Daftar Isi
Daftar Isi............................................................................................................................. i
BAB I URAIAN PENGANTAR PROFESI KEPENDIDIKAN.........................................1
A. Berbagai Masalah yang Berpengaruh pada Pendidikan.............................................1
B. Isu yang Berkembang di Masyarakat......................................................................... 3
C. Perubahan Paradigma................................................................................................ 4
D. Visi Pendidikan......................................................................................................... 5
E. Keberhasilan Pendidikan Dewasa Ini......................................................................... 8
F. Masalah yang Perlu Diatasi........................................................................................ 9
BAB II PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA BIDANG PENDIDIKAN .10
A. Pendahuluan......................................................................................................... 10
B. Peran Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Sumber Daya Manusia..................10
C. Pengembangan Sumber Daya Manusia Yang Berorientasi Pada Peningkatan
Kualitas Dan Ketercapaian Tujuan Pendidikan Nasional.............................................12
BAB III PROFESIONALISME GURU........................................................................... 20
A. Pendahuluan......................................................................................................... 20
B. Hakikat Profesi Guru............................................................................................ 22
C. Guru Sebagai Contoh (Suri Teladan).................................................................... 24
D. Kompetensi dan Tugas Guru................................................................................ 26
E. Peranan Guru dalam Pembelajaran Tatap Muka................................................... 33
BAB IV............................................................................................................................ 36
MEREKONSTRUKSI MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN MELALUI
PENGUBAHAN SISTEM PENGELOLAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH................36
A. Misi Pendidikan Persekolahan.............................................................................. 36
B. Sekolah Sebagai Sarana Rekonstruksi Masyarakat............................................... 37
C. Pengaruh Eksternal dan Internal dalam Pengelolaan Pendidikan..........................38
D. Pendidikan di Sekolah dengan Sistem Desentralisasi........................................... 39
E. Program Kegiatan yang Perlu Dikedepankan....................................................... 39
BAB V USAHA PENGEMBANGAN GURU SEBAGAI TENAGA PENDIDIKAN....41
A. Usaha-Usaha Pengembangan Guru....................................................................... 41
B. Dasar Pengembangan Profesi Guru......................................................................... 43
C. Perlunya preservice, inservice-training dan upgrading dalam pendidikan..............46
BAB VI KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU................................................. 54
A. Pendahuluan......................................................................................................... 54
B. Kompetensi Profesionalisme Guru....................................................................... 54
ii
C. Uji Kompetensi Guru............................................................................................. 68
BAB VII REFORMASI PENDIDIKAN.......................................................................... 71
A. Pendahuluan......................................................................................................... 71
B. Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Paradigma Baru Pengelolaan Pendidikan 73
C. Menuju Otonomi Pada Tingkat Sekolah – sekolah............................................... 78
D. Pengelolaan Pendidikan Pada Tingkat Sekolah.................................................... 84
E. Pemberdayaan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan....................................... 86
BAB VIII PERAN TEKNOLOGI DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI
INDONESIA.................................................................................................................... 96
A. Pengertian Dan Perkembangan Teknologi Dalam Dunia Pendidikan...................96
B. Implementasi Teknologi Dalam Perkembangan Pendidikan Di Indonesia...........99
C. Dampak Teknologi Informasi Dalam Perkembangan Pendidikan Di Indonesia . 104
BAB IX PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN DI
ERA TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI............................................. 108
A. Teori-teori yang Berkaitan dengan Sumber Belajar............................................ 108
B. Pengertian Media................................................................................................ 113
C. Jenis dan Klasifikasi Media................................................................................ 114
D. Peran Media........................................................................................................ 116
E. Media yang Tidak Diproyeksikan....................................................................... 120
F. Media yang Diproyeksikan (Projected Media)................................................... 127
Format Video............................................................................................................ 132
G. Internet Dan E-Mail.............................................................................................. 135
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 137
iii
BAB I
URAIAN PENGANTAR PROFESI KEPENDIDIKAN
Dewasa ini bangsa Indonesia dilanda berbagai krisis, baik krisis ekonomi, krisis
moneter, krisis politik, maupun krisis kepercayaan. Hal ini mengundang berbagai
gejolak dalam masyarakat, misalnya kurang terjaminnya kemanan diri apalagi di
daerah pertikaian antasuku, antaragama yang dikhawatirkan menjadi awal
kehancuran dan runtuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Gejolak
lain adalah munculnya tuntutan masyarakat dalam berbagai demonstrasi yang
menuntut hak dan keadilan. Berbagai tuntutan dan demonstrasi ini seakan menjadi
fenomena yang lumrah di negara kita.
Pendidikan sebagai suatu sistem pencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan
pada berbagai persoalan, baik ekonomi, sosial, dan budaya, maupun politik. Pada
arus global, kita dihadapkan dengan tantangan globalisasi berupa peniadaan sekat-
sekat ideologis, politik, budaya, informasi, dan sebagainya. Kita menyaksikan
pesona peradaban yang disatukan oleh corak budaya yang sama, ekonomi yang
sama, bahkan substansi kehidupan yang nyaris sama yang disebut globalisasi.
Istilah global seolah mengajak kita berhadapan dengan suatu media globe yang
akan terlihat seluruh daratan dan lautan, negara, serta pulau yang tidak dibatasi
olesh sesuatu apapun. Demikian globalisasi, yang dalam perspektif perjalanannya
menawarkan sebah fenomena baru di rentang sejarah peradaban manusia. Dahulu
peradaban manusia tidak dapat diketahui, sekarang dengan perkembangan
teknologi di era globalisasi, apa yang terjadi di belahan bumi timur terakses
kemana-mana dalam batas waktu relatif singkat. Ini menjadi tugas kita agar dapat
memecahkan berbagai masalah yang berkembang di era globalisasi melalaui
pendidikan.
Berkenaan dengan hal tersebut, kita memiliki agenda masa depan ,untuk membuat
tatanan internal baru dalam tubuh bangsa Indonesia yaitu reformasi. Reformasi
menjadi bentuk pertaubatan kita secara total terhadap berbagai kesalahan yang kita
1
lakukan selama ini. Reformasi harus berjalan hikmat, sistematis, dan tepat pada
sasaran yang diinginkan. Reformasi berarti perubahan dengan tetap meperhatikan
pendahulu kita. Apapun bentuknya, pembangunan merupakan jalan menuju
sebuah perubahan, dan dalam konteks sosiologis perubahan harus berjalan seiring
dengan berbagai sistem yang menjadi komponen perubahan itu sendiri.
2
Agar pengembangan pendidikan dengan strategi Tri-Kon dapat berjalan,
pelaksanaan otonomi pendidikan merupakan tawaran yang perlu diterapkan dan
dikembangkan dengan baik.
3
diaplikasikan. Di sisi lain, indikator peran rakyat atau masyarakat juga ikut
menentukan tentang demokratisasi manajemen pemerintahan. Kekuasaan dan
peran masyarakat amat menentukan corak dan demokrasi atau pelaksanaan sistem
desentralisasi.
C. Perubahan Paradigma
4
dengan sistem yang mengutamakan kepentingan rakyat. Kedaulatan rakyat menjadi
pertimbangan pertama jika menginginkan tatanan pemerintahan yang demokratis.
d. Perubahan sistem pemerintahan yang membatasi pada batas dan aturan yang
mengikat suatu negara yang jelas menjadi tatanan pemerintahan yang cenderung
Boundaryless Organization (pengorganisasian tanpa batas). Sering kali
dikemukakan bahwa sekarang ini merupakan zamannya tata manajemen
pemerintahan yang cenderung dipengaruhi oleh tata aturan global. Ada yang
menyatakan hal ini merupakan paradigma akhir dari negara nasional/ The End of
National State.
D. Visi Pendidikan
5
Sehubungan dengan situasi yang disebutkan di atas, sekaligus sebagai dorongan
permasalahan di bidang pendidikan, maka visi pendidikan hendaknya diarahkan
untuk menyesuaikan terhadap perubahan paradigma tesebut. Pelaksanaan
pendidikan selama ini yang banyak diwarnai dengan pendekatan sarwa negara
(state driven) di masa yang akan datang harus berorientasi pada aspirasi
masyarrakat (putting customers first). Pendidikan harus mampu mengenali siapa
pelanggannya, dan dari pengenalan ini pendidikan memahami apa aspirasi dan
kebutuhannya (need assessment). Setelah mengetahui aspirasi dan kebutuhan
mereka, baru ditentukan sistem pendidikan, macam kurikulumnya, dan
persyaratan pengajarnya.
6
bangsa Indonesia tidak akan ketinggalan dengan percaturan perkembangan ilmu
pengetahuan yang ada di belahan dunia luar Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan Visi Pendidikan Nasional dan sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Misi
Pendidikan Nasional adalah:
7
e) Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks NKRI.
Banyaknya lulusan lembaga pendidikan formal, baik dari tingkat sekolah menengah
maupun dari perguruan tinggi, terkesan belum mampu mengembangkan kreatifitas
dalam kehidupan mereka. Lulusan sekolah menengah sukar untuk bekerja di sektor
formal, karena belum memiliki keterampilan khusus. Bagi sarjana, mereka yang
8
dapat berperan secara aktif dalam bekerja di sektor formal terbilang hanya sedikit.
Keahlian dan profesionalisasi yang melekat pada lembaga pendidikan tinggi
terkesan hanyalah simbol belaka.
Memperhatikan berbagai kondisi pendidikan dewasa ini, maka hal yang perlu
dikedepankan yaitu :
Dua hal ini merupakan persoalan yang memerlukan pencerahan dari berbagai
pakar dan praktisi serta akademisi pendidikan.
9
BAB II
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
BIDANG PENDIDIKAN
A. Pendahuluan
Pendidikan diyakini sebagai salah satu bidang yang memiliki peran penting
dan strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Bahkan menjadi faktor dominan
di dalam proses peningkatan kecerdasan bangsa. Betapa penting dan strategis
peranan pendidikan di dalam pembangunan bangsa, hal tersebut telah diakuai
sejak dirumuskannya UUD 1945. Tanpa bangsa yang cerdas tidak mungkin
bangsa itu ikut serta dalam percaturan global.
Secara umum, terdapat dua orientasi pendidikan dalam pembangunan
bangsa, yaitu orientasi individual dan orientasi masyarakat. Orientasi individual,
pendidikan berperan dalam pembentukan insan terdidik (educated person) yaitu
melalui proses pengembangan potensi diri. Kemampun yang dimiliki oleh insan
terdidik merupakan sarana bagi pemahaman diri dan lingkungan, upaya adaptasi
dan partisipasi dalam perubahan, pelaku utama bagi perubahan (inovator), dan
memiliki orientasi prediktif dan antisipatif. Dengan demikian, manusia terdidik
10
dapat menjadi anutan bagi yang lainya (reference behavior) dan memiliki andil
dalam membangun masyarakat (society building). Untuk itu, manusia terdidik
harus memiliki keunggulan partisipatif bagi terwujudnya transformasi sosial yang
menyeluruh.
Sedangkan orientasi masyarakat, pendidikan memiliki tiga peran utama
yakni sebagai agen konservatif (agent of conservation), agen inovatif (agent of
innovation), dan agen perubahan (agent of change). Sebagai agen konservatif,
pendidikan secara operasional praktis melalui kegiatan pembelajaran yang
berorientasi pada penanaman dan pelestarian nilai-nilai sosial-budaya asli
(indigeneous) yang memiliki ketangguhan dan ketahanan (homeostatic). Dengan
demikian, masyarakat akan memiliki jati diri dalam menyikapi arus globalisasi.
Sebagai agen inovatif, pendidikan memiliki peran dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan, mendesiminasikan, mensosialisasikan, dan
mengaplikasikannya. Melalui perannya tersebut, pendidikan akan menghasilkan
masyarakat pembelajar (learning society) yang diekspresikan dengan gemar
mencari informasi, menggunakan, dan mengkomunikasikannya. Sedangkan
sebagai agen perubahan, pendidikan memiliki konsekuensi terhadap aplikasi dari
produk inovasi pendidikan, sehingga pendidikan menjadi katalisator bagi
terjadinya transformasi sosial. Pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa
sekarang, melainkan bersifat dinamis dan antisipatif bagi terjadinya perubahan.
Dengan beberapa peran yang dimilikinya tersebut, pendidikan dituntut
memiliki sumber daya pendidikan untuk mempersiapkan pelaku-pelaku
perubahan yang tangguh, unggul, partisipatif, dan kompetitif. Sumber daya
pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan
pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan
prasarana (UURI No. 20 Tahun 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya, dalam pembahasan
ini, tenaga kependidikan dipakai istilah sumber daya manusia pada bidang
pendidikan.
Mengingat peran penting dan strategis bidang pendidikan, maka
pengembangan sumber daya manusia pada bidang ini menjadi tuntutan, baik
11
tuntutan yuridis formal dan teknis operasionalnya maupun tuntutan penguasaan
teoretis dan praktik empiris. Pertanyaannya adalah bagamana pengembangan
sumber daya manusia yang berorientasi pada peningkatan kualitas dan
ketercapaian tujuan pendidikan nasional?
12
Selain itu, Hasibuan (2007: 69) mengemukakan bahwa pengembangan
adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoretis, konseptual,
dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui
pendidikan dan latihan. Sedangkan menurut Bella, pendidikan dan latihan sama
dengan pengembangan yaitu merupakan proses peningkatan keterampilan kerja,
baik secara teknis maupun manajerial. Dimana, pendidikan berorientasi pada teori
dan berlangsung lama, sedangkan latihan berorientasi pada praktek dengan waktu
relatif singkat.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secra aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UURI No. 20 Th. 2003: 2). Sedangkan
latihan, secara implisit menjadi bagian dari pendidikan.
SDM adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang
dimiliki individu (Hasibuan, 2007:243). Selanjutnya dijelaskan bahwa daya pikir
adalah kecerdasan yang dibawa lahir (modal dasar) sedangkan kecakapan adalah
diperoleh dari usaha pendidikan. Daya fisik adalah kekuatan dan ketahanan
seseorang untuk melakukan pekerjaan atau melaksanakan tugas yang diembannya.
Dengan demikian, SDM bidang pendidikan adalah kompetensi fungsional yang
dimiliki tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugasnya.
Di dalam melaksanakan tugasnya, SDM dituntut mengaktualisasikan
kemampuannya, baik daya fikir maupun daya fisik secara terintagrasi. Namun
demikian, kedua kemampuan tersebut saja tidak cukup, melainkan harus
diimbangi dengan kecerdasan emosional (Emotional Intellegence). Manakala kita
memandang duni pekerjaan adalah sebagai suatu masyarakat, maka kecerdasan
emosional sangat diperlukan untuk mengenal dan memahami diri sendiri serta
rekan kerja. Menurut Goleman (1996), kecerdasan emosional memiliki
keunggulan dibandingkan kecerdasan intelektual, jika dasar penentunya adalah
keberhasilan hidup di tengah masyarakat.
SDM yang berkualitas yang dibutuhkan diperoleh melalui proses, sehingga
dibutuhkan suatu program pendidikan dan pelatihan untuk mempersiapkan dan
13
pengembangan kualitas SDM yang sesuai dengan transformasi sosial. Menurut
Tilaar (1998), terdapat tiga tuntutan terhadap SDM bidang pendidikan dalam era
globalisasi, yaitu: SDM yang unggul, SDM yang terus belajar, dan SDM yang
memiliki nilai-nilai indigeneous. Terpenuhinya ketiga tuntutan tersebut dapat
dicapai melalui pengembangan SDM.
Dalam upaya pengembangan SDM hendaknya berdasarkan kepada prinsip
peningkatan kualitas dan kemampuan kerja. Terdapat beberapa tujuan
pengembangan SDM, di antaranya adalah: (1) meningkatkan kompetensi secara
konseptual dan tehnikal; (2) meningkatkan produktivitas kerja; (3) meningkatkan
efisiensi dan efektivitas; (4) meningkatkan status dan karier kerja; (5)
meningkatkan pelayanan terhadap klient; (6) meningkatkan moral-etis; dan (7)
meningkatkan kesejahteraan.
Berdasarkan penuturan Hasibuan (2007: 72-73), terdapat dua jenis
pengembangan SDM, yaitu: pengembangan SDM secara formal dan secara
informal. Pertama, pengembangan SDM secara formal yaitu SDM yang
ditugaskan oleh lembaga untuk mengikuti pendidikan atau latihan, baik yang
dilaksanakan oleh lembaga tersebut maupun lembaga diklat. Pengembangan SDM
secara formal dilakukan karena tuntutan tugas saat ini maupun masa yang akan
datang. Dengan demikian, jenis pengembangan ini dapat memenuhi kebutuhan
kompetensi SDM yang bersifat empirical needs dan predictive needs bagi
eksistensi dan keberlanjutan lembaga.
Kedua, pengembangan SDM secara informal yaitu pengembangan kualitas
SDM secara individual berdasarkan kesadaran dan keinginan sendiri untuk
meningkatkan kualitas diri sehubungan dengan tugasnya. Banyak cara yang dapat
dilakuklan SDM untuk meningkatkan kemampuannya, namun jenis
pengembangan ini memerlukan motivasi intrinsik yang kuat dan kemampuan
mengakses sumbersumber informasi sebagai sumber belajar.
