Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan 39

Analisis Cara Kerja Pintu Indera (Dvara) Sebagai Usaha Melatih Keseimbangan Batin
(Upekkha) Dan Perbuatan Benar Masyarakat Kecamatan Kaloran Kabupaten
Temanggung

Ngadat
Program studi Kepanditaan, Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri
Raden Wijaya Wonogiri Jawa Tengah
Email: ngadat.stabn.wonogiri@gmail.com

ABSTRAK

Ngadat, 2018 Analisis Cara Kerja Pintu Indera (Dvara) Sebagai Usaha Melatih Keseimbangan
Batin (Upekkha) Dan Perbuatan Benar Masyarakat Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung

Panca dvara merupakan alat penerima objek yang ada pada diri manusia. Panca
dvara memiliki peran yang sangat penting. Tetapi kadang karena berbagai kondisi orang
mengabaikan proses bekerjanya panca dvara. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis cara kerja panca dvara sebagai usaha melatih keseimbangan batin (upekkha).
Selain itu penelitian ini bertujuan untuk menguraikan cara kerja panca dvara sebagai usaha
untuk memiliki perbuatan benar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif lapangan.
Pengumpulan data peneliti lakukan dengan melakukan wawancara secara mendalam kepada
informan. Informan dalam penelitian ini adalah ahli agama Buddha dan masyarakat umat
buddha. Sedangkan untuk tempat penelitian dilakukan di kecamatan kaloran Kabupaten
Temanggung Jawa Tengah.
Hasil dari penelitian Mengkondisikan Panca dvara dalam hal yang positif akan
berdampak pada hal yang positif dengan cara selalu mengontrol dan menyadari objek yang
diterima oleh pintu indra. Pengedalian prilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Kewaspadaan
dan kesabaran dalam menjaga objek terima indra. Pelatihan sila untuk meningkatkan moralitas
yang baik. Sedangkan pintu indera (dvara) sebagai usaha memiliki perbuatan Benar adalah
senantiasa mengkondisikan panca indra menerima objek kemudaian dapat menilai dengan apa
adanya. Batin dalam kondisi tersebut merupakan batin yang seimbang dan telah melakukan
perbuatan benar yaitu tidak melakukan pembunuhan, pencurian dan tindakan asusila dengan
berlatih untuk melakukan meditasi. Menekan sifaf-sifat kebencian (Dosa), keserakahan (lobha),
dan kebodohan batin (moha) Kewaspadaan yang terjaga dengan sempurna pada setiap dvara
Kata kunci: panca indra, keseimbangan batin, perbuatan benar

ABSTRACT

Ngadat, 2018 Analysis of the Workings of the Sensory Doors (Dvara) as an Effort to
Train the Inner Balance (Upekkha) and the Right Action of the Kaloran District of
Temanggung Regency

Panca dvara is a receiver of objects that exist in humans. Panca dvara has a very
important role. But sometimes because of various conditions people ignore the workings of five
dvara. The purpose of this study is to analyze the workings of the five dvara as an effort to

Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


40 Volume VI No. 1 September 2019

train the inner balance (upekkha). In addition, this study aims to describe the workings of
five dvara as an attempt to have right actions.
The method used in this study is qualitative field. Data collection researchers did by
conducting in-depth interviews with informants. Informants in this study were Buddhists and
Buddhist communities. Whereas for the place of research carried out in the kaloran district
of Temanggung Regency, Central Java.
The results of the study Conditioning Panca dvara in positive terms will have an
impact on positive things by always controlling and being aware of the objects received by
the sense door. Control of behavior in community life. Vigilance and patience in
safeguarding the object of receiving senses. Sila training to improve good morality. Whereas
the sense door (dvara) as an effort to have Righteous actions is always to condition the five
senses to accept the object of being able to judge accordingly. The inner condition is a
balanced mind and has done the right thing that is not doing murder, theft and immorality
by practicing for meditation. Pressing nature hatred (lobha), greed (lobha), and ignorance
(moha) Awareness that is maintained perfectly in every dvara.

Keywords: senses, inner balance, right actions

PENDAHULUAN sebagian masyarakat kurang memahami


bahwa lemahnya pengendalian pada indera
Indera merupakan organ yang
dapat membahayakan seseorang baik dalam
penting dalam kehidupan manusia. Indera
kehidupan saat ini maupun yang akan
memiliki peran yang berbeda-beda dalam
datang. Hal tersebut selaras dengan yang
menangkap objek yang berasal dari
disampaikan oleh Buddha yang menjelaskan
lingkungan sekitar. Masing-masing indera
dalam ariyavasasutta semua objek yang
bekerja sesuai dengan tugas masing-
menyenangkan akan menghasilkan nafsu
masing sesuai dengan objek yang diterima
indera yang merintangi perhatian murni
indera. Selanjutnya objek tersebut akan
(Ferry Chu, 2010, p364).
menghasilkan respon dari kesadaran
Melihat kondisi tersbut pada
pikiran yang dimiliki oleh seseorang.
dasarnya setiap orang harus memiliki
Respon dari pikiran tersebut dapat berupa
kewaspadaan dalam melakukan perbuatan.
respon negatif dan respon positif. Respon
Berbeda dengan yang terjadi di lingkungan
negatif dari pikiran menjadi perbuatan
masyarakat dimana masih sering terjadi
salah. Sedangkan respon positif berupa
berbagai permasalahan antar warga.
tindakan benar.
Kewaspadaan menyikapi fenomena
Respon positif dari pikiran
kehidupan di masyarakat masih kurang.
merupakan merupakan kesadaran yang
Selain itu terjadinya konflik antar warga
bekerja dengan disertai dan diikuti oleh
masyarakat dikarenakan masyarakat kurang
pencerapan pada objek secara positif.
memahami cara kerja Pintu indera dan
Sedangkan respon negatif merupakan
bagaimana tindakan yang harus dilakukan.
kesadaran pikiran yang disertai dengan
Melihat kondisi-kondisi tersebut di
cara mencerap yang negatif. Respon-
atas, dibutukan pemahaman secara
respon kesadaran pikiran tersebut yang
jarang diperharikan oleh manusia atau mendetail tentang cara kerja pintu indera
seseorang. Hal tersebut disebabkan karena (dvara). Masyarakat yang melatih
jarangnya masyarakat yang berfikir akan pengetahuan dan pemahaman pada kerja
dampak dari kesadaran pikiran yang telah pintu indera (dvara) akan melatih upekkha
dilakukan oleh seseorang sebagai bentuk sehingga dapat melakukan perbuatan
perilaku atau perbuatan. Selain itu benar. Selanjutnya penulis memberikan
judul proposal dalam penelitian ini adalah

Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya


Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan 41

“Analisis cara Kerja Pintu Indera (Dvara) bersifat bukan pribadi.


sebagai usaha melatih keseimbangan batin Indera yang terdapat pada manusia
(upekkha) dan perbuatan benar memiliki fungsi yang sangat penting. Hal
Masyarakat Kecamatan Kaloran tersebut selaras dengan yang dijelaskan oleh
Kabupaten Temanggung” J. Effendie Tanumihardja “Daya upaya
Pintu Indera diambil dari kata mencegah timbulnya hal-hal yang jahat dan
anatomi pintu indera. Alat indera merupakan tidak baik yang belum muncul ketika
bagian tubuh yang berfungsi mengetahui menerima suatu bentuk/warna melalui mata,
keadaan luar. Alat indera sering dikenal suara melalui telinga, bebauan melalui
sebagai pintu indera, karena terdiri dari lima hidung, rasa melalui lidah, sentuhan melalui
indera yaitu indera pengelihatan atau mata, tubuh/jasmani, dan suatu kesan melalui
indera pendengar atau telinga, indera pikiran (J. Effendie Tanumihardja, Sapardi,
pencium atau hidung, indera pengecap atau Heryno, 2016, p80).
lidah, peraba (kulit) (Dinni Tresnadewi NF. Sebagai salah satu contoh seorang
2008. Pintu dvara merupakan indera yang anak kehilangan kemampuan untuk
dimiliki oleh setiap manusia normal. Pintu berkomunikasi sejak kecil yang dialami
berarti lima sedangkan dvara merupakan anak tunarungu menyebabkan anak
pintu. Selanjutnya Pandit J. Kaharudin tunarungu secara alamiah dan instingtif
menguraikan bahwa dalam mempelajari hal-hal yang ada di lingkungan
abhidhammatthasangaha menjelaskan melalui indera lain yaitu indra penglihatan,
bahwa terdapat 6 dvara (cakkhu dvara, sota peraba, pengecap dan pembau dan berusaha
dvara, ghana dvara, jivha dvara, dan kaya memaksimalkan fungsi indra-indra tersebut
dvara (Pandit J. Kaharudin, 2005, p359). untuk menangkap apa yang terjadi di
Berdasar pengertian tersebut lingkungannya, kemudian disampaikan
terdapat 6 pintu indera dalam agama dengan caranya sendiri kepada lingkungan
Buddha. Pintu indera terebut merupakan alat dengan melakukan gerakan-gerakan yang
untuk menangkap obyek yang berasal dari bagi orang lain terasa asing dan sulit untuk
faktor eksternal makhluk hidup. Selanjutnya dimengerti dan mengamati hal-hal yang
Buddha menjelaskan bahwa enam indera terjadi di lingkungan, meliputi komunikasi
tersebut merupakan salayatana sebagai dan interaksi yang terjadi, simbol-simbol.
fenomena batin-jasman, yang mana Kebencian dapat muncul setiap saat
tersembunyi potensi yang tak terbatas. Enam melalui lima pintu indera (mata, telinga,
indera manusia beroperasi hampir secara hidung, lidah, tubuh) dan membawa efek yang
mekanis tanpa unsur perantara, tanpa jiwa sangat buruk. Misalnya, seseorang
yang bertindak sebagai operator. Seluruh mendapatkan makanan yang tidak sesuai
enam indera mata, telinga, hidung, lidah, dengan seleranya. Karena berpikiran dangkal
tubuh dan pikiran memiliki obyek dan dan tidak mengetahui Dhamma dengan baik,
fungsi masing-masing. Enam obyek indera maka muncullah rasa kesal atau bahkan
seperti bentuk, suara, bebauan, rasa, marah. Marah adalah manifestasi dari emosi
sentuhan, dan obyek batin bertumbukan yang meningkat, bukan hanya wajahnya
dengan masing-masing landasan indera, dan menjadi terlihat menyeramkan, tetapi tekanan
menimbulkan enam jenis kesadaran. darahnya pun menjadi meningkat. Adalah
Gabungan dari landasan indera, obyek fakta bahwa tekanan darah yang meningkat
indera, dan kesadaran hasil adalah kontak merupakan salah satu faktor utama penyebab
(phassa) yang murni subyektif dan bersifat terjadinya serangan jantung dan pecahnya
bukan pribadi (Ven, 2000, p163-164). pembuluh darah (stroke), dan tidak jarang
Landasan indera yang terdapat pada manusia yang akhirnya berujung pada kematian.
dan menimbulkan enam jenis kesadaran. Seandainya tidak sampai meninggal dunia dan
Gabungan dari landasan indera, obyek suatu saat dia menyadari bahwa tindakannya
indera, dan kesadaran hasil adalah kontak adalah manifestasi dari kebodohan belaka,
(phassa) yang murni subyektif dan

Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


42 Volume VI No. 1 September 2019

maka dia akan menyesalinya. Penyesalan (āhāra) bagi makhluk yang mencari
(kukkucca) termasuk dalam kesadaran kelahiran kembali (sambhavesī). Hal ini
yang berakar pada kebencian, dan akan dijelaskan lebih jauh belakangan.
menimbulkan karma buruk yang baru lagi Ketika Sang Buddha membuat perbedaan
(Sikkhānanda, 2011, p18). penting seperti itu di antara ketiga istilah
Lima indria mata, telinga, hidung, lidah, tersebut, pikiran, batin dan kesadaran, para
badan jasamani merupakan landasan inderia. idealis pasca-sektarian telah berusaha
Landasan tersebut menghasilkan kesan yang untuk melupakan hal itu sepenuhnya. Dua
diikuti oleh kesadaran pikiran, dan pencerapan. paragraf pertama dalam komentar
Hal tersebut dikarenakan dalam pribadi manusia
Vasubandhu sendiri pada Viṃśatika
pada umumnya akan mengalami kemuculan
(upadda) keberlangsungan (thiti), dan padam adalah sebuah contoh nyata usaha
(bhanga) Mehm Tinn Mon, 2014, p161). Hasil semacam itu (Dhammasiri, 2015, p150).
dari pencerapan dapat berupa kesan yang positif Keseimbangan batin atau upekkha
maupun negatif. Hal tersebut dikarenakan pada merupakan yang dimiliki oleh seseorang
saat terjadi pencerapan terdapat kesadaran yang yang telah mengembangkan metta (cinta
mengikuti. Kasadaran yang mengikuti diikuti kasih), karuna (belas kasih), mudita (rasa
dengan keserakahan, kebencian, dan kebodohan simpati). Pengembangan brahma vihara
batin akan menghasilkan sesuatu yang negatif. atau empat batin luhur menjadi titik tolak
Sebaliknya jika pencerapan diikuti dengan tanpa atau ukuran bagi manusia. Ukuran tersebut
keserakahan, tanpa kebencian, dan tanpa
menjadi media penyadaran pada manusia itu
kebodohan batin akan menghasilkan sesuatu
yang positif.
sendiri untuk menyadari setiap fenomena
Kesadaran mata dan bentuk, kehidupan. Manusia atau masyarakat yang
memiliki kesadaran akan hal itu tidak akan
kesadaran melihat muncul, kontak adalah
gabungan dari ketiganya. Karena telinga pernah menyalahkan siapapun dalam
dan suara, timbul kesadaran mendengar; kehidupan saat ini. Selaras dengan yang
karena hidung dan bebauan, timbul disampaikan oleh Dhammadiro dalam kitab
kesadaran membau; karena lidah dan rasa, suci dhammapada sebagai berikut:
timbul kesadaran mengecap, karena tubuh Nam tam mata pita kayira
dan obyek yang dapat disentuh, timbul Anne vapi ca nataka
kesadaran menyentuh, karena obyek Sammapanihitam cittam
pikiran dan batin, timbul kesadaran Seyyo nam tato kare
berpikir. Gabungan dari ketiganya adalah Artinya
kontak.” (Samyutta Nikäya, part ii). Bukan seorang ibu, ayah ataupun sanak
Pikiran dalam arti ini dapat berarti keluarga lain yang dapat melakukan,
berdasar secara empiris atau sepenuhnya melainkan pikiran itu sendiri yang
di luar batas pengalaman. Batin (mano) diarahkan dengan baik yang akan dapat
selalu dipergunakan untuk mengacu indra, mengangkat derajat seseorang
bersama dengan lima indra lainnya, seperti (Dhammadiro, 2005, p18)
mata (cakkhu) dan sebagainya. Dengan Kesadaran tanpa akar-hasil yang
demikian, ada yang disebut kesadaran tidak baik (akusala vipāka citta - 7).
pikiran (mano viññāṇa), bersama dengan Kesesadaran yang tidak baik didasari pada
kesadaran mata (cakkhu-viññāṇa). sifat-sifat yang dimiliki oleh setiap
Akhirnya, ada kesadaran (viññāṇa) yang makhluk hidup. Sifat tersebut adalah
berfungsi setelah munculnya memori kebencian (dosa), keserakahan (lohba),
(satanusari). Viññāṇa menjadi sebuah dan kebodohan batin (moha)
arus (viññāṇa-sota) yang menghubungkan a. Kesadaran mata yang disertai perasaan
kehidupan, saat ini dan yang akan datang, netral.
dan kadang-kadang dipacu sebagai arus b. Kesadaran telinga yang disertai
manifestasi (bhava-sota). Kesadaran juga perasaan netral.
dianggap sebagai salah satu nutrisi c. Kesadaran hidung yang disertai

Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya


Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan 43

perasaan netral. perjuangan hidup. Empat keadaan batin


d. Kesadaran lidah yang disertai perasaan luhur ini dapat menghancurkan rintangan-
netral. rintangan sosial, membangun komunitas
e. Kesadaran tubuh yang disertai yang harmonis, membangunkan kemurahan
perasaan tidak menyenangkan. hati yang telah lama tertidur dan terlupakan,
f. Kesadaran penerima yang disertai menghidupkan kembali kebahagiaan dan
perasaan netral. harapan yang telah lama ditinggalkan, serta
g. Kesadaran investigasi/penyelidik yang mendorong persaudaraan dan kemanusiaan
disertai perasaan netral. (Sikkhānanda, untuk melawan kekuatan egoisme.
2011, p22). Empat keadaan batin yang luhur
Kesadaran tanpa akar-hasil yang telah diajarkan oleh Sang Buddha:
baik (ahetuka kusala vipāka citta - 7). 1. Cinta atau Cinta kasih (metta)
Kesesadaran yang baik didasari pada sifat- 2. Welas Asih (karuna)
sifat yang dimiliki oleh setiap makhluk 3. Turut berbahagia (mudita)
hidup. Sifat tersebut adalah tanpa kebencian 4. Keseimbangan batin (upekkha
(adosa), tanpa keserakahan (alohba), dan (Nyanaponika, 2005: 1)
tanpa kebodohan batin (amoha) Sankhāra upekkha Nana,
1. Kesadaran mata yang disertai perasaan pengetahuan tentang keseimbangan,
netral. dimana seseorang dapat merenung tanpa
2. Kesadaran telinga yang disertai rasa takut atau kemelekatan, dan mampu
perasaan netral. memandang kesenangan dan
3. Kesadaran hidung yang isertai ketidaksenangan dengan keseimbangan,
perasaan netral. diikuti dengan pengembangan Anuloma
4. Kesadaran lidah yang disertai perasaan Nāna dan Gotrabhu Nāna (Pativedha
netral. Sāsanā). Kemudian diikuti oleh Magga
5. Kesadaran tubuh yang disertai Nāna dan Phala Nāna (Pativedha Sāsanā)
perasaan menyenangkan. yang dapat menembus Empat Kesunyataan
6. Kesadaran penerima yang disertai Mulia (Ashin Kundalābhivamsa, 2000,
perasaan netral. p30).
7. Kesadaran investigasi/penyelidik yang Praktik cinta-kasih, hanyalah satu
disertai perasaan netral. diantara kelompok empat meditasi yang
8. Kesadaran investigasi/penyelidik yang disebut “kediaman brahma” (brahma
disertai perasaan senang. (Sikkhānanda, vihāra) atau “kondisi tanpa batas”
2011, p22). (appamaññā): pengembangan cinta-kasih,
Kondisi-kondisi di atas ditentukan belas-kasih, kegembiraan altruistis, dan
oleh kondisi batin seseoran dalam menerima keseimbangan, yang harus diperluas kepada
objek yang diterima. Objek tersubut berupa semua makhluk hidup. Secara singkat, cinta-
unsur-unsur rupa yang diterima oleh indera. kasih (mettā) adalah harapan bagi
Oleh sebab itu manusia harus kesejahteraan dan kebahagiaan semua
mengkondisikan batin dengan baik dan makhluk; belas kasih (karuṇa), perasaan
sempurna. Empat keadaan batin ini empati kepada semua yang mengalami
dikatakan sempurna atau luhur karena penderitaan; kegembiraan altruistis (muditā),
merupakan cara bertindak dan bersikap yang perasaan bahagia pada keberhasilan dan
benar dan ideal terhadap semua makhluk keberuntungan makhluk lain; dan
hidup. Keempatnya menyediakan jawaban keseimbangan (upekkhā), reaksi seimbang
terhadap semua situasi yang muncul dalam pada kegembiraan dan kesengsaraan, yang
kontak sosial. Empat keadaan batin luhur ini melindungi seseorang dari gejolak
merupakan pereda tekanan yang hebat, emosional (Bodhi, 2011, p243).
pencipta kedamaian dalam konflik sosial, Perbuatan dengan tidak melakukan
serta penyembuh terhadap luka-luka yang pembunuhan, pencurian, perzinaan, dan
diderita dalam aspek-aspeknya. Perbuatan yang tidak

Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


44 Volume VI No. 1 September 2019

susila semacam ini dapat terjadi karena Manopubbaṅgamā dhammā, manoseṭṭhā


kurangnya sifat-sifat mulia, seperti cinta manomayā; Manasā ce
kasih, welas asih, dan kepuasan. paduṭṭhena,bhāsati vā karoti vā;Tato
Seseorang yang berpantang atau naṃ dukkhamanveti, cakkaṃva vahato
menghindari perbuatan-perbuatan seperti padaṃ. Artinya: Pikiran adalah pelopor
ini berarti telah melakukan perbuatan dari segala sesuatu,pikiran adalah
benar. (J. Effendie Tanumihardja, Sapardi, pemimpin, pikiran adalah pembentuk.
Heryno, 2016, p 80). Bila seseorang berbicara atau berbuat
Corak perbuatan itu adalah dengan pikiran jahat,maka penderitaan
kesadaran, dilakukan dengan sadar, bukan akan mengikutinya, Bagaikan roda
kebiasaan, bukan adat istiadat, bukan pula pedati mengikuti langkah kaki lembu
tradisi (Cornelis Wowor, 2005, p8). yang menariknya (Hendra Wijaya,
Perbuatan benar secara aktif sangat 2013, p48).
dianjurkan karena perbuatan baik yang Sebagai salah satu contoh Buddha
dilakukan akan membuat manusia menjadi menjelaskan dalam subhasita sutta bahwa
bahagia. Sebagai contoh, apabila kita setiap orang harus mengucapkan kata-kata
melihat orang lain mengalami kecelakaan, yang bermanfaat. Kata yang bermanfaat
kemudian kita membiarkannya, memang akan memberikan kebahagiaan kepada
hal tersebut bukan merupakan perbuatan orang lain (Lanny Anggawati, Wena
salah, karena tidak ada tindakan salah Cintiawati, 1999, p105-106).
yang dilakukan. Namun, hal tersebut bisa Kerangka berfikir dalam penelitian
membuat kita merasa bersalah dan akan ini adalah bekerjanya pintu indera. Pintu
membuat kita dicela karena telah begitu indera akan bekerja jika mendapatkan
kejam membiarkan orang kecelakaan dan objek atau landasan dari masing-masing.
diam saja. Ketika ada kondisi seperti itu, Selanjutnya dari objek yang diterima oleh
segera bantu orang tersebut dan itulah indera tersebut akan dicerap oleh indera
bentuk perbuatan benar. Ajaran Buddha yang kemudian akan menghasilkan kesan
mengajarkan bahwa tindakan aktif dari kesadaran pikiran. Kesadaran pikiran
merupakan wujud perbuatan benar dan yang muncul pada saat menerima kesan
harus dikembangkan agar hati kita dapat berupa kesan positif dan negatif.
menjadi tenang dan bahagia. Kesan positif karena diikuti oleh sifat
Sisi Pasif Sisi Aktif luhur dari brahmavihara sedangkan kesan
Menghindari pembunuhan Mengembangkan negatif diikuti oleh dosa lobha dan moha.
makhluk hidup (termasuk kepedulian dan
menyakiti simpati
Menghindari pengambilan Melatih kejujuran dan
barang yang tidak diberika kemurahan ha
Menghindari perbuatan Melatih kepuasan dan
seksual yang sala kesetiaan
(Willy Yandi Wijaya, 2011, p11)
Perbuatan beragama memberikan
pengalaman yang mengintegrasikan hidupnya.
Demikianlah maka hidupnya mempunyai
tujuan, dan oleh sebab itu menjadi bermakna.
Sering kita lihat orang berkecukupan dalam
materi, berpangkat dan berkuasa, tetapi
mereka itu tidak adanya tujuan. Tujuan itu Jurnal penelitian Eka Nurman
Firdaus1, Nurhadi,S.kom,M.Cs, Dr.Joni
terdapat dalam setiap agama.
Devitra,SE,AK,MM dengan judul penelitian

Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya


Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan 45

Perancangan Game Edukasi Pengenalan Tengah. Penelitian dilakukan selama 4


Pintu Indra Berbasis Multimedia (Tk (empat) bulan mulai dari bulan september
Raudatul Athfal Nurul Hidayah) hasil 2018 sampai dengan Desember 2018
penelitiannya adalah Dengan adanya Bulan oktober penulis melakukan
aplikasi pengenalan pintu indra ini dapat wawancara dengan para tokoh agama dan
membantu anak untuk lebih mudah dalam masyarakat di lapangan
memahami bagaimana bentuk serta fungsi Data yang dikumpulkan dalam
dari lima pintu indra yang ada pada tubuh penelitian ini adalah data tentang cara
kita. Relevansi dengan penelitian ini kerja pintu indera (dvara) sebagai usaha
adalah pemahaman tentang fungsi dari melatih keseimbangan batin (upekkha) dan
indera. Selanjutnya dalam penelitian ini Perbuatan benar (samma kamanta) pada
lebih dikembangkan dengan meneliti cara masyarakat umat buddha di kecamatan
kerja dari masing-masing indera. kaloran kabupaten temanggung Jawa
Penelitian ini mempergunakan Tengah. Jenis data dalam penelitian ini
paradigma perilaku, maka rancangan dibedakan menjadi dua yaitu:
penelitiannya berkarakteristik kualitatif. Data primer, yang dikumpulkan
Kirk dan Miller (dikutip Moleong, 2013, p4) berbentuk hasil wawancara yang dilakukan
menyatakan penelitian kualitatif adalah terhadap narasumber yang berasal dari para
tradisitertentudalamilmupengetahuansosial pelaku yang terkait dengan persoalan untuk
yang secara fundamental tergantung pada mengetahui cara kerja pintu indera (pintu
pengamatan manusia dalam kawasannya dvara) sebagai usaha melatih keseimbangan
sendiri dan berhubungan dengan orang- batin (upekkha) dan Perbuatan benar
orang tersebut dalam bahasanya dan dalam (samma kamanta) pada masyarakat umat
peristilahannya. Sedangkan menurut Bog buddha di kecamatan kaloran kabupaten
dan dan Taylor (dikutip Moleong, 2013; temanggung Jawa Tengah.
8) mengatakan metode kualitatif sebagai Data Sekunder, data ini diperlukan
prosedur penelitian yang menghasilkan untuk mendukung analisis dan pembahasan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis yang maksimal. Data sekunder juga
atau lisan dari orang-orang dan prilaku diperlukan terkait pengungkapan fenomena
yang diamati. Penelitian ini menggunakan cara kerja pintu indera (pintu dvara) sebagai
pendekatan studi kualitatif dengan usaha melatih keseimbangan batin (upekkha)
menggunakan model Studi Kasus karena dan Perbuatan benar (samma kamanta) pada
dalam penelitian ini berusaha mengungkap masyarakat umat buddha di kecamatan
kasus masyarakat umat Buddha. kaloran kabupaten temanggung Jawa
Menurut Creswel sebagaimana Tengah, kepustakaan (library research),
dikutip Herdiansyah (2010, p76), studi kasus serta bahan dari internet.
adalah suatu model yang menekankan Proses pengumpulan data di
kepada eksplorasi dari suatu sistem terbatas lapangan dilakukan dengan beberapa
pada suatu kasus atau beberapa kasus secara tahapan. Tahapan yang dilakukan dalam
mendetail, disertai penggalian data secara proses pengumpulan data tersebut adalah,
mendalam yang melibatkan beragam sumber pemilihan orang (tokoh kunci) yang tepat
informasi yang kaya akan konteks. Salah untuk dijadikan sebagai sumber data dengan
satu cirri khas dari studi kasus adalah wawancara dengan sumber tersebut dengan
adanya sistem yang terbatas. Sistem yang cara merekam suaranya, dengan
terbatas adalah adanya batasan waktu dan memberikan pertanyaan yang sudah di susun
tempat serta hal kasus yang diangkat. Ciri penulis sehingga lebih efektif. Hasil dari
lain studi kasus adalah keunikan dan wawancara ditulis dan dianalisa, dan tokoh
kekhasan kasus yang diangkat. kunci tersebut di minta untuk menunjukkan
Lokasi penelitian yang dipilih adalah tokoh yang lain sebagai sumber selanjutnya
di masyarakat umat Buddha Kecamatan hinga terpenuhi data yang diinginkan
kaloran Kabupaten Temanggung Jawa (Nasution 1996, p1).

Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


46 Volume VI No. 1 September 2019

Menurut Arikunto (2006, p 129), sebuah teknik pengumpulan data yang


yang dimaksud dengan sumber data dalam mengharuskan peneliti turun ke lapangan
penelitian adalah subjek dari mana data mengamati hal-hal yang terkait atau sangat
dapat diperoleh. Sementara menurut Lofland relevan dengan data yang dibutuhkan.
sebagaimana dikutip oleh Moleong (2013, p Sementara menurut Haryanto (2008, p 35),
157), menyatakan sumber data utama dalam observasi adalah melakukan pengamatan
penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan dan pencatatan suatu objek, secara
tindakan, selebihnya adalah data tambahan sistematik fenomena yang diselidiki.
seperti dokumen dan lain-lain. Sebagaimana Berdasarkan pemaparan tersebut, maka
juga diungkapkan oleh Sugiyono (2012, p dapat disimpulkan bahwa observasi adalah
187), bahwa pengumpulan data dapat teknik pengumpulan data yang
dilakukan dalam berbagai setting, berbagai mengharuskan peneliti turun langsung ke
sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari lapangan, mengamati, dan mencatat
sumber datanya maka pengumpulan data fenomena yang akan diselidiki.
dapat menggunakan sumber data primer dan Dalam penelitian ini, peneliti
data sekunder. Sumber primer adalah melaksanakan observasi di lapangan yaitu di
sumber data yang langsung memberikan kawasan Kecamatan Kaloran Kabupaten
data kepada pengumpul data, dan sumber Temanggung Jawa Tengah. Adapun manfaat
data sekunder merupakan sumber data yang observasi menurut Patton dalam Nasution
tidak langsung memberikan data kepada sebagaimana dikutip (Sugiyono, 2010, p313-
pengumpul data, misalnya lewat dokumen. 314), adalah sebagai berikut:
Data yang diperlukan dalam Dengan observasi maka akan
penelitian ini diperoleh dari beberapa diperoleh pengalaman langsung, sehingga
sumber informan. Menurut Bungin (2008: memungkinkan peneliti menggunakan
p76), informan peneliti adalah subjek yang pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi
memahami objek. Dalam penelitian ini oleh konsep atau pandangan sebelumnya.
yang ditunjukkan sebagai informan yang Pendekatan induktif membuka
memberikan data-data yang diperlukan kemungkinan melakukan penemuan atau
adalah umat Buddha, pandita, penyuluh discovery.
atau tokoh agama Buddha. sedangkan Melalui observasi, peneliti dapat
sumber tertulis melihat hal-hal yang kurang atau tidak
Menurut Moleong (2013, p159), diamati oleh orang lain, khususnya orang
walaupun dikatakan bahwa sumber di luar yang berada dalam lingkungan itu, karena
kata dan tindakan merupakan sumber telah dianggap biasa dan karena itu tidak
kedua, jelas hal itu tidak bisa diabaikan. akan terungkap dalam wawancara.
Dilihat dari sumber data, bahan tambahan Dengan observasi, peneliti dapat
yang berasal dari sumber tertulis dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak
dibagi atas sumber buku dan majalah akan terungkap oleh responden dalam
ilmiah, sumber dari arsip, dokumen wawancara karena bersifat sensitive atau
pribadi dan dokumen resmi. ingin ditutupi karena akan dapat
Teknik pengumpulan data merugikan nama lembaga.
merupakan sesuatu hal yang penting Dengan observasi, peneliti dapat
dalam sebuah penelitian. Teknik menemukan hal-hal yang diluar persepsi
pengumpulan data merupakan teknik yang responden, sehingga peneliti dapat
digunakan oleh peneliti untuk memperoleh memperoleh gambaran lebih komprehensif.
data. Adapun teknik yang dipakai dalam Melalui pengamatan di lapangan,
penelitian ini adalah teknik wawancara, peneliti tidak hanya mengumpulkan daya
dokumentasi dan observasi. yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-
Menurut Patimila (2005, p 69), kesan pribadi, dan merasakan suasana
metode pengamatan merupakan situasi sosial yang diteliti.
Menurut Moleong (2013, p186),
Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan 47

