Anda di halaman 1dari 10

Marriage of Different Religions in the Perspective of Nurcholish Madjid and Quraish Shihab

Pernikahan Berbeda Agama Dalam Perspektif Nurcholish Madjid Dan Quraish Shihab
Muhammad Raihan Zaky Mulyadi1, Keimal Mihsan 2, Linda Maulidah3, Wulan
Meilani4, Rizko Pambudi5
Jurusan Studi Agama-Agama
Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
rhnzaky1@gmail.com1, keimalmihsan29@gmail.com2,
linda.rca2001@gmail.com3, wulanmelani160@gmail.com4,
pambudirizko09@gmail.com5

Abstract
Interfaith marriage has always been a debate in Indonesian society. There
are so many answers to people's questions about interfaith marriage, Nurcholish
Madjid and Quraish Shihab have different views on interfaith marriage. Madjid
allows interfaith marriages with clear rationalizations and Shihab also has a clear
argument about this interfaith marriage based on the existing information, which
is mentioned in the Qur'an. Initially, Madjid first classifies several types of
infidels and then explains why interfaith marriages are allowed.
Keywords: marriage, religion, thought

Abstrak
Pernikahan beda agama ini selalu menjadi perdebatan di tengah masyarakat
Indonesia. banyak sekali jawaban atas pertanyaaan-pertanyaan masyarakat
mengenai pernikahan beda agama ini, Nurcholish Madjid dan Quraish Shihab
memiliki pandangan berbeda mengenai pernikahan beda agama. Madjid
memperbolehkan pernikahan berbeda agama dengan rasionalisasi yang jelas dan
Shihab pun memiliki argumen yang jelas mengenai pernikahan berbeda agama ini
berlandaskan keterangan-keterangan yang ada, yang disebutkan di dalam Al-
Qur’an. Awalnya Madjid mengklasifikasikan terlebih dahulu beberapa jenis kafir
dan setelahnya ia menjelaskan mengapa pernikahan berbeda agama ini
diperbolehkan.
Kata kunci: pernikahan, agama, pemikiran

Pendahuluan
Menikah merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia tidak terkecuali. Setiap orang
akan mengalami fase berumah tangga. Bahkan dalam ajaran Islam menikah menjadi
kewajiban bagi seorang muslim, pernikahan dalam ajaran Islam juga dianggap hal yang
sakral, dan juga penikahan tidak bisa dilakukan sembarang ada aturan-aturan yang
menjelaskan tentang pernikahan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum mengamalkan ibadah pernikahan,
mengingat Nabi Muhammad SAW telah besabda bahwasannya “wanita umumnya dinikahi
karena empat hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Karena itu, pilihlah
yang memiliki agama, kalian akan beruntung.” (HR. Bukhari).1
Mengacu pada hadits diatas, maka ada 4 hal yang harus dipehatikan sebelum menikahi
wanita, yaitu; harta, nasab, kecantikan, dan agama, dalam hadits diatas menekankan
bahwasannya agama adalah yang terpenting dalam suatu pernikahan. Agama menjadi hal
yang penting dalam membangun rumah tