Anda di halaman 1dari 3

Tugas Kunjungan Etika Engineering

Anak Tulang Punggung Keluarga

Cerita inspiratif ini bermula ketika pada hari Sabtu, 26 Januari 2011 yang lalu, saya
memiliki janji untuk mengantar sahabat saya untuk ke dokter gigi di daerah Cinere, Jawa
Barat. Namun tanpa disangka saya bangun telat pada pagi itu. Akhirnya saya bergegas untuk
segera berangkat setelah mandi dan sarapan. Saya menuju lokasi dengan menggunakan
sepeda motor dan sampai kira-kira pada pukul 11.00. Menyadari kalau antrian masih cukup
panjang, akhirnya kami memutuskan untuk keluar sambil mencari makanan atau minuman di
sebuah mini market.

Saat itu waktu menunjukkan pukul 12.00 dan kami pun masuk untuk memilih makanan.
Ketika memilih minuman di sebuah refrigerator, saya melihat ada seorang anak perempuan
yang sedang menemani adik kecilnya yang ingin membeli sebuah minuman di etalase mini
market tersebut. Sang kakak terlihat memegangi adiknya yang masih kecil agar tidak memilih
minuman yang harganya agak mahal di etalase. Saya pun menghampirinya dan mulai
bertanya apa yang ingin mereka beli di mini market tersebut. Sang kakak menjawab kalau
mereka ingin membeli minuman dingin dan manis karena suasana memang agak terik di luar.
Penampilan kedua anak tersebut sangat sederhana dengan kulit yang agak menghitam kotor.
Saya berinisiatif untuk membelikan mereka berdua minuman yang mereka inginkan lalu saya
ajak untuk mengobrol di luar mini market.

Saya mengajak sang kakak untuk duduk di anak tangga kecil persis di depan mini
market. Anak tersebut bernama Winda dan adiknya bernama Azizah. Setelah menanyakan
nama mereka, saya mulai bertanya tentang apa yang kedua anak kecil itu lakukan di daerah
tersebut. Winda pun mulai bercerita kalau pada hari itu dirinya datang ke daerah Cinere untuk
mengamen atau dia sebut “ngecrek”. Akhirnya saya bertanya banyak tentang kehidupan gadis
berusia 7 tahun tersebut. Saya sangat bersyukur ketika saya bertanya apakah dia sekolah atau
tidak, dan Winda menjawab kalau dia masih duduk di kelas dua di sekolah dasar Pondok
Anak Pertiwi. Dia sekolah dari Senin sampai Jum’at mulai pukul 10.00 sampai pukul 12.00.
sedangkan kegiatan mengamennya dilakukan hanya pada hari libur, yaitu Sabtu dan Minggu.
Kegiatan lain yang diikuti Winda pada hari biasa selain sekolah adalah mengaji pada pukul
15.00 dan sisanya diisi dengan bermain bersama teman-teman seusianya serta menonton
televisi di rumah.

M.Ekaditya Albar / 0806331683 1


Tugas Kunjungan Etika Engineering

Winda bercerita bahwa dia anak pertama dari keluarganya dan memiliki dua adik, yaitu
Luqman (6 tahun) yang masih di Taman Kanak-Kanak dan Azizah yang ternyata baru berusia
2 tahun. Winda datang ke Cinere dari rumahnya di daerah Gandul dengan menggunakan
angkutan umum sejak pukul 08.00 pagi. Dia datang ke Cinere selain bersama adiknya,
Azizah, juga dengan Ibunya yang ternyata mulai menghampiri tempat kami mengobrol.
Ibunya bernama Yani yang kira-kira berusia 30-an tahun. Bu Yani mulai menggendong
Azizah yang saat itu sedang terlihat asyik memainkan sebuah kotak amal di depan mini
market. Saya hanya tersenyum melihat kebahagiaan dari Azizah karena tawa gembira begitu
jelas terlihat dari wajah bocah itu.

Saya kembali melanjutkan obrolan dengan Winda karena begitu penasarannya saya
dengan kehidupan gadis tersebut. Dia mengatakan kalau penghasilan yang dia dapat dalam
sehari paling banyak dua sampai tiga puluh ribu rupiah dari mengamen. Selanjutnya saya
mulai menanyakan hal yang menurut saya paling menarik ketika bertanya kepada seorang
anak, yaitu mengenai apa cita-citanya nanti. Dengan wajah dan sikap malu-malu dia
menjawab kalau Winda ingin sekali menjadi seorang guru. Dia ingin menjadi guru karena
dua alasan sederhana, yaitu gurunya di sekolah baik dan tidak galak. Dia tidak memiliki
alasan lain mengapa ia sangat ingin menjadi guru walaupun sudah saya tanya berkali-kali.
Winda hanya menjawab kalau ia ingin menjadi guru matematika karena suka menghitung.

