ULUMUL QUR’AN
QIRA’AT AL-QURAN
Dosen Pengampu :
Eli, S. Ag., M. Pd. I
Oleh Kelompok 3:
Bayu Rahman
Daffa Muhammad Mahfud
Faisal Rahmansyah
Miftahur rahman
Nurul Aini
Sunarti
Selvi Tri Hartati
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi
pendidikan dalam profesi keguruan.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
A.Kesimpulan ..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Qira’at memiliki berabagi versi qira’at lain yang juga bersumber dari Nabi
Muhammad SAW. Sehinggga permasalahan perbedaan qira’at ini menjadi pembicaraan
sebagian masyarakat Islam.Berbagai macam cara baca al-Quran diajarkan kepada
masyarakat Islam sahabat-sahabat besar seperti Abdullah bin Masud, Ubai bin Ka’ab,
Abu Darda’, dan Zaid bin Tsabit adalah generasi pertama. Abdullah bin Abbas, Abdul
Aswad Dualli, Al-Qomah bin Qois, Abdullah bin Said, Aswad bin Yazid, Abu
Abdirrahman Sulami dan Masruq bin Ajda’ adalah generasi kedua. Hingga kemudian
mereka melahirkan generasi ketiga sampai kedelapan. Sejak saat itulah penyusunan
qira’at dimulai dan setelah itu tujuh orang qari’ ditentukan Qira’at merupakan cabang
ilmu tersendiri dalam ulum al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
d. Urgensi mempelajari qira’at
C. Tujuan Penulisan
Definisi ini mengandung tiga unsur pokok. Pertama qira’at dimaksud menyangkut
bacaan ayat-ayat. Kedua cara bacaan yang dianut dalam dalam satu mazhab qira’at
didasarkan atas riwayat dan bukan atas qiyas dan ijtihad. Ketiga perbedaan qira’at
biasa terjadi dalam pelafalan huruf dan dalam berbagai keadaan.
“sesungguhnya Al-Qur’an ini diturunkan atas tujuh huruf (cara bacanya) maka
bacalah (menurut) makna yang engkau anggap mudah.”
Al-qur’an memiliki makna sebagai bacaan, namun dalam perihal membaca al-
qur’an ini memiliki kesukaran pada setiap pembaca dalam keadaan. Dengan demikian
timbulah ilmu qira’at yang mana qira’at sebenarnya telah muncul semenjak Nabi SAW
masih ada walaupun tentu saja pada saat itu qira’at bukan merupakan sebuah disiplin
ilmu. Ada beberapa riwayat yang dapat mendukung asumsi diatas :
1. Suatu ketika ’Umar bin Al-Khaththab berbeda pendapat dengan Hisyam bin Hakim
ketika membaca ayat al-Qur’an. ’Umar tidak puas terhaap bacaan Hisyam sewaktu ia
membaca surat Al-Furqan. Menurut ’Umar, bacaan Hisyam tidak benar dan
bertentangan dengan apa yang diajarkan Nabi kepadanya. Namun, Hisyam
menegaskan pula bahwa bacaannya juga berasal dari Nabi. Seusai shalat, Hisyam
diajak menghadap Nabi seraya melaporkan peristiwa diatas. Nabi menyuruh Hisyam
mengulangi bacaannya sewaktu shalat tadi. Setelah Hisyam melakukannya, Nabi
bersabda :”Memang begitulah Al-Qur’an diturunkan, Sesungguhnya al-Qur’an ini
diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah oleh kalian apa yang kalian anggap
mudah dari tujuh huruf itu”
3. Sanadnya Mutawatir.
1. Surah Al-Baqarah: 222
Berkaitan dengan ayat diatas, diantara tujuh imam qira’at yaitu Abu Bakar Syu’bah,
Hamzah, dan Al-Kisa’i membaca kata “yathhurna” dengan memberi syiddah pada
huruf tha’ dan ha. Maka, bunyinya menjadi “yuththahhirna”. Berdasarkan perbedaan
qira’at ini, para ulama fiqih berbeda pendapat sesuai dengan banyaknya perbedaan
qira’at. Ulama yang membaca “yathhuma” berpendapat bahwa seorang suami tidak
diperkenankan berhubungan dengan istrinya yang sedang haid, kecuali telah suci atau
berhenti dari keluarnya darah haid. Sementara yang membaca “yuththahhirna”
menafsirkan bahwa seorang suami tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan
istrinya, kecuali telah bersih.
