PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Apa landasan teori atau teoritik yang dapat mendukung dalam pemberian a
suhan keperawatan dengan TB Paru?
b. Bagaimana penatalaksanaan untuk penderita TB Paru?
c. Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita TB Paru?
1.3 TUJUAN
a. Tujuan umum
Agar mahasiswa memahami dan mampu mengetahui landasan teori pada peny
akit TB Paru serta Asuhan Keperawatan yang dapat muncul pada penderita TB
Paru.
b. Tujuan Khusus
1. untuk mengetahui landasan teori atau teoritik yang mendukung pada as
uhan keperawatan untuk TB Paru.
2. Untuk memahami cara pembuatan asuhan keperawatan
dengan penyakit TB Paru.
3. Untuk menentukan pengkajian pada pasien dengan penyakit TB Paru.
4. Untuk menentukan diagnosa pada pasien dengan penyakit TB Paru.
5. Untuk menentukan rencana penatalaksanaan pada pasien penyakit TB
Paru.
1.4 MANFAAT
a. Untuk Mahasiswa
Dengan adanya penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat serta sebagai bahan
pembandingan tugas serupa.
b. Untuk masyarakat
Sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan kesehatan
c. Untuk tenaga kesehatan
Penulisan ini diharapkan bisa dijadikan sebagai bahan referensi untuk
melakukan tindakan asuhan keperawatan pada kasus yang serupa.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
2.2 ETIOLOGI
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa
sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah.
2.5 PATOFISIOLOGI
Ketika seorang klien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara
tidak sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, dan tempat
lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei
menguap. Menguapnya bakteri droplei ke udara dibantu dengan pergerakan angin
akan membuat bakteri tuberculosis yang mengandung dalam droplet nuclei
terbang ke udara. Apabila bakteri ini dihirup oleh orang sehat, maka orang itu
berpotensi terkena infeksi bakteri tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara
disebut dengan istilah air borne infection. Bakteri yang terhisap akan melewati
pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik
lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri
(multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini disebut focus primer, lesi primer,
atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama
dengan focus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu,
inang yang baru terkena infeksi akan menjdi sensitive terhadap protein yang
dibuat bakteri tuberculosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberculin atau tes
Mantoux.
Berpangkal dari komples primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh
melalui berbagai jalan, yaitu :
1. Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru
atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring),
maupun ke saluran pencernaan.
2. Sistem saluran limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati
atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah
melalui duktus limfatikus dan menimbulkan tuberculosis milier.
3. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati ke paru dapat membawa atau
mengangkat material yang mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini
dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal,
kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
Tuberkulosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi penderita TB dari penderita yang
belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila banteri TB
terhirup dari udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau
bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan
dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveolar. Jika pada proses ini
bakter ditangkap oleh makrofag lemah, maka bakteri akan berkembang biak
dalam tubuh makofag yang lemah dan menghancurkan makrofag. Dari proses
ini dihasilkan bahan kemoktasis yang menarik monosit dan aliran darah
membentuk tuberkel.
Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah
bening regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma
mengalami nekrosis sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler
(delayed hipersensitivitas) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4
minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk focus Ghon,
sedangkan focus inisial bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di
hilus dan disebut juga TB Primer. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui
saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada berbagai organ. Jadi
TB Primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis.
Tuberculosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB
masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di
antaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi bila daya
tahan tubuh menurun.
Berbeda dengan TB Primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan
organ lainnya jarang terkena. Lesi lebih terbatas dan
terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma.
Nekrosis jaringan lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang
luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan
menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum dapat dikatakan bahwa,
pembentukan kavitas dan manifestasi lainnnya dari TB Sekunder adalah akibat dari
reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler (delayed
hipersensitivitas).
TB Paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber
eksogan, terutama pada usia tua, yang semasa mudanya pernah mempunyai riwayat
terkena TB. Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru, kerusakan paru
diakibatkan oleh produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh
jaringan fibrotic yang tebal dan berisi pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis
diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal. Masalah lain pada kavitas yang kronis
adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang menumbuhkan mycetoma (Isa,2001).
