Anda di halaman 1dari 2

Sapi pasundan merupakan ras lokal di Jawa Barat yang telah diresmikan oleh Menteri

Pertanian berdasarkan derajat 1051/kpts/SR.120/10/2014 sebagai rumpun baru pada


tahun 2014.Sapi pasundan secara historis dikenal sebagai �sapi pakidulan� (bahasa
Sunda) atau �sapi rancah� (bahasa Sunda) di masyarakat (Hilmia et al., 2013). Sapi
pasundan dapat ditemukan di berbagai ketinggian, bahkan tersebar di dataran rendah
dan dataran tinggi di Jawa Barat.

Sapi Pasundan sebagian besar dipelihara oleh peternak, yang dipelihara secara
subsisten dan tradisional. Kenyataannya, pola peternakan ini belum mampu
mempertahankan eksistensi sapi Pasundan di masyarakat saat ini. Dalam
perkembangannya, populasi sapi Pasundan mengalami penurunan yang cukup signifikan,
yaitu pada tahun 2016 sebanyak 31.033 ekor sapi Pasundan (Arifin, 2017). Jumlah itu
berlipat ganda dengan jenis sapi lainnya. Populasi sapi ras murni Pasundan menyusut
tajam setiap tahun. Saat ini prediksi populasi belum lebih dari 1.000 ekor,
penurunan populasi terutama disebabkan oleh tingginya tingkat permintaan konsumen,
sedangkan pemeliharaannya masih dilakukan secara tradisional (Sutarno dan Setiawan,
2015).

Keberadaan sapi di tengah masyarakat pedesaan di Jawa Barat umumnya berfungsi


sebagai status sosial, tabungan, tenaga kerja, sumber pupuk, dan pendapatan
keluarga. Menurut Saleh dkk. (2006), pendapatan peternak sapi potong di Hamparan
Perak, Kabupaten Deli Serdang akan sangat meningkat untuk setiap penambahan satu AU
(Unit Hewan).Khusus bagi petani padi yang juga melakukan usaha ternak sapi, ini
merupakan usahatani terpadu yang saling ketergantungan, artinya usahatani padi
membutuhkan pupuk organik yang dihasilkan dalam usahatani ternak tersebut, dan di
sisi lain ternak juga membutuhkan ransum pakan dari limbah pertanian. Integrasi
semacam ini mampu mempertahankan dan meningkatkan produksi dan produktivitas.
Integrasi ternak dan tanaman akan memberikan manfaat, yaitu meningkatkan pendapatan
baik bagi petani maupun pemilik lahan pertanian, meningkatkan kesuburan tanah serta
produktivitas hijauan, dan menjadi alternatif pendapatan dari penjualan kompos dan
sewa ternak (Elly et al., 2008).

Integrasi peternakan sapi dan padi di Jawa Barat umumnya terkendala oleh
ketersediaan faktor produksi, luas lahan dan modal (Basuni et al., 2010). Di sisi
lain, terdapat perbedaan pola pemeliharaan ternak di Jawa Barat, terutama antara
dataran rendah dan dataran tinggi. Di dataran rendah penggembalaan lebih banyak
dilakukan, sedangkan di dataran tinggi pola pemeliharaan ternak dilakukan secara
intensif. Penelitian tentang integrasi peternakan sapi dan sawah untuk menghasilkan
rasio optimal antara sapi (Unit Ternak) dan lahan sawah (ha) belum pernah
dilakukan. Oleh karena itu, penelitian tentangnya sangat penting. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis optimasi rumah tangga petani dengan rasio skala
usahatani yang paling ideal dalam integrasi usahatani sapi Pasundan dan sawah.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini merupakan survei yang dilaksanakan pada tanggal 12 November 2015
sampai dengan 10 Maret 2016, di empat wilayah berbeda di Jawa Barat, yaitu Garut,
Kuningan, Majalengka, dan Sukabumi, yang ditentukan secara purposive berdasarkan
sentra produksi sapi Pasundan sesuai rekomendasi Dinas Peternakan Pemerintah
Daerah. Objek penelitian adalah peternak yang mengintegrasikan peternakan sapi
Pasundan dan sawah. Teknik pengambilan sampel untuk wilayah (kabupaten dan
kecamatan) ditentukan secara purposive, sedangkan petani di kecamatan diambil
dengan metode sensus. Jumlah petani terpilih sebanyak 94 orang, yang terdiri dari
32 petani dari Kabupaten Garut, 32 petani dari Kabupaten Kuningan, 14 petani dari
Kabupaten Majalengka, dan 16 petani dari Kabupaten Sukabumi. Petani menanam padi
dua kali dalam setahun sehingga pada penelitian ini dilakukan perhitungan pada
musim tanam I dan musim tanam II.

a. Pemrograman Linier
Metode analisis ini mengacu pada Soekartawi (1995). Tujuan melalui program linier
dalam penelitian ini adalah untuk memaksimalkan pendapatan petani dengan berbagai
kegiatan pertanian pelengkap, serta dengan sumber daya tenaga kerja keluarga yang
terbatas. Model fungsi yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan
Maple versi 15.

Tujuan Fungsi Soekartawi (1995): Penelitian ini bertujuan untuk memaksimalkan


pendapatan petani. Sesuai dengan tujuan tersebut, maka fungsi tujuan yang digunakan
adalah:

Fungsi Kendala: Dari kedua fungsi tersebut, telah dibuat fungsi kendala untuk
menghambat setiap variabel.

1. Tenaga kerja merupakan salah satu kendala dalam keluarga petani dalam menjaga
integrasi usahatani. Karena sawah terbagi dalam dua musim, tenaga kerja juga
dipisahkan pada musim tanam 1 (musim hujan) dan musim tanam 2 (musim kemarau).
Kendala ini dijelaskan melalui rata-rata biaya tenaga kerja di peternakan dan
sawah. Oleh karena itu, kendala tenaga kerja adalah jumlah setiap usahatani terpadu
yang lebih kecil dari biaya maksimum yang dapat dikeluarkan dalam satu tahun.
Persamaan untuk hambatan tenaga kerja dinyatakan di bawah ini (Soekartawi, 1995).

2. Transfer Produk Antara Peternakan dan Lahan Padi. Batasan ini diperlukan untuk
menghubungkan satu aktivitas dengan aktivitas lainnya. Dalam penelitian ini
transfer produk digunakan untuk menghubungkan aktivitas produksi dengan aktivitas
penjualan dan konsumsi peternakan dan pertanian padi. Persamaan kendala transfer
produk tanaman dan ternak dinyatakan di bawah ini (Soekartawi, 1995).

3. Kontribusi Transfer Pupuk pada Lahan Padi. Dalam penelitian ini, pupuk digunakan
sebagai input dalam produksi pertanian padi. Persamaan hambatan transfer pupuk
(Soekartawi, 1995) adalah:

Anda mungkin juga menyukai