Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia

Vol. 20 No. 1 Januari 2020: 79–93


p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 79

Pengaruh Kebijakan Penurunan Jalur Merah terhadap Penerimaan


Negara
The Impact of Reducing The Red Line Policy on Government Revenue

Nurhidayatia,∗, & Pramudita Cahyanib


a Politeknik Keuangan Negara STAN (PKN STAN)
b Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan

[diterima: 9 April 2018 — disetujui: 4 Desember 2018 — terbit daring: 24 Desember 2019]

Abstract
The decrease of customs clearance time is a form of reform and modernization of customs, through the policy of red line
reduction. With a short customs clearance time, the velocity of goods in ports and airports become faster so as to support
the smooth flow of national logistics. Smooth flow of goods will support the trade, which ultimately government revenue
from import duties will be affected. This study aims to find the effect of the policy on the government revenue. The study
used the data of 35 periods before and after the red line reduction policy was taken. The result shows that the policy of
red line reduction negatively affects the government revenue of import duties.
Keywords: international trade; customs policy; government revenue

Abstrak
Salah satu bentuk reformasi dan modernisasi kepabeanan adalah penurunan waktu customs clearance, melalui
kebijakan penurunan jalur merah. Dengan waktu customs clearance yang makin singkat, maka perputaran
arus barang di pelabuhan maupun bandara menjadi makin cepat sehingga mendukung kelancaran arus
logistik nasional. Kelancaran arus barang akan meningkatkan perdagangan yang pada akhirnya penerimaan
kepabeanan dan pajak dalam rangka impor ikut mengalami kenaikan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
pengaruh kebijakan penurunan jalur merah terhadap penerimaan bea masuk. Penelitian menggunakan
data 35 periode sebelum dan sesudah kebijakan penurunan jalur merah tersebut diambil. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kebijakan penurunan jalur merah berpengaruh negatif terhadap penerimaan bea
masuk.
Kata kunci: perdagangan internasional; kebijakan kepabeanan; penerimaan pemerintah

Kode Klasifikasi JEL: F13; F68; M48

Pendahuluan diberikan oleh perbaikan dalam fasilitasi perda-


gangan terhadap arus perdagangan dan juga pe-
Adanya perdagangan internasional menunjukkan nerimaan pemerintah. World Custom Organization
tingkat keterbukaan suatu negara dan ketergan- (WCO) (1999) mengklaim bahwa fasilitasi perda-
tungan dengan negara lain. Perkembangan perda- gangan berdampak pada lebih cepatnya customs
gangan internasional didukung oleh kemudahan- clearance dan lebih pendeknya dwell time dalam per-
kemudahan atau fasilitas yang diberikan tiap nega- dagangan. Dalam Tabel 1 disajikan beberapa negara
ra. Milner et al. (2008) dalam kajiannya tentang dam- yang melakukan perbaikan fasilitasi perdagangan.
pak ekonomi dari fasilitasi perdagangan, menya-
Reformasi dan modernisasi kepabeanan yang di-
takan bahwa terdapat kontribusi signifikan yang
lakukan beberapa negara tersebut salah satunya
∗ Alamat Korespondensi: PKN STAN Jl. Bintaro Utama Sektor berupa penurunan customs processing time (customs
V Tangerang Selatan. E-mail: nurhidayati@pknstan.ac.id. clearance). Dengan waktu customs clearance yang ma-
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
80 Pengaruh Kebijakan Penurunan Jalur Merah...

Tabel 1: Fasilitasi Perdagangan di Beberapa Negara

Bangladesh Modernisasi bidang kepabeanan dilakukan tahun 1999. Pada tahun 2000, penerimaan kepabeanan meningkat
sebesar 14% dari tahun sebelumnya dan waktu customs clearance menurun menjadi 1 sampai dengan 3 hari untuk
proses impor dan 3 hingga 8 jam untuk proses ekspor.
Bolivia Melakukan reformasi kepabeanan pada tahun 1997. Pada tahun 2000, korupsi makin berkurang dan waktu customs
clearance makin cepat. Meskipun terjadi perlambatan perekonomian dengan penurunan impor melebihi penurunan
penerimaan kepabeanan, namun penerimaan kepabeanan naik sebesar 11%.
Ghana Pada tahun 1997 memfokuskan pada program perbaikan peraturan kepabeanan, sistem dan prosedur, manajemen,
serta organisasi. Selama dua tahun awal penerapan, impor meningkat sebesar 4% dengan penerimaan kepabeanan
meningkat sebesar 58% walaupun terjadi penurunan tarif bea masuk. Waktu clearance menjadi makin berkurang
dan biaya investasi yang dikeluarkan pemerintah dalam program ini berhasil kembali dalam kurun waktu 14
bulan.
Peru Walaupun terjadi penurunan tarif rata-rata, penerimaan kepabeanan meningkat sebesar 327% pada kurun waktu
1990–1995 dan nilai impor juga meningkat sebesar 175%. Waktu customs clearance berkurang dari semula 15–30 hari
menjadi hanya 2 jam sampai dengan 2 hari.
Sumber: Milner et al. (2008)

kin singkat, maka perputaran arus barang, baik di Target penurunan dwelling time tersebut turut
pelabuhan maupun di bandara, akan makin cepat menjadi tanggung jawab Kantor Bea dan Cukai
sehingga mendukung kelancaran arus logistik na- Tanjung Priok, selain juga harus melakukan pela-
sional. Kelancaran arus barang akan meningkatkan yanan ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok.
arus perdagangan sehingga penerimaan negara, ter- Ada beberapa hal yang sudah dijadikan kebijakan
utama penerimaan kepabeanan dan pajak, dalam dalam rangka menurunkan dwelling time ini, antara
rangka impor ikut mengalami kenaikan. Menurut lain percepatan dalam hal customs clearance. Salah
WCO (1999), sebagian besar negara berkembang satu kebijakan percepatan customs clearance adalah
lebih menggantungkan penerimaan pada kegiat- melalui penurunan jalur merah terhadap barang
an kepabeanan daripada pajak penghasilan. Tanpa impor yang wajib diperiksa fisik atau behandle oleh
penerimaan dari administrasi kepabeanan, peme- Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe
rintah akan lebih sulit mendanai pembangunan. A Tanjung Priok.
Kelancaran arus barang ini terkait dengan dwell- Terdapat tiga jalur dalam proses customs clearance
ing time. Menurut Raballand et al. (2012), dwelling yang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
time mengacu pada waktu yang dihabiskan oleh Cukai (DJBC), yaitu jalur hijau, kuning, dan merah.
kontainer impor (kargo), yang mana kargo terse- Proses customs clearance pada jalur merah adalah
but diproses pembongkarannya dari dalam kapal proses yang memakan waktu paling lama karena
hingga selesai dikeluarkan dari pelabuhan. Dalam pemeriksaan dilakukan secara keseluruhan oleh pe-
okezone.com (2013) diberitakan bahwa dwelling time tugas Bea Cukai. Dengan kebijakan penurunan jalur
Pelabuhan Tanjung Priok paling sedikit 6,6 hari dan merah, kegiatan importasi berubah menjadi jalur
paling lama 9,45 hari. Angka ini jauh jika diban- kuning –yang sebelumnya masuk jalur merah– me-
dingkan dengan pelabuhan di negara lain seper- nyusul kebijakan penurunan tingkat risiko barang
ti Singapura, Hong Kong, Perancis, Los Angeles impor tersebut di pelabuhan. Dengan kebijakan
(Amerika Serikat), dan Australia, yang dwelling ini, pemeriksaan dilakukan hanya dengan peme-
time-nya paling lama hanya sekitar 3 hari. Bahkan riksaan dokumen tanpa pemeriksaan fisik barang.
jika dibandingkan Port Klang Malaysia dan Leam Sebelum adanya kebijakan ini, sekitar 20% volu-
Chabang Thailand juga masih kalah. Presiden Joko me barang impor yang masuk melalui Pelabuhan
Widodo berharap dwelling time ini dapat turun ke Tanjung Priok teridentifikasi sebagai jalur merah
angka 4,7 hari pada akhir tahun 2015. dan wajib ditangani, tetapi kini persentase tersebut
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
Nurhidayati & Cahyani, P. 81

turun hanya tinggal 6%–8% untuk menghindari pa- Priok, terhitung sejak tahun 2014 hingga Agustus
datnya arus barang dan meningkatkan kelancaran 2016. Hal inilah yang ingin penulis ketahui, yaitu
logistik nasional. Penurunan jalur merah Kantor apakah kebijakan penurunan jalur merah tersebut
Bea dan Cukai Tanjung Priok dalam kurun waktu berpengaruh terhadap penerimaan bea masuk?
tahun sejak dimulainya kebijakan penurunan jalur Struktur dari penelitian ini diawali dengan pen-
merah sampai dengan tahun 2016 (lihat Tabel 2). dahuluan, dilanjutkan dengan tinjauan literatur,
metode, hasil dan analisis, dan kesimpulan.
Tabel 2: Persentase Jalur Merah KPU BC Tipe A Tanjung
Priok