Terdapat lima domain penting dalam pengembangan SDM bidang pendidikan,
yaitu: profesionalitas, daya kompetitif, kompetensi fungsional, keunggulan
partisipatif, dan kerja sama. Dimilikinya kemampuan terhadap kelima domain
tersebut merupakan modal utama bagi SDM dalam menghadapi masyarakat ilmu
14
(Knowledge Society) yang dinamis. Asumsi yang mendasari pentingnya kelima
domain tersebut adalah sebagai berikut.
a) Profesionalitas
Profesionalitas adalah tingkatan kualitas atau kemampuan yang
dimiliki SDM dalam melaksanakan profesinya. Sedangkan
profesionalisme adalah penyikapan terhadap profesi dan profesionalitas
yang dimilikinya. SDM yang profesional adalah mereka yang memiliki
keahlian dan keterampilan melalui proses pendidikan dan latihan.
Kemampuan tersebut meliputi kemampuan teknik dan kemampuan
konseptual dalam memberikan layanan formal sesuai dengan profesi dan
keahliannya. Berdasarkan kemampuan SDM dalam melaksanakan
tugasnya tersebut, maka masyarakat akan mengakui dan menghargainya.
Dengan kata lain, penghargaan dan pengakuan masyarakat bergantung
kepada keprofesionalan SDM.
Pengakuan masyarakat terhadap suatu profesi bersifat merit,
sehingga menuntut SDM yang berkualitas. SDM bidang pendidikan,
mereka bekerja dalam suatu masyarakat profesional (profesional
community) yang menuntut kejujuran profesional agar dapat memberikan
layanan profesi sesuai dengan harapan masyarakat. Namun demikian,
kejujuran profesional perlu disikapi dengan upaya meningkatkan
profesionalitas. Untuk itu, pengembangan SDM ke arah profesional
merupakan langkah strategis.
SDM yang melaksanakan profesinya berlandaskan profesionalisme
memiliki kemampuan untuk menyelaraskan kemampuan dirinya dengan
visi dan misi lembaga. Artinya, SDM tersebut akan mengaktualisasikan
seluruh potensi yang ada dan mendayagunakannya dalam memberikan
layanan kepada masyarakat, sehingga masyarakat merasakan manfaat dan
mengakui keberadaannya.
15
b) Daya Kompetitif
SDM yang memiliki daya kompetitif adalah mereka yang memiliki
kemampuan ikut serta dalam persaingan. Apabila kita memandang bahwa
melaksanakan tugas adalah suatu persaingan, maka SDM yang memiliki
daya kompetitif adalah mereka yang dapat berfikir kreatif dan produktif.
SDM yang berfikir kreatif dapat bersaing dan dapat memunculkan kreasi-
kreasi baru. Berfikir kreatif dilandasi dengan kemampuan berfikir
eksponensial dan mengeksplorasi berbagai komponen secara tekun dan
ulet hingga menghasilkan suatu inovasi.
SDM yang inovatif tidak hanya terbatas pada kemampuan
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugasnya, melainkan kemampuan
mencari dan menggunakan cara baru dalam menyelesaikan tugasnya
tersebut. Sikap tekun dan ulet dalam melaksankan tugas hanya dapat
menghasilkan prestasi temporer, sedangkan tekun dan ulet dalam berfikir
kreatif akan menghasilkan pertasi berkelanjutan.
Salah satu sifat SDM yang inovatif adalah mereka yang tidak
merasa puas dengan apa yang telah dikerjakan dan dihasilkannya,
melainkan merasa penasaran atas kinerjanya. SDM yang inovatif hanya
dapat dihasilkan melalui proses pengembangan kemampuan berfikir
kreatif (creative thinking). Artinya, SDM yang memiliki daya kompetitif
harus memiliki kecerdasan intelektual agar dapat memiliki banyak
alternatif dalam memilih dan menentukan strategi yang tepat.
c) Kompetensi fungsional
Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk
melaksanakan profesinya. Sesungguhnya kompetensi tersebut merupakan
suatu sistem pengetahuan yang terdiri atas pengetahuan konseptual,
pengetahuan teknik, pengetahuan menyeleksi, dan pengetahuan
memanfaatkan. Apabila seluruh pengetahuan tersebut diaktualisasikan
secara simultan, maka manfaatnya dapat dirasakan baik oleh yang
bersangkutan maupun oleh masayarakat.
16
Kompetensi pada tiga tataran pertama, yaitu kemampuan:
konseptual, teknik, dan memutuskan merupakan kompetensi potensial.
Sedangkan kompetensi pada tataran aplikasi tepat waktu dan tepat
sasaran, itulah kompetensi fungsional. Kompetensi fungsional akan
menunjukkan efektivitasnya manakala SDM memiliki motivasi yaitu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik berkaitan
erat dengan etos kerja, sedangkan motivasi ekstrinsik dapat berasal dari
rekan kerja, lembaga, dan masyarakat.
SDM yang memiliki kompetensi fungsional adalah mereka yang
memiliki kemampuan dalam mendayagunakan potensi diri (kompetensi
potensial) yang disumbangkan (kemampuan mengaplikasikan secara
tepat) dalam melaksanakan tugas atau profesinya. Untuk itu,
pengembangan SDM bidang pendidikan dengan memberikan motivasi
merupakan salah satu strategi yang dapat dipilih. Motivasi tersebut
mungkin berupa posisi atau salary. Menurut Tilaar ( 1996: 343),
pengembangan SDM selain meningkatkan kemampuan profesional juga
meningkatkan posisi dan pendapatan.
d) Keunggulan partisipatif
SDM unggul adalah SDM berkualitas yang memiliki kemampuan
lebih dibandingkan dengan yang lainnya. Mereka dapat mengembangkan
potensi diri dan sumber daya lainnya seoptimal mungkin. Dengan
kemampuannya tersebut, SDM yang unggul dapat mencapai prestasi
untuk kemajuan dirinya, lembaga, bangsa dan negara. Mereka yang
memiliki keunggulan dapat survive dalam kehidupan yang kompetitif,
karena mereka memiliki banyak pilihan dan kecerdasan untuk mengambil
keputusan yang tepat. Terapat dua jenia SDM unggul, yaitu: keunggulan
individualistik dan keunggulan partisipatoris.
SDM unggul secara individualistik adalah mereka yang
memanfaatkan kemampuan dirinya untuk kepentingan pribadi. Hal ini
sangat berbahaya, karena SDM yang unggul individualistik dapat
melahirkan manusia tipe homo homini lupus. Sedangkan SDM unggul
17
secara partisipatoris adalah mereka yang memiliki keunggulan dalam
mengembangkan potensi diri untuk ikut berpartisipasi dalam kehidupan,
baik yang bersifat kompetitif maupun kooperatif dan solidaritas sosial.
Dengan demikian, pengembangan SDM bidang pendidikan adalah
upaya peningkatan kualitas SDM yang unggul partisipatoris. Untuk itu,
sangat penting kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual
dikembangkan secara terintegratif, karena akan menjadi kekuatan sinergis
dalam melaksanakan tugas.
e) Kerja Sama
Kemampuan kerja sama (teamwork) sangat penting di era
globalisasi, karena dengan kemampuan tersebut akan menjadi kekuatan
potensial bagi suatu organisasi atau institusi. Sesungguhnya, era
globalisasi bersifat potensial yang menuntut kemampuan menyeleksi dan
mendayagunakannya agar teraktualisasikan hingga bernilai guna. Salah
satu upaya mengatualisasikan potensi tersebut adalah melalui kerja sama.
Namun demikian, aspek penting dalam proses seleksi dan
memanfaatkan potensi tersebut adalah kemampuan menyelaraskannya
dengan nilai-nilai indigeneous. Pada tataran praktis operasional, SDM
yang memiliki nilai-nilai indigeneous tersebut adalah memahami visi dan
misi lembaga, serta merefleksikannya dalam pelaksanaan tugas.
SDM yang memiliki kemampuan kerja sama harus diimbangi
dengan kemampuan untuk mengembangkan jaringan-jaringan kerja sama
(network). Pentingnya jaringan kerja sama dan kerja sama menjadi
katalisator bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi kerja. Kemampuan
yang dibutuhkan dalam kerja sama adalah mengembangkan kemampuan
untuk mengintegrasikan kemampuan diri dengan kemampuan mitra kerja
terhadap orientasi kerja sama.
Untuk itu, pengembangan pada aspek dedikasi, disiplin, dan
kejujuran sangat mutlak dalam suatu kerja sama, termasuk jujur terhadap
kemampuan diri. Pentingnya sikap jujur dalam suatu kerja sama
18
dikemukakan Fukuyama (1996), tanpa kejujuran tidak mungkin seseorang
dapat melakukan bekerja sama dengan baik.
Pengembangan SDM bidang pendidikan pada domain ini adalah
peningkatan kemampuan mencari jaringan kerja sama dan melaksanakan
kerja sama dengan berlandasankan kepada dedikasi, disiplin, dan jujur
serta moral-etis. Dengan demikian, SDM memiliki jati diri sesuai dengan
visi dan misi lembaga.
19
BAB III
PROFESIONALISME GURU
A. Pendahuluan
20
profesional karena telah terbukti memiliki kecakapan yang layak dan
memperoleh pendapatan yang layak pula.
Program sertifikasi guru untuk menciptakan profesionalisme tentu
dapat dikatakan tidak berhasil apabila dalam pelaksanaannya guru tidak
enganggap tujuan utama program ini sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan nasional, tetapi hanya menganggap sebagai suatu tujuan
untuk memiliki sertifikat demi mendapatkan tunjangan profesi.
Jika guru memiliki pemikiran seperti itu, tentu seorang guru tidak akan
memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas dan keahliannya. Bahkan,
idak menutup kemungkinan seorang guru akan mengejar sertifikasi melalui
perbuatan yang tidak terpuji dengan cara yang tidak jujur dan menghalalkan
segala cara.
Harapan kita, peningkatan kecakapan dan keahlian guru demi
kemajuan pendidikan nasional tetap menjadi prioritas utama dalam program
sertifikasi. Peningkatkan kecakapan dan keahlian seorang guru dapat
diupayakan dengan berbagai cara: melanjutkan pendidikan, membiasakan
gemar membaca, mengikuti seminar, melaksanakan Penelitian Tindakan
Kelas, atau mengaktifkan diri dalam kegiatan Kelompok Kerja Guru. Satu
hal yang sangat penting, seorang guru harus memiliki visi, misi, dan
kemauan yang kuat untuk menjadikan profesi guru sebagai profesi yang
dihargai dan disejajarkan dengan profesi mulia lainnya.
Guru harus mampu membuktikan bahwa profesinya layak untuk
dihargai dan dihormati karena guru merupakan tulang punggung dalam
mencerdaskan bangsa. Profesionalisme guru harus dibangun oleh dua pihak
secara bersama-sama, yaitu guru sebagai pihak yang dituntut memiliki
kecakapan dan keahlian serta pemerintah sebagai pihak yang dituntut untuk
memberikan penghasilan yang layak kepada guru. Intinya, guru dan
pemerintah harus memberikan kontribusi positif ke arah perbaikan mutu
pendidikan.
Hal yang dibutuhkan sekarang adalah kemauan dan kemampuan guru
dalam memacu potensi dirinya agar sesuai dengan standar kecakapan yang
telah ditetapkan. Kemudian adanya kemauan, kemampuan, serta keseriusan
21
pemerintah dengan segala kebijakannya dalam upaya meningkatkan mutu
dan mewujudkan standar penghasilan yang layak bagi guru. Satu hal yang
tidak boleh dilupakan juga bahwa keprofesionalismean seorang guru tentu
akan terwujud jika dilandasi sikap yang bertanggung jawab dan jujur.
22
ahli hukum, seperti jaksa, hakim, dan pengacara. Profesi seseorang yang
mendalami keperawatan adalah perawat. Sementara itu, seseorang yang
menggeluti dunia pendidikan (mendidik dan mengajar) adalah guru, dan
berbagai profesi lainnya.
Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleks,
maka dari itu profesi memiliki ciri khusus dalam pelaksanaannya. Glenn
Langford dalam Alma Buchari, (2010: 120) mengemukakan ciri profesi
sebagai berikut:
1) Payment (bersifat bayaran)
2) Knowledge and skill (memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
luas)
3) Responsibility purpose (memiliki tanggung jawab sebagai agen,
pribadi, sosial dan tanggung jawab sebagai pengembang misi untuk
mencapai tujuan)
4) The profession ideal services (memberi pelayanan yang tepat)
5) Unity (memiliki kesatuan dalam upaya mencapai tujuan)
6) Recognition (memperoleh pengakuan dari masyarakat)
Berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi
adalah suatu keahlian (skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu
yang mensyaratkan kompetensi (pengetahuan, sikap, dan keterampilan)
tertentu secara khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang
intensif. Profesi dapat didapatkan melalui pendidikan dan latihan dengan
waktu yang lama. Dengan demikian, profesi guru adalah keahlian dan
kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan
yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan
hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai
pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam
pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut
secara efektif dan efisien serta berhasil guna.
Syarat-syarat khusus diperlukan untuk mejadi seorang guru, terutama
untuk menjadi seorang guru yang profesional harus menguasai seluk beluk
pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang
23
perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau
pendidikan prajabatan. Usman (2011: 6), mengatakan bahwa guru adalah
profesi atau jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru.
Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian
untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru.
Guru dituntut mampu mengelola proses belajar-mengajar yang dapat
memberikan rangsangan kepada siswa, sehingga siswa memiliki keinginan
yang tinggi untuk belajar. Mulyasa (2010: 35), mengatakan bahwa minat,
bakat, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki siswa tidak akan
berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu
memperhatikan siswa secara individual, karena antara satu siswa dengan
siswa lainnya memiliki perbedaan yang mendasar. Guru pula yang
memberikan dorongan agar siswa berani berbuat benar, dan membiasakan
mereka bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya. Untuk itu profesi
guru ini sangat menuntut kesabaran, kreatifitas dan profesionalisme.
24
sikap, perilaku, tutur kata, mental, maupun yang terkait dengan akhlak yang
moral yang patut dijadikan contoh peserta didik.
Lebih jauh Abdullah Nashi Ulwan dalam Dwi astuti (2006)
memberikan resep untuk membentuk keteladanan guru dan orang tua dalam
membentuk kepribadian anak, keteladanan anak meliputi kejujuran, amanah,
ifah ( menjaga diri dari perbuatan yang tidak di Ridhoi ), pemberian kasih
sayang, perhatian, menyediakan sekolah yang cocok, dan memilihkan teman
bagi anaknya.
Guru sebagai teladan bagi siswa adalah guru yang harus mempunyai
keteladanan yang lebih dari siswanya, guru juga harus memiliki sikap,
perilaku, moral yang baik, sopan santun, etitut, dan bersikap baik, semua itu
akan di contoh oleh pendidik kita. Guru juga harus selalu mengajarkan
kepada siswa sifat – sifat keteladanan yang baik tetapi bukan hanya guru
saja yang mengajarkan tetapi orang tua juga harus terlibat tentang anaknya.
Pengajaran orang tua ke anaknya sama besar guru mengajarkan anak didik
di sekolahan. Ciri – ciri guru yang baik, yaitu:
a) Memahami dan menghormati anak didik.
b) Menghormati bahan belajar yang diberikannya.
c) Menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran.
d) Menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu.
e) Mengaktifkan siswa dalam konteks belajar.
f) Member pengertian dan bukan hanya kata – kata belakang.
25
f) Mencerminkan komitmen pada pekerjaan mereka.
g) Belajar dari berbagai modal.
1. Kompetensi Guru
Perbedaan pokok antara profesi guru dengan profesi lainnya terletak
dalam tugas dan tanggung jawabnya. Tugas dan tanggung jawab tersebut
erat kaitannya dengan kemampuan-kemampuan yang di syaratkan untuk
memangku profesi tersebut. Kemampuan tersebut tidak lain ialah
kompetensi guru.
Di dalam bahasa Inggris terdapat tiga peristilahan yang mengandung
makna apa yang dimaksudkan dengan perkataan kompetensi itu. Berikut
tiga peristilahan tersebut:
• “competence (n) is being competent, ability (to do the work)”
• competent (adj.) refers to (persons) having ability, power, authority,
skill, knowledge, etc. (to do what is needed)
• “competency is rational performance which satisfactorily meets the
objectives for a desired condition”
Dijelaskan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang guru dan dosen bahwa, “kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya.” Maka dari itu kompetensi dapat dilihat dalam dua
konteks, yang pertama merupakan indikator kemampuan yang menunjukkan
kepada perbuatan yang dapat diobservasi. Kedua, kompetensi sebagai
konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif dan afektif sesuai dengan tahap
pelaksanaannya istilah kompetensi sebenarnya memilik banyak makna
sebagaimana yang dikutip oleh Mulyasa.E dalam bukunya yang berjudul
Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru dari beberapa pendapat, antara lain
Broke dan Stone “kompetensi adalah descriptive of qualitative nature or
teacher behavior appear to be entirely meaningfull” merupakan
26
gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak berarti,
sementara Charles mengemukakan bahwa “kompetensi merupakan perilaku
yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan
kondisi yang diharapkan”.