2.6 PATHWAYS
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi
melalui isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium
Tuberculosis berupa :
a. Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.
b. Urine. Urine pertama di pagi hari
c. Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika klien tidak
dapat
mengeluarkan sputum.
d. Bahan-bahan lain, misalnya pus.
2.8 KOMPLIKASI
2.9 PENATALAKSANAAN
Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan )
dan fase lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat
utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol.
(Depkes RI, 2004).
Disamping itu, perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB
yang dikenal dengan Directly Observed Treatment Short Course (DOTSC). Lima
komponen DOTSC yang direkomendasikan WHO yaitu :
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung,
dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur.
3. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah
pengawasan langsung oleh PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di mana
penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSISPARU
3.1 PENGKAJIAN
Anamnese
A. Biodata
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah
dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan
pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr.
Hendrawan Nodesul, 1996)
B. Keluhan Utama
· Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri
dada.
· Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis
lainnya seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.
C. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengonbatan. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
D. Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa
kecil, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB
seperti diabetes mellitus.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi hal ini perlu ditanyakan sebagai
factor predisposisi penularan di dalam rumah
F. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara
signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak, denyut nadi
meningkat, hipertensi.
b. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
1. Inspeksi :
Bentuk dada dan gerakan pernapasan.Adanya penurunan proporsi
diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter
lateral. Gerakan pernapasan tidak simetris, sehingga terlihat pada sisi
sakit pergerakan dadanya tertinggal. Batuk dan sputum.
2. Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior /
ekskrusi pernapasan.
3. Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
4. Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.
B2 (Blood)
1. Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik.
2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
3. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.
4. Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis.
B4 (Bladder)
Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjBal masih normal sebagai ekskresi karena minum
OAT.
B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
B6 (Bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d secret kental dan mengandung
nanah, Fatigue,kemampuan batuk kurang, edema trachea/faring
2. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
3. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis,
kerusakan membrane alveolar-kapiler, dan edema bronchial.
4. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d perasaan
mual, batuk produktif.
5. Risiko penyebaran infeksi b/d tidak adekuatnya mekanisme pertahanan
diri, kerusakan jaringan, malnutrisi, paparan lingkungan, kurangnya
pengetahuan untuk mencegah paparan kuman pathogen.
6. Risiko gangguan harga diri b/d image negative tentang penyakit, perasaan
malu.
7. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b/d
kurangnya informasi tentang proses dan penatalaksanaan perawatan di
rumah.
3.3 INTERVENSI
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Intervensi
. Keperawatan Tujaun/KH Intervensi
1. Bersihan jalan napas tidak Jalan napas bersih dan Independen
efektif b/d efektif setelah….hari a. Mengkaji fungsi respirasi a.
- Sekret kental atau perawatan antara lain suara, jumlah, res
mengandung darah KH : irama, dan kedalaman napas tam
- Fatigue a. Pasien menyatakan serta catatan pula mengenai pe
- Kemampuan batuk bahwa batuk berkurang, penggunaan otot napas ko
kurang tidak ada sesak dan tambahan.
- Edema trakea / secret berkurang. b.Mencatat kemampuan untuk b.
faring b.suara napa normal mengeluarkann secret/batuk me
(vesikuler) secara efektif. me
c.frekuensi napas 16-20 pe
kali permenit (dewasa) c.Mengatur posisi tidur semi sa
d. tidak ada dispnea atau high fowler. Membantu c.
pasien untuk berlatih batuk me
secara efektif dan menarik pa
napas dalam ma
tur
me
d. membersihkan secret dari mu
dalam mulut dan trachea, d.
suction jika memungkinkan. ce
me
dit
e. Memberikan minum me
kurang lebih 2.500 ml/hari, e.
menganjurkan untuk minum me
dalam kondisi hangat jika ca
tidak ada kontra indikasi. ba
pe
me
se
ya
are
da
pe
Kolaborasi ole
a. Memberikan O2 udara
inspirasi yang lembap. a.
ka
b. Memberikan pengobatan sa
atas indikasi : b.
1) Agen mukolitik, me
misal: Acetilcystein M
(mucomyst) sa
2) Bronkodilator M
misal: Theophyline, ud
Oxtriphyline
3) Kortikosteroid
(prednisone), misal:
Dexamethason.
c. Memberikan agen anti
infeksi , misal : c.