Periode Rata-Rata Persentase Jalur Merah Tinjauan Literatur


Januari–September 2013 15,60%
Oktober–Desember 2013 4,70%
Tahun 2014 4,66% Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai teori fa-
Tahun 2015 5,08%
Januari–Agustus 2016 5,30%
silitasi perdagangan yang menjadi dasar kebijakan
Sumber: Data KPU BC Tipe A Tanjung Priok, diolah jalur merah dan juga dwelling time.

Pada periode Januari–September 2013, rata-rata


Fasilitasi Perdagangan
persentase jalur merah sebesar 15,6% dari keselu-
ruhan jalur importasi dan menurun terhitung mulai Fasilitasi perdagangan menurut World Trade Orga-
Oktober 2013, yakni sebesar 4,6% dan rata-rata jalur nization (WTO) dan WCO adalah penyederhanaan
merah dari Oktober–Desember 2013 hanya sebe- transaksi perdagangan, transparansi dan profesio-
sar 4,7%. Untuk tahun 2014, rata-rata persentase nalisme bea cukai, serta pengaturan lingkungan
jalur merah sebesar 4,66% dari keseluruhan jalur sebagaimana harmonisasi dan standarisasi. Per-
importasi, sedangkan untuk tahun 2015 rata-rata baikan dalam fasilitasi perdagangan menghasil-
persentase jalur merahnya sebesar 5,08% dan untuk kan dampak positif pada pendapatan pemerintah,
tahun 2016, periode Januari–Agustus 2016 sebesar terutama dengan adanya efisiensi dan perbaikan
5,3%. Terkait dengan hal ini, target yang ditetap- yang signifikan dalam pemungutan pajak. Selain
kan oleh Presiden Joko Widodo untuk menurunkan itu, dengan perbaikan fasilitasi perdagangan, yakni
dwelling time menjadi 4,7 hari tercapai pada akhir dengan reformasi dan modernisasi prosedur kepa-
tahun 2015. beanan akan berdampak pada pengurangan waktu
Menurut penelitian terdahulu, contohnya dari yang dibutuhkan untuk barang keluar dari pelabuh-
Milner et al. (2008), disebutkan bahwa negara yang an sehingga berakibat pada penghematan dalam
melakukan perbaikan fasilitas perdagangan, salah biaya perdagangan.
satunya dengan melakukan modernisasi dan refor- Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian
masi kepabeanannya, akan memberikan dampak Engman (2005) adalah bahwa perbaikan dalam fasi-
positif bagi kenaikan penerimaan negara tersebut. litasi perdagangan memiliki pengaruh yang positif
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah melakukan terhadap peningkatan arus perdagangan sehingga
berbagai kebijakan perbaikan fasilitasi perdagang- peningkatan arus perdagangan akan makin tinggi.
an, di antaranya dalam rangka mempercepat waktu Engman (2005) mengategorikan dampak ekonomi
customs clearance dengan penurunan jalur merah dari adanya fasilitasi perdagangan terhadap tiga
sebagai upaya penurunan dwelling time. Di sisi lain, indikator, yakni arus perdagangan, penerimaan ne-
terdapat kondisi tidak tercapainya target penerima- gara, dan yang terakhir terhadap investasi asing
an bea masuk pada KPU Bea Cukai Tipe A Tanjung langsung (foreign direct investment). Fokus utama
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
82 Pengaruh Kebijakan Penurunan Jalur Merah...

yang dijadikan indikator pengukuran dampak eko- nerimaan negara. Pendapatan aktual bisa saja lebih
nomi dari fasilitasi perdagangan ini adalah biaya rendah dibandingkan potensi pendapatan dikare-
transaksi perdagangan (trade transaction cost). Biaya nakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat bea
transaksi perdagangan ini dapat dianalisis seba- cukai, ataupun ketidakcakapan petugas bea cukai,
gai persetaraan tarif ad valorem1 . Analisis ekonomi atau bisa saja dikarenakan prosedur kepabeanan
mendeskripsikan dua hal utama pengaruh tarif ter- yang sudah tidak relevan untuk diterapkan.
sebut, yakni terhadap harga dan efisiensi. Pengaruh
terhadap harga dapat dirasakan secara langsung Dwelling Time
seperti dalam pembayaran biaya kepabeanan, bia-
ya timbun di pelabuhan, atau bahkan uang yang Perdagangan internasional adalah salah satu kunci
dikeluarkan untuk menyuap pegawai yang korup, untuk meningkatkan kemajuan suatu negara dan
sedangkan efek tidak langsung terhadap harga da- kesejahteraan rakyatnya. Dalam penelitian Nordås
pat berupa biaya tambahan yang dikeluarkan atas (2007), disimpulkan bahwa waktu (lamanya) eks-
lamanya penyelesaian prosedur kepabeanan. Peng- por dan impor dapat menjadi kendala atau masalah
aruh terhadap efisiensi dapat dilihat dari adanya yang signifikan untuk memasuki pasar internasio-
distorsi atas alokasi sumber daya ekonomi. nal bagi negara-negara berkembang. Artinya, sua-
Selain potensi penghematan biaya yang didapat tu negara perlu memperhatikan biaya transportasi
dari fasilitasi perdagangan tawarkan kepada para yang rendah dan proses yang efisien untuk bersaing
pedagang, manfaat lain yang juga dapat diperoleh di pasaran dunia. Berdasarkan penelitian Hummels
adalah pengumpulan pajak yang lebih efisien dan (2001), waktu yang diperlukan untuk transporta-
dapat diandalkan, yang mana hal tersebut berpe- si barang akan meningkat secara kontinu sehing-
ran penting bagi pemerintahan negara berkembang ga mengurangi arus perdagangan. Raballand et
yang sangat bergantung pada pajak perdagangan al. (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bah-
untuk membiayai adminstrasi publiknya. Dengan wa penurunan dwelling time dalam jangka panjang
adanya peningkatan efisiensi dalam prosedur ke- akan berdampak positif terhadap efisiensi proses
pabeanan akan membawa dampak yang positif ba- operasional di pelabuhan.
gi pengumpulan penerimaan negara. Organisation Menurut Ginting et al. (2016), dwelling time pe-
for Economic Co-operation and Development (OECD) labuhan diartikan sebagai rentang waktu suatu
(2006) juga menyimpulkan jika reformasi fasilitasi kontainer ditempatkan dalam Tempat Penimbunan
perdagangan akan bermanfaat bagi pembangunan Sementara (TPS), terhitung mulai kontainer dibong-
dengan cara menstimulasi perdagangan dan inves- kar dari kapal hingga keluar dari TPS. Sementara
tasi asing langsung serta meningkatkan penerimaan itu, United States Agency International Development
dari pajak perdagangan dan perlawanan terhadap (USAID) (2014) mendefinisikan dwelling time seba-
fraud dan korupsi. gai jangka waktu lamanya suatu kontainer berada
Wilson (2007) menegaskan bahwa program mo- di pelabuhan masuk, sejak kontainer keluar dari
dernisasi kepabeanan pada negara berkembang kapal sampai kontainer tersebut dikeluarkan dari
biasanya bertujuan, baik untuk mereduksi waktu pelabuhan dan semua prosedur formal telah selesai
customs clearance maupun untuk meningkatkan pe- dilakukan. Dalam pengertian kepabeanan, dwelling
time adalah lamanya suatu kontainer (barang impor)
1 lazim
digunakan berkenaan dengan pembebanan pajak ditempatkan di TPS sejak mulai proses pembong-
impor, yang berarti menurut nilai, tidak menurut timbangan, karan dari dalam kapal sampai dengan dikeluarkan
ukuran, atau satuan (sumber: https://www.bi.go.id/id/kamus.
aspx). dari TPS. Proses dwelling time ini dibagi dalam tiga
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
Nurhidayati & Cahyani, P. 83