Dari uraian di atas, nampak bahwa kompetensi mengacu pada
kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan.
Kompetensi guru merujuk kepada performance dan perbuatan yang rasional
untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas
pendidikan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan,
sedangkan performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya
dapat diamati, tetapi mencakup sesuatu yang tidak kasat mata.
Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di
samping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi yang ditetapkan dalam
posedur dan sistem pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan
dimaknai sebagai perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan
investigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian yang
mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan
tertentu secara efektif dan efisien.
Kompetensi dipandang sebagai pilar atau teras kinerja dari suatu
profesi. Hal ini mengandung implikasi bahwa seorang profesional yang
kompeten itu harus dapat menunjukkan karakteristik utamanya, antara lain:
27
ditoleransikan dan kriteria keberhasilan yang dapat diterima dari apa
yang dilakukannya (the minimal acceptable performances).
e) Memiliki daya (motivasi) dan citra (aspirasi) unggulan dalam
melakukan tugas pekerjaannya.
f) Memiliki kewenangan (otoritas) yang memancar atas penguasaan
perangkat kompetensinya yang dalam batas tertentu dapat
didemonstrasikan dan teruji, sehingga memperoleh pengakuan pihak
berwenang.
Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan
personal,keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah
membentuk kompetensi standar profesi guru. Kompetensi standar guru
mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap siswa, pembelajaran
yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme.
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kompetensii adalah gambaran kualifikasi seseorang, baik yang sifatnya
kualitatif maupun yang kuantitatif dalam melaksanakan profesi yang
digelutinya berdasarkan pendidikannya secara bertanggung jawab dan
profesional.
Berangkat dari keyakinan adanya perubahan peningkatan status guru
menjadi tenaga profesional, dan apresiasi lingkungan yang tinggi. Tentunya
kompetensi merupakan langkah penting yang perlu ditingkatkan.
Kompetensi intelektual merupakan berbagai perangkat pengetahuan
dalam dirii individu, diperlukan untuk menunjang berbagai aspek unjuk
kerja sebagai guru profesional. Tertulis pada Undang-Undang RI Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam Bab IV Bagian kesatu pasal 8,
bahwa “guru wajib memiliki kualifikasi, kompetensi, dan sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Seorang guru harus memiliki
kompetensi agar dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan
baik. Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak.
Kompetensi dapat dipahami sebagai kecakapan atau kemampuan.
28
Kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang
harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat
dan efektif (Kunandar, 2007:55). Kompetensi juga diartikan sebagai
kepemilikan, penugasan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut
jabatan seseorang, maka seorang guru harus menguasai kompetensi guru.
Sagala (2011: 23), kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh
guru untuk dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Kunandar
(2007: 46) menyatakan profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai,
tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang
pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang
menjadi mata pencaharianya.
Kompetensi profesionalisme guru merupakan kemampuan seorang
guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab.
Oleh karena itu, tingkat profesionalisme seorang guru dapat dilihat dari
keahlian dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya. Dalam hal ini
Muhibbin Syah (2008: 250) mengutip pendapat Gagne bahwa setiap guru
berfungsi sebagai:
a) Designer of Instruction (perancang pengajaran)
b) Manager of Instruction (pengelola pengajaran)
c) Evaluator of Student Learning (penilai pestasi belajar)
Pembahasan kompetensi profesionalisme guru ini erat kaitannya
dengan pembahasan tentang standar keilmuan yang dimiliki guru itu sendiri.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa guru profesional harus memiliki
standar keilmuan sesuai bidangnya. Standar keilmuan guru
mengacu kepada kompetensi guru profesional. Pemerintah telah memutuskan empat jenis
kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Peraturan
29
Angka Kreditnya bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi profesional,
kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, dan kompetensi kepribadian yang
diperoleh melalui pendidikan profesi.
Guru adalah salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan pendidikan
di sekolah. Oleh karena itu, meningkatkan mutu guru bukan hanya dari segi
kesejahteraannya, tetapi juga profesionalitasnya. Undang Undang Nomor 14
Tahun 2005 Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi siswa pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Guru sebagai seorang profesional harus memiliki kompetensi
keguruan yang cukup. Kompetensi keguruan itu tampak pada kemampuannya
menerapkan sejumlah konsep, asas kerja sebagai guru, mampu
mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan pengajaran yang
menarik dan interaktif, disiplin, jujur, dan konsisten.
Seorang guru profesional harus memiliki kompetensi keguruan yang
cukup. Kompetensi keguruan itu tampak pada kemampuannya dalam
menerapkan sejumlah konsep, asas kerja sebagai guru, mampu
mendemonstrasikan sejumlah strategi maupun pendekatan pengajaran yang
menarik dan interaktif, disiplin, jujur, dan konsisten (Sagala, 2011: 39).
30
diajarkannya, serta senantiasa mengembangkannya dalam arti
meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya. Hal
ini sangat menentukan hasil belajar yang diperoleh oleh siswa. Ilmu
pengetahuan merupakan bekal bagi guru dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga mampu
memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis.
b. Guru Sebagai Pengelola Kelas
Peran guru sebagai pengelola kelas (learning manager), guru
hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar.
c. Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator
Guru sebagai mediator hendaknya memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media
pembelajaran merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan
proses belajar mengajar. Guru sebagai fasilitator guru hendaknya
mampu mengusahakan sumber belajar yang kiranya berguna serta
dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar.
d. Guru Sebagai Evaluator
Guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kagiatan ini
dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan,
penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan
metode belajar. Tujuan lain dari penilaian diantaranya ialah untuk
mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya.
Fungsi guru sebagai evaluator hendaknya terus menerus mengikuti
hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu.
Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik
(feedback) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan
dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses
belajar mengajar selanjutnya.
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Kedudukan
diartikan sebagai serangkaian perilaku yang harus dikerjakan seseorang
sebagai taggapan harapan orang lain. Seseorang yang menempati kedudukan
tertentu dituntut dapat memenuhi harapan dalam menjalankan perannya.
31
Undang-Undang Nomor 20. Tahun 2003 Bab 1 pasal 1 ayat 5 menyebutkan
bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan
diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Sehubungan dengan hal di atas guru memiliki tugas dalam bentuk
pengabdian, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas. Usman (2011:
6) menyatakan bahwa tugas guru dapat dibagi menjadi tiga jenis tugas guru.
Tugas tersebut terdiri dari tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan,
dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih.
Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai. hidup.
Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-
keterampilan pada siswa.
Pada hakikatnya guru merupakan komponen strategis yang memiliki
peran penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Keberadaan
guru dalam kehidupan bangsa sejak dulu bahkan sampai pada era
kontemporer ini tidak dapat digantikan oleh komponen lainnya. Guru
menjadi komponen yang penting bagi suatu bangsa, terutama bagi bangsa
yang sedang membangun.
Guru merupakan kunci keberhasilan pendidikan dengan tugas
profesionalnya dalam membantu siswa untuk mengembangkan prestasinya.
Sejalan dengan hal tersebut Supriadi dalam Mulyasa. E, (2007: 9)
mengungkapkan bahwa mutu pendidikan yang dinilai dari prestasi belajar
siswa sangat ditentukan oleh guru, yaitu 34% pada negara sedang
berkembang dan 36% pada negara maju. Ungkapan ini mengisyaratkan
bahwa guru merupakan salah satu indikator yang menentukan kualitas
pendidikan. Bagus tidaknya kualitas pendidikan akan terlihat dari kinerja
dan kompetensi yang dimiliki oleh guru sebagai pendidik.
Guru harus menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga
mampu menciptakan seseorang yang siap untuk bersaing di era
pembangunan. Potret dan wajah diri bangsa dimasa depan tercermin dari
potret diri para guru masa kini, jarak maju dinamika kehidupan bangsa
32
berbanding lurus dengan citra para guru di masyarakat, (Usman, 2011: 7).
Kedudukan guru yang demikian itu senantiasa relevan dengan
perkembangan zaman.
Tugas dan peran guru sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan
pendidikan di sekolah. Dalam konteksnya guru sebagai pendidik hendaknya
memiliki kestabilan emosi, bersikap realistik, jujur dan terbuka, peka
tehadap perkembangan, terutama inovasi pendidikan. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa tugas dan peran guru sangat berat, baik yang
berkaitan dengan dirinya, dengan siswanya, dengan teman sejawatnya,
dengan kepala sekolah, dengan wali murid maupun dengan yang lainnya.
33
Dalam hal ini, guru mempunyai fungsi sebagai motivator dalam hal :
a. Membangkitkan dorongan siswa untuk belajar.
b. Menjelaskan secara konkrit apa yang dapat dilakukan pada akhir
pengajaran.
c. Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai hingga dapat
merangsang pencapaian prestasi yang lebih baik di kemudian hari.
d. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
4. Guru sebagai evaluator evaluator of student learning
Sebagai evaluator, guru hendaknya secara terus-menerus mengikuti
hasil belajar yang dicapai peserta didik dari waktu ke waktu. Informasi
yang diperoleh melalui evaluasi ini akan menjadi umpan balik
terhadap proses pembelajaran. Umpan balik akan dijadikan titik tolak
untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran selanjutnya
secara optimal.
5. Guru sebagai konselor
34
b. Dalam pelaksanaan di lapangan Universitas Sumatera Utara
Bertanggung jawab sepenuhnya dalam pelaksanaan kurikulum,
baik keseluruhan maupun tugas penyampaian mata pelajaran
sesuai kurikulum.
c. Dalam proses penilaian Selama pelaksanaan kurikulum akan
dinilai seberapa jauh tingkat ketercapaiannya. Biasanya guru
diminta saran atau pendapat maupun menilai kurikulum yang
sedang berjalan guna melihat kebaikan dan kelemahan yang ada,
dilihat dari berbagai aspek.
d. Pengadministrasian Guru harus menguasai tujuan kurikulum, isi
program pokok bahasansubpokok bahasan yang harus diberikan
kepada peserta didik.
e. Perubahan kurikulum Guru sebagai pelaku kurikulum mau tidak
mau tentu akan selalu terlibat dalam pembaruan yang sedang
dilakukan sebagai suatu usaha untuk mencari format kurikulum
yang sesuai perkembangan zaman.
35
BAB IV
MEREKONSTRUKSI MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN MELALUI
PENGUBAHAN SISTEM PENGELOLAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH
Kita ketahui bahwa setiap sekolah memiliki misi pendidikan yang berbeda, namun
dari misi setiap sekolah tersebut tujuannya hanya satu yaitu, menjadikan anak
bangsa ini agar memiliki kepribadian yang bermartabat.Dimana kita ketahui misi
pendidikan lembaga sekolah itu ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
i. Pendidikan Kepribadian
Untuk misi pendidikan kepribadian ini sekolah membantu dan bekerja
sama dengan keluarga dan lembaga agama.
ii. Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam hal pendidikan kewarganegaraan, sekolah bekerja sama dengan
lembaga-lembaga pemerintahan dan masyarakat.
iii. Pendidikan Intelektual
Dalam hal pendidikan intelektual, sekolah melakukan sendiri walaupun
memperoleh bantuan dari lembaga lain sebab misi pendidikan intelektual
adalah kekhususan sekolah, misi pendidikan intelektual tersebut dilakukan
secara berangkai sejak pembelajar memasuki Taman Kanak-Kanak sampai
Pendidikan Tinggi.
Untuk tercapainya misi pendidikan tersebut, tentu saja kaum terpelajarlah yang
harus berperan aktif, baik itu mahasiswa maupun guru. Karena secara tidak
langsung kaum terpelajar itu harus mengetahui atau memahami prilaku manusia
dalam masyarakat dan ikut serta memperbaiki prilaku warga masyarakat. Dengan
demikian barulah masyarakat bisa menilai tentang bagaimana peran sekolah
dalam membentuk pribadi kaum terpelajar.
Untuk menciptakan kepribadian anak menjadi kaum terpelajar, itu bukanlah hal
yang mudah karena kegiatan yang seperti itu harus memiliki landasan. karena
kegiatan pendidikan ini merupakan peristiwa sosial, gejala rohani, dan tindakan
manusiawi dalam hubungannya dengan alam, manusia, dan sistem nilai.
36
Unsur material pendidikan pada umumnya terhimpun dalam satuan tindak
mendidik yang secara mikro dikenal sebagai situasi pendidikan, atau secara makro
dikenal sebagai kegiatan pendidikan terprogram. Analisis keilmuan tentang
kegiatan pendidikan di sekolah secara makro itu harus memiliki landasan
interdisiplinier, karena kegiatan pendidikan sebagai objek ilmiah merupakan
gejala rohani, peristiwa sosial dan hubungan nilai norma.
Sedangkan muatan pendidikan yang diberikan di sekolah dapat di akumulasikan
dalam enam materi keilmuan, yaitu:
1. Ide abstrak
2. Benda fisik
3. Jasad hidup
4. Gejala rohani
5. Peristiwa sosial
6. Dunia tanda
Sekolah akan berhasil apabila ada kerjasama dengan masyarakat, karena sekolah
merupakan lembaga pendidikan yang berada di tengah-tengah yang mana sebagai
satu kesatuan dari masyarakat dan keluarga yang saling berinteraksi, sehingga
terbentuklah suatu sistem sekolah. Sistem sekolah ini bisa terwujud jika adanya
cara interaksi sosial yang khas.
Adapun analisis perwujudan sistem sekolah sebagai organisasi sosial dicirikan
sebagai berikut:
a. Memiliki suatu penghuni yang tetap
b. Memiliki struktur politik atau kebijakan umum tentang kehidupan sekolah
c. Memiliki inti jaringan hubungan sosial
d. Mengembangkan perasaan atau semangat kebersamaan sekolah
e. Memiliki suatu jenis kebudayaan atau subkebudayaan tersendiri
Menurut Malindoski ada tujuh sistem nilai atau kebudayaan yang secara universal
dikembangkan, yaitu:
1) Bahasa
2) Sistem teknologi
37
3) Sistem mata pencaharian hidup dan ekonomi
4) Organisasional
5) Sistem pengetahuan
6) Religi
7) Kesenian
38
D. Pendidikan di Sekolah dengan Sistem Desentralisasi
39
2) Pendidikan tidak dimulai selepas sekolah menengah, yaitu pada tingkat
universitas.
3) Perlunya sebuah sistem penilaian yang mencerminkan prestasi murid
dengan melihat berbagai kelebihan dan kekurangannya.
4) Perlu disadari bahwa (sistem) pendidikan tidak bebas nilai.
5) Sekolah bukalah suatu tempat semacam “bengket reparasi” bagi semua
kerusakan masyarakat.
6) Perlu dikoreksi keyakinan bahwa isi pendidikan bisa diatur lewat
birokrasi, dan sedapat mungkin harus diseragamkan.
7) Tidak tepat bahwa lembaga pendidikan yang baik, selalu pendidikan milik
negara.
8) Sistem pendidikan, sebaiknya berorientasi pada nilai (wert orientied).
9) Sistem pendidikan sebaiknya terkait dengan dunia praksis
(praxisbezogen).
10) Sistem pendidik sebaiknya tetap beragam.
11) Diperlukan sebuah sistem pendidik yang memberikan ruang bagi anak
didik untuk bersaing dan berkreasi secara fair.
12) Dibutuhkan sebuah sistem yang efisien dalam pengelolaan waktu.
13) Sistem pendidikan sebaiknya bersifat internasional.
40
BAB V
USAHA PENGEMBANGAN GURU SEBAGAI TENAGA PENDIDIKAN
41
Pelatihan pendidikan bagi guru untuk membantu mereka mengembangkan
ketrampilan mereka dalam disiplin khusus bidang keguruan. Pelatihan terjadi
setelah seorang individu sudah menjadi seorang guru. Kebanyakan bisaanya,
in-service training dilakukan selama istirahat dalam jadwal kerja individu.
Kelebihan dari program ini adalah Peserta pelatihan dapat menarik dari
pengalaman kerja mereka. Sedangkan kekurangannya adalah para guru akan
terganggu kegiatan mengajarnya selama mengikuti program ini.
Berikut adalah beberapa situasi di mana in-service training dapat
dilaksanakan dengan tepat:
a. Trainer perlu pengalaman praktis sebelum mereka bisa atau akan
mendapatkan keuntungan dari pelatihan dimaksud.
b. Jika tugas yang cukup kompleks, trainee mungkin perlu diulang pelatihan
sehingga mereka tahu bagaimana melakukan tugas dengan benar;
c. Jika pengawasan sedikit atau tidak tersedia, pelatihan in-service dapat
membantu mengisi kebutuhan ini.
d. Memperkenalkan material baru atau metode kepada orang-orang
berpengalaman dengan tugas.
Contoh dari program ini adalah penataran, seminar, work shop dan
sebagainya. Ada tiga macam penataran:
1. Penataran penyegaran, yaitu usaha peninkatan keampuan guru agar sesuai
dengan kemajuan IPTEK serta pemantapan tenaga kependidikan agar
dapat melaksanakan tugas sehari-harinya dengan lebih baik.
2. Penataran peningkatan kualifikasi, yaitu usaha meningkatkan
kemampuan guru sehingga mereka memperoleh kualifikasi formal
tertentu sesuai standar yang ditentukan.
