ISI
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP, adalah Sistem
Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
Secara sederhana istilah SPIP itu menunjukan sebuah proses yang integral pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan pegawai di suatu organisasi untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui penerapan kegiatan
yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya pada tanggal 28 Agustus 2008 keluarlah Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)yang merupakan adaptasi dari COSO. Unsur-
unsur SPIP adalah Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi
dan Komunikasi, serta Pemantauan Pengendalian Intern.
1
PP No. 60 Tahun 2008 merupakan penjabaran lebih lanjut dari Pasal 55 ayat (4) dan Pasal (58) ayat
(1) dan (2) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Tujuan tersebut mengisyaratkan bahwa jika dilaksanakan dengan baik dan benar, SPIP akan
memberi jaminan dimana seluruh penyelenggara negara, mulai dari pimpinan hingga pegawai di
instansi pemerintah, akan melaksanakan tugasnya dengan jujur dan taat pada peraturan. Akibatnya,
tidak akan terjadi penyelewengan yang dapat menimbulkan kerugian negara. Ini dapat dibuktikan,
misalnya, melalui laporan keuangan pemerintah yang andal dan mendapat predikat Wajar Tanpa
Pengecualian.
2
Untuk menciptakan lingkungan pengendalian seperti dimaksud PP tersebut, pimpinan instansi
dapat menerapkannya melalui:
a. Penegakan integritas dan nilai etika;
b. Komitmen terhadap kompetensi;
c. Kepemimpinan yang kondusif;
d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia;
g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif; dan
h. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.
2. Penilaian risiko
Penilaian risiko merupakan suatu proses pengidentifikasian dan penganalisaan risiko-risiko yang
relevan dalam rangka pencapaian tujuan entitas dan penentuan reaksi yang tepat terhadap risiko
yang timbul akibat perubahan (Djasoerah:2010). Ini berarti bahwa penilaian risiko dimulai dari
penetapan tujuan dan berakhir dengan penentuan reaksi terhadap risiko.
Oleh karena itu, pimpinan instansi pemerintah melakukan penilaian resiko melalui beberapa
tahap, yaitu:
a. Menetapkan tujuan instansi dengan cara memuat pernyataan dan arahan yang spesifik,
terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu.
b. Menetapkan tujuan pada tingkatan kegiatan berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis
Instansi Pemerintah.
c. Melakukan identifikasi risiko untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal
dengan menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan Instansi Pemerintah dan tujuan
pada tingkatan kegiatan secara komprehensif.
d. Melakukan analisa risiko untuk menentukan dampak dari risiko yang telah diidentifikasi
terhadap pencapaian tujuan Instansi Pemerintah.
3
3. Kegiatan pengendalian;
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan
ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan “kegiatan pengendalian” adalah tindakan yang diperlukan untuk
mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan
bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif
4
5. Pemantauan pengendalian intern.
Untuk memastikan apakah SPIP dijalankan dengan baik oleh suatu instansi pemerintah, maka
perlu dilakukan pemantauan. Pemantauan akan menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan
memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti.
Keterkaitan kelima unsur sistem pengendalian intern dapat dilihat pada gambar diatas. Gambar
tersebut menjelaskan kelima unsur pengendalian intern merupakan unsur yang terjalin erat satu
dengan lainnya. Proses pengendalian menyatu pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara
terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai. Oleh karena itu, yang menjadi fondasi dari
pengendalian adalah orang-orang (SDM) didalam organisasi yang membentuk lingkungan
pengendalian yang baik dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai instansi pemerintah.
Penyelenggaraan unsur lingkungan pengendalian (delapan sub unsur) yang baik akan meningkatkan
suasana lingkungan yang nyaman yang akan menimbulkan kepeduliaan dan keikutsertaan seluruh
5
pegawai. Untuk mewujudkan lingkungan pengendalian yang demikian diperlukan komitmen
bersama dalam melaksanakannya. Komitmen ini juga merupakan hal yang amat penting bagi
terselenggaranya unsur-unsur SPIP lainnya.