tahap kegiatan, yaitu pre-customs clearance, customs Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cu-
clearance, dan post-customs clearance. Tahap pertama kai Nomor P-42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelak-
pre-customs clearance dimulai sejak kontainer dibong- sanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai
kar di kapal sampai dengan importir memasukkan menjelaskan bahwa jalur merah adalah proses pela-
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke Kantor Bea yanan dan pengawasan pengeluaran barang impor
Cukai. Proses ini dilanjutkan dengan tahapan cus- dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian
toms clearance, yaitu ketika PIB diterima oleh kantor dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan
Bea Cukai, maka selanjutnya Surat Persetujuan Pe- Pengeluaran Barang (SPPB) sehingga pemeriksaan
ngeluaran Barang (SPPB) diterbitkan oleh Kantor fisik akan dilakukan atas barang tersebut oleh pe-
Bea Cukai. Tahapan terakhir adalah post-customs meriksa bea cukai sebelum keluar dari pelabuhan.
clearance yang dimulai sejak dikeluarkannya SPPB Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, selanjutnya
oleh Kantor Bea Cukai hingga kontainer (barang dokumen tersebut diteliti untuk menentukan besar-
impor) dikeluarkan oleh pemilik/yang ditunjuk ku- an tarif dan nilai pabeannya oleh Pejabat Fungsional
asanya dari TPS. Pemeriksa Dokumen (PFPD). Kemudian apabila
penelitian dokumen telah selesai dilakukan, maka
terbitlah SPPB.
Gambaran Umum Sistem Jalur Merah
Rinaldi (2016) menjelaskan bahwa proses penen-
Revised Kyoto Convention menyatakan bahwa dalam tuan jalur merah diawali dari pembentukan profil
rangka pengawasan kepabeanan, maka institusi importir dan komoditi. Hal tersebut juga diatur
kepabeanan harus menerapkan manajemen risiko. dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai
Institusi kepabeanan harus melakukan analisis ri- Nomor P-42/BC/2008, yang mana profil importir
siko untuk menentukan siapakah orang, barang sebagai elemen-elemen yang membantu penentuan
yang mana, moda transportasi yang harus dipe- tingkat risiko importir dan profil komoditi, yang me-
riksa, serta sejauh atau sedalam apa tingkat pe- rupakan elemen-elemen yang dapat menentukan
meriksaannya. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tingkat risiko komoditi, akan dipergunakan dalam
mengimplementasikan manajemen risiko tersebut penetapan jalur, apakah diidentifikasi ke jalur hijau,
melalui pembagian jalur importasi menjadi tiga ja- kuning, atau merah dalam suatu kegiatan importa-
lur, yaitu jalur hijau, kuning, dan merah. Pembagian si. Penyusunan, pemeliharaan, penyimpanan, dan
ketiga jalur tersebut didasarkan atas tingkat risiko pemutakhiran profil importir dan komoditi disu-
dari importir dan barang yang diimpor. Menurut sun, dipelihara, disimpan, serta dimutakhirkan oleh
www.fpsindonesia.co.id2 , pengertian dari jalur merah Direktorat Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai.
adalah urutan dari suatu proses clearance setelah
Proses impor dimulai sebelum importir melaku-
petugas bea dan cukai menerima dokumen impor
kan importasi, yang diawali dengan menyampai-
dari importir dan setelah dilakukan pemeriksaan
kan modul PIB melalui Portal Indonesia National
fisik dan penelitian dokumen, maka petugas bea
Single Window (INSW). PIB tersebut dibuat oleh
dan cukai berdasarkan ketentuan kepabeanan yang
importir berdasarkan dokumen pelengkap pabean
berlaku memutuskan harus dilakukan pemeriksaan
yang mana importir secara self assessment menghi-
fisik terhadap barang impor.
tung sendiri besarnya bea masuk, cukai, dan pajak
dalam rangka impor yang harus dibayarkan. Sete-
2 Kategori: Import/Custom Clearance. PT. FPS Indonesia. Di- lah PIB disampaikan oleh importir ke kantor pabe-
akses 25 November 2016 dari https://www.fpsindonesia.co.id/
freight-solution/faq detil-19-faq.html. an, proses selanjutnya adalah penelitian berkas PIB
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
84 Pengaruh Kebijakan Penurunan Jalur Merah...

oleh PFPD. Penelitian dokumen ini dilakukan agar maupun PDRI oleh importir, maka PFPD akan me-
pemberitahuan pabean yang disampaikan adalah nerbitkan Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean
benar dan telah sesuai dengan syarat yang telah (SPTNP). Selain itu juga, apabila terdapat barang
ditentukan. Setelah melakukan penelitian, maka yang terkena ketentuan larangan pembatasan, ma-
PFPD akan melakukan penetapan kemudian me- ka PFPD akan menerbitkan Nota Pemberitahuan
nerbitkan Surat Penetapan Jalur Merah (SPJM) yang Larangan/Pembatasan (NPBL).
kemudian akan dikirimkan kepada importir.
Selanjutnya, surat pemberitahuan pemeriksaan Penerimaan Bea Masuk
fisik akan disampaikan kepada importir atau Pengu-
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selaku instansi
saha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) paling
yang ada dalam Kementerian Keuangan memili-
lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan
ki fungsi sebagai trade facilitator, community pro-
SPJM. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang 2
tector, dan yang terakhir sebagai revenue collector.
(dua) hari apabila importir atau PPJK dapat membe-
Fungsi DJBC sebagai revenue collector artinya DJBC
rikan alasan penundaan pemeriksaan fisik. Apabila
merupakan institusi kepabeanan yang salah satu
importir atau PPJK tidak melaksanakan ketentuan
kewenangannya adalah memungut penerimaan ne-
tersebut, maka pemeriksaan fisik dapat dilakukan
gara dari sisi kepabeanan dan cukai. Penerimaan
atas risiko dan biaya importir.
negara yang dipungut oleh DJBC adalah peneri-
Pelaksanaan pemeriksaan fisik barang dilaku- maan bea masuk, penerimaan bea keluar, cukai,
kan di TPS, tempat lain yang disamakan dengan dan PDRI. Pengertian bea masuk menurut Pasal
TPS, Tempat Penimbunan Pabean (TPP), atau di 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang
Tempat Penimbunan Berikat (TPB). Kewajiban im- Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
portir atau PPJK dalam pemeriksaan fisik ini adalah 1995 Tentang Kepabeanan adalah pungutan negara
menyerahkan dan menyiapkan barang yang akan yang berdasarkan undang-undang ini dikenakan
diperiksa, membuka setiap kemasan atau bungkus- terhadap barang yang diimpor. Bea masuk ini me-
an barang yang akan diperiksa, dan menyaksikan rupakan pajak tidak langsung, yang artinya dapat
jalannya pemeriksaan. PFPD akan menerbitkan In- dibebankan kepada pihak ketiga atau konsumen
struksi Pemeriksaan dan menunjuk pemeriksa bea sebagai pengguna akhir barang impor tersebut.
cukai (Pejabat Pemeriksa Barang) melalui sistem Terdapat tiga komponen utama yang memenga-
komputer. Pejabat Pemeriksa Barang memulai pe- ruhi perhitungan penerimaan bea masuk impor
meriksaan dengan mencocokkan barang dengan yaitu tarif, volume impor, dan juga Nilai Dasar Per-
invois/packing list yang diterimanya dan memeriksa hitungan Bea Masuk (NDPBM). Tarif bea masuk
fisik barangnya serta mengambil contoh barang yang dikenakan adalah tarif ad valorem berupa per-
apabila dibutuhkan. Setelah itu, Pejabat Pemerik- sentase, dan untuk NDPBM yang dijadikan acuan
sa Barang menyusun Laporan Hasil Pemeriksaan adalah kurs yang dikeluarkan oleh Menteri Keuang-
(LHP) dan Berita Acara Pemeriksaan Fisik (BAP an. NDPBM yang dipergunakan dalam perhitungan
Fisik). bea masuk ini adalah nilai yang berlaku pada sa-
Setelah importir telah melunasi bea masuk, cukai, at dilakukan pembayaran bea masuk, atau pada
maupun Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), juga saat diserahkan jaminan dalam hal PIB dengan
persyaratan larangan pembatasan telah dipenuhi, penyerahan jaminan, juga yang berlaku saat PIB
maka PFPD akan menerbitkan SPPB. Apabila terda- mendapatkan nomor pendaftaran di kantor pabean
pat kekurangan pembayaran atas bea masuk, cukai, dalam hal PIB yang memperoleh pembebasan bea
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
Nurhidayati & Cahyani, P. 85