3. Penataran penjenjangan, yaitu suatu usaha untuk meningkatkan
kemampuan guru ssehingga dipenuhi persyaratan suatu pangkat atau
jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e. Strategi Pengembangan Profesi Guru(strategi datang dan pergi) Strategi
datang(come structure), yaitu para peserta datang dari berbagai
daerah ke ibu kota kabupaten, kotamadya atau ibu kota RI(Jakarta) untuk
mengikuti kegiatan pengembangan profesi mereka.
42
Strategi pergi(go structure), yaitu program pengembangan profesi yang
mendatangkan penatar/fasilitator/narasumber dari pusat ke daerah-daerah.
f. Dasar Pengembangan Profesi Guru
Banyak ahli yang menyebutkan bahwa guru merupakan salah satu profesi
dalam dunia kependidikan. Profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang
mempersyaratkan keahlian sebagai hal yang melatarbelakangi, memiliki etika dan
organisasi profesi yang mewadahinya.
43
didasari oleh wawasan guru. Bisa jadi pelaksanaan tugasnya hanya didasarkan
pada instink atau belajar dari pengalaman. Setiap langkah pelaksanaan
pekerjaannya bukan didasarkan atas pertim- bangan profesional. Hal ini terkait
dengan komponen intelek- tual yang selalu dijadikan landasan kerjanya.
1. Dasar Filosofis.
Guru pada hakekatnya adalah pendidik yang bertugas sebagai pemimpin atau
pelayan (agogos). Sebagai pemimpin dan pelayan, guru harus dapat memberikan
pimpinan dan layanan kepada masyarakat sebaik-baiknya kepada anak didik.
Sementara tuntutan jaman dan tuntutan anak didik selalu berkembang dari waktu
ke waktu. Untuk itu profesi guru harus selalu dikembangkan agar tidak tertinggal
dari kemajuan zaman.
2. Dasar psikologis.
Guru selalu berhadapan dengan individu lain yang memiliki keunikan dan
kekhasan masing-masing. Setiap individu memiliki pikiran, perasaan, kehendak,
keinginan, fantasi, inteligensi, cita-cita, instink, perangai, dan performansi yang
berbeda dengan individu lain. Jika guru tidak selalu meningkatkan pemahaman
terhadap individu lain (anak didik), maka ia tidak akan dapat menerapkan strategi
44
pelayanannya sesuai dengan keunikan anak didik. Di sinilah pentingnya guru
mengembangkan pemahaman aspek psikologis individu lain.
3. Dasar pedagogis.
Tugas profesional utama guru adalah mendidik dan mengajar. Untuk dapat
menjalankan tugas mendidik dan mengajar dengan baik, guru harus selalu membina
diri untuk mengetahui dan menerapkan strategi mengajar baru, metode baru, teknik-
teknik mendidik yang baru, menciptakan suasana pembelajaran yang bervariasi, dan
kemampuan mengelola kelas dengan baik. Guru yang tidak mengembangkan
kemampuan pembelajarannya akan selalu menerapkan cara pembelajaran yang telah
puluhan tahun digunakan, dan sudah ketinggalan jaman. Guru akan selalu mengikuti
perkembangan inovasi di bidang metode pembelajaran.
4. Dasar Ilmiah.
Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Ipteks) selalu berkembang dengan
pesat. Guru harus dapat mengembangkan cara berpikir ilmiah agar dapat selalu
mengikuti perkembangan IPTEKS tersebut. Dalam melaksanakan tugas sehari-
hari pun prinsip- prinsip ilmiah selalu dipegang teguh, agar tercipta keadilan,
kejujuran, dan keobyektifan dalam menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi ini. Penggunaan sumber belajar yang monoton dan ketinggalan
jaman harus dihindarkan. Salah satu ciri orang ilmiah adalah adanya rasa ingin
tahu yang besar terhadap IPTEKS yang ditekuninya.
5. Dasar sosiologis.
45
sarana dan media yang berkembang begitu pesat ini. Hal inilah yang
mengharuskan profesi guru dikembangkan.
46
Untuk mengembangkan profesi atau kecakapan dalam masa jabatannya ini
diperlukan pendidikan atau latihan “in-service”.
47
konsekutif
b.Guru konkurn mempunyai peluang untk menjadi guru profesional
➢ Kelemahan Model Konkuren
a. Guru konkuren tidak menguasai materi belajar karena hanya belajar
sebagian dari disiplin ilmu yang harus diajarkannya di sekolah. Hal ini
dapat diatasi dengan guru konkuren lebih mempelajari bahan/ materi ajar
b. Guru konkuren terancam menjadi pengangguran karena lahan
pekerjaannya diambil alih oleh guru konsekutif
2. Model Konsekutif (Model berlapis) Pre Service Pendidikan Guru
Asumsi yang dipakai dalam model ini menghendaki penyiapan guru
dilakukan dalam napas atau rangkaian yang berbeda. artinya, calon guru
sebelumnya tidak dididik dalam setting LPTK. Mereka adalah para sarjana
bidang ilmu, kemudian setelah itu menempuh pendidikan lanjutan di LPTK
untuk memperoleh akta kependidikan yang selama ini diposisikan sebagai
lisensi profesi guru. Model ini menghendaki sarjana dulu di bidangnya
kemudian mengikuti pendidikan akta kependidikan sebagai sertifkasi profesi
kependidikan. Keunggulan model ini dianggap memiliki penguasaan bidang
studi lebih baik unggul, tetapi lemah dari aspek kompetensi ilmu pendidikan
(pedagogis), sosial, dan kepribadian sebagai calon guru.
➢ Kelebihan Model Konsekutif
a. Guru konsekutif lebih menguasai materi belajar
b. Para lulusan dari ilmu murni mempunyai peluang untuk menjadi guru,
dengan syarat melalui pendidikan strata
48
2. Inservice-Training Dalam Pendidikan
a. Pengertian Program Pendidikan In-Service Education
Pendidikan "In-service Education" (pendidikan dalam-jabatan) atau
latihan-latihan semasa berdinas, dimaksudkan untuk meningkatkan dan
mengembangkan secara kontinu pengetahuan, ketrampilan ketrampilan dan
sikap-sikap para guru dan tenaga-tenaga kependidikan lainnya guna
mengefektifkan dan mengefisiensikan pekerjaan/jabatannya. Program
pendidikan atau latihan tersebut dapat diselenggarakan secara formal oleh
Pemerintah, berupa penataran-penataran atau lokakarya-lokakarya baik
sscara lisan atau tertulis, dapat pula diselenggarakan sscara informal oleh
yang berkepentingan baik secara individual, maupun secara berkelompok.
Dapat pula diadakan secara sentral tingkat nasional, regional atau lokal.
Demikian dapat diselenggarakan secara sentral oleh Pusat atau Daerah atau
dibagi menurut Wilayah-wilayah Kantor Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan atau oleh kelompok (kompleks) sekolah- sekolah yang
berdekatan, atau dapat pula diselenggarakan oleh masing- masing sekolah.
b. Program Pendidikan In Service Education
Guru sebagai tenaga profesional bukan saja melakukan tugas
pembelajaran dalam ruang lingkup mikro akan tetapi juga dalam ruang lingkup
makro, yaitu; melaksanakan amanah bangsa Indonesia menjalankan fungsi
pendidikan sebagaimana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor
20 tahun 2003, bab II, pasal 3; mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan berbangsa.
49
a. Untuk kategori sistem pelatihan dapat diambil langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan
untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan
dan bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata;
2) Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk
memaksimalkan pelaksanaannya;
3) Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui
efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan
4) Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/kota
sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah
yang dituntut dalam UU No. 22/1999.
b. Untuk kategori kemampuan profesional dapat diambil langkah-langkah
sebagai berikut :
1) Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan
dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran.
2) Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai
acuan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
3) Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang
tersedia di Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan
pembinaan dan peningkatan mutu guru.
4) Perlunya untuk mengkaji ulang aturan/kebijakan yang ada melalui
perumusan kembali aturan/kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu
mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya.
5) Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan
Pengelolaan Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana
alternatif peningkatan mutu guru.
6) Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam
penelitian, agar lebih bisa memahami dan menghayati
permasalahanpermasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
7) Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha
meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.
50
c. Untuk kategori profesi, jenjang karier dan kesejahteraan dapat diambil
langkah-langkah sebagai berikut :
1) Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
2) Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan
yang lebih luas untuk meningkatkan karier.
3) Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk
mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas
dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran.
4) Perlunya sistem dan mekanisme anggaran yang ditujukan untuk
meningkatkan pendapatan guru.
3. Upgrading Dalam Pendidikan
Upgrade yang dilakukan guru dalam pembelajarannya dilakukan dengan
tujuan untuk memberi peningkatan dalam proses belajar mengajarnya, karena
perkembangan zaman yang identik dengan perubahan-perubahan, harus
senantiasa dibarengi dengan peningkatan dalam dunia pendidikan yang
dilakukan oleh guru sebagai penggerak utama dalam proses belajar mengajar.
Update pun perlu dilakukan oleh guru, karena ilmu pengetahuan senantiasa
berkembang. Jadi guru tidak mungkin mengajar dengan menggunakan ilmu
pengetahuan lama yang dulu beliau pelajari di sekolah-sekolah atau pun ketika
kuliah.
Apa saja yang perlu di-upgrade dan di-update oleh guru untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia.
a. Metode Pembelajaran
Sebuah metode pengajaran ditentukan oleh seorang guru setelah
melihat bagaimana materi yang akan diberikan, tujuan pembelajaran,
kemampuan akademik dan karakteristik peserta didik serta fasilitas belajar
mengajar yang dimiliki oleh sekolah. Dengan senantiasa meng-upgrade
metode pembelajaran yang dimiliki, seorang guru akan mampu memilah
dan memilih metode terbarukan yang tepat digunakan pada peserta
didiknya sesuai dengan kondisi di dalam kelas.
51
b. Materi Pelajaran
Materi pelajaran yang diberikan kepada siswa akan senantiasa
mengalami peningkatan sesuai dengan perkembangan zaman, oleh karena
itu, seorang guru yang berperan sebagai pentransfer ilmu kepada peserta
didik, harus memiliki keluasan ilmu yang lebih banyak daripada yang dibaca
dari buku paket yang dimiliki siswa. Maka, update informasi terbarukan
harus selalu dilakukan oleh guru agar tidak tergerus oleh kemajuan zaman.
c. Penanganan Peserta Didik
Permasalahan yang dilakukan oleh peserta didik selalu berganti sesuai
dengan kemajuan yang ada di sekitar mereka. Maka, apabila seorang guru
memiliki siswa yang cerdik dalam memanipulasi tugas karena kemudahan
informasi yang didapat dari internet, maka seorang guru harus lebih cerdik
dalam menyiasati pemeberian tugas agar siswa tidak asal mengumpulkan
agar tidak dihukum saja, tetapi siswa juga mendapatkan ilmu dari tugas yang
dikerjakan. Upgrade ini perlu didapatkan oleh guru agar suasana kelas
kondusif.
52
upgrade dan ter-update akan menghasilkan proses belajar mengajar yang
kondusif dan menghasilkan siswa-siswa yang selalu inovatif di semua mata
pelajaran.
53
BAB VI
KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan utama dalam konteks
pembangunan bangsa dan negara. Hal ini dapat terlihat dari tujuan nasional
bangsa Indonesia yang salah satunya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
yang menempati posisi yang strategis dalam pembukaan UUD 1945. Dalam
situasi pendidikan, khususnya pendidikan formal di sekolah, guru merupakan
komponen yang penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Ini disebabkan
guru berada di barisan terdepan dalam pelaksanaan pendidikan.
Satu kunci pokok tugas dan kedudukan guru sebagai tenaga professional
menurut ketentuan pasal 4 UU Guru dan Dosen adalah sebagai agen
pembelajaran (Learning Agent) yang berfungsi meningkatkan kualitas
pendidikan nasional. Sebagai agen pembelajaran guru memiliki peran sentral
dan cukup strategis antara lain sebagai inspirasi belajar bagi peserta didik.
Guru yang profesional pada intinya adalah guru yang memiliki kompetensi
dalam melakukan tugas pendidikan dan pembelajaran. fasilitator, motivator,
pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta
didik. Guru yang profesional pada intinya adalah guru yang memiliki
kompetensi dalam melakukan tugas pendidikan dan pembelajaran.
54
yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang
mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata
lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat
dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan
pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh
pekerjaan lain (Uzer Usman, 1995: 14).
Dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih
dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya bidangnya, (Uzer Usman,
1995: 15). Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya
memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai landasan-landasan
kependidikan.
55
d. Guru tersebut mampu melaksanakan perannya dalam proses mengajar dan
belajar dalam kelas.
Karakteristik itu akan kita tinjau dari berbagai segi tanggung jawab guru,
fungsi, dan peranan guru, tujuan pendidikan sekolah, dan peranan guru dalam
proses belajar mengajar.
56
guru harus memiliki kompetensi dalam bentuk kemampuan menghayati dan
mengamalkan Pancasila.
Agar guru mampu mengemban dan melaksanakan tanggung jawab ini, maka
setiap guru harus memiliki berbagai kompetensi yang relevan dengan tugas
dan tanggung jawab tersebut. Dia harus menguasai cara belajar yang efektif,
harus mampu membuat model satuan pelajaran, mampu memahami kurikulum
secara baik, mampu mengajar dikelas, mampu menjadi model bagi siswa,
mampu memberikan nasehat dan petunjuk yang berguna, menguasai
teknikteknik memberikan bimbingan dan penyuluhan, mampu menyusun dan
melaksanakan prosedur penilaian kemajuan belajar, dan sebagainya.
57
nasional, serta menyukseskan pembangunan daerah khususnya yang dimulai
daerah di mana dia tinggal.
3. Kompetensi Guru
Dewasa ini perhatian bertambah besar sehubungan dengan kemajuan
pendidikan dan kebutuhan guru yang semakin meningkat, baik dalam mutu
maupun jumlahnya, secara gamblang dapat kita lihat, bahwa program
pendidikan guru mendapat prioritas pertama dalam program pembangunan
pendidikan di negara kita. Ada beberapa kompetensi penting yang dimiliki
oleh guru diantaranya sebagai berikut.
58
oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apa pun. Kompetensi-kompetensi
lainnya adalah kompetensi kepribadian dan
Asumsi yang mendasari kriteria ini adalah bahwa setiap calon guru yang
memenuhi srayat tersebut, diharapkan atau diperkirakan bahwa guru tersebut
akan berhasil mengemban tugasnya selaku pengajar di sekolah. Dengan
demikian, pemilihan guru tidak didasarkan atas suka atau tidak suka, atau
karena alasan yang bersifat subjektif, melainkan atas dasar yang objektif, yang
berlaku secara umum untuk semua calon guru.
59
d. Kompetensi Guru Penting dalam Rangka Penyusuran Kurikulum
Oemar Hamalik (2002: 36) menjaskan bahwa secara lebih spesifik, apakah
suatu LPTK berhasil mendidik para cal on guru akan ditentukan oleh berbagai
komponen dalam institusi tersebut. Salah satunya komponen kurikulum.
f. Kriteria Profesional
Hasil lokakarya pembinaan Kurikulum Pendidikan Guru UPI Bandung
(Oemar Hamalik, 2002: 37-38) menjelaskan bahwa guru adalah jabatan
profesianal yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Sebagai suatu profesi,
maka harus memenuhi kriteria profesional, sebagai berikut.
1) Fisik
a. Sehat jasmani dan rohani
b. Tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/
cemoohan atau rasa kasihan dari anak didik.
2) Mental/ kepribadian
a. Berkipribadian/ berjiwa Pancasila
60
b. Mampu menghayati GBHN
c. Mencintai bangsa dan sesama manusia dan kasih sayang
kepada anak didik
d. Berbudi pekerti yang luhur
e. Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada
secara maksimal
f. Mampu menuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa
61
d. Mampu memecahkan dan melaksanankan tekknik-teknik
mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan
e. Mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan
4. Profesionalisme Guru
a. Pengertian Profesionalisme Guru
Adapun mengenai kata Profesional Uzer Usman (2011: 14-15) memberikan
suatu kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional
memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan
kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Kata prifesional itu sendiri
berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang
berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan
sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat profesional adalah
pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan
untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak
dapat memperoleh pekerjaan lain.
62
mempengaruhi proses belajar mengajar, guru profesional juga diharapkan
mampu memberikan mutu pendidikan yang baik sehingga mampu
menghasilkan siswa yang berprestasi. Untuk mewujudkan itu, perlu
dipersiapkan sedini mungkin melalui lembaga atau sistem pendidikan guru
yang memang juga bersifat profesional dan memeliki kualitas pendidikan dan
cara pandang yang maju.
1. Kompetensi Pedagogik.
E. Mulyasa (2011: 75) mengungkapkan dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a
dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
d) Perencanaan pembelajaran
63
f) Pemanfaatan teknologi pembelajaran
2. Kompetensi Kepribadian
E. Mulyasa (2011: 117) menjelaskan kompetensi
kepribadian dalam Standar Nasional Pendidikan, yang
tercantum dalam Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.