Dalam PP No. 60 Tahun 2008 yang menjadi sub unsur pertama dari lingkungan pengendalian
adalah pembangunan integritas dan nilai etika (sub unsur 1.1) organisasi dengan maksud agar
seluruh pegawai mengetahui aturan untuk berintegrasi yang baik dan melaksanakan kegiatannya
dengan sepenuh hati dengan berlandaskan pada nilai etika yang berlaku untuk seluruh pegawai
tanpa terkecuali. Integritas dan nilai etika terseut perlu dibudayakan, sehingga akan menjadi suatu
kebutuhan bukan keterpaksaan. Oleh karena itu, budaya kerja yang baik pada instansi pemerintah
perlu dilaksanakan secara terus menerus tanpa henti.
Selanjutnya, dibuat pernyataan bersama untuk melaksanakan integritas dan nilai etika tersebut
dengan menuangkannya pada suatu pernyataan komitmen untuk melaksanakan integritas.
Pernyataan ini berupa pakta (pernyataan tertulis) tentang integritas yang berisikan komitmen untuk
melaksanakannya. Selain itu, kompetensi (sub unsur 1.2) yang merupakan kewajiban pegawai di
bidannya masing-masing.
Komitmen yang dilaksanakan secara periodik tersebut perlu dipantau dan dalam pelaksanaannya
perlu diimbangi dengan adanya kepemimpinan yang kondusif (sub unsur 1.3) sebagai pemberi
teladan untuk dituruti seluruh pegawai. Agar dapat mendorong terwujudnya hal tersebut, maka
diperlukan aturan kepemimpinan yang baik. Aturan tersebut perlu disosialisasikan kepada seluruh
pegawai untuk diketahui bersama.
Demikian juga, struktur organisasi perlu dirancang sesuai dengan kebutuhan (sub unsur 1.4)
dengan pemberian tugas dan tanggung jawa bkepada pegawai yang tepat (sub unsur 1.5).
terdahap struktur yang telah ditetapkan, perlu dilakukan analisis secara berkala tentang bentuk
struktur yang tepat. Diperlukan pembinaan sumber daya manusia (sub unsur 1.6) yang tepat
sehingga tujuan organisasi tercapai. Disamping itu, keberadaan aparat pengawasan intern
pemerintah (APIP) (sub unsur 1.7) perlu ditetapkan dan diberdayakan secara tepat agar dapat
berperan secara efektif. Hal lainnya yang perlu dibangun dalam penyelenggaran lingkungan
pengendalian yang baik adalah menciptakan hubungan kerjasama yang baik (sub unsur 1.8)
diantara instansi pemerintah yang terkait.
6
Untuk membangun kondisi yang nyaman sebagaimana disebutkan diatas, maka lingkungan
pengendalian yang baik harus memiliki kepemimpinan yang kondusif. Kepemimpinan yang
kondusif diartikan sebagai situasi dimana pemimpin selalu mengambil keputusan dengan
mendasarkan pada data hasil penilaian risiko. Berdasarkan kepemimpinan yang kondusif inilah,
maka muncul kewajiban bagi pimipinan untuk menyelenggarakan penilaian risiko di instansinya.
Penilaian risiko dengan dua sub unsurnya, dimulai dengan melihat kesesuaian antara tujuan
kegiatan yang dilaksanakan instansi pemerintah dengan tujuan sasarannya, serta kesesuaian dengan
tujuan strategik yang ditetapkan pemerintah. Setelah penetapan tujuan, instansi pemerintah
melakukan identifikasi risiko (sub unsur 2.1) atas risiko intern dan ekstern yang dapat
mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan tersebut, kemudain menganalisis risiko (sub unsur
2.2) yang memiliki probability kejadian dan dampak yang sangat tinggi sampai dengan risiko yang
sangat rendah.