masuk atau pembayaran berkala. dengan salah satunya dengan mengurangi waktu
Dalam penelitian OECD (2005) mengenai perba- customs clearance. Untuk mengurangi waktu customs
ikan fasilitas perdagangan menunjukkan bahwa clearance ini, KPU Bea dan Cukai Tipe A Tanjung
program ekspansi dan modernisasi kepabeanan Priok mengambil kebijakan salah satunya dengan
di Angola pada tahun 2000 dimulai dengan reor- penurunan jalur merah yang efektif dilakukan pada
ganisasi otoritas pabean, desain, dan pengenalan akhir tahun 2013. Terdapat fenomena yang pada ta-
kerangka peraturan kepabeanan yang baru, inves- hun 2014 sampai dengan tahun 2015 bahwa Kantor
tasi dalam manajemen SDM dan pelatihan, praktek Bea dan Cukai Tanjung Priok tidak dapat mencapai
manajemen keuangan, dan implementasi peralatan target penerimaan bea masuknya. Atas kedua fe-
teknologi informasi yang baru. Hasil dari penelitian nomena tersebut, yaitu kebijakan penurunan jalur
tersebut adalah penerimaan negara telah meningkat merah dan juga tidak tercapainya target penerima-
sebesar 150% dan waktu yang dibutuhkan dalam an bea masuk, maka penelitian ini hendak mengkaji
proses kepabeanan menjadi 24 jam untuk dokumen pengaruh kebijakan tersebut terhadap penerimaan
yang telah disampaikan dengan lengkap dan benar. bea masuk. Kemudian berdasarkan penelitian yang
De Wulf dan Sokol (2004) dalam penelitiannya dilakukan oleh Aryana (2011) yang menyatakan
menyatakan bahwa selama tahun 1990an, Ghana bahwa fungsi realisasi penerimaan bea masuk dipe-
memperkenalkan sejumlah inisiatif reformasi untuk ngaruhi oleh volume impor, tarif bea masuk, dan
meningkatkan kapasitas dan efisiensi pada otoritas nilai tukar. Volume impor, tarif bea masuk, dan ni-
kepabeanan dan negara juga mulai melaksanakan lai tukar digunakan sebagai variabel kontrol dalam
agenda kebijakan perdagangan yang lebih terbuka. penelitian ini sehingga rumusan hipotesis dalam
Pada awal tahun 2001, Ghana diperkenalkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
jaringan pabean Information and Communication Tech-
H1: Kebijakan penurunan jalur merah
nology (ICT) berdasarkan model Singapura TradeNet.
mempunyai pengaruh terhadap peneri-
Hasil dari kebijakan ini adalah pendapatan peme-
maan bea masuk pada Kantor Bea dan
rintah yang dikumpulkan dari lalu lintas bandara
Cukai Tanjung Priok
telah meningkat sekitar 30%, terjadi peningkatan im-
por, dan waktu customs clearance berkurang secara
signifikan di bandara internasional utama dengan
Metode
rata-rata waktu customs clearance turun dari 3 hari
menjadi 4 jam. Penelitian ini menggunakan data time series selama
periode November 2010–September 2013 dan Ok-
Hipotesis Penelitian tober 2013–Agustus 2016, yaitu 35 bulan sebelum
dan sesudah diberlakukan kebijakan penurunan
Perumusan hipotesis penelitian ini mengadopsi ha-
persentase jalur merah sehingga persamaan untuk
sil penelitian Milner et al. (2008) mengenai dampak
estimasi fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
atas terjadinya perbaikan fasilitasi perdagangan.
Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa perbaik- Penerimaan BM = a + b1 .DJM + b2 .VOLUME
an fasilitasi perdagangan memiliki hubungan yang + b3 .TARIF + e
positif terhadap arus perdagangan dan juga pe-
yang digambarkan dalam persamaan berikut:
ningkatan penerimaan negara. Salah satu kebijakan
untuk memperbaiki kinerja perdagangan ini adalah LOG(BM) = a − b1 ∗ DUMMY + b2 ∗ LOG(VOLUME)
melalui penurunan dwelling time yang dituangkan + b3 ∗ TARIF + b4 ∗ LOG(BM(−1))
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
86 Pengaruh Kebijakan Penurunan Jalur Merah...

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada- alisasi penerimaan negara bergantung pada
lah pendekatan kuantitatif, dengan menggunakan nilai masing-masing barang impor dan ting-
data sekunder yang diolah dengan menggunakan kat pembebanan tarif bea masuknya. Volume
bantuan perangkat lunak statistik Eviews 8. Pengu- impor Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2011 se-
kuran yang digunakan sebagai variabel dalam pe- besar 3.535.607.818 kg, kemudian pada tahun
nelitian ini adalah jumlah persentase jalur merah 2012 mengalami peningkatan menjadi sebesar
terhadap keseluruhan PIB impor. Indikator tersebut 4.804.465.548 kg. Selanjutnya, pada tahun 2013
menggunakan data atau skala rasio berupa data mengalami sedikit penurunan sehingga volu-
angka. Penerimaan bea masuk sebagai indikator me impornya menjadi sebesar 4.258.569.117
yang diuji pengaruhnya atas penurunan persentase kg. Sementara itu, pada tahun 2014 volume
jalur merah juga merupakan skala rasio berupa data impor Pelabuhan Tanjung Priok mengalami
angka. Variabel-variabel penelitian didefinisikan penurunan yang sangat drastis, yaitu sebanyak
sebagai berikut: 1.530.050.361 kg dan meningkat kembali pada
tahun 2015 menjadi 2.293.501.538, walaupun
1. Persentase jalur merah masih jauh di bawah volume impor pada tahun
Persentase jalur merah secara periodik dida- 2011–2013 silam.
sarkan pada jumlah PIB jalur merah diban- 4. Tarif bea masuk
dingkan dengan total keseluruhan jumlah PIB Tarif merupakan instrumen proteksi yang di-
pada periode yang bersangkutan. Data yang berlakukan oleh pemerintah guna melindu-
digunakan adalah data yang didapat dari KPU ngi kepentingan nasional juga menghadang
Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok periode dan membatasi masuknya barang impor dari
2013 sampai dengan 2016. negara lain. Tarif bea masuk ini merupakan
2. Penerimaan bea masuk persentase dari harga pabean sebagai dasar
Penerimaan bea masuk adalah jumlah pemba- pengenaan bea masuk.
yaran yang dikenakan atas impor suatu barang
dari yang diterima dalam periode tertentu, Dalam analisis uji beda, pengujian dilakukan
misalnya bulanan atau satu tahun kalender. terhadap variabel persentase jalur merah dan pe-
Jumlah penerimaan bea masuk yang dihitung nerimaan bea masuk tersebut menggunakan skala
adalah 35 bulan sebelum diterapkannya kebi- rasio dengan membandingkan data sebelum dan se-
jakan penurunan presentase jalur merah, yakni sudah penerapan kebijakan penurunan persentase
November 2010 hingga 35 bulan setelah di- jalur merah sebagai upaya penurunan waktu cus-
terapkannya kebijakan penurunan persentase toms clearance pada Kantor Bea dan Cukai Tanjung
jalur merah, yakni hingga Agustus 2016. Kom- Priok. Penelitian ini menggunakan uji beda dengan
ponen perhitungan bea masuk terdiri dari tarif sampel berhubungan (related/paired sample t test) ka-
bea masuk, volume impor, dan NDPBM yang rena penelitian ini menggunakan dua sampel yang
merupakan kurs yang dikeluarkan oleh Men- berhubungan, yaitu jumlah penerimaan bea ma-
teri Keuangan. suk sebelum dan sesudah diterapkannya kebijakan
3. Volume impor penurunan persentase jalur merah. Sementara itu,
Volume impor merupakan agregat transaksi untuk mengetahui pengaruh kebijakan penurunan
impor barang yang secara langsung meme- persentase jalur merah terhadap penerimaan bea
ngaruhi besarnya penerimaan bea masuk, te- masuk dengan variabel kontrol volume impor, ta-
tapi besarnya pengaruh volume terhadap re- rif bea masuk, nilai tukar, dan dilakukan dengan
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
Nurhidayati & Cahyani, P. 87