64
(2) Berlatih membiasakan diri berperilaku santun
(3) Berlatih membiasakan diri berperilaku yang dapat
diteladani oleh peserta didik dan masyarakat
c) Mengevaluasi kinerja sendiri:
(1) Berlatih dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan
sendiri
(2) Berlatih mengevaluasi kinerja sendiri
(3) Berlatih menerima kritikan dan saran dari peserta didik
d) Mengembangkan diri secara berkelanjutan:
(1) Berlatih memanfaatkan berbagai sumber belajar belajar
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
kepribadian
(2) Mengikuti berbagai kegiatan yang menunjang
pengembangan profesi
(3) Berlatih mengembangkan dan menyelenggarakan
kegiatan yang menunjang profesi guru
3. Kompetensi Profesioanal.
E. Mulyasa (2011: 135) menjelaskan kompetensi
profesional dalam Standar Nasional Pendidikan, yang
tercantum dalam Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan
bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah
65
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam yang memungkinkan membimbing pesrta
didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam
Standar Nasional Pendidikan.
66
d) Mengelola program pembelajaran
e) Mengelola kelas
4. Kompetensi Sosial.
E. Mulyasa (2011: 173) menjelaskan tentang
kompetensi sosian dalam Standar Nasional Pendidikan,
penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan kom petensi sosial adalah
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
67
pencetus dan pelopor pembangunan di lingkungan sekitar
terutama yang berkaitan erat dengan pendidikan. Melalui
interaksinya yang baik dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga pendidik dan wali peserta didik tentunya
akan sangat mendukung proses pendidikan sehingga
mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik.
68
Uji kompetensi ini digunakan secara profesional dalam penerimaan guru
baru, maka akan membantu peningkatan kualitas pendidikan, karena akan
terjaring guru-guru yang kompeten dan siap melaksanakan tugasnya secara
kreatif, profesional dan menyenangkan
69
memilih, menyeleksi dan menempatkan guru sesuai dengan karaktiristik dan
kondisi, serta jenjang sekolah.
70
BAB VII
REFORMASI PENDIDIKAN
A. Pendahuluan
Sejak bergulirnya reformasi pertengahan tahun 1998, telah terjadi
gelombang perubahan dalam segala sendi kehidupan, baik kehidupan
bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. Perubahan mendasar dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara saat ini merupakan
pergeseran terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan. Selama ini
penggunaan pradigma sentralistik terjadi pergeseran orientasi menuju
paradigma desentralistik. Perubahan orientasi paradigma ini diberlakukan
melalui penetapan perundang-undangan mengenaai Pemerintah Daerah,
yang lebih sering kita dengar dengan istilah otonomi daerah.
Perubahan orientasi paradigma tersebut telah melahirkan sistem
penyelenggaraan pemerintahan yang lebih dinamis. Seluruh aktivitas yang
dilakukan cenderung berdasarkan aspirasi setempat (kedinasan), sehingga
sasaran dalam pengelolaan sekolah diharapkan lebih terjamin
pencapaiannya.
Salah satu implementasi dari penerapan paradigma desentralisasi
itu adalah di sektor pendidikan. Sektor pendidikan selama ini terabaikan
dan dianggap hanya sebagai bagian dari aktivitas sosial, budaya, ekonomi
dan politik. Akibatnya, sektor pendidikan dijadikan komoditas berbagai
variabel di atas oleh para pengambil kebijakan, baik oleh eksekutif maupun
legislatif ketika mereka menganggap perlu mengangkat isu-isu
kependidikan yang dapat meningkatkan perhatian publik terhadap mereka.
Memang ironis dan memprihatinkan ketika bangsa lain justru menjadikan
pendidikan sebagai leading sector pembangunannya, menuju keadilan dan
kesejahteraan masyarakatnya.
Pendidikan merupakan salah satu instrumen paling penting dalam
kehidupan manusia dan merupakan bentuk strategi budaya tertua bagi
manusia untuk mempertahankan berlangsungnya eksistensinya (Wahono
2000, hlm. iii). Oleh karenanya, upaya untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitasnya harus dilakukan secara terus menerus. Melalui
71
pendidikan diharapkan pemberdayaan, kematangan, dan kemandirian serta
mutu bangsa secara menyeluruh dapat terwujud.
Dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, kita
semua sepakat bahwa pendidikan memegang peran yang sangat penting.
Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan mutu manusia Indonesia
melalui pendidikan, dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif
dan efisien, sesuai dengan kebutuhan yang semakin mendesak. Salah satu
pendekatan yang dipilih di era desentralisasi sebagai alternatif peningkatan
kualitas pendidikan persekolahan adalah pemberian otonomi yang luas di
tingkat sekolah serta partisipasi masyarakat yang tinggi dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional. Pendekatan tersebut dikenal dengan model
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management.
MBS sebagai terjemahan dari School Based Managment (SBM)
merupakan suatu pendekatan praktis untuk mendesain pengelolaan sekolah
dengan memberikan kekuasaan kepada Kepala Sekolah dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang
mencakup guru, Kepala Sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat (Fattah
2004, hlm.17). Dalam (Buku Panduan Depdiknas, 2003, hlm. 15) MBS
didefenisikan sebagai: Model manajemen yang memberikan otonomi lebih
besar pada sekolah, memberikan fleksibelitas atau keluwesan lebih besar
pada sekolah untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong
sekolah meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional.
Oleh karena itu, esensi MBS
= otonomi sekolah + fleksibilitas+partisipasi untuk mencapai sasaran mutu
sekolah.
Manajemen Berbasis Sekolah yang bertanggung jawab lebih besar
harus diberikan kepada Kepala Sekolah dalam pemanfaatan sumber daya
dan pengembangan strategi-strategi berbasis sekolah sesuai dengan kondisi
setempat. Kepala Sekolah, pola kepemimpinannya sangat menentukan
terhadap kemajuan sekolah. Oleh karena itu, dalam pendidikan modern
kepemimpinan Kepala Sekolah perlu mendapat perhatian secara serius.
72
Berdasarkan paparan tersebut maka penulis memfokuskan
permasalahan pada apakah pengelolaan sekolah dengan manajemen
berbasis sekolah dapat meningkatkan mutu pendidikan.
73
meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan
manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandirii sehingga mampu
membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi
kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa.
Perlu diketahui bahwa reformasi merupakan bagian dari dinamika
masyarakat, dalam arti bahwa perkembangan akan menyebabkan tuntutan
terhadap pembaharuan dan perubahan untuk menyesuaikan diri dengan
tuntutan perkembangan tersebut. Dalam hal ini, proses reformasi bukanlah
hal yang radikal dan berlangsung dalam waktu singkat, tetapi merupakan
proses perubahan yang terencana dan bertahap.
74
yang dikenal sebagai indikator atau karakteristik utama MBS. Jika
sebelumnya kepala sekolah menentukan semua kebijakan sekolah sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi dalam menentukan kebijakan sekolah, maka
dengan MBS kepala sekolah harus menerapkan kepemimpinan partisipatif,
yaitukepemimpinan dengan prinsip memberikan pelibatan secara luas
keppada semua pemangku kepentingan yang terkait dengan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah secara demokratis. Otokrasi
(kekuasaan diri-sendiri) kepala sekolah harus berubah menjadi demokrasi
(kekuasaan rakyat) atau keterlibatan semua pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Akibatnya, keberhasilan atau
kegagalan dari pelaksanaan kebijaksanaan tersebut nanti akan menjadi
keberhasilan atau pun kegagalan bersama (Suparlan, 2013: 50).
75
“mengemmbalikan” sekolah kepada pemiliknya, yaitu asyarakat, yang
diharapkan akan merasa bertanggungjawab kembali sepenuhnya terhadap
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah (Hamzah, 2012:84).
Sisi moralnya adalah bahwa hanya sekolah dan masyarakatnyalah
yang paling mengetahui berbagai persoalan pendidikan yang dapat
menghambat peningkatan mutu pendidikan. Dengan demikian, merekalah
yang seharusnya menjadi pelaku utama dalam membangun pendidikan
yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakatnya. Hanya kepala
sekolah yang mengetahui apakah guru bekerja baik, apakah buku-buku
kurang, apakah perpustakaan digunakan, apakah sarana pendidikan masih
layak pakai, dan sebagainya. Kepala sekolah dapat “berunding” dengan
masyarakatuntuk memecahkan berbagai persoalan pendidikan bersama-
sama termasuk mengatasi kekurangan sarana-prasarana pendidikan
(Hamzah, 2012:85).
Di sisi lain, hanya guru-gurulah yang paling memahami, mengapa
prestasi belajar murid-muridnya menurun, mengapa sebagian murid bolos
atau putus sekolah, metode belajar apakah yang efektif, apakah
kurikulumnya dapat dilaksanakan dan sebagainya. Guru-guru bersama
kepala sekolah dapat beerja sama untuk memecahkan masalah – masalah
menyangkut proses pembelajaran tersebut. Untuk itu, kepala sekolah dan
guru-guru harus dikembangkan kemampuannya dalam melakukan kajian
serta analisis agar semakin peka dan memahami dengan cepat cara-craa
pemecahan masalah pendidikan di sekolahnya masing-masing (Hamzah,
2012:85).
Dengan MBS, pemecahan masalah internal sekolah, baik yang
menyangkut proses pembelajaran maupun sumber daya pendukungnya
cukup dibicarakan di dalam sekolah dengan masyarakatnya, sehingga tidak
perlu diangkat ke tingkat pemerintah daerah apalagi ke tingkat pusat yang
“jauh panggang dari api” itu. Tugas pemerintah (pusat dan daerah) adalah
memberikan fasilitas dan bantuan pada saat sekolah dan masyarakat
menemui jalan buntu dalam suatu pemecahan masalah. Fasilitas ini
mungkin berbentuk Capacity building, bantuan teknis pembelajaran atau
76
manajemen sekolah, subsidi bantuan sumber daya pendidikan, serta
kurikulum nasional dan pengendalian mutu pendidikan, baik tingkatan
daerah maupun nasional. Agar dapat memberikan fasilitas secara objektif,
pemerintah perlu didukung oleh sistem pendataan dan pemetaan mutu
pendidikan yang andal dan terbakukan secara nasional Hamzah, 2012:85).
Pada intinya sebagai sebuah paradigma “baru” MBS didukung oleh
berbagai sisi, yaitu (1) sisi regulasi, (2) sisi moral, dan (3) sisi lainnya
(kepala sekolah, guru, siswa dan stakeholders. Dari sisi regulasi kita dapat
mengetahui bahwa sistem pendidikan yang sekarang ini disebut sebagai
MBS, ternyata sudah pernah diterapkan jauh sebelum ditetapkannya UU
No.32 tahun 2004 tentang Otda. Buktinya adalah Instruksi Presiden SDN
No. 10/1973 yang merupakan titik awal dari keterpurukan sistem
pendidikan, terutama sistem persekolahan ditanah air. Melalui Inpres
tersebut pemerintah telah mengambil alih “kepemilikan” sekolah yang
sebelumnya milik masyarakat menjadi milik pemerintah dan dikelola
sepenuhnya secara birokratik bahkan sentralistik. Sejak saat itu, perlahan
namun pasti rasa memiliki masyarakat mulai pudar bahkan menghilang.
Lebih jauh lagi jika kita menengok sejarah bangsa, banyak sekali
madrasah – madrasah yang berdiri dari kepedulian akan pendidikan, kerja
sama dan gotong royong masyarakat. Seperti Podok Pesantren Tebuireng
yang didirikan oleh K.H Hasyim Asy’ari pada tahun 1899.
Terlahir dengan nama Muhammad Hasyim, K.H Hasyim Asy’ari
termasuk dalam keturunan ningrat dan ulama. Pada tahun 1899,
sekembalinya dari belajar di mekkah selama 7 tahun, ia mulai mendirikan
sebuah pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur. Pondok pesantren itu
diberi nama Tebuireng. Dalam mengajar, ia tidak hanya mendidik murid-
murid dengan ilmu agama dan bahasa Arab, tetapi juga membaca dan
menulis latin, berorganisasi, pengetahuan umum, dan lain-lain (Ajisaka,
2010:50).
77
C. Menuju Otonomi Pada Tingkat Sekolah – sekolah
1. Pengertian Otonomi Daerah
Istilah Otonomi Daerah, baru dikenal oleh banyak orang setelah
jatuhnya rezim pemerintahan Soeharto. Pada masa pemerintahan Ir.
Soekarno dan masa Pemerintahan Soeharto tidak dikenal dengan Istilah
Otonomi daerah (Desentralisasi). Hal ini disebabkan oleh system dan gaya
kepemrintahan Soeharto yang lebih banyak dipengaruhi oleh gaya birokrat
yang otoriter dan bahkan bisa dikatakan dengan anti demokrasi. Hal ini
disebabkan tidak berkembangnya system demokrasi padamasa itu.
Sedangkan Otonomi daerah ini adalah suatu bentuk system pemerintahan
di mana sebahagian kekuasaan di serahkan ke daerah-daerah. Di bawah ini
akan diuraikan beberapa defenisi dari Otonomi Daerah menurut beberapa
pendapat.
1. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Desentraliasi atau
Otonomi Daerah adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah
pusat yang berada di ibu Kota Negara baik melalui cara
dekonsentrasi, misalnya pendelegasian kepada pejabat di bawahnya
maupun melalui pendelegasian kepada pemerintah atas perwakilan
daerah.
2. Rondinelli dkk (1988), dalam Civic Education menjelaskan,
menjelaskan Otonomi Daerah sebagai transfer tanggung jawab
dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari
pemerintah pusat dan agenagennya kepada unit kementerian pusat ,
unit yang ada di bawah level pemerintah, otoritas atau korporasi
public.
3. Pengertian otonomi dalam konteks desentralisasi pendidikan, menurut
Tilaar dalam Salman (2010) mencakup enam aspek, yakni:
1) Pengaturan perimbangan kewenangan pusat dan daerah,
2) Manajemen partisipasi masyarakat dalam pendidikan,
3) Penguatan kapasitas manajemen pemerintah daerah,
4) pemberdayaan bersama sumber daya pendidikan,
5) hubungan kemitraan “stakeholders” pendidikan
78
6) pengembangan infrastruktur sosial.
79
bagaimana kondisi daerah yang sebenarnya. Kini sudah saatnya untuk
menata menjadi lebih baik,ketidak adilan terhadap masyarakat harus
dikikis habis-habis. Pemerintah daerah telah diberikan kepercayaan penuh
oleh pemerintah pusat dalam mengatur daerahnya.
Pemerintah daerah harus bisa berperan dalam pemberdayaan dan
pengelolaan pendidikan. Masayakat (wali murid) yang merupakan objek
daripada proses pendidikan tidak hanya sekedar boneka yang hanya
sebagai penyumbang, atau hanya sebagai dana penambah bagi sekolah
yang terlembagakan dalam sebuah suatu organisasi yang disebut dengan
BP3. Dengan kata lain ketidakseimbangan dan ketimpangan antara hak dan
kewajiban anggota BP3 yang terdiri dari masyarakat yang merupakan
kumpulan para wali/orang tua siswa (peserta didik) dalam manejemen
sekolah harus ditiadakan. Masyarakat tidak bisa lagi dijadikan sapi perahan
oleh pemerintah, terutama oleh pemerintah pusat. Wali murid (masyarakat)
harus bisa menjadikan BP3 sebagai organisasi yang bisa menampung
aspirasi masyarakat lainnya yang pada akhirnya bisa membuat kebijakan
untuk kepentingan sekolah. Maka ketika otonomisasi digalakkan adalah
sudah saatnya masyarakat (orang tua) diikutsertakan dalam pengambilan
keputusan di sekolah dalam berbagai hal. Tapi, tidak hanya sekedar
sebagai formalitas belaka, yang artinya, orang tua ketika diikutsertakan
dalam musyawarah dengan pihak sekolah tidak hanya sebagai objek atau
hanya sebagai pendengar saja (only learner). Melainkan harus benar-benar
di libatkan secara langsung.
Begitu pula sebaliknya. Pihak sekolah dan BP3 yang biasanya
sudah terlebih dahulu merencanakan dan menganggarkan SPP (misalnya)
untuk siswa tidak melibatkan para orang tua/ wali siswa. Orang tua/ wali
siswa (peserta didik) hanya dijadikan pihak kedua (the second man) dalam
masalah tersebut. Yang pada gilirannya musyawarah tersebut hanya
menjadi ''guyonan belaka'' atau sekedar formalisme.
4. Dukungan Masyarat Terhadap Otonomi Pendidikan
Di era otonomi saat ini, sudah saatnya dirubah dan dibuang jauh-
jauh dari paradigma berpikir yang tidak kritis demi untuk membangun
80
sebuah masyarakat yang berpendidikan, humanis, demokratis dan
berperadaban. Agar masyarakat yang selama ini termarjinalkan dalam
lubang berpikir ortodoks tidak lagi ada dalam bangunan dan tatanan
masyarakat yang dinamis dan progresif. Dan dapat bersama-sama
membangun pendidikan yang maju dan qualified dalam percaturan
internasional. Sehingga nantinya dapat terwujud masyarakat edukatif,
pembelajar-bahasa Andreas Hafera-dan demokratis yang dapat turut serta
menciptakan ''Masyarakat Madani'' sebagaimana yang kerap muncul dalam
wacana kekinian dalam upaya membangun bangsa. Bila yang terjadi
demikian, maka masyarakat juga akan merasa bangga dengan dirinya
sendiri dan pada gilirannya akan respek terhadap kemajuan dan
perkembangan yang terjadi dalam lingkungan pendidikan sendiri. Karena
masyarakat telah diberikan penghargaan yang tiada tara sebagai makhluk
sosial dan sebagai hamba Tuhan. Sehingga pendidikan masyarakat yang
mencakup seluruh komponen masyarakat dan sekolah itu sendiri (baik
orang tua/ wali).