Sehubungan dengan hal tersebut, batas keharaman seorang suami untuk mencampuri
istrinya yang haid adalah sampai wanita tersebut suci dalam arti telah berhenti darah
haidnya, dan telah mandi dari hadas besarnya
2. Surat An-Nisa’: 43
Berkaitan dengan ayat ini, Imam Hamzah dan Al-Kisa’I memendekkan huruf lam
pada kata “lamastun”, ementara imam-imam lainnya memanjangkannya. Bertolak dari
perbedaan qira’at ini, terdapat tiga versi pendapat para ulama mengenai maksud kata
itu, yaitu bersetubuh, bersentuh dan sambil bersetubuh. Berdasarkan perbedaan qiraat
itu pula, para ulam fiqih ada yang berpendapat bahwa persentuhan laki-laki dan
perempuan itu membatalkan wudhu. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa
persentuhan itu tidak membatalkan wudhu, kecuali kalau berhubungan badan.
3. Surah Al-Ma’idah: 6
Berkaitan dengan ayat ini, Nafi’, Ibn ‘Amir, Hafs, dan Al-Kisa’i membacanya dengan
“arjulakum”, sementara imam-imam yang lainnya membacanya dengan “arjulikum”.
Dengan membaca “arjulikum”, mayoritas ulama berpendapat wajibnya membasuh
kedua kaki dan tidak membedakan dengan menyapunya. Qira’at dipahami oleh
jumhur ulama dengan menghasilkan ketentuan hukum, bahwa dalam berwudhu
diwajibkan mencuci kedua kaki. Sementara qira’at versi lainnya dipahami oleh
sebagian ulama dengan mengahasilkan ketentuan hukum, bahwa dalam berwudhu
tidak diwajibkan mencuci kedua kaki, akan tetapi hanya diwajibkan mengusapnya
(dengan air).
Banyak manfaat yang dapat kita ambil dalam mempelajari ilmu qiraat diantaranya
yaitu:
1. Memberikan keringanan dan kemudahan kepada kita sesuai dengan hadits yang
menyatakan bahwa Alqur’an telah diturunkan dengan tujuh huruf maka bacalah
dengan bacaan yang mudah darinya.(HR. Muttafaq’alaih).
4. Kita akan mengetahui sumber cara bacaan qira’at setiap imam dan imam-imam
qira’at.
5. Kita akan dapat membedakan antara apa yang boleh dibaca dan apa yang tidak boleh
dibaca dengannya.
6. Menunjukkan betapa terpelihara dan terjaganya kitab Allah dari perubahan dan
penyimpangan.
7. Mendapat pahala.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Qira’at Al-Qur’an adalah ilmu yang mempelajari cara mengucapkan lafadz-lafadz al-
Qur’an.
2. Qira’at ini muncul pada masa nabi Muhammad SAW sampai sekarang.
3. Orang yang pertama kali menyusun qira’at dalam satu buku adalah Abu Ubaidillah
Al-Qasim bin Salam kemudian imam-imam lainnya mulai menyusun qira’at.
4. Dari segi kuantitasnya qira’at terbagi menjadi tiga yaitu Qira’ah Sab’ah (Qira’at
Tujuh), Qira’at ‘Asyarah (Qira’at Sepuluh), dan Qira’at ‘Arba’at Asyarah (Qira’at
Empat Belas). Dan dari segi kualitasnya Qira’at terbagi menjadi enam macam yaitu
Qira’ah Mutawatir, Qira’ah Masyhur, Qira’ah Ahad, Qira’ah Syadz (menyimpang),
Qira’ah Maudhu (palsu) dan Qira’at Mudraj.
5. Yang dimaksud dengan al-Qur’an diturunkan dengan tujuh huruf adalah memberi
kelonggaran kepada umat manusia dalam membaca al-Qur’an sesuai dengan bacaan
yang mudah bagi mereka. Namun, bacaan ayat-ayat al-Qur’an tidak boleh dibaca
sesuka hati si pembacanya karena sudah ada aturan yang sesuai dengan yang
diajarkan Rasulullah.