menggunakan analisis regresi. Analisis regresi digu- Tabel 4: Persentase Jalur Merah Berdasarkan Seluruh
PIB Periode 2010–2015
nakan untuk mengukur pengaruh variabel indepen-
den (kebijakan penurunan persentase jalur merah) Jumlah PIB
Tahun Persentase
Total Jalur Merah
terhadap variabel dependennya (penerimaan bea
2010 949.777 291.501 31%
masuk). 2011 1.108.385 311.433 28%
2012 1.173.530 357.971 31%
2013 1.051.133 245.659 23%
2014 1.148.175 118.647 10%
2015 1.031.815 102.990 10%
Hasil dan Analisis Sumber: Data Direktorat Informasi Kepabeanan dan
Cukai, diolah
Data Persentase Jalur Merah
sebesar 10%. Kebijakan penurunan persentase jalur
Perhitungan persentase jalur merah secara periodik
merah dinilai berhasil menurunkan waktu customs
diperoleh melalui perbandingan jumlah PIB jalur
clearance. Pelabuhan Tanjung Priok berkontribusi
merah dengan total keseluruhan jumlah PIB pada
sekitar 60%–70% volume importasi di Indonesia
periode yang bersangkutan. Tabel 3 menyajikan
sehingga penurunan persentase jalur merah di Pe-
data persentase jalur merah periode 2013 sampai
labuhan Tanjung Priok ini akan berdampak pula
dengan 2016.
bagi DJBC secara keseluruhan. Hasil analisis uji
Tabel 3: Persentase Jalur Merah Periode 2013–2016 beda yang dilakukan dengan paired sample t test de-
ngan data penerimaan bea masuk 35 bulan sebelum
Bulan 2013 2014 2015 2016
Januari 9,00% 2,90% 5,00% 4,90% diberlakukannya kebijakan tersebut, yakni perio-
Februari 17,40% 5,40% 5,20% 5,00% de November 2010–September 2013 dan 35 bulan
Maret 17,30% 4,70% 5,40% 4,10%
April 17,30% 5,40% 6,10% 4,20% setelah diberlakukannya kebijakan, yakni periode
Mei 20,50% 3,00% 5,00% 4,80%
Oktober 2013–Agustus 2016, akan diketahui apakah
Juni 21,30% 5,00% 4,30% 5,30%
Juli 19,60% 2,90% 5,80% 3,20% implementasi kebijakan penurunan jalur merah ini
Agustus 7,80% 3,90% 4,90% 5,50%
September 10,80% 4,50% 5,10% 5,00% mempunyai pengaruh terhadap penerimaan bea
Oktober 4,60% 4,90% 4,80% 4,50% masuk secara umum.
November 4,50% 7,00% 4,10% 4,60%
Desember 5,00% 6,30% 5,30% N/A
Sumber: Data Kantor BC Tanjung Priok, diolah
Pengaruh Kebijakan Penurunan Jalur
Merah
Disajikan pada Tabel 3, persentase jalur merah
dari sejak kebijakan penurunan jalur merah diber- Dari hasil uji paired sample t test dapat disimpul-
lakukan sampai dengan tahun 2016 mengalami kan bahwa ada perbedaan penerimaan bea masuk
penurunan signifikan, hingga tercapai angka 4.6% setelah diterapkan kebijakan penurunan jalur me-
pada November 2016. Sementara untuk jumlah rah tersebut. Hal ini berarti kebijakan penurunan
keseluruhan PIB jalur merah yang diproses oleh Di- persentase jalur merah sebagai salah satu alat pemo-
rektorat Jenderal Bea dan Cukai periode 2010-2015 tongan waktu customs clearance tersebut berdampak
disajikan dalam Tabel 4. terhadap penerimaan bea masuk. Dari hasil uji pair-
Pada Tabel 4 terlihat bahwa penurunan persenta- ed sample t test penerimaan bea masuk rata-rata
se jalur merah mulai terjadi di tahun 2013 ketika PIB menunjukkan angka 212,9241 sebelum penerapan
jalur merah yang diproses sebesar 23% dari keselu- kebijakan dan sebesar 74,34174 setelah penerapan
ruhan PIB, dan makin menurun signifikan di tahun kebijakan tersebut. Ternyata, dengan diterapkan-
2014 dan 2015, yakni persentase jalur merah hanya nya kebijakan penurunan jalur merah, bersamaan
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
88 Pengaruh Kebijakan Penurunan Jalur Merah...

dengan itu, penerimaan bea masuk juga menurun. bahwa efektivitas kinerja risk engine penjaluran dini-
Di awal tahun 2013 sebelum adanya kebijakan lai menggunakan angka hit rate. Hit rate merupakan
penurunan jalur merah ini, waktu dwelling time di rasio kesalahan yang didapat dari proses kepabe-
Pelabuhan Tanjung Priok hingga 6,6 hari. Oleh ka- anan yang diukur melalui data penerbitan SPTNP
rena dirasa menghambat proses perdagangan dika- yang dibandingkan dengan jumlah PIB pada jalur
renakan waktu perdagangan jadi tidak efisien dan merah. Berdasarkan hasil evaluasi McKinsey dipe-
juga instruksi dari Presiden, maka instansi-instansi roleh bahwa hit rate jalur merah tahun 2013 adalah
terkait sepakat menerapkan kebijakan penurunan pemeriksaan dokumen sebesar 9%, pemeriksaan
jalur merah tersebut. Dalam hal ini, DJBC Kemente- fisik sebesar 0,7%, serta pemeriksaan acak sebesar
rian Keuangan bekerja sama dengan instansi lain, 0,6%. Angka ini jauh dari standar international hit
antara lain dengan Kementerian Perdagangan. Ha- rate dalam bidang impor.
silnya, kebijakan ini berhasil memangkas dwelling Sistem jalur merah pada dasarnya mempunyai tu-
time, tapi ternyata menurunkan potensi penerimaan juan yang berhubungan dengan pengelolaan risiko
negara dari sektor bea masuk. dalam fungsi DJBC, yaitu melakukan perlindung-
Selama tahun 2013, persentase jalur merah terha- an terhadap masyarakat (protector). Oleh karena
dap PIB di KPU Bea Cukai Tipe A Tanjung Priok itu, DJBC sangat berhati-hati dalam menentukan
mencapai angka 20%, artinya sebanyak 20% dari persentase jalur merah hingga menjadi sebesar 5%
seluruh PIB dilakukan pemeriksaan fisik oleh petu- seperti yang diterapkan sampai dengan akhir tahun
gas Bea Cukai. Hal ini menyebabkan penambahan 2016. Kegiatan evaluasi dan pemutakhiran profil
waktu customs clearance barang impor karena de- importir dan komoditi senantiasa terus dilakukan
ngan adanya jalur merah maka pemeriksaan fisik agar kebijakan penurunan jalur merah ini dapat te-
juga harus dilakukan selain pemeriksaan dokumen. pat sasaran, yakni tingkat dwelling time turun tetapi
Kemudian, atas hasil pemeriksaan fisik tersebut, masyarakat tetap terlindungi dari barang-barang
petugas akan menentukan tarif dan nilai pabean. ilegal yang merugikan. Kebijakan penurunan per-
Pemeriksaan fisik ini juga dalam rangka memas- sentase jalur merah ini ditandai dengan terbitnya
tikan bahwa barang impor tersebut memenuhi ke- Instruksi Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
tentuan yang berlaku serta mencegah barang ilegal INS-06/BC/2013 tentang Pemutakhiran Profil Komo-
masuk ke Indonesia. Menindaklanjuti masih lama- diti dan Penetapan Jalur dalam Rangka Pelayanan
nya waktu customs clearance ini, pemerintah melalui dan Pengawasan Impor, yang pada awalnya profil
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman me- komoditi dibagi ke dalam tiga kategori risiko, yai-
minta kepada DJBC agar menurunkan persentase tu komoditi risiko rendah, menengah, dan tinggi,
jalur merah hingga ke angka 5% dari total pembe- kemudian ditambahkan kategori risiko baru, yaitu
ritahuan importasi. Akan tetapi, DJBC juga telah komoditi risiko sangat tinggi.
memiliki mekanisme dalam penentuan jalur me- Penerapan kebijakan penurunan persentase ja-
rah ini yang tergantung pada profil importir dan lur merah ini mengandung beberapa risiko antara
komoditi. lain masuknya barang selundupan ke wilayah pa-
Menurut Rinaldi (2016), faktor lain yang disebut- bean Indonesia atau barang impor tersebut tidak
kan juga memengaruhi kebijakan penurunan per- sesuai ketentuan yang berlaku, dan juga adanya
sentase jalur merah, antara lain efektivitas kinerja potensi penurunan penerimaan negara dari sektor
pengelolaan risiko. Dipaparkan menurut hasil eva- kepabeanan. Potensi dari sektor kepabeanan yang
luasi McKinsey –konsultan Kementerian Keuangan– dapat hilang atau turun adalah dari penerbitan
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
Nurhidayati & Cahyani, P. 89