5. Otonomi Pendidikan
siswa/ peserta didik, peserta didik sendiri, sekolah dan juga
pemerintah) dapat berjalan sinergis, beriringan dan selaras. Akan tetapi, hal
itu tentu saja tidak begitu mudah untuk dilakukan. Karena berbagai elemen
dan perangkat untuk menunjang itu semua haruslah dapat dengan tegas bahwa
semua itu diimplementasikan hanya untuk mempertegas bahwa otonomisasi
pendidikan sudah benar-benar dijalankan dalam kehidupan masyarakat
terutama dalam meningkatkan pendidikan di daerahnya masingmasing. Upaya
ke arah itu pun sudah sedang dan mesti digalakkan, agar dapat mencapai hasil
yang maksimal dan dapat memenuhi target yang telah ditentukan. Oleh karena
itu, untuk mempertegas otonomisasi pendidikan itu tidak hanya membutuhkan
perangkat bantuan yang berupa materil saja, melainkan juga perlu dukungan
moril dan kontribusi pemikiran dan ide-ide segar sangat dibutuhkan. Tetapi,
itu semua tidak hanya cukup diberikan oleh segelintir masyarakat saja. Justru,
dukungan seluruh komponen masyarakat kita pun juga amat menentukan
proses
81
keberlangsungan itu semua. Maka tidak heran bila Suyanto menyatakan
Otonomi Pendidkan harus perlu mendapat dukungan dari para anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Karena DPRD-lah yang
merupakan penentu dan yang mengesahkan kebijakan yang di buat oleh
pemerintah di tingkat daerah (Propinsi, Kabupaten, Kota) dalam rangka
otonomi pendidikan tersebut.
Hal itu selaras dengan apa yang termaktub dalam pasal 14 UU Otonomi
Daerah. No. 22/ 1999; di setiap daerah otonomi memiliki sistem
pemerintahan yang terdiri dari DPRD sebagai badan legislatif daerah.
Pemerintah daerah (Pemda) sebagai badan eksekutif daerah uga harus bisa
memainkan peranannya sebagai pembuat kebijakan, terutama kebijakan yang
berkaitan dengan kebijakan pendidikan. Oleh karena itu, setiap insititusi yang
terkait harus dapat bekerja sama secara seimbang antara eksekutif dan
yudikatif agar daerah yang melaksanakan otonomi daerah, terutama otonomi
di bidang pendidikan dapat berfungsi secara efektif dan demokratik bagi
semua warga masyarakat. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang
mempunyai kedudukan yang strategis harus bisa memainkan perannya, dan
mempunyai keinginan yang kuat dalam membangun serta menumbuhkan
paradigma dan visi pendidikan di daerahnya masing-masing. Oleh karena itu,
badan legistlatif daerah ini harus diberdayakan dan memberdayakan diri agar
mampu menjadi mitra yang baik, serta memiliki kesetaraan dalam kinerja
legislasinya. Dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan DPR,
maka semua kesulitan dalam membangun daerah, terutama dalm
memnciptakan pendidikan.. Sejalan dengan semangat Otonomi Daerah, maka
otonomi pendidikan juga telah memberikan ruang untuk pikirkan secara
bersama, terutama oleh wakil rakyat (DPR), yang tentu dapat memberikan
warna dalam membuat keputusan politik di bidang otonomi pendidikan
daerah. Bupati/Wali Kota, harus diberikan masukan secara sistematis dan
berkelanjutan dalam membangun pendidikan daerah. Karena bila tidak, maju
dan mundurnya pendidikan di era otonomi daerah adalah tergantung dari dan
kebijakan politik yang diambil oleh anggota Dewan perwakilan Rakyat
Daerah
82
(DPRD). Bahkan dikatakan Eko Budiharjo, berkaitan dengan
diimplementasikannya otonomi pendidikan, sudah barang tentu peran dari
lembaga pendidikan sebagai pusat pengetahuan (central of science), ilmu
teknologi, dan budaya menjadi lebih penting dan sangat strategis. Dan hal
itu dilakukan adalah dalam rangka pemberdayaan daerah, untuk
mempertegas otonomi yang sedang berjalan. Disebabkan kebanyakan
pemerintah daerah tingkat satu (propinsi) apalagi tingkat dua (kabupaten
dan kotamadya) tidak memiliki sumber daya manusia (sdm) yang cukup
handal dan potensial untuk mengelola dan mengatur daerahnya secara
optimal. Kerja sama yang lebih erat antara lembaga pendidikan di daerah
dengan pemerintah daerahnya sangat diperlukan. Lebih lanjut Eko
Budiharjo menegaskan, tokoh-tokoh ilmuwan dan pakar dari kampus lebih
didayagunakan sebagai braint trust atau think thank untuk pembangunan
daerahnya, tidak hanya sekedar sebagai pemerhati, kritikus, atau pengecam
kebijakan daerah. Sebaliknya, lembaga pendidikan yang ada juga harus
dapat membuka diri, lebih banyak mendengar opini publik, kinerjanya, dan
tentang tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah
(problem solving) yang dihadapi oleh rakyat. Selain itu, pemerintah pusat
tidak diperkenankan mencampuri urusan pendidikan daerah. Pemerintah
pusat hanya diperbolehkan dan dipersilahkan untuk memberikan
kebijakan-kebijakan dalam persoalan tersebut. Namun itupun harus atas
dasar persetujuan bersama pemerintah-pemerintah daerah. Atau dengan
lain perkataan, keterlibatan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan
ini hanya mencakup dua aspek; mutu dan pemerataan.
Pemerintah menetapkan standar mutu pendidikan, dan berupaya
agar semua siswa dapat berprestasi setinggi dan sebaik mungkin. Agar
semua sekolah dapat mencapai standar minimum mutu pendidikan, dengan
keragaman prestasi antarsekolah dalam suatu lokasi sekecil mungkin.
Pendeknya, pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dan katalisator
bukan regulator. Karena otonomi pengelolaan pendidikan berada di tingkat
sekolah. Maka peran lembaga pemerintah adalah memberi pelayanan dan
dukungan kepada sekolah. Agar proses pendidikan berjalan efektif dan
83
efisien (Indra Djati Sidi; 2001). Sehingga, Masyarakat Berbasis Sekolah
(MBS) yang kerap dibicarakan dapat menemukan konteks dan
momentumnya, yang pada gilirannya dapat terwujudkan.
D. Pengelolaan Pendidikan Pada Tingkat Sekolah
Pengelolaan Pendidikan adalah kriteria mengenai perencanaan,
pelaksanaan,dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi
dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Standar Pengelolaan adalah
Standar nasional pendidikan yang berkaitan dngan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan, kabupaten/kota, propinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi
dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan. Standar Pengelolaan
Pendidikan disajikan pada Diklat Peningkatan Profesi Pengawas TK/SD
dan Kepala Sekolah Dasar Kab. Wonosobo Tahun 2007 Berdasarkan
Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tanggal 23 Mei Tahun 2007.
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan
dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Pengelolaan sekolah didasarkan pada perencanaan program, pelaksanaan
rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan
sistem informasi manajemen. Sekolah mengembangkan perencanaan
program mulai dari penetapan visi, misi, tujuan, dan rencana kerja.
Pelaksanaan rencana kerja sekolah didasarkan pada struktur organisasi dan
pedoman pengelolaan secara tertulis di bidang kesiswaan, kurikulum dan
kegiatan pembelajaran, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, keuangan dan pembiayaan Di samping itu pelaksanaannya juga
mempertimbangkan budaya dan lingkungan sekolah, serta melibatkan
peran serta masyarakat.
84
Menteri pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan
Standar Pengelolaan. Peraturan Menteri pendidikan Nasional Republik
Indonesia No 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan pendidikan
oleh Satuan pendidikan Dasar dan Menengah.
a. Standar Pengelolaan oleh satuan pendidikan, menurut pasal 49
pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasasr dan
menengah menerapkan managemen berbasis sekolah yang
ditunjukan dengan kemandirian, partisipsi, keterbuakaan, dan
akuntabilitas pengelolaan suatu pendidikan pada jenjang pendidikan
tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi.
b. Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah
Menurut Pasal 60-Pemerintah menyusun rencana kerja
tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program: wajib
belajar; peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang
pendidikan menengah dan tinggi; penuntasan pemberantasan buta
aksara; penjaminan mutu pada satuan pendidikan,baik ysng
diselengarakan oleh pemerintah maupun masyarakat; peningkatan
status guru sebagai profesi;
1) peningkatan mutu guru/dosen;
2) standarisasi pendidikan;
3) akreditasi pendidikan;
4) peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan
lokal,nasional,dan global;
5) pemenuhan Standar Pelayanan Minima (SPM ) bidang
pendidikan; dan
6) Penjaminan mutu pendidikan nasional.
85
menengah;
3. Penuntasan pemberantasan buta aksara;
4. Penjaminan mutu pada satuan pendidikan,baik yang diselengarakan oleh
Pemerintah
Daerah maupun masyarakat;
5. peningkatan status guru sebagai profesi;
6. Akreditasi pendidika;
7. peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat;dan
8. pemenuhan Standar pelayanan minimal (SPM) bidang pendidikan.
86
lainnya, kurikulum, serta fasiltias pendidikan. Selain itu, pemangku
kepentingan (stakeholder) juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
proses penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini
orangtua dan masyarakat merupakan pemangku kepentingan yang harus dapat
bekerja sama secara sinergis dengan sekolah (Modul 3: 2006;4). Salah satu
tujuan bangsa Indonesia yang tertera dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD
1945 adalah “…..mencerdaskan kehidupan bangsa….” Dari
penggalan alinea tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan
prioritas bagi seluruh insan dimuka bumi, tidak terkecuali Indonesia.
Sangat mutlak pendidikan menjadi bekal utama untuk melanjutkan
kehidupan. Peran serta orang tua dan masyarakat tentunya sangat
menentukan masa depan pendidikan. Suparlan (2005 dalam Modul
3:2006;11) menyebutkan bahwa orangtua dan masyarakat serta elemen
pemangku kepentingan (stakeholder) merupakan masukan lingkungan
yang ikut berpengaruh terhadap kinerja sekolah sebagai suatu sistem.
Dewan Pendidik, khususnya Kepala Sekolah bekerjasama dengan
masyarakat, baik lingkungan sekitar maupun orangtua/wali murid. Oleh
karena itu diperlukan adanya suatu perangkat pelaksana sistem pendidikan,
suatu wadah yang menampung aspirasi masyarakat yang peduli terhadap
pendidikan. Perangkat atau wadah inilah yang disebut sebagai Komite
Sekolah (school board). Komite Sekolah merupakan wakil bagi
masyarakat atau orangtua/wali murid yang menjadi mitra bagi sekolah
dalam membantu penyelenggaraan program pendidikan. Komite Sekolah
dibentuk sesuai dengan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu cara
pengelolaan sekolah yang pada saat ini sedang digalakkan Pemerintah,
sebagai konsekuensi kebijakan desentralisasi yang melimpahkan sebagian
besar kewenangan Pemerintah Pusat ke Pemerintahan Daerah di berbagai
bidang termasuk bidang pendidikan.
87
Keberhasilan MBS ditentukan dengan meningkatnya partisipasi
masyarakat, dengan jalan menggali aspirasi, dan menggali potensi
masyarakat untuk menjamin demokratisasi dan transparansi pendidikan.
Upaya tersebut dapat dilakukan melalui Komite Sekolah sebagai
“perwakilan” masyarakat di tingkat satuan pendidikan. Dalam konsep
MBS, sekolah memiliki kewenangan untuk mengelola penyelenggaraan
pendidikannya sendiri dengan azas partisipasi dari masyarakat. MBS
menekankan agar pihak sekolah mengikutsertakan masyarakat secara
intensif dan ekstensif sesuai dengan peran dan potensi masing-masing.
88
tersebut baru bergerak apabila sekolah membutuhkan peranannya. Seperti
dijelaskan dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah, peran Komite Sekolah tidak sekedar
membantu sekolah dalam penggalangan dana. Komite sekolah mempunyai
peran yang jauh lebih luas, yaitu:
89
Dari butir-butir ayat tersebut jelas bahwa Komite Sekolah memiliki
peran penting dalam upaya memajukan dunia pendidikan di tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Komite Sekolah juga turut
memberikan pertimbangan mengenai berbagai isu pendidikan. Posisi ini
menjadikan Komite Sekolah sebagai mitra strategis dan sejajar bagi
sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Komite Sekolah sebagai wakil
masyarakat sedianya menyuarakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat
dalam berbagai kebijakan pendidikan yang diambil sekolah.
90
8) Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan;
9) Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan,
program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di
satuan pendidikan.
91
hanya difokuskan pada perbaikan kondisi fisik sekolah. Apabila dicermati
lebih jauh, maka diperoleh fakta bahwa komite sekolah sangat jarang
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam hal berikut:
92
mengorganisir pendidikan. Kenyataan seperti ini terjadi karena kurang atau
bahkan tidak adanya peranan pemerintah melakukan pembinaan terhadap
Komite Sekolah. Bahkan pemerintah tidak melakukan pengawasan dan
evaluasi terhadap program kerja Komite Sekolah. Pada akhirnya hal
semacam ini menimbulkan negative images dan big questions bagi kinerja
Komite Sekolah. Bagaimana pemahaman pengurus Komite Sekolah
mengenai peran dan fungsi dalam manajemen pendidikan? Bagaimana
kinerja Komite Sekolah selama ini? Apakah Komite Sekolah sudah
berperan dan berfungsi dalam pelaksanaannya sesuai dengan
Kepmendiknas No. 044/2002?
93
Faktor eksternal yaitu dari lingkungan sekitar yang kurang
mengerti dan memahami mengenai Komite Sekolah. Menanggapi kendala
tersebut diperlukan adanya sosialisasi tentang Komite Sekolah. Komite
Sekolah memang seharusnya mengadakan sosialisasi kepada orangtua/wali
murid, masyarakat, serta pemangku kepentingan (stakeholder) yang
mempunyai pengaruh besar terhadap proses penyelenggaraan dan
peningkatan mutu pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar pihak-pihak yang
berhubungan dengan sekolah dapat memahami peran Komite Sekolah dan
selanjutnya dapat bekerjasama untuk mewujudkan pendidikan yng lebih
berkualitas. Komite Sekolah merupakan wadah yang independen, wadah
yang setara dengan Dewan Pendidik. Dengan sifatnya yang independen
tersebut Komite Sekolah mempunyai peluang yang lebih besar untuk
menjadi wadah aspirasi masyarakat dalam memajukan sekolah. Oleh
karena itu Komite Sekolah harus mengembangkan kinerja, membentuk
program kerja sebagai pegangan dalam menjalankan peran, tugas, dan
fungsinya sesuai dengan aturan yang sudah di tetapkan. Peran Komite
Sekolah dapat ditingkatkan melalui pengembangan program yang baik,
penguatan struktur kepengurusan, serta pemilihan pengurus organisasi dan
komposisi anggota sesuai dengan ketentuan. Bagaimanapun juga, setiap
anggota Komite Sekolah harus benar-benar memahami peran, tugas, dan
fungsi masing-masing dalam memajukan pendidikan bangsa. Peran dan
fungsi Komite sekolah sebaiknya tidak difokuskan pada pengembangan
kondisi fisik sekolah melalui pertemuan-pertemuan, namun lebih kepada
pengembangan kualifikasi siswa dan guru bidang akademik.
94
3. Memberikan pertimbangan tentang tenaga kependidikan yang
dapat diperbantukan di sekolah.
4. Memobilisasi guru sukarelawan untuk menanggulangi
kekurangan guru di sekolah.
5. Memobilisasi tenaga kependidikan nonguru untuk mengisi
kekurangan di sekolah.
6. Memantau angka bertahan dan angka mengulang di sekolah.
7. Mengidentifikasi kondisi sumber daya sekolah.
8. Mengkomunikasikan pengaduan dan keluhan terhadap kebijakan
dan program sekolah.
Kesetaraan gender dalam pemilihan anggota pengurus Komite
Sekolah juga perlu diterapkan, sehingga tidak ada diskriminasi dalam
organisasi Komite Sekolah. Adanya keseimbangan dalam kepengurusan
struktur organisasi Komite Sekolah dapat memperlancar kinerja Komite
Sekolah yang bermitra dengan Dewan Pendidikan. Pemilihan dan
pembentukannya pun harus sesuai dengan aturan yang telah diterapkan
oleh pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 197 ayat 1
menyebutkan bahwa:
95
BAB VIII
PERAN TEKNOLOGI DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI
INDONESIA
96
a. Pengertian Teknologi Pendidikan
• Pengertian secara umum
Teknologi pendidikan dalam istilah bahasa Inggris disebut dengan
“instructional technology” atau “Education technology”. Pendidikan
semacam ini yang diutamakan ialah media komunikasi yang berkembang
secara pesat sekali yang dapat dimanfaatkan dalam pendidikan. Alat-alat
teknologi ini lazim disebut “hardware” antara lain berupa TV, radio, video,
tape, computer, dan lain-lain. Selain dari itu pendidikan juga menggunakan
teknologi yang disebut dengan “software” antara lain menganalisis dan
mendesain urutan atau langkah-langkah belajar berdasarkan tujuan yang
ingin dicapai dengan metode penyajian yang serasi dan penilaian
keberhasilannya.