Berdasarkan hasil penilaian risiko dilakukan respon atas risiko dan membangun kegiatan
pengendalian yang tepat (sub unsur 3.1 sampai dengan 3.11). dengan kata lain, kegiatan
pengendalian dibangun dengan maksud untuk merespon risiko yang dimiliki instansi pemerintah
dan memastikan bahwa respon tersebut efektif. Seluruh penyelenggaraan unsur SPIP tersebut
haruslah dilaporkan dan dikomunikasikan (sub unsur 4.1 dan 4.2) serta dilakukan pemantauan (sub
unsur 5.1 dan 5.2) secara terus menerus guna perbaikan yang berkesinambungan.
Gambar di atas juga memberikan pemahaman, bahwa kelima unsur SPIP tersebut dapat berlaku
baik pada tingkat instansi secara keseluruhan maupun pada fungsi/aktivitas tertentu saja.
Dalam hal BPKP melaksanakan pengawasan atas kegiatan kebendaharaan umum negara, laporan
hasil pengawasan disampaikan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan
kepada pimpinan Instansi Pemerintah yang diawasi.
C. Inspektorat Provinsi
Inspektorat Provinsi adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggungjawab
langsung kepada gubernur. Inspektorat Provinsi melakukan pengawasan terhadap seluruh
kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah provinsi
yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi.
Yang dimaksud dengan “Inspektorat Provinsi” termasuk Instansi Pemerintah yan masih
menggunakan nama Badan Pengawasan Daerah Provinsi
D. Inspektorat Kabupaten/Kota
Inspektorat Kabupaten/Kota adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang
bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota. Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan
terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan funsgi satuan kerja
perangkat daerah kabupaten/kota yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) kabupaten/kota. Aparat pengawasan intern pemerintah melakukan pengawasan intern
melalui :
Audit
Reviu
Evaluasi
Pemantauan
Kegiatan pengawasan lainnya
8
Inspektorat selaku aparat pengawas intern pemerintah daerah baik tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota hendaknya melakukan pembinaan penyelenggaraan SPIP di setiap satuan kerja
yang meliputi : sosialisasi SPIP, bimbingan teknis dan pengontrolan SPI secara terjadwal.
Harapannya agar dapat meminimalisir kecurangan dan dapat mendeteksi secara dini jika terjadi
pelemahan terhadap SPI. Dengan demikian bisa dilakukan evaluasi dan perbaikan yang
berdampak pada hasil audit dari pihak eksternal.
Guna mengetahui hal tersebut jajaran pimpinan instansi pemerintah dapat melakukan survai
tingkat pemahaman SPI kepada seluruh jajaran pimpinan dan staf. Secara umum pemahaman
terhadap SPI dapat dikelompokan menjadi empat tingkatan/level
Apabila berdasarkan hasil survei menunjukkan adanya keberagaman pemahaman dan atau
sebagian besar anggota organisasi masih memiliki pemahaman di level 3, 2 atau 1, pimpinan
instansi perlu mengambil tindakan untuk segera melakukan sosialisasi ke seluruh jajaran anggota
organisasi agar memiliki kesamaan pemahaman dalam penerapan SPI.
Dalam mendesain sistem pengendalian intern yang akan diterapkan di instansi pemerintah terkait
pimpinan instansi pemerintah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta
mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas fungsi instansi pemerintah
tersebut.
Karakteristik Konsep SPI dalam SPIP yang perlu dipahami antara lain sebagai berikut:
10
a. holistik, atau integral. SPI dijabarkan dalam lima komponen utama yang saling terintegrasi, yaitu
lingkungan pengendalian (control environment), penilaian risiko (risk assessment), aktivitas
pengendalian (control activities),informasi dan komunikasi (information and communication)
serta pemantauan (monitoring), di mana efektivitas penerapan sistem sangat dipengaruhi oleh
komponen-komponen tersebut dengan tingkatan yang berbeda-beda (non liniear), dan
Kelemahan dalam satu komponen dapat memengaruhi efektivitas komponen pengendalian intern
lainnya;
b. proses. Sistem pengendalian intern adalah suatu proses bukan tujuan. SPI merupakan suatu
proses yang apabila dijalankan dengan baik akan dapat memberikan keyakinan memadai bahwa
tujuan organisasi akan dapat dicapai.