SPTNP. Jika SPTNP terbit, maka importir harus dari penelitian Aryana (2011) yang telah disesuai-
membayar tambahan bea masuk, cukai, dana, atau kan dengan data yang didapat oleh penulis. Hasil
PDRI tergantung kesalahan yang dilakukan. Hal estimasi model regresi terbaik yang memperlihat-
ini terlihat dari peranan jalur merah, yaitu memasti- kan pengaruh volume impor, tarif rata-rata, nilai
kan kebenaran jumlah, jenis, tarif, dan nilai pabe- tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD)
an yang dilakukan melalui pemeriksaan fisik. Jika terhadap penerimaan bea masuk, serta dengan me-
hasil pemeriksaan fisik tidak benar, akan diterbit- masukkan variabel dummy penurunan persentase
kan SPTNP. Dengan penurunan jalur merah, secara jalur merah adalah sebagai berikut:
otomatis jumlah SPTNP akan menurun sehingga
Variabel Koefisien t-statistic
potensi penerimaan dari SPTNP akan turun atau C 9.742.196 5.575.581
bahkan hilang juga. LOG(VOLUME) 0,110614 2.945.234
TARIF 0,00415 0.242748
DUMMY -0,23454 -2.761.424
Penerimaan bea masuk Kantor Bea Cukai LOG(BM(-1)) 0,359622 3.474.759
Tanjung Priok pada tahun 2014 ditargetkan men- R-squared 0,692107
Adjusted R-squared 0,672863
capai 18,001 triliun rupiah, sedangkan realisasinya Sumber: Hasil Pengolahan Penulis
sebesar 15,924 triliun rupiah atau hanya mencapai
88,46% dari penerimaan yang ditargetkan. Untuk Hasil tabel di atas dinyatakan dalam persamaan
tahun 2015, penerimaan bea masuk Kantor Bea sebagai berikut:
Cukai Tanjung Priok mengalami kenaikan target LOG(BM) = 9, 7421 − 0, 2345 ∗ DUMMY
menjadi 18,184 triliun rupiah, namun realisasi pe- + 0, 1106 ∗ LOG(VOLUME) + 0, 0041
nerimaan bea masuknya hanya mencapai 14,970 ∗ TARIF + 0, 3596 ∗ LOG(BM(−1))
triliun rupiah atau setara dengan 82%nya dari yang
Hasil interpretasi model tersebut menjelaskan
ditargetkan. Penerimaan bea masuk dapat dipe-
bahwa setiap peningkatan volume impor sebesar
ngaruhi oleh berbagai faktor. Namun, potential loss
1% akan meningkatkan penerimaan bea masuk
penerimaan negara dari bidang kepabeanan yang
sebesar 0,11%, sedangkan peningkatan tarif bea
disebabkan oleh risiko importasi yang tidak sesu-
masuk rata-rata sebesar 1% akan meningkatkan
ai dengan jumlah, jenis, dan nilai pabean barang
penerimaan bea masuk sebesar 0,41%, dan ketika
yang dilaporkan dalam PIB, dapat menjadi salah
implementasi penurunan jalur merah diterapkan,
satu faktor tidak tercapainya target penerimaan bea
maka penerimaan bea masuk lebih rendah sebesar
masuk tersebut.
23,45%. Dengan α sebesar 5%, diperoleh bahwa
Analisis regresi linear berganda dilakukan da- variabel volume impor, tarif bea masuk rata-rata,
lam penelitian ini guna untuk mengetahui seberapa kebijakan penurunan persentase jalur merah, serta
besar pengaruh adanya implementasi kebijakan pe- dengan menambahkan variabel penerimaan bea
nurunan persentase tersebut terhadap penerimaan masuk periode sebelumnya, secara bersama-sama
jalur merah. Variabel independen yang digunakan signifikan terhadap penerimaan bea masuk.
sebagai fungsi dari penerimaan bea masuk dalam Sementara itu, pengujian secara parsial dengan
penelitian ini terdiri dari volume impor, tarif bea pengujian hipotesis menggunakan uji t diketahui vo-
masuk rata-rata, nilai tukar yang ditentukan oleh lume impor secara parsial berpengaruh positif dan
Menteri Keuangan atau biasa disebut NDPBM, dan signifikan terhadap penerimaan bea masuk. Hal ini
ditambahkan dummy variable berupa penerapan ke- mengindikasikan makin tinggi volume impor, maka
bijakan penurunan persentase jalur merah. Model realisasi penerimaan bea masuk akan naik. Tinggi-
fungsi penerimaan bea masuk tersebut diadaptasi nya volume impor berpengaruh terhadap makin
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
90 Pengaruh Kebijakan Penurunan Jalur Merah...