• Pengertian menurut beberapa ahli
➢ Definisi Pertama (Ely, 1963)
97
➢ Definisi kedua (komisi TP, 1970)
98
melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau
internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang
disebut "cyber teaching" atau "pengajaranmaya", yaitu proses pengajaran
yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin
popular saatini ialah e-learning, yaitu suatu model pembelajaran dengan
menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi, khususnya
internet.
99
Hasil teknologi sejak lama dimanfaatkan dalam pendidikan.
Penemuan kertas, mesin cetak, radio, film, TV, komputer dan lain-lain itu
dimanfaatkan bagi pendidikan. Pada hakekatnya alat-alat tersebut tidak
dibuat khusus untuk keperluan pendidikan, akan tetapi alat-alat tersbut
ternyata dapat dimanfaatkan dalam dunia pendidikan.
100
online, mengecek keuangan, melihat jadual kuliah, mengirimkan
berkas tugas yang diberikan dosen dan sebaganya.
101
Secara umum, peranan e-learning atau teknologi dalam proses
pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: komplementer dan
substitusi. Komplementer mengandaikan bahwa cara pembelajaran dengan
pertemuan tatap muka masih berjalan, tetapi ditambah dengan model
interaksi berbantuan teknologi informasi (TI). Sedangkan yang subtitusi,
sebagian besar proses pembelajaran dilakukan berbantuan teknologi
informasi (TI). Saat ini regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah juga
telah memfasilitasi pemanfaatan e-learning sebagai substitusi proses
pembelajaran konvensional. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nsional
No. 107/U/2001 dengan jelas membuka koridor untuk menyelenggarakan
pendidikan jarak jauh, di mana elearning dapat masuk memainkan peran.
Enam prinsip di atas sangat penting untuk diingat agar e-learning betul-
betul tepat sasaran dan mampu menggugah semangat belajar peserta didik
dalam mengarungi samudra ilmu pengetahuan.
1) Media pembelajaran
Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium.
Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar
terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima (Heinich
et.al, 2002). Sedangkan media pembelajaran adalah sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran),
sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan
siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar
(Santyasa, 2007). Penggunaan teknologi sebagai media
pembelajaran sudah tidak asing lagi, mulai dari teknologi yang
sangat sederhana sampai teknologi yang canggih. Teknologi dapat
dimanfaatkan untuk menarik minat siswa dalam belajar sehingga
pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.
Perkembangan ilmu pengetahuan telah membawa teknologi
memasuki dunia digital. Menurut Selwyn (2011), penggunaan
teknologi digital memiliki peran dalam mendukung dan
102
meningkatkan proses kognitif peserta didik dan keterampilan berpikir.
Salah satu contoh teknologi digital adalah internet. Internet dapat
memungkinkan guru untuk menyajikan pelajaran menjadi lebih
menarik bagi para peserta didik. Saat ini pembelajaran berbasis
internet, seperti web-learning, e-learning atau pembelajaran online
(pembelajaran jarak jauh) sudah banyak dilakukan. Pembelajaran-
pembelajaran ini memanfaatkan internet sebagai media. Selain
pembelajaran menjadi lebih fleksibel dari segi waktu, tempat dan usia,
peserta didik juga dapat mengakses informasi yang dibutuhkan dalam
pembelajaran dengan bebas. Karena pembelajaran menjadi lebih
individual, maka hal ini dapat meningkatkan proses kognitif
peserta didik dan keterampilan berpikirnya. Contoh lain
penggunaan teknologi sebagai media pembelajaran adalah radio,
televisi, video yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi gaya
belajar peserta didik yang berbeda-beda dan juga menarik minat
siswa untuk dapat lebih termotivasi lagi dalam belajar. Penggunaan
perangkat presentasi interaktif seperti papan tulis elektronik dapat
membuat materi pembelajaran menjadi lebih menarik untuk peserta
didik.
2) Alat administrative
Teknologi juga dapat dimanfaatkan sebagai alat
administratif. Seperti yang dikatakan Selwyn (2011) bahwa salah
satu manfaat teknologi digital adalah sebagai perbaikan keefektifan
pengorganisasian lembaga pendidikan. Dengan menggunakan
komputer, sebagai salah satu produk teknologi digital, lembaga
pendidikan dapat lebih mudah untuk mengelola data administrasi,
meliputi data siswa, data guru, maupun data sekolah itu sendiri.
3) Sumber belajar
Selwyn (2011) mengatakan teknologi digital dapat
membantu guru untuk memproduksi bahan-bahan pelajaran dan
memungkinkan mereka untuk menghabiskan waktu dengan peserta
didik. Dengan tersedianya komputer, guru dapat menyusun rencana
103
pembelajaran dan materi-materi yang dibutuhkan oleh peserta didik
untuk dipelajari. Selain itu, tersedianya internet juga
memungkinkan peserta didik untuk mengakses informasi dengan
mudah dari sumber yang berbeda.
Saat ini, dengan menggunakan teknologi digital, peserta
didik banyak mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam belajar.
tersedianya e-book merupakan salah salah satu salah satu
kemudahan tersebut. Peserta didik tidak perlu membeli buku di
toko-toko untuk mendapatkan sumber belajar. Peserta didik cukup
hanya mendownload e-book yang sudah banyak tersedia di internet.
104
langsung dari internet, olehnya itu guru disini bukan hanya sebagai
pengajar, tetapi juga sebagai pembimbing siswa untuk
mengarahkan dan memantau jalannya pendidikan, agar siswa tidak
salah arah dalam menggunakan media informasi dan komunikasi
dalam pembelajaran.
• Munculnya metode-metode pembelajaran yang baru, yang
memudahkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Dengan
kemajuan teknologi terciptalah metode-metode baru yang membuat
siswa mampu memahami materi-materi yang abstrak, karena materi
tersebut dengan bantuan teknologi bisa dibuat abstrak, dan dapat
dipahami secara mudah oleh siswa.
• Sistem pembelajaran tidak harus melalui tatap muka. Selama ini,
proses pembelajaran yang kita kenal yaitu adanya pembelajaran
yang disampaikan hanya dengan tatap muka langsung, namun
dengan adanya kemajuan teknologi, proses pembelajaran tidak
harus mempertemukan siswa dengan guru, tetapi bisa juga
menggunakan jasa pos internet dan lain-lain.
• Adanya sistem pengolahan data hasil penilaian yang menggunakan
pemamfaatan teknologi. Dulu, ketika orang melakukan sebuah
penelitian, maka untuk melakukan analisis terhadap data yang
sudah diperoleh harus dianalisis dan dihitung secara manual.
Namun setelah adanya perkembangan IPTEK, semua tugasnya
yang dulunya dikerjakan dengan manual dan membutuhkan waktu
yang cukup lama, menjadi sesuatu yang mudah untuk dikerjakan,
yaitu dengan menggunakan media teknologi, seperti Komputer,
yang dapat mengolah data dengan memamfaatkan berbagai
program yang telah di installkan.
• Pemenuhan kebutuhan akan fasilitas pendidikan dapat dipenuhi
dengan cepat. Dalam bidang pendidikan tentu banyak hal dan bahan
yang harus dipersiapkan, salah satu contoh, yaitu; Penggandaan soal
Ujian, dengan adanya mesin foto copy, untuk memenuhi kebutuhan
akan jumlah soal yang banyak tentu membutuhkan waktu yang lama
105
untuk mengerjakannya kalau dilakukan secara manual. Tapi dengan
perkembangan teknologi semuanya itu dapat dilakukan hanya dalam
waktu yang singkat. Khususnya dalam kegiatan pembelajaran, ada
beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari perkembangan IPTEK,
yaitu: 1) Pembelajaran menjadi lebih efektif dan menarik. 2) Dapat
menjelaskan sesuatu yang sulit / Kompleks. 3) Mempercepat proses
yang lama. 4) Menghadirkan peristiwa yang jarang terjadi. 5)
Menunjukkan peristiwa yang berbahaya atau diluar jangkauan.
106
mengumpulkan dan mengorganisir informasi yang ada, yang
akhirnya dapat membuat seseorang kecanduan, terutama
menyangkut pornografi dan dapat menghabiskan uang karena
hanya untuk melayani kecanduan tersebut.
• Pelajar atau juga mahasiswa menjadi pecandu dari keberadaan
dunia maya secara berlebihan. Hal ini bisa terjadi ketika
siswa/mahasiswa tidak memiliki sikap skeptic serta kritis terhadap
sesuatu hal yang baru. Apalagi dalam konteks dunia maya (internet)
mereka secara tidak langsung telah masuk di dalam dunia yang over
free, maka sangat penting adanya kedua sikap di atas untuk menjadi
benteng atau filter dari segala sumber informasi yang ada. Selain
itu, yang tidak kalah pentingnya ialah perhatian dari orang tua juga
sangat berperan dalam menanamkan nilai-nilai tentang sebuah
norma agama sebagai landasan hidup.
• Tindakan kriminal (Cyber Crime), didalam dunia pendidikan hal ini
dapat terjadi, misalnya pencurian dokumen atau asset penting tentang
sebuah tatanan pendidikan yang sesungguhnya dirahasiakan (dokumen
mengenai ujian akhir atau negara) dengan media internet.
• Menimbulkan sikap yang apatis pada masingmasing individu, baik
bagi pelajar/siswa/ mahasiswa maupun pengajar/guru/dosen. Hal
ini dapat dilihat misalnya pada system pembelajaran yang bersifat
virtual maupun e-learning. Di mana system pembelajaran yang
tidak saling bertemu antara peserta didik dengan pengajar, maka
dapat terjadi peserta didik kurang aktif dalam sistem pembelajaran
dan hasilnya tidak maksimal (Asmani, 2011: 149).
107
BAB IX
PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN
DI ERA TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI.
108
kompetensinya. (H. karwono dan H. Mularsih, 2010). Pembelajaran
diupayakan mencakup semua variabel pembelajaran yang dirasa turut
mempengaruhi belajar. Ada tiga variable yang perlu dipertimbangkan dalam
merancang pembelajaran. Ketiga variabel tersebut adalah variabel kondisi,
variabel metode, dan variabel hasil pembelajaran. Kondisi pembelajaran
adalah mencakup semua variabel yang tidak dapat dimanipulasi oleh
perencana pembelajaran, dan harus diterima apa adanya. Yang termasuk
dalam variabel ini adalah tujuan pembelajaran, karakteristik bidang studi, dan
karakteristik siswa. Variabel metode pembelajaran adalah mencakup semua
cara yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam kondisi
tertentu. Yang termasuk dalam variabel ini adalah strategi pengorganisasian
pembelajaran, strategi penyampaian pembelajaran, dan strategi pengelolaan
pembelajaran. Sedangkan variabel hasil pembelajaran mencakup semua
akibat yang muncul dari penggunaan metode tertentu pada kondisi tertentu,
seperti keefektifan pembelajaran, efisiensi pembelajaran, dan daya tarik
pembelajaran.
109
2. Metode (strategi) pembelajaran yang berbeda memiliki pengaruh
yang berbeda dan konsisten pada hasil pembelajaran.
3. Kondisi pembelajaran yang berbeda bisa memiliki pengaruh yang
konsisten pada hasil pembelajaran.
Berkenaan dengan menyusun rencana pembelajaran, Reigeluth
dan Merril dalam Reigulth telah mengembangkan model pembelajaran
secara komperhensif yang terdiri dari tiga variabel utama, yaitu : (1)
kondisi pembelajaran (instructional conditions), (2) metode pembelajaran
(instructional methods), dan (3) hhasil pembelajaran (instructional
outcomes). Interaksi antara ketiga variabel tersebut dihasilkan dua teori
pembelajaran, yaitu teori pembelajaran diskriptif, dan teori pembelajaran
preskriptif, yaitu secara diagram dapat digambarkan sebagai berikut.
110
Kedua variabel bebas tersebut berinteraksi untuk menetapkan
metode pembelajaran yang optimal. Dengan bahasa yang lebih mudah
dapat dikatakan bahwa teori pembelajaran yang yang bersifat preskriptif
membahas bagaimana mengelola faktor-faktor eksternal agar orang yang
belajar dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Sedangkan teori belajar
dekriptif membahas bagaimana proses belajar terjadi pada diri orang yang
belajar.
111
memiliki variabel yang saling berhubungan. Variabel kondisi berhubungan
dengan variabel strategi dan variabel hasil, demikian pula hubungan variabel
lainnya yang dapat dibolak-balik. Hal ini memberikan gambaran bahwa
pembelajaran merupakan suatu sistem yang saling berkaitan satu sama lain
dan tidak dapat dipisahkan. Atau dengan kata lain, dalam merancang rencana
pembelajaran perlu diperhitungkansistem yang saling berpengaruh.
112
Gambar. Model Dick and Carey
B. Pengertian Media
113
dikemukakan sebelumnya oleh Briggs (1970) yang menyatakan bahwa
media adalah segala bentuk fisik yang dapat menyampaikan pesan serta
merangsang peserta didik untuk belajar.
114
perhatikangambar berikut.
Kerucut pengalaman Dale, menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh
melalui pengalaman langsung yang berada pada dasar kerucut mampu
menyajikan pengalaman belajar secara lebih konkret. Semakin menuju ke
puncak, penggunaan media semakin memberikan pengalaman belajar yang
bersifat abstrak.
115
KLASIFIKASI JENIS MEDIA
Media yang tidak dapatRealita, model, bahan grafis
diproyeksikan (non projected(graphical material), display
media)
Media yang diproyeksikanOHT, Slide, Opaque
(projected media)
Media Audio (Audio) Audio kaset, audio vision, active
audio vissioon
Media Video (Video) Video
Media berbasis komputerComputer Assisted Instruction (CAI)
(computer based media)
Computer Managed Instruction (CMI)
Multimedia kit Perangkat Praktikum
D. Peran Media
116
4. penyajian materi ajar menjadi lebih standar;
5. kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik;
6. kegiatan belajar dapat menjadi lebih interaktif;
7. waktu yang dibutuhkan untuk pembelajaran dapat dikurangi;
8. kualitas belajar yang dapat ditingkatkan;
9. pembelajaran dapat disajikan di mana dan kapan saja sesuai
dengan yang diinginkan;
10.meningkatkan sifat positif peserta didik dan proses belajar
menjadi lebih kuat/baik;
11.memberikan nilai positif bagi pengajar.
117
umumnya besifat sebagai pendukung bagi pengajar. Perancangan
media yang tepat akan sangat membantu menguatkan materi
pembelajaran yang disampaikan oleh pengajar secara langsung.
b. Proses pembelajaran tanpa kehadiran pengajar
118
jenis media yang sesuai dan tepat bagi masing-masing keterbatasan.
119
2) Dapat mengatasi batas ruang kelas.
3) Dapat memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara
siswa dengan lingkungan.
4) Dapat menghasilkan keragaman pengamatan.
5) Dapat menanamkan konsep dasar yang benar, nyata, dan tepat.
6) Dapat membangkitkan motivai dan merangsang peserta untuk
belajar dengan baik.
7) Dapat membangkitkan keinginan danminat baru.
8) Media dapat mengontrol kecepatan beljar siswa.
9) Dapat memberikan pengalaman yang menyeluruh dari hal-hal
yang konkrit sampai yang abstrak.
1. Realia
Realia adalah benda nyata yang digunakan sebagai bahan ajar.
Pemanfaatan media realia tidak harus selalu dihadirkan dalam ruang
kelas, tetapi dapat digunakan sebagai suatu kegiatan observasi pada
lingkungannya. Realia dapat digunakan dalam kegiatan belajar dalam
bentuk sebagaiman adanya, tidak perlu dimodofikasi, tidak ada
pengubahan, kecuali dipindahkan dari kondisi lingkungan hidup
aslinya. Cirri media realia adalah benda asli yang masih berada dalam
keadaan utuh, dapat dioperasikan, hidup, dalam ukuran yyang
sebenarnya, dan dapat dikenali sebagaimana wujud aslinya. Selain
dalam bentuk aslinya, penggunaan realia dapat dimodifikasi. Menurut
Heinich, modiifikasi penggunaan realia dalam proses pembelajaran
dapat dilakukan dengan tiga cara, sebagai berikut.
a. Cutaways/potongan
120
Cutaways adalah belahan atau potongan benda sebenarnya
yang digunakan untuk dapat melihat bagian dalam dari benda tersebut.
Misalnya realia sebuah mesin, dengan cara membelah mesin tersebut,
peserta didik akan dapat melihat bagaimana cara kerja mesin tersebut.
b. Specimen/contoh
Specimen adalah bentuk media realia yang digunakan dalam
bentuk asli dari sebuah benda dalam jenis atau kelompoknya, misalnya
kupu-kupu dalam berbagai jenis. Untuk mempermudah pengamatan,
pada umumnya specimen tersebut dikemas atau disimpan dalam botol,
kotak, atau tempat lain yang dapat di observasi.
c. Exhibit/pameran
realita dapat ditampilkan dalam bentuk pameran yang
dirancang seolah berada dalam lingkungan atau situasi yang asli.