wawancara adalah percakapan dengan akan diwawancarai adalah orang yang


maksud tertentu. Sementara menurut diyakini mampu memberikan informasi
Esterberg, sebagaimana dikutip oleh atau data yang diperlukan dalam penelitian
Sugiyono (2010, p317), mendefinisikan ini. Data yang diperlukan dalam penelitian
bahwa interview yaitu pertemuan dua tentang cara kerja pintu indera (dvara)
orang untuk bertukar informasi dan ide sebagai usaha melatih keseimbangan batin
melalui tanya jawab, sehingga dapat (upekkha) dan perbuatan benar. Teknik
dikonstruksikan makna dalam suatu topik penentuan informan yaitu dengan memilih
tertentu. Berdasarkan pemaparan tersebut, narasumber yang dapat berkomunikasi,
maka dapat disimpulkan bahwa berpengalaman terhadap fenomena pintu
wawancara merupakan percakapan antara indera, keseimbangan batin dan perbuatan
dua orang dengan maksud tertentu, yaitu benar. Pengelompokan informan dibagi
menggali informasi melalui tanya jawab menjadi tiga. Pertama, informan umat
dengan menggunakan atau tanpa Buddha yang pernah mengikuti tradisi;
menggunakan pedoman wawancara. kedua, informan tokoh agama Buddha;
Sugiyono (2011, p194-197), dan ketiga, informan dosen pendidikan
menyatakan wawancara dapat dilakukan agama buddha.
dengan cara sebagai berikut: Wawancara Menurut Bogdan dan Biklen
terstruktur adalah wawancara yang (Moleong, 2013, p248) analisis data adalah
menggunakan instrumen penelitian berupa upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang dengan data, mengorganisasikan data,
alternatif jawabannya pun telah disiapkan. memilah-milahnya menjadi satuan yang
Wawancara tidak terstruktur adalah dapat dikelola, mensintesisnya, mencari dan
wawancara yang bebas dimana penelliti menemukan pola, menemukan apa yang
tidak menggunakan pedoman wawancara penting dan apa yang dipelajari, dan
yang telah tersusun secara sistematis untuk memutuskan apa yang dapat diceriterakan
mengumpulkan data. pada orang lain. Teknik analisis data yang
Dokumentasi Dokumen menurut digunakan dalam penelitian ini adalah
Sugiyono (2010, p329), merupakan catatan mengacu pada konsep Milles & Huberman
peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa (1992, p15-19) yaitu sebagai berikut:
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya Reduksi data (Data Reduction)
monumental dari seseorang. Dokumen yang yaitu suatu proses pemilahan, pemusatan
berbentuk tulisan misalnya catatan harian, perhatian pada penyederhanaan,
sejarah kehidupan (life histories), cerita, pengabstrakan dan transformasi data kasar
biografi, peraturan kebijakan dan lain-lain. yang ada di lapangan dan diteruskan pada
Dokumen yang berbentuk karya misalnya waktu pengumpulan data, dengan demikian
karya seni, yang dapat berupa gambar, reduksi data amulasi sejak peneliti mulai
patung, film, dan lain-lain. Sementara memfokuskan wilayah penelitian.
menurut Arikunto (2006, p231), Penyajian data (display data) yaitu
dokumentasi adalah mencari data mengenai rakitan organisasi informasi yang
hal-hal atau variable yang berupa catatan, memungkinkan adanya penarikan
transkip, buku, surat kabar, majalah, kesimpulan saat penelitian dilakukan.
prasasti, notulen rapat, agenda, dan Dalam penyajian data diperoleh berbagai
sebagainya. Penelitian ini menggunakan jenis matrik gambar, jaringan kerja,
dokumen untuk mengetahui data yang ada keterkaitan kegiatan atau tabel.
dan tersimpan mengenai nilai-nilai budaya Penarikan kesimpulan (Verifikasi),
dan agama yang terjadi di kawasan yaitu dalam pengumpulan data, penelitian
Kecamatan Kaloran Kabupaten harus mengerti dan tanggap terhadap
Temanggung Jawa Tengah. sesuatu yang diteliti langsung di lapangan
Penentuan informan dilakukan dengan menyusun pola-pola pengarahan
secara purposive, yakni informan yang dan sebab-akibat.

Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


48 Volume VI No. 1 September 2019

Analisis data penelitian ini (cakkhudvara, sotadvara, ghanadvara,


menggunakan analisis interaktif. Menurut jivha dvara, dan kayadvara sebagai usaha
Miles dan Huberman (1992, p20), siklus melatih keseimbangan batin dan perbuatan
analisis interaktif dapat digambarkan benar
dalam bentuk skema berikut ini: Bagaimana raksi masyarakat
setelah melihat berbagai objek yang
dilihat, dirasakan, disentuh, didengar ?
Bagaimana pengembangan metta
(cinta kasih), karuna (belas kasih), mudita
(rasa simpati) masyarakat sebagai bentuk
latihan memperoleh keseimbangan batin
dan perbuatan benar?
Bagaimana dampak yang diterima
oleh masyarakat jika memiliki sifat Lobha
dosa moha?
Gambar 2. Komponen-komponen Bagaimana dampak yang diterima
analisis data model interaktif Penjelasan dari oleh masyarakat jika mengembangkan
gambar 2 di atas dapat dilihat sebagai sifat alobha, adosa, dan amoha
berikut: Pengumpulan data, yaitu peneliti Proses panca dvara yaitu mata,
mengumpulkan data di Kecamatan Kaloran telinga, hidung, lidah, dan jasimi dalam
Kabupaten Temanggung dimana menjadi merespon objek yang ditangkap yang
objek penlitian. Reduksi data, yaitu peneliti kemudian diperiksa dengan keseimbangan
memilihdaridata-datayangsudahterkumpul batin yang netral. Keseimbangan batin yang
untuk di tindak lanjuti baik dari observasi, netral dalam hal ini adalah mata (cakkhu)
wawancara maupun dokumentasi tentang melihat benda dengan apa adanya.
tradisi yang dilakukan oleh umat Buddha di Kemudian telinga (sota) akan mendengar
kawasan Kecamatan Kaloran Kabupaten suara dengan tanpa adanya. Demikian
Temanggung Jawa Tengah.; Penyajian data, dengan hidung (ghana) akan mencium bau
yaitu peneliti menyajikan data yang sudah dengan apa adanya. Selanjutnya lidah (jihva)
dikumpulkan dan dipilih untuk akan mengecap rasa yang diterima dengan
kemungkinan ditarik sebuah kesimpulan apa adanya. Badan jasmani (kaya) akan
tentang analisi cara kerja pintu indera merasakan sentuhan dengan apa adanya.
sebagai usaha melatih keseimbangan batin Panca dvara yang menerima dan memeriksa
dan perbuatan benar Kecamatan Kaloran objek tersebut kemudian akan mendapat
Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. stimulus dari pikiran dengan keseimbangan
Penarikan kesimpulan, yaitu peneliti harus batin (upekkha). Hal tersebut selaras dengan
mengetahui tentang cara kerja pintu indera yang disampaikan oleh Pandit J. Kaharudin,
sebagai usaha melatih keseimbangan batin (2005: 359) yang menjelaskan bawha panca
dan perbuatan benar di Kecamatan Kaloran dvara terdiri dari pintu mata (cakkhu dvara),
Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. pintu telinga (sota dvara), pintu (ghana
Pengambilan kesimpulan pada dvara) lidah (jivha dvara), dan jasmani
penelitian menggunakan Triangulasi yaitu (kaya dvara).
dengan menggunakan teknik mengumpulkan Manusia pada umumnya memiliki
tokoh masyarakat yang berada di tempat lima alat indra untuk sebagai media untuk
penelitian kemudian peneliti itu sendiri dan menerima objek dari luar. Teori dalam
oleh penguji sehingga ini disebut triangulasi ajaran buddha menjelaskan bahwa ada enam
karena kesimpulan yang di ambil bukan indra yang berupa fisik dan non fisik. Indra
kesimpulan sepihak melainkan kesimpulan fisik terdiri dari mata, hidung, telinga, lidah,
dari beberapa pihak. dan jasmani. Indra tersebut akan menerima
Instrumen Penelitian Bagaimana objek dari luar yang berupa benda, bau,
menurut bapak cara kerja dvara suara, rasa, dan sentuhan. Sedangkan

Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya


Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan 49

dalam dalam ajaran buddha masih ada satu Selanjutnya setelah seseorang
lagi indra yang berupa pikiran. Indra-indra mengontrol objek yang diterima oleh panca
tersebut saling berhubungan antara satu dvara harus memiliki pengendalian diri yang
dengan yang lainnya sehing dalam baik. Pengendalian diri yang baik harus
bekerjanya akan menjadi sebab dan akibat. diawali dengan menjalankan sila dalam
Proses kesadaran yang terjadi pada indra kehidupan sehari-hari. Seperti yang
dari setiap citta diukur dengan tiga tahap dijelaskan oleh Pandit J Kaharudin untuk
yaitu ada kemunculan (uppada) menjadi ahli dalam vinaya seseorang harus
keberlangsungan (thiti) padam (bhanga) mahir dalam uposattha. Hal tersebut
(Mehm Tin Mon, 2014: 161). menunjukkan bahwa harus ada hal yang
Asal mula dari kondisi demikian dilakukan oleh manusia agar memiliki
adalah adanya kesadaran mata yang disertai pengendalian. Salah satu yang harus
perasaan netral. Kesadaran telinga yang dilakukan adalah dengan menjalankan
disertai perasaan netral. Kesadaran hidung delapan sila. Berlatih menjalankan sila.
yang disertai perasaan netral. Kesadaran Melalui kedisiplin dalam melaksanakan sila
lidah yang disertai perasaan netral. tersebut orang akan dapat mengendapkan
Kesadaran tubuh yang disertai perasaan tingkat keserakahan, kebencian dan
tidak menyenangkan. Kesadaran penerima kebodohan batin. Artinya bahwa seseorang
yang disertai perasaan netral. Kesadaran harus mengendalikan seluruh prilaku dalam
investigasi/penyelidik yang disertai perasaan kehidupan di lingkungan masyarakat umat
netral. (Sikkhānanda, 2011, p22). Buddha Kecamatan Kaloran Kabupaten
Melalui usaha yang demikian maka Temanggung Jawa Tengah.
seseorang sudah melakukan kontrol terhadap Pengendalian prilaku dalam
objek yang diterima sehingga orang hanya kehidupan di lingkungan masyarakat umat
melihat apa adanya dari gambar yang ada. Buddha Kecamatan Kaloran Kabupaten
Berbeda apabila seseorang menilai gambar Temanggung Jawa Tengah bukan menjadi
tersebut dengan menambahkan suatu hal mudah untuk dilakukan. Hal tersebut
deskripsi yang belum tentu kondisi tersebut dikarenakan ada pengaruh dari lingkungan
apa adanya. Hal tersebut menjadi kurang masyarakat sekitar maupun dari masyarakat.
baik dikarenakan pada saat memberikan pengaruh tersebut biasanya berkaitan erat
gambaran atau diskripsi orang sudah dengan kondiri tertentu. Sebagai salah satu
dipengaruhi keadaan-keadaan tertentu contoh pada saat orang mendengarkan berita
misalnya orang sedang memiliki tentang sanak keluarga yang difitnah
keserakahan (lobha) atau yang lainnya. terkadang seseorang terpengaruh dan ikut
Artinya dengan adanya kontrol yang baik menyebarluaskan berita tersebut. Kondisi
seseorang melakukan usaha untuk melatih demikian harus dikurangi bahkan harus
keseimbangan batin. Keseimbangan batin dihilangkan agar seseorang tidak memiliki
yang dimaksud adalah perasaan netral. Hal kebencian kepada orang yang diberitakan.
tersebut dikarenakan pada saat perasaan Hal demikian sangat sering terjadi
yang netral memiliki sifat yang tidak dilingkungan masyarakat sehingga ada
memihak pada kondisi apapun. Kondisi ini masyarakat yang saling bermusuhan. Dalam
merupakan kondisi yang sifatnya positif atau hal ini kesabaran harus dimiliki dan dilatih
negatif. Sifat positif merupakan sifat oleh umat agar tidak terpengaruh untuk
manusia yang diikuti oleh hal yang tidak membeci tetapi hanya melihat sebagaimana
serakah (alobha), tidak membenci (adosa), adanya apa yang telah didengar.
dan tidak memiliki kebodohan batin Latihan moralitas bagi umat
(amoha). Sedangkan sifat yang negatif Buddha Kecamatan Kaloran Kabupaten
merupakan sikap yang dikuti oleh TemanggungJawaTengahsangatdiperlukan
keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan untuk membentuk keseimbangan batin.
kebodohan batin (moha). Hal tersebut dikarenakan moralitas atau
tingkah laku dan etika menjadi dasar yang

Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


50 Volume VI No. 1 September 2019

harus dimiliki oleh seseorang agar batin atau etika. Kategori perbuatan benar dalam
yang dimiliki menjadi seimbang. Buddha ajaran buddha adalah tidak melakukan
mengajarkan bahwa dalam kehidupan pembunuhan (panatipata) kepada semua
sehari-hari umat buddha seharusnya selalu makhluk. Tidak melakukan pencurian dalam
melatih kedisiplinan dalam menjalankan bentuk apapun (adinadana), dan tidak
sila. Sebagai latihan yang dasar umat melakukan perzinaan (kamesumicara). Cara
Buddha Kecamatan Kaloran Kabupaten yang harus dilakukan oleh umat buddha
Temanggung Jawa Tengah harus masyarakat Kecamatan Kaloran Kabupaten
menjalankan pancasila buddhis dalam Temanggung agar memiliki perbuatan benar
kehidupan sehari-hari. Pancasila buddhis adalah dengan mengendalikan moralitas.
terdiri dari latihan untuk tidak melakukan Pengendalian moralitas ini dapat dilatih
pembunuhan, latihan untuk tidak melakukan dengan melaksanakan meditasi.
pencurian, tidak melakukan tindakan yang Melalui meditasi umat akan
asusila, tidak melakukan kebohongan atau melakukan pengikisan pada perbuatan-
berbicara yang tidak benar. perbuatan yang tidak benar. Hal tersebut
Moralitas tersebut menjadi dasar dapat dilakukan dengan cara
awal yang harus dilakukan oleh umat mengembangkan cinta kasih yang universal
Buddha Kecamatan Kaloran Kabupaten kepada semua makhluk (metta).
Temanggung Jawa Tengah. Setelah itu baru Pengembangan ini akan berfungsi untuk
latihan moralitas yang lebih tinggi yaitu menekan kebencian yang terdapat dalam diri
delapan sila yang wajib dilakukan oleh umat manusia. Pengembangan selanjutnya adalah
buddha. seseuai dengan tradisi yang dengan mengembangkan sifat welas asih
dilakukan oleh umat Buddha Kecamatan (karuna) dengan pengembangan ini
Kaloran Kabupaten Temanggung Jawa seseorang akan berfungsi untuk menekan
Tengah harus melaksanakan pelatihan sila keserakahan yang terdapat dalam manusia.
empat kali dalam sebulan. Tujuan dalam Sedangkan untuk pengembangan
pelatihan moralitas tersebut adalah agar selanjutnya adalah rasa simpati (mudita)
umat Buddha Kecamatan Kaloran akan menekan kebodohan yang melekat
Kabupaten Temanggung Jawa Tengah tidak pada diri manusia. Dengan pengembangan
melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sifat-sifat tersebut orang akan memiliki
benar. Untuk mencapai hal tersebut keseimbangan batin.
dibutuhkan kewaspadaan pada panca dvara Berdasarkan pada pembahasan hasil
dan objek yang diterima oleh indra. Hal penelitian ini dapat disimpulkan sebagai
tersebut dibutuhkan karena sifat dari objek berikut: Mengkondisikan Panca dvara
dapat mempengaruhi menjadi negatif. dalam hal yang positif akan berdampak pada
Praktik sila mengajarkan umat hal yang positif dengan cara selalu
Buddha Kecamatan Kaloran Kabupaten mengontrol dan menyadari setiap objek
Temanggung Jawa Tengah untuk selalu yang diterima oleh pintu indra. Pengedalian
berbuat baik. Melalui praktik sila tersebut prilaku seseorang dalam kehidupan
dapat digunakan oleh umat Buddha bermasyarakat Kewaspadaan dan kesabaran
Kecamatan Kaloran Kabupaten dalam menjaga objek terima oleh indra.
Temanggung Jawa Tengah sebagai dasar Pelatihan sila untuk meningkatkan moralitas
melakukan samdhi untuk ketenangan yang baik.
batin. Dengan ketenangan batin yang
sudah dimiliki maka umat buddha dapat
memiliki keseimbangan batin. Selanjutnya Daftar Pustaka
harus melakukan pengembangan- Ashin Kundalābhivamsa, 2000. Kehidupan
pengembangan kesadaran pikiran atau mulia ini This noble life.
proses berfikir yang disebut sebagi vitthi.
Perbuatan benar merupakan Tangerang Vihara Padumuttara
perbuatan yang tidak melanggar dari norma

Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya


Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan 51

Bodhi, 2011. Kumpulan Kotbah sang Nyanaponika. 2005. Empat Keadaan


Buddha dari Konon Pali.Jakarta. Batin Luhur Perenungan Terhadap
DhammaCitta. Cinta Kasih, Welas Asih Turut
Bahagia, dan Keseimbangan Batin.
Cornelis Wowor. (2005). Pandangan Sosial
Yogyakarta. Vidyāsenā Production
Agama Buddha. Vihara Tanah
Vihāra Vidyāloka.
Putih, Semarang.
Mehm Tin Mon, 2014. The Esense Of
Dhammadiro, 2005. Pustaka Dhammapada Buddha Abhidhamma. Yayasan
Pali-Indonesia Sangha Theravada
Hadaya Vatthu. Jakarta
Indonesia. Jakarta.Sangha
theravada Indonesia Sikkhānanda, 2011. Dasar-Dasar
Abhidhamma Citta dan Cetasika
Dhammasiri, 2015. Karma dan Kelahiran (Kesadaran dan faktor mental
Kembali. Landasan Filsafat Moral
Dipersembahkan sebagai Dana
Agama Buddha. Jakarta
Dhamma. Hmawbi, Myanmar.
Ferry Chu, 2010. Komentar Anattalakkhana Chanmyay Yeiktha Meditation
Sutta Malukyaputta sutta Ariyavasa Center.
Sutta. Jakarta. Dhammacittapress.
Henry K.L dan Agus Wiyono. 2000. Sang
Trj. Ven Mahasi Sayadaw. 1993.
Buddha Dan Ajaran-Nya Bagian I.
Ariyavasa sutta. Yangon.
Trj.Ven Narada Mahatera. Jakarta.
Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Yayasan Hadaya Vatthu.
Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Salemba Willy Yandi Wijaya, 2011. Perbuatan
Benar. Yogyakarta. Vidyāsenā
J. Effendie Tanumihardja, Sapardi, Heryno. Production Vihāra Vidyāloka.
2016. Buku ajar mata kuliah wajib
Hendra Wijaya, 2013. Kitab Suci Agama
umum Pendidikan Agama Buddha.
Buddha Dhammapada Syair
Jakarta.Direktorat Jenderal
Kenbenaran. Jakarta.Ehipassiko
Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Foundation.
Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia.
Jurnal Ilmiah Media Processor Vol.9
No.2, Juni 2014 ISSN 1907-6738.
Program StudiTeknik informatika,
STIKOM DinamikaBangsa Jambi
Jl. JendralSudirman, Thehok -
Jambi
Lanny Anggawati, Wena Cintiawati. 1999.
Sutta Nipata Kitab Suci Agama Buddha.
Trj. The sutta Nipata.
Klaten. Vihara Bodhivamsa.
Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Nasution, M.A. 1996. Metode Penelitian
Naturalistik Kualitatif. Bandung:,
Transito.

Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat


52 Volume VI No. 1 September 201

Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya

Anda mungkin juga menyukai