Ketika pembicaraan sudah berlangsung hampir selama setengah jam, saya lihat Ibu
Yani sudah berada di dekat kami dan saya pun langsung bertanya beberapa hal yang ingin
saya ketahui lebih jauh. Pada bagian inilah saya merasakan betapa besar peranan Winda.
Ibunya berkata kalau Winda merupakan tulang punggung rumah tangga mereka. Hasil
mengamen merupakan sumber utama penghasilan keluarga dengan lima anggota keluarga
tersebut. Saya semakin tercengang ketika mengetahui kalau Winda bukan mengamen di
sekitar ruko tersebut, namun mengamen dengan menaiki angkutan umum yang lalu lalang di
jalan tersebut. Jalan Cinere memang ramai apalagi ketika hari libur karena tepat berada di
depan Cinere Mall. Gadis kecil tersebut harus mencari nafkah karena ibunya sibuk mengurus
keluarga, terutama adik-adik dari Winda. Ayah Winda saat ini sedang menganggur dan hanya
bisa menjaga rumah karena kurang dapat mengurus adik-adik Winda. Ibu Yani mengaku
bahwa dirinya berasal dari Sunda dan sempat menjadi buruh di pabrik benang sebelum
menikah dengan ayah Winda yang asli orang Gandul. Ayah Winda sebelumnya adalah
seorang supir pribadi dan juga pernah bekerja sebagai tukang gali sumur.

M.Ekaditya Albar / 0806331683 2


Tugas Kunjungan Etika Engineering

Ibu Yani bercerita bahwa anaknya memang menikmati bekerja sebagai pengamen dan
kadang suka membantah larangan orang tuanya untuk tidak mengamen. Saya kaget karena
Ibu Yani berkata bahwa mengamen yang dilakukan Winda kadang kala dilakukan karena
Winda hanya ingin jajan. Betapa mirisnya hati saya mendengar hal tersebut. Anak ini benar-
benar harus berjuang untuk suatu hal yang bagi anak-anak lain bisa dilakukan dengan
meminta uang kepada orang tuanya. Ibu Yani juga khawatir karena Winda yang masih kecil
dan mengamen di pinggir angkutan umum yang sedang berjalan merupakan hal yang sangat
berbahaya karena dapat menimbulkan kecelakaan. Saya juga khawatir apabila Winda terus-
menerus melakukan hal tersebut, kebahagiaan dan pendidikan yang seharusnya ia dapat di
masa kecilnya akan perlahan-lahan pudar. Saya ingat perkataan seseorang bahwa jika
manusia sudah dengan mudah mendapatkan uang, maka ia akan melupakan apa sebenarnya
tujuan hidupnya. Saya takut kalau Winda lebih memilih mengamen dibandingkan
melanjutkan impiannya untuk terus sekolah sampai kuliah dan menjadi guru.

Ibu Yani mengungkapkan kalau hal yang paling dia takutkan ketika Winda bekerja
adalah gangguan dari tukang parkir daerah tersebut yang tidak ingin melihat ada anak usil,
padahal dalam kehidupan normal kita tahu bahwa usilnya anak merupakan tanda mereka
belajar. Kehidupan jalan yang keras sedikit banyak pasti mempengaruhi mental anak-anak
tersebut. Ibunya juga mengaku kalau Winda kadang merasa malu jika ada orang yang ia
kenal melihat keluarganya berprofesi sebagai pengamen. Saya terus mengobrol dengan Bu
Yani mengenai keluh kesah serta kehidupan keluarganya. Ketika saya sadar kalau antrian di
dokter gigi hampir tiba, saya memutuskan untuk masuk kembali ke mini market untuk
membelikan Winda dan keluarganya bingkisan yang mungkin dapat meringankan beban
keluarga mereka. Setelah berfoto dengan Winda, Azizah serta ibunya, saya akhirnya kembali
menuju klinik dokter gigi.

Banyak hal yang bisa dijadikan pembelajaran dari percakapan saya dengan keluarga Ibu
Yani. Seorang anak kecil yang dengan ikhlas mengamen untuk menghidupi keluarga walau
dengan resiko bahaya yang mengintainya. Walau begitu, sampai saat ini ia tetap semangat
bersekolah dan merupakan salah satu murid yang sering mengikuti lomba menyanyi dan
menari. Ini artinya ia tetap menikmati masa kecilnya dan terus mencoba meraih mimpinya
menjadi seorang guru di tengah kesulitan hidupnya. Satu hal yang paling penting dan saya
terus ingat adalah untuk selalu bersyukur dalam segala keadaan yang kita alami. Jangan
pernah melihat ke atas karena pasti ada orang di bawah kita yang harus kita bantu.

M.Ekaditya Albar / 0806331683 3

Anda mungkin juga menyukai