Misalnya benda sejarah, benda-benda tersebut dipamerkan dalam
warna atau kondisi asli atau situasi bagaimana pemanfaatan benda
tersebut pada kuun masa tertentu, media realia dapat diadakan atau
dapat dimanfaatkan. Dengan demikian, media realia ini memberikan
suatu konstribusi yang sangat beasr dalam proses belajar mengajar.
2. Model
Pemanfaatan media realia dalam proses
pembelajaran
merupakan cara yang cukup efektif, karena dapat memberikan informasi
yang lebih akurat. Walaupun tidak semua benda nyata dapat digunakan
sebagai media realia karena keterbatasan penyediaanya, misalnya kerena
ukuran ataupun biayanya. Alternative pemanfaatan media yang
menyerupai realia adalah model. Menurut brown (1985), model
didefinisikan sebagai benda nyata yang dimodifikasikan ; heinich et al.,
(1996) menyebutkan hal yang senada, yaitu gambaran yang berbentuk tiga
dimensi dari sebuah benda nyata. Penggunaan model didefinisikan
121
sebagai media dalam pembelajaran dimaksudkan untuk mengatasi
kendala pengadaan relia, seperti harga yang tinggi atau benda yang sulit
digunakan sebagai realia. Model dapat berukuran lebih besar, lebih
kecil, atau berukuran saa persis dengan benda aslinya, serta dapat
menampilkan wujud yang lengkap dan rinci dari benda aslinya, atau
dapat ditampilkan dalam wujud yang sederhana untuk mempermudah
proses kegiatan pembelajaran. Sebagai salah satu media yang dapat
dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar, model memiliki
keunggulan yang tentunya sangat membantu proses tersebut, walaupun
terdapat pula keterbatasan tertentu.
3. Bahan Grafis
Media grafis yang juga dapat digolongkan sebagai media
visual nonproyeksi, mudah digunakan karena tidak membutuhkan
peralatan serta relative murah. Umumnya media yang termasuk dalam
golongan ini hanya membutuhkan biaya yang relative rendah atau
bahkan tidak memerlukan biaya sama sekali. Brown et al.,(1985)
melihat setidaknya ada lima jenis media grafis yang memiliki
keunggualan yang cukup tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yaitu
graft, char, diagram, kartu, poster, peta dan globe. Sementara heinich,
et al., (1996) menyebutkan beberapa jenis media grafis antara lain :
gambar diam, sketsa, diagram, charts, graft, poster, dan kartun.
Sebagian dari media grafis ini memerlukan kecermatan dan perhatian
khusus, karena visualisasi dari sebagian media grafis bersifat simbolis,
tidak menampilkan gambaran yang utuh, hal ini kadangkala
menimbulkan kesalahan dalam menginterprestasikan atau mengartikan
bentuk visualisasinya.
122
➢ Gambar diam
123
menjelaskan suatu proses (Heinich et al., 1996). Diagram dapat
memberikan gambaran mengenai cara kerja suatu benda atau
bagaimana membuat, menyusun, atau membangun suatu benda.
➢ Grafik
124
gambar yang sederhana serta mudah dipahami. Misalnya, gambar
orang dapat digunakan sebagai symbol untuk menjelaskan jumlah
penduduk, atau gambar toga digunakan untuk menyimbolkan
jumlah peserta didik yang lulus.
➢ Chart/Bagan
Chart atau bagan adalah salah satu jenis dari media grafis yang
digunakan untuk menyampaikan informasi atau materi yang cukup
sulit jika disampaikan secara lisan ataupun tulisan. Chart atau
bagan mampu memvisualisasikan sebuah hubungan yang bersifat
abstrak, seperti kronologis suatu kejadian atau struktur organisasi.
Dengan kemampuan tersebut, chart merupakan cara yang sederhana
dan singkat. Untuk merancang sebuah chart yang efektif dapat
dimanfaatkan berbagai macam jenis grafis, seperti gambar, sketsa,
grafik, diagram, atau bahkan bentuk verbal.
125
Pemanfaatan Bahan Grafis :
4. Papan Display
Berbagai media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar,
poster, chart, realia, atau lainya yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran kadangkala membutuhkan tempat untuk men-display atau
memanjang. Banyak pilihan yang dapat digunakan untuk mendisplay
atau memanjang media yang tidak diproyeksikan, yaitu papan tulis
(blackbroads), whitebroads, copybroads, dan bulletin broads. Keempat
jenis media display ini dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.
126
F. . Media yang Diproyeksikan (Projected Media)
1. OHT
OHT merupakan media yang paling sering digunakan.
Tidak hanya karena popular, tetapi juga relative lebih mudah
mempersiapkan materi ataupun pengoperasianya. Selain dibutuhkan
bahan transparansi, dibutuhkan juga alat tulis khusus/pena.
127
menghidupkan dan mematikan overhead projector. Seorang pengajar
kerap kali membiarkan overhead tetap menyala sepanjang presentasi
yang dilakukan, bahkan tanpa bahan yang diproyeksikan. Hal ini selain
mengganggu peserta didik dengan cahaya yang menyilaukan, juga
mempercepat masa hidup (life time) dari lampu proyektor.
2. Slide
Slide tergolong dalam media visual yang penggunaannya
diproyeksikan ke layer. Media slide dapat menampilkan gambar yang
sangat realistis. Hal ini disebabkan bahan dasar media slide merupakan
film fotografis berbentuk transparan yang sangat tepat untuk digunakan
sebagai suplemen belajar pada bidang studi eksakta, seperti jurusan MIPA
(biologi, kimia, dan fisika), arsitektur, kedokteran, dan juga pada bidang
studi social. Pada bidang studi biologi, slide dipergunakan untuk
memperlihatkan berbagai objek yang akan membuat pengajaran lebih
menarik dan hidup. Demikian pula pada bidang studi kimia, slide dapat
untuk memberikan informasi tentang perubahan warna yang terjadi pada
proses persenyawaan, dan topic-topik lain yang memerlukan penjelasan
melalui visual. Bidang-bidang ilmu social, seperti antropologi, sejarah,
kesenian, serta bidang lain yang memiliki karakteristik materi yang perlu
128
divisualisasikan akan sangat terbantu dengan penggunaan media slide.
Keunggulan media slide untuk memproyeksikan gambar yang kecil
menjadi ukuran yang lebih besar sangat membantu pemahaman peserta
didik tentang detail suatu objek. Penggunaan slide dalam proses
pembelajaran dapat dilakukan dengan ataupun tanpa suara. Slide tanpa
suara pada umumnya digunakan apabila dambar yang satu dengan
gambar yang lain dapat berdiri sendiri, sementara penjelasan langsung
diberikan oleh pengajar. Lain hal dengan slide suara, penyajian
dilakukan dengan urutan tertentu yang disinkronisasi dengan unsure
suara. Walaupun slide suara dapat digunakan untuk proses
pembelajaran dalam ruang kelas secara kelompok, namun biasanya
slide suara digunakan untuk keperluan pembelajaran secara individual.
3. Media Audio
Media audio merpakan media yang sangat fleksibel, relative murah,
praktis dan ringkas, serta mudah dibawa (portable). Media ini dapat
digunakan, baik untuk keperluan belajar kelompok (group learning)
maupun belajar individual. Dengan karakteristik yang dimilikinya, media
audio sangat efektif digunakan dalam beberapa bidang studi, seperti
bahasa, drama, dan seni musik. Penggunaan media audio untuk pelajaran
bahasa umumnya difokuskan pada dua pokok bahasa utama, yaitu
pengucapan (pronounciation) dan structure drill (hackbarth,1996). Untuk
mempelajari pronounciation, peserta didik dapat mendengarkan kata atau
frase, mengulang pengucapan, dan dapat membandingkan pengucapan
yang dilakukan dengan pengucapan yang terdengar melalui kaset. Peserta
didik dapat mengulang pengucapannya sehingga sama atau hamper
menyamai pengucapan yang terdapat pada rekaman audio. Penggunaan
rekaman audio pada bidang studi bahasa untuk keahlian tertentu sangat
berguna karena mampu memperlihatkan penggunaan tata bahasa yang agak
aneh, karena transisi yang hilang serta kesalahan lain dari segi gramatikal.
Untuk kelas seni musik, media audio selain dapat digunakan oleh pengajar
dalam ruang kelas, untuk memberikan contoh-
129
contoh yang berkaitan dengan bidang musik, dapat pula digunakan oleh
peserta didik untuk merekam hasil karyanya dan mendengarkan kembali
penampilanya. Pemanfaatan lain dari media ini adalah pada bidang
dtudi tersebut dapat menggunakan media audio untuk memberikan
contoh mengenai bagaimana memberikan reportase atau pidato yang
baik dan materi- materi lain yang sesuai dan tepat untuk direkam dan
dipresentasikan melalui kaset audio.
❖ Hanya mendengar;
130
dan rancangan yang lebih matang dibandingkan dengan bentuk audio kaset
yang hanya didengar.
4. Media Video
Pemanfaatan media video dalam proses pembelajaran diruang
kelas sudah merupakan hal yang biasa. Sebagai media audiovisual dengan
memiliki unsure gerakan dan suara, video dapat digunakan sebagai alat
Bantu mengajar pada berbagai bidang studi. Kemampuan video untuk
memanipulasi waktu dan ruang dapat mengajak peserta didik untuk
melanglang buana kemanasaja walaupun dibatasi dengan ruang kelas.
Objek-objek yang terlalu kecil, terlalu besar, berbahaya, atau bahkan tidak
dapat dikunjungi oleh peserta didik karena lokasinya dibelahan bimi lain,
dapat dihadirkan melalui media video.
131
kegiatan dengan prosedur tertentu akan membantu dengan pemanfaatan
media video. Dengan kemampuan untuk menyajikan gerakan lambat
(slow motion), media video membantu pengajar untuk menjelaskan
gerakan atau prosedur tertentu dengan lebih rinci. Keterampilan yang
dapat dilatih melalui media video tidak hanya berupa keterampilan fisik
saja, tetapi juga keterampilan interpersonal, seperti keterampilan dalam
psikologi dan hubungan masyarakat. Disamping itu, keterampilan
manajerial juga dapat dilatihkan melalui pemanfaatan media video.
Pengajar dapat memilih program0program video yang sesuai dengan
materi yang akan diajarkan, kemudian menyaksikan bersama-sama
diruang kelas, smembahas serta mendiskusikannya. Selain digunakan
untuk melihat program-program yang telah siap pakai, media video juga
dapat dimanfaatkan untuk merekam aktivitas peserta didik yang tengah
berlatih menguasai keterampilan interpersonal, kemudian hasil rekaman
tersebut dibahas dan analisis oleh sesame rekan peserta didik dan
pengajar. Kemampuan video untuk mengabadikan kejadian-kejadian
factual dalam bentuk program documenter bermanfaat untuk membantu
pengajar dalam mengetengahkan fakta, kemudian membahas fakta
tersebut secara lebih jelas dan mendiskusikannya diruang kelas.
Format Video
Dengan kemajuan teknologi yang pesat, format video untuk
merekam gambar, gerakan, dan suara tidak hanya dalam bentuk
kaset, tetapi juga dalam bentuk lain, seperti laser video disc dan
copact disc. Walaupun format kaset memiliki beragam jenis format,
pemanfaatan video dalam ruang kelas umumnya digunakan kaset
VHS yang memiliki kualitas yang cukup memadai untuk digunakan
sebagai alat Bantu pengajaran.
5. Media Berbasis Komputer
Computer dewasa ini tidak lagi merupakan konsumsi
mereka yang bergerak dalam bidang bisnis atau dunia kerja, tetapi juga
dimanfaatkan secara luas oleh dunia pendidikan. Menurut Hannafin dan
Peck (1998), potensi media computer yang dapat dimanfaatkan untuk
132
meningkatkan efektivitas proses pembelajaran antara lain sebagai
berikut.
Memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta didik
dan materi pelajaran.
Proses belajar dapat berlangsung secara individual sesuai dengan
kemampuan belajar peserta didik.
Mampu menampilkan unsure audio visual untuk meningkatkan
minat belajar (multimedia).
Dapat memberikan umpan balik terhadap respons peserta didik
dengan segera.
Mampu menciptakan proses belajar secara kesinambungan.
Permainan
(games),
Simulasi
(simulation),
133
diserupai umpan balik, program ini umumnya juga menyajikan
pengukuhan terhadap jawaban yang tepat.
134
solving (pemecahan masalah). Program ini dapat dibedakan menjadi dua jenis
berdasarkan cara yang ditempuh siswa dalam memberikan respons. Pada cara
yang pertama, siswa merumuskan sendiri solusi masalah yang ditampilkan
lewat computer dan memasukkan program ke dalamnya. Sedangkan pada cara
yang kedua, computer menyediakan jawaban yang mewakili respons siswa
terhadap masalah yang ditayangkan oleh computer.
135
proses pembelajaran. Untuk langkah awal, kombinasi antara pemanfaatan
computer dengan tatapmuka yang lebih fleksibel. Tugas- tugas dapat
diberikan oleh pengajar dan dikerjakan oleh peserta didik melalui
computer, hal ini membuka kemungkinan bagi pengajar untuk memberikan
penilaian yang terbuka dan juga memberi kesempatan kepada peserta didik
lain untuk memberikan masukkan.
6. Multimedia Kit
136
DAFTAR PUSTAKA
Fukuyama, F. 1996. Trust The Social Virtues and the Creation of Prosperity.
London: Penguin Books.
Hasibuan, Malayu, S.P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarat: Bumi
Aksara.
Sikula, Andrew, F. 1981. Personnel Administration and Human Resources
Management. New York: A. Wiley Trans Ed. By John Wiley & Sons Inc.
Tilaar, H.A.R. (1998). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam
Perspektif Abad 21. Magelang: Tera Indonesia.
UURI No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokusmedia.
http://sadisurhato1977.blogspot.in/2013/10/guru-sebagai-teladan-
bagisiswa.html?m=1
http://shakuyaa.blogspot.com/2014/09/menjadi-guru-yang-berwibawa-dan-
suri.html?m=1
http://aminuddi.blogspot.com/2012/09/cirri-ciri-guru-yang-baik-dan-
disukai.html?m=1
https://arassh.wordprees.com/2013/06/13/guru-teladan/
https://catatanmanajer.wordprees.com/2012/02/21/teladan
https://aceh.tribunnews.com/2017/09/10/profesionalisme-guru
https://text-id.123dok.com/document/lzgwgje8y-peranan-guru-dalam-
pembelajaran-tatap-muka.html
B Uno, Hamzah. 2011. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara http://layla-
innocent.blogspot.com/2012/06/makalah-merekontruksi-masyarakat-dan.html
(diakses pada tanggal 24 maret 2013).
Azzam, N. K. (2015, april 1). Naufal Khairul Azzam. Retrieved from Naufal
Khairul Azzam: http://kangenakangarie.blogspot.com/2015/04/usaha-
usaha-pengembangan-guru-sebagai.html
Prihartini, Y. (2013). Dasar Pengembangan Profesi Guru. Jurnal
Kependidikan Islam IAIN Sulthan Thaha Saifuddin, 112-115.
Depdiknas. 2002. Peraturan Pemerintah Nomor 044 Tahun 2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah.
137
Depdiknas. 2003. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2006. Modul Komite 3: Peningkatan Wawasan Kependidikan Pengurus
Komite Sekolah.
Depdiknas. 2010. Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan.
Paduppi, Darwing & Suradi & Sabri. 2006. Pemberdayaan Komite Sekolah dalam
Meningkatkan Tata Kelola dan Akuntabilitas Pendidikan Dasar di Sulawesi
Selatan. Jurnal Pendidikan &
Kebudayaan. http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/5/universitas%20negeri%20makassar-
digilib-unm-darwingpad-249-1-pemberda-n.pdf. Diakses pada 25 Oktober 2013 pukul
19:08 WIB.
Tjuana, Alpres.____. Memberdayakan Komite Sekolah Untuk Meningkatkan Mutu
Layanan Pendidikan. http://journal.uniera.ac.id/pdf_repository/juniera6-
0Ai0A2yhIBFamR5I55SB90AJ3.pdf. Diakses pada 25 Oktober 2013 pukul 18:53
WIB.
Budiman, Haris. 2017. Peran Teknologi Inforamsi Dan Komunikasi Dalam
Pendidikan. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 8, Mei 2017.
Lampung.
Riana, Cepi. 2018. Peranan Teknologi Dalam Pembelajaran. Universitas
Pendidikan Indonesia.Bandung.
Sudibyo, Lies. 2011 Peranandan Dampak Teknologi Informasi dalam Dunia
Pendidikan di Indonesia. Sukoharjo
Lestari, Sudasri. 2018. “Peran Teknologi dalam Pendidikan di Era Globalisasi”. .
Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 2, No. 2: 97
Jamun, Yohannes Maryono. 2018. “Dampak Teknologi Terhadap Pendidikan”.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Vol. 10, No. 1: 50-51
138