besarnya penerimaan pajak perdagangan interna- SPTNP yang menyebabkan tambah bayar dan pe-
sional yang berdampak meningkatkan penerimaan ngenaan denda bagi importir. Rata-rata persentase
bea masuk. Hasil penelitian ini sesuai dengan pene- hit rate, baik sebelum atau sesudah penurunan per-
litian Todorova dan Kalchev (2015), bahwa volume sentase jalur merah, tetap berada di kisaran 11%–
atau kuantitas impor akan berpengaruh positif dan 14%. Hal ini berarti ketika penurunan persentase
signifikan terhadap penerimaan bea masuk. Un- jalur merah, maka pengenaan denda dan tambah
tuk tarif bea masuk rata-rata secara parsial tidak bayar atas hasil pemeriksaan fisik kepada importir
berpengaruh terhadap penerimaan bea masuk. Hal ikut menurun. Pada tahun 2013, jumlah PIB yang
tersebut berbeda dengan hasil penelitian Joramo dikenakan jalur merah sebanyak 103.282 buah de-
(2016) yang menyimpulkan bahwa tarif impor ini ngan jumlah SPTNP yang diterbitkan sebanyak
berpengaruh ke penerimaan bea masuk melalui per- 11.276 buah. Pada tahun 2014, setelah penurunan
ubahan (elastisitias) harga. Kebijakan penurunan persentase jalur merah, jumlah PIB yang dikenakan
persentase jalur merah secara parsial berpengaruh jalur merah sebanyak 41.699 buah dengan jumlah
negatif dan signifikan terhadap penerimaan bea SPTNP yang diterbitkan ada 6.048 buah. Pada ta-
masuk. Hal tersebut telah sesuai dengan hipote- hun 2015, jumlah PIB jalur merah adalah 37.801
sis yang menyatakan bahwa kebijakan penurunan buah dengan penerbitan SPTNP sebanyak 4.588 bu-
persentase jalur merah secara parsial berpengaruh ah. Dengan menurunnya jumlah PIB yang dikena-
negatif terhadap penerimaan bea masuk. kan jalur merah, berakibat pada penerbitan SPTNP
yang menyebabkan tambah bayar dan denda kepa-
Hasil pengujian uji t dengan sampel berpasangan
da importir sehingga mengakibatkan penurunan
dan analisis regresi linear berganda menjelaskan
penerimaan jalur merah.
bahwa terdapat perbedaan sebelum dan sesudah
penerapan kebijakan penurunan persentase jalur Hingga pertengahan tahun 2016, persentase jalur
merah terhadap bea masuk, dan nilai dari penga- merah terhadap total PIB yang masuk pada KPU
ruh penurunan persentase jalur merah tersebut BC Tipe A Tanjung Priok berada di kisaran 5%.
terhadap bea masuk adalah ketika kebijakan ter- Dokumen PIB jalur merah yang masuk setiap hari
sebut diimplementasikan, maka penerimaan bea pada KPU BC Tipe A Tanjung Priok berjumlah seki-
masuk akan lebih rendah, yaitu sebesar 23,45%. Sa- tar 200 dokumen, atau sekitar 4.000 dokumen per
lah satu risiko yang dapat timbul dari penurunan bulannya, dengan total ditemukannya pelanggaran
persentase jalur merah ini adalah potensi hilangnya sebanyak 119 dokumen atas hasil periksa fisik yang
penerimaan negara di bidang kepabeanan. Dalam menyebabkan tambah bayar bagi importir. Padahal
meminimalkan potential loss penerimaan negara, apabila persentase jalur merah tidak diturunkan
peranan jalur merah dapat dilihat dari data Surat hingga 5%, maka potensi penerimaan bea masuk
Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP) yang akan meningkat dengan adanya tambah bayar dan
diterbitkan. SPTNP merupakan dasar agar impor- pengenaan denda bagi importir.
tir mau melakukan tambah bayar atas bea masuk,
Untuk meminimalkan berbagai risiko yang ter-
cukai, dan pajak dalam rangka impor lainnya. Me-
jadi akibat penerapan kebijakan penurunan per-
nurut Rinaldi (2016), jika melihat Laporan Kinerja
sentase jalur merah tersebut, terutama risiko yang
DJBC tahun 2014 (DJBC, 2015), terdapat 18% jalur
berkaitan dengan masuknya barang impor yang
merah yang dikenakan SPTNP.
tidak sesuai dengan dokumen pemberitahuan, ma-
Dengan diturunkannya persentase jalur merah suknya barang ilegal ke dalam daerah pabean, serta
tersebut berakibat pada penurunan penerbitan hilangnya potensi penerimaan negara, maka KPU
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
Nurhidayati & Cahyani, P. 91

BC Tipe A Tanjung Priok mengambil beberapa stra- yang sebesar 40%, maka dapat dikatakan masih
tegi guna menanggulangi akibat yang ditimbulkan jauh memenuhi target yang diharapkan sehing-
tersebut. Strategi untuk mengatasi risiko yang tim- ga DJBC akan berupaya untuk menaikkan ang-
bul tersebut antara lain adalah sebagai berikut: ka hit rate tersebut sesuai standar internasional,
yaitu 40% guna untuk menangani risiko yang
a. Meningkatkan hit rate atau tingkat pende- ditimbulkan dari penurunan persentase jalur
teksian pelanggaran kepabeanan yang diu- merah. Hal ini juga selaras dengan visi DJBC
kur dari jumlah penerbitan SPTNP atas PIB untuk menjadi institusi kepabeanan terkemu-
jalur merah ka di dunia, paling tidak hit rate jalur merah
Menurut Mubarok (2014) dalam Rinaldi (2016), DJBC dapat memenuhi standar internasional.
risk profiling system yang dimiliki DJBC saat b. Memperluas pengawasan intelijen salah sa-
ini masih belum menunjukkan kinerja yang tunya dengan menerbitkan Nota Hasil Inte-
efektif. Pada tahun 2013, jumlah PIB yang dike- lijen (NHI) untuk PIB jalur merah
nai pemeriksaan fisik dan dokumen sebanyak Nota Hasil Intelijen (NHI) biasanya diterbit-
27% dari total PIB yang masuk, namun hanya kan untuk importasi melalui jalur hijau dan
sebesar 11,1% dari dokumen yang diperiksa kuning sehingga sangat jarang sekali NHI di-
tersebut ditemukan adanya pelanggaran. Se- terbitkan untuk importasi melalui jalur merah.
menjak tahun 2014, angka hit rate jalur merah Hal tersebut dikarenakan untuk importasi jalur
menjadi Indikator Kinerja Utama (IKU) DJBC merah telah dilakukan pemeriksaan fisik dan
dengan target 10% untuk nasional. Pada tahun pemeriksaan dokumen. Dalam Rinaldi (2016),
2014 dan 2015, persentase hit rate jalur merah sepanjang tahun 2015 hanya terdapat 3 (tiga)
pada KPU BC Tipe A Tanjung Priok sebesar NHI yang diterbitkan untuk importasi di jalur
14,5% dan 12%, sedangkan secara nasional per- merah. Adanya kebijakan penurunan persen-
sentase hit rate sebesar 25%. tase jalur merah untuk mempercepat waktu
Angka hit rate ini menunjukkan apakah risk customs clearance pada KPU BC Tipe A Tanjung
engine DJBC telah mampu mengalokasikan Priok menimbulkan risiko hilangnya potensi
sumber daya dengan tepat, dengan sumber penerimaan negara. Untuk menanggulangi ma-
daya yang dialokasikan untuk pemeriksaan salah tersebut, Kepala Kantor KPU BC Tipe A
fisik maupun dokumen telah tepat ditujukan Tanjung Priok mengambil strategi berupa mem-
bagi importasi yang berisiko tinggi. Jika diban- perluas pengawasan dari sisi intelijen dengan
dingkan dengan persentase jalur merah, yang menerbitkan lebih banyak NHI pada importasi
turun secara signifikan dari kisaran 20% pa- jalur merah guna mengatasi risiko hilangnya
da tahun 2013 hingga kisaran 7% pada tahun penerimaan negara.
2015, akan tetapi tingkat hit rate tetap bera- c. Memperketat pengawasan proses kepabean-
da pada kisaran 11%–14,5%. Ini mengindikasi- an di bidang impor, salah satunya dengan
kan bahwa risk engine penjaluran impor hanya memperketat pemeriksaan dokumen dan fi-
dapat mendeteksi rata-rata 12% pelanggaran sik barang
kepabeanan di jalur merah. Dengan penurunan persentase jalur merah da-
Angka hit rate jalur merah pada KPU BC Tipe A ri kisaran 20% pada tahun 2013 turun menjadi
Tanjung Priok ini memang selalu berada di atas sekitar 5% hingga pertengahan 2016, mengaki-
rata-rata target, yaitu 10%. Namun, apabila di- batkan jumlah pemeriksaan fisik barang pun
bandingkan dengan benchmark internasional
JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93
92 Pengaruh Kebijakan Penurunan Jalur Merah...