Jadi, evaluasi terhadap efektivitas penerapannya dilakukan terhadap proses, bukan outcome-nya
d. Memiliki dua tingkatan pengendalian. SPI terdiri dari dua tingkatan pengendalian yaitu:
pengendalian tingkat organisasi (the entity level), di mana pengendalian ini apabila tidak
diterapkan dengan baik akan mempengaruhi secara keseluruhan terhadap pencapaian tujuan
pengendalian.
pengendalian tingkat aktivitas (the business process activity level), merupakan tingkatan
penerapan pengendalian yang apabila tidak diterapkan dengan baik hanya berdampak pada
kegiatan atau transaksi tersebut.
e. fleksibel, adaptif, dan tidak ada satu model dapat diterapkan untuk semua jenis organisasi (no
“one-size-fits-all” approach). SPI bukan merupakan hal yang kaku. Dalam penerapannya
11
memperhatikan ukuran, karakteristik, kompleksitas, tingkat kebutuhan, tujuan organisasi, dan
cost-benefit-nya.
f. Memberikan keyakinan yang memadai bukan jaminan absolut (Reasonable Assurance). SPI
hanya memberikan keyakinan yang memadai bukan jaminan absolut atas tercapainya tujuan
pengendalian, yaitu
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan;
keandalan pelaporan keuangan;
pengamanan aset negara;
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
g. Bergantung pada faktor manusia (The People Factor). Efektivitas penerapan sistem pengendalian
intern sangat dipengaruhi oleh orang sebagai pelaksananya yaitu jajaran pimpinan dan staf di
unit organisasi tersebut. Dokumentasi penerapan pengendalian intern memang penting, namun
yang lebih penting adalah efektivitas peran dari tiap – tiap pegawai di instansi pemerintah untuk
menerapkan SPI secara bertanggung jawab sesuai dengan tingkatan tanggung jawabnya.
h. Memiliki keterbatasan. Efektivitas penerapan SPI pada instansi pemerintah tidak akan tercapai,
apabila terjadi
kesalahan manusia (human error);
pengabaian oleh pihak manajemen (management overidde);
kolusi (collusion).
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan diterbitkannya PP Nomor 60 tahun 2008, setiap instansi pemerintah berkewajiban
menerapkan SPIP dalam kegiatannya. Penerapan SPIP dengan baik dan benar akan meningkatkan
citra instansi pemerintah karena mampu mencapai tujuannya secara efektif dan efisien,
menampilkan laporan keuangan yang andal, serta menghindarkan negara dari kerugian karena
memiliki SDM yang taat pada peraturan.
Ada lima unsur SPIP yang mewajibkan pimpinan instansi pemerintah untuk memiliki kompetensi
tertentu dan melaksanakan tugas-tugas tertentu. Untuk itu, sudah saatnya seluruh pimpinan instansi
pemerintah mempersiapkan dirinya dan organisasi yang dipimpinnya untuk menerapkan SPIP.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://bppk.kemenkeu.go.id/id/berita-medan/12048-mengenal-sistem-pengendalian-intern-
pemerintah
Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
PP No. 60 tahun 2008
https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/sistem-pengendalian-intern-pemerintah-spip-55
http://www.bpkp.go.id/spip/konten/400/sekilas-spip.bpkp
https://evaputranugraha.wordpress.com/2010/06/08/empat-tahap-due-to-sistem-pengendalian-
intern-pemerintah/
https://www.pengadaan.web.id/2019/01/sistem-pengendalian-intern-pemerintah-spip.html
14