Anda di halaman 1dari 2

SRI WAHYUNINGSIH

XI-MIPA 1 / 30
Tugas berbakti kepada orang tua
Pada suatu pagi saat saya akan berangkat menuju sekolah saya sempat
mengalami perdebatan dengan ibu saya, yang mengharuskan saya berangkat dalam
keadaan penuh emsosi dan tertekan dengan pikiran yang kalang kabut. Cerita ini
benar-benar saya ambil dari pengalaman pribadi saya saat masih duduk di bangku
SMP.
Rasanya tidak mudah menjadi anak pertama yang akan menggantikan posisi
ayah nya sebagai tulang punggung keluarga, aku berusaha keras untuk sabar dan
tetap sabar, namun aku tetap lah manusia yang tidak lepas dari hawa dan nafsu.
Kata kasar yang terkadang terluap bersamakan dengan emosi membuatku sering
kali menjadi kurang akrab dengan ibu.
Sesak memang sering aku rasakan tapi ego mengalahkan segala nya, aku
lebih memilih menjauh dan tidak berbicara satu kata pun dengan nya, hingga suatu
hari aku merasakan tamparan yang cukup membuat ku terluka dan tersadar akan
perbuatan ku terhadap Ibu.
Saat di sekolah berlangsung pembelajaran Diniyah, selama pelajaran aku
tidak bisa konsen karena emosi yang masih aku rasakan terus terbawa hingga guru
Diniyyah tersebut memutarkan kami semua sebuah vidio berbasis pendek yang
cukup membuat ku tertampar atas kesalahan ku. “Mungkin sekarang kamu
memarahi nya, membentak nya, mengucapkan kalimat-kalimat kasar padanya.
Tapi sadarkah kamu, bagaimana jika saat matahari terbit bersamaan itu juga
kamu kehilangan sosok perempuan yang sudah berjuang mati-mati an
melahirkan kamu di dunia ini? Bagaimana kamu akan menghadapi resah hati
kamu? Apa kamu akan tetap mempertahankan ego mu yang terlalu tinggi itu?
Apa kamu bisa menghadapi badai besar yang datang tersebut? Apa kamu bisa
melalui nya dengan mudah? Tidak, hati mu akan terbakar dan hancur
berkeping-keping. Namun penyesalan tiada guna nya, karena apa? Penyesalan
mu sudah tidak berguna.”
Ingin rasanya aku segera pulang dan mengakhiri sekolah ku hari ini, aku ingin
meminta maaf atas segala kesalahan ku yang aku perbuat pada ibu. Aku hanya bisa
diam selama vidio tersebut di tayangkan, ingin rasanya aku izin untuk sekedar
mencari angin segar, namun aku tidak bisa. Pembelajaran pun selesai bersamaan
dengan vidio itu berakhir, aku memutuskan untuk diam dan tidur di kelas untuk
sekedar meringkan pikiran ku.
“ibu pamit ya nak? Kamu jaga diri ya? Ibu yakin kamu akan jadi pribadi yang
lebih baik setelah ini. Janji ya sama ibu?”, “ibu mau kemana?” , “ ibu udah selesai
jaga kamu kak, jaga ayah sama adek ya”. Oh shit! Mimpi buruk yang benar-benar
kejam, aku merasa sangat bersalah pada ibu, tapi semua seakan-akan semakin
menakut-nakuti ku saja.
Jam sekolah telah berakhir, sepanjang perjalanan pulang aku hanya diam
memikirkan semua perbuatan ku yang kasar pada ibu. Sesak jika melihat dia
menangis sendiri di kamar, aku sangat ingin meminta maaf padanya. Memang berat
tapi aku harus memulai dari hati yang tenang bukan? Ok akan aku coba dan aku
yakin aku bisa menebus semua kesalahan ku. Sesampai dirumah, tetap sama tidak
ada yang berubah, tidak ada suara ibu, dan semua orang pun hanya saling diam
tanpa suara.
Aku memutuskan untuk sholat dan mencoba merubah diriku sebaik mungkin,
setelah sholat dan memantapkan diri, aku mencoba masuk kedalam kamar ibu
dengan hati yang masih panas dengan emosi pagi tadi. “ bu, ibu kenapa?” cukup
berat tapi bisa ku lalui, “gapapa”, namun tidak bisa bohong, ibu sakit. Ok sekali lagi
aku yang melukai ibu lebih banyak dari yang lain. “ bu aku minta maaf bu, aku tau
aku salah, maafin aku bu, tolong jangan kemana-mana. Tetap disini bu, aku minta
maaf bu” , tidak ada lagi yang harus aku tahan, semuanya keluar begitu saja. “ibu
gak pernah marah, apalagi benci sama kakak, ibu Cuma mau kakak rubah sikap
kakak ya, bisakan?” , “bisa bu, tapi tolong maafin ayu”, “ibu selalu maafin semua
kesalahan ayu, tanpa ayu minta sekalipun.”

Hari berlalu dengan cepat, aku merasakan kedamaian setelah banyak


mencoba merubah sikap buruk ku, karena sesungguh nya badai paling menyayat
hati adalah kepergiaan orang tua kita sendiri.

Anda mungkin juga menyukai