenarannya). Data yang rendah reliabilitas dan

validitasnya, data yang kurang lengkap digugurkan atau dilengkapi dengan

13
Lexy J. Moleong. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosadakarya. Hlm
280-281.
37

substiusi, selanjutnya data-data yang ada di lapangan yang telah lulus dalam

seleksi kemudian disusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan

umum atau suatu gambaran umum entang suatu peristiwa yang telah terj
Daftar Pustaka

Amiruddin.2012. Pengantar Metode Penelitian hukum. Jakarta: PT Grafindo


Persada.
Darmadi Hamid. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Khilmiyah akif. 2016. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Samudra Biru
Moleong Lexy-j. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandug: PT Remaja
Rosadakrya.
Nassarudin Ende Hasbi. 2016. Kriminologi. Bandung: CV Pustaka Setia.
Nasution. 2012. Metode Research. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Priyanto Anang. 2012. Kriminologi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Sukandarrudin. 2012. Metode Penelitian Petujuk Praktis Untuk Penelitian Pemula.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kualitatif, da R&D. Bandung: Alfabeta.
Umar Husein. 2013. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:
Rajawali.
Yusuf Muri. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Gabungan.
Jakarta: Kencana.
Indonesia. Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi, Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. Direktur Jendral
Pemasyarakatan. 2000. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang
Pemasyarakatan Bidang Pembinaa.
Keputusan MenteriHukum dan Perundang-Undangan RI No. M.09.HN.02,01
Tahun 1999 tentang Pelaksanaan, Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun
1999 tentang Remisi, Menteri Hukum dan Perundang-Undangan RI. 1999.

Anda mungkin juga menyukai