1) Obat primer : mi
Isoniazid (INH), me
Ethambutol (EMB), se
Rifampisin (RMP). be
2) Pyrazinamide
(PZA), Para Amino
Slicilic (PAS),
Streptomycin.
3) Monitor
pemeriksaan
Laboratorium (sputum)
2. Ketidakefektifan pola Tujuan : dalam waktu a. Identifikasi factor a.
pernapasan b/d 3x24 jam setelah diberikan penyebab. pe
menurunnya ekspansi paru intervensi pola napas me
sekunder terhadap kembali efektif. se
penumpukkan cairan KH : tin
dalam rongga pleura. a. Klien mampu b. Kaji fungsi pernapasan, b.
melakukan batuk catat kecepatan pernapasan, pe
efektif. dispnea, sianosis, dan ter
b. Irana, frekuensi, dan perubahan tanda vital. fis
kedalaman pernapasan me
berada pada batas ak
normal, pada c. Berikan posisi c.
pemeriksaan rontgen fowler/semifowler tinggi me
dada tidak ditemukan dan miring pada sisi yang da
adanya akumulasi sakit, bantu klien latihan be
cairan, bunyi napas napas dalam dan batuk me
terdengar jelas. efektif. me
jal
d. Auskultasi bunyi napas dik
d.
ata
ya
e. Kaji pengembangan se
dada sdan posisi trachea. pa
e.
are
f. Kolaborasi untuk rah
tindakan thorakosentesis pn
atau WSD f.
ca
me
g. Bila dipasang WSD : se
periksa mengontrol g.
pengisap dan jumlah isapan ca
yang benar. me
h. Periksa batas cairan se
pada botol pengisap dan h.
pertahankan pada batas be
yang ditentukan. me
i. Observasi gelembung ke
udara dalam botol i.
penampung ek
ke
se
Ge
se
ek
ge
me
pa
ter
j. An Setelah WSD j.
dilepas, tutup sisi lubang ko
masuk dengan kassa steril be
dan observasi tanda yang
dapat menunjukkan
berulangnya pneumothorak
seperti napas pendek
keluhan nyeri.
3. Gangguan pertukaran gas Tujuan : dalam waktu Mandiri
b/d penurunan jaringan 2x24 jam setelah diberikan a. Kaji dispnea, takipnea, d.
efektif paru, atelektasis, gangguan pertukaran gas bunyi napas, peningkatan efek
kerusakan membrane tidak terjadi. upaya pernapasan, ekspansi kec
alveolar-kapiler, dan KH : thoraks, dan kelemahan. infla
edema bronchial. a. Melaporkan nek
penurunan dispnea. yan
b. Klien menunjukkan pern
tidak ada gejala distres ring
pernapasan. dist
c. Menunjukkan b.Evaluasi perubahan tingkat b.Aku
perbaikan ventilasi dan kesadaran, catat sianosis, dan ber
kadar oksigen jaringan perubahan warna kulit, seh
adekuat gas darah arteri termasuk membrane mukosa oks
dalam rentang normal. dan kuku. jari
c.Tunjukkan dan dukung c.Mem
pernapasan bibir selama luar
ekspirasi khusunya untuk pen
klien dengan fibrosis dan mem
kerusakan parenkim paru. mel
nap
d.Tingkatkan tirah baring, d.Men
batasi aktivitas, dan bantu sela
kebutuhan perawatan diri pern
sehari-hari sesuai keadaan men
klien.
Kolaborasi
a. Pemeriksaan AGD a.
sa
me
int
pr
b. Pemberian oksigen b.
sesuai kebutuhan tambahan. me
ter
ve
pe
c. Kortikosteroid. c.
de
hip
inf
ke
4. ketidakseimbangan nutrisi, Tujuan : keseimbangan Independen
kurang dari kebutuhan nutrisi terjaga setelah….. a. Mendokumentasikan a.
tubuh b/d perasaan mual, hari perawatan dengan status nutrisi pasien, serta me
batuk produktif. KH : mencatat turgor kulit, berat se
a. Perasaan mual badan saat ini, tingkat
hilang/berkurang. kehilangan berat badan,
b.Pasien mengatakan nafsu integritas mukosa mulut,
makan meningkat. tonus perut, dan riwayat
c.Berat badan pasien tidak nausea atau diare.
mengalami penurunan Memonitor intake-output da
drastic dan cenderung n berat badan secara
stabil. maksimal.
d.Pasien terlihat dapat b. Memberikan oral care b.
menghabiskan porsi sebelum dan sesudah da
makan yang disediakan. penatalaksanaan me
e.Hasil analisis respiratory. ma
laboratorium menyatakan c. Menganjurkan makan c.
protein darah / albumin sedikit, tapi sering dengan n
darah dalam rentang diet TKTP. ka
normal. me
da
d. Menganjurkan keluarga d.
untuk membawa makanan be
dddari rumah terutama yang me
disukai pasien dan ya
kemudian makan dengan en
pasien jika tidak ada
kontraindikasi.