Tabel 5: Persentase Hit Rate pada KPU BC Tipe A Tanjung Priok tahun 2013–2015

Persentase
Tahun Jumlah PIB Jalur Merah Jumlah SPTNP dari PIB Jalur Merah
Jalur Merah Hit Rate
2013 103.282 11.276 20% 11%
2014 42.699 6.048 8% 14,5%
2015 37.801 4.588 7% 12%
Sumber: Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai, diolah

makin berkurang. Dengan makin sedikitnya dengan mengoptimalkan fungsi audit kepabean-
jumlah pemeriksaan, baik fisik maupun doku- an dan cukai sebagai instrumen pengawasan lapis
men pada jalur merah yang dilakukan untuk terakhir yang dapat dilakukan oleh DJBC untuk
meminimalkan risiko yang ditimbulkan, baik meningkatkan kepatuhan importir. Saat ini, DJBC
dalam hal pemasukan barang tidak sesuai de- sedang bergerak menuju ke arah pengoptimalan
ngan pemberitahuan ataupun untuk mengura- post clearance Audit Kepabeanan, dengan salah satu
ngi potential loss atas penerimaan negara. Oleh kebijakan yang telah diterapkan adalah mengfung-
karena itu, para pemeriksa, baik pemeriksa sionalisasikan jabatan auditor dan juga sentralisasi
barang ataupun PFPD, memperketat pemerik- audit yang semula disebar di unit-unit eselon II
saaan yang dilakukan. Kegiatan memperketat DJBC menjadi terpusat di Kantor Pusat DJBC.
pemeriksaan tersebut dilakukan dengan ca-
ra melakukan pemeriksaan yang lebih teliti,
Implikasi dan Keterbatasan
mendetail, serta mendalam untuk mengura-
ngi risiko yang ditimbulkan dari penurunan Penelitian ini hanya meneliti pengaruh kebijakan
persentase jalur merah tersebut. penurunan jalur merah terhadap penerimaan bea
masuk. Banyak faktor yang memengaruhi pene-
rimaan bea masuk bisa diteliti untuk penelitian
Kesimpulan selanjutnya. Kebijakan penurunan jalur merah ini
adalah bagian dari kebijakan DJBC dalam fungsinya
Dalam menjalankan salah satu fungsinya sebagai sebagai trade facilitator. Jika ingin melihat fungsi DJB
trade facilitator, DJBC menerapkan kebijakan penu- dari sisi revenue collector, tentu dapat menggunakan
runan jalur merah yang diharapkan bahwa waktu variabel penelitian yang lain.
customs clearance dapat dipercepat. Akan tetapi, ke-
bijakan penurunan jalur merah ini menurut hasil
penelitian berpengaruh negatif terhadap penerima- Daftar Pustaka
an bea masuk. Artinya, kebijakan ini menurunkan
[1] Aryana, I M. (2011). Pengaruh tarif bea masuk, kurs dan
penerimaan bea masuk. Hal ini dijelaskan bahwa volume impor terhadap penerimaan bea masuk di Indonesia
dengan diturunkannya persentase jalur merah ber- (Tesis, Universitas Udayana, Denpasar).
akibat pada penurunan SPTNP. [2] De Wulf, L., & Sokol, J. B. (Eds.). (2004). Customs
modernization initiatives: Case studies. The World Bank.
Alternatif kebijakan yang dapat diterapkan gu- Diakses 18 Desember 2016 dari http://documents.
na mengoptimalkan penerimaan negara di bidang worldbank.org/curated/en/147111468779373654/
kepabeanan, walaupun diterapkan kebijakan pe- Customs-modernization-initiatives-case-studies.
[3] DJBC. (2015). Laporan Kinerja 2014. Jakarta: Di-
nurunan persentase jalur merah, adalah dengan
rektorat Jenderal Bea dan Cukai Kementeri-
memaksimalkan pengawasan pada post clearance. an Keuangan. Diakses 18 Desember 2016 dari
Pengawasan pada post clearance dapat dilakukan http://repository.beacukai.go.id/download/2015/05/

JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93


Nurhidayati & Cahyani, P. 93

775ce92064743d644701856236d3fa6e-laporan-kinerja-djbc- Developmen. Diakses 16 Desember 2016 dari http://www.


tahun-2014.pdf. oecd.org/officialdocuments/publicdisplaydocumentpdf/
[4] Engman, M. (2005). The economic impact of trade faci- ?cote=COM/DCD/TD(2006)6&docLanguage=En.
litation. OECD Trade Policy Papers, 21. Organisation for [14] okezone.com. (2013, 8 Juli). Posisi dwelling time Tan-
Economic Co-operation and Development. https://www. jung Priok paling buncit. Diakses 24 September 2016 da-
oecd-ilibrary.org/content/paper/861403066656. ri http://economy.okezone.com/read/2013/07/08/320/833751/
[5] Ginting, S. S. M., Akbar, F., Tarigan, P., & Sikumbang, posisi-dwelling-time-tanjung-priok-paling-buncit.
J. (2016). Menuju good governance dalam pelaksanaan [15] Pusdiklat Bea dan Cukai. (2011). Modul DTSD Kepabeanan.
rekomendasi ombudsman Republik Indonesia (Studi kasus Jakarta: Pusdiklat Bea dan Cukai.
dwelling time di empat pelabuhan Indonesia). USU Law [16] Raballand, G., Refas, S., Beuran, M., & Isik, G. (2012).
Journal, 4(3), 99-110. Why cargo dwell time matters in trade. Economic Pre-
[6] Hummels, D. (2001). Time as a trade barrier. GTAP Working mise, 81. The World Bank. Diakses 20 Desember 2016
Papers, 18. Center for Global Trade Analysis, Department dari http://siteresources.worldbank.org/EXTPREMNET/
of Agricultural Economics, Purdue University. Diakses 20 Resources/EP81.pdf.
Desember 2016 dari https://www.gtap.agecon.purdue.edu/ [17] Rinaldi, D. T. (2016). Analisis penerapan manajemen risiko
resources/res display.asp?RecordID=1152. sistem jalur merah pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
[7] Joramo, O. M. S. (2016). The effect of tariffs on import: The case (Skripsi, Politeknik Keuangan Negara STAN, Banten).
of Norway and agricultural goods (Master’s thesis, University [18] Todorova, T., & Kalchev, G. (2015). The Protective
of Oslo). Diakses 20 Desember 2016 dari https://www.duo. Effect of an Import Quota: Some Welfare Conside-
uio.no/bitstream/handle/10852/52411/1/Masteren-.pdf. rations. Foreign Trade Review, 50(2), 85-98. doi: ht-
[8] KPU Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok. (2015). Laporan tps://doi.org/10.1177%2F0015732515572057.
kinerja tahun 2014. Jakarta: KPU Bea dan Cukai Tipe A [19] USAID. (2014). Dwell time study. Office of Economic Grow-
Tanjung Priok. th & Agriculture - USAID/Pakistan - USAID Trade Project
[9] KPU Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok. (2016). Laporan (Contract Number: EEM-I-03-07-00005). Diakses 18 Desem-
kinerja tahun 2015. Jakarta: KPU Bea dan Cukai Tipe A ber 2016 dari http://pdf.usaid.gov/pdf docs/pa00k2d8.pdf.
Tanjung Priok. [20] Wilson, N. (2007). Examining the Trade Effect of Cer-
[10] Milner, C., Morrissey, O., & Zgovu, E. (2008). Trade facilita- tain Customs and Administrative Procedures. OECD
tion in developing countries. CREDIT Research Paper, 08/05. Trade Policy Papers, 42. Paris: OECD Publishing. ht-
University of Nottingham. Diakses 20 Desember 2016 da- tp://dx.doi.org/10.1787/278266703766.
ri https://www.nottingham.ac.uk/credit/documents/papers/ [21] WCO. (1999). International Convention on The Simplification
08-05.pdf. and Harmonization of Customs Procedure. Kyoto: World Cus-
[11] Nordås, H. K. (2007). Time as a trade barrier: Im- toms Organization.
plications for low-income countries. OECD Economic
Studies, 2006/1, https://doi.org/10.1787/eco˙studies-
v2006-art4-en. Diakses 16 Desember 2016 da-
ri https://www.oecd-ilibrary.org/economics/
time-as-a-trade-barrier-implications-for-low-income-coun
tries eco studies-v2006-art4-en.
[12] OECD. (2005). The economic impact of trade facilitation. OECD
Trade Policy Working Paper, 21 [TD/TC/WP(2005)12/FINAL].
Working Party of the Trade Committee - Organisation for
Economic Co-operation and Development. Diakses 16 De-
sember 2016 dari http://www.oecd.org/officialdocuments/
publicdisplaydocumentpdf/?cote=TD/TC/WP(2005)12/
FINAL&docLanguage=En.
[13] OECD. (2006). OECD regional forum on trade facilitation:
Maximising the developmental benefits on trade facilitation
(A joint event organised by the OECD Trade and De-
velopment Co-operation Directorates, in collaboration
with the Government of Cameroon, 27-28 September
2006). Development Co-operation Directorate - Trade
Directorate - Organisation for Economic Co-operation and

JEPI Vol. 20 No. 1 Januari 2020, hlm. 79–93

Anda mungkin juga menyukai