Kolaborasi
a. Mengajukan kepada ahli a.
gizi untuk menentukan nu
komposisi diet.
b. Memonitor pemeriksan b.
laboratorium, misal : BUN, tin
serum protein, dan albumin. pr
c. Memberikan vitamin c.
sesuai indikasi. tub
da
5. Risiko penyebaran infeksi Tujuan : penyebaran Independen
b/d tidak adekuatnya infeksi tidak terjadi selama a. Me-kajian patologi a.
mekanisme pertahanan perawatan dengan penyakit (fase aktif dan ny
diri, kerusakan jaringan, KH : inaktif) dan potensial ina
malnutrisi, paparan a. Pasien dapat penyebaran infeksi su
lingkungan, kurangnya memperlihatkan perilaku melalui airborne droplet tub
pengetahuan untuk sehat (menutup mulut selama batuk, bersin,
mencegah paparan kuman saat batuk dan bersin) meludah, berbicara, tertawa,
pathogen. b.Tidak muncul tanda- dll. b.
tanda infeksi lanjutan. b. Mengidentifikasi risiko ke
c.Tidak ada anggota penularan kepada orang lain pe
keluarga/orang terdekat seperti anggota keluarga pa
yang tertular penyakit dan teman dekat.
seperti penderita. Menginstruksikan kepada
pasien jika batuk/ bersin,
maka ludahkan ke tissue. c.
c. Menganjurkan wa
penggunaan tissue untuk pe
membuang sputum. Me- me
review pentingnya inf
mengontrol infeksi,
misalnya dengan
menggunakan masker.
6. Risiko gangguan harga Tujuan : harga diri pasien Independen
diri b/d image negative dapat terjaga atau tidak a. Mengkaji ulang konsep a.
tentang penyakit, perasaan terjadi gangguan harga diri diri pasien. ne
malu. dengan, me
KH : me
a. Pasien b. Memberikan b.
mendemonstrasikan/ penghargaan pada setiap me
menunjukkan aspek tindakan yang mengarah
positif dari dirinya. kepada peningkatan harga
b.Pasien mampu bergaul diri. c.
dengan orang lain tanpa c. Menjelaskan tentang dir
merasa malu. kondisi pasien. pa
ke
d.
d. Melibatkan pasien dalam ke
setiap kegiatan. me
me
7. Kurangnya pengetahuan Tujuan : dalam waktu a. Kaji kemampuan klien a.
mengenai kondisi, aturan 1x24 jam klien mampu untuk mengikuti pe
pengobatan b/d kurangnya melaksanakan apa yang pembelajaran (tingkat ke
informasi tentang proses telah diinformasikan. kecemasan, kelelahan lin
dan penatalaksanaan KH : klien terlihat umum, pengetahuan klien
perawatan di rumah. mengalami penurunan sebelumnya dan suasana
potensi menularkan yang tepat).
penyakit yang ditunjukkan b. Jelaskan tentang dosis b.
oleh kegagalan kontak obat, frekuensi pemberian, kli
klien. kerja yang diharapkan, dan pe
alasan mengapa pengobatan ob
TB berlangsung dalam ko
waktu lama. jad
c. Ajarkan dan nilai
kemampuan klien untuk c.
mengidentifikasi pe
gejala/tanda reaktivasi pe
penyakit (hemoptisis, me
demam, nyeri dada,
kesulitan bernapas,
kehilangan pendengaran,
dan vertigo).
d. Tekankan pentingnya
mempertahankan intake d.
nutrisi yang mengandung ad
protein dan kalori yang ke
tinggi serta intake cairan Pe
yang cukup setiap hari. ha
ke
pe
BAB IV
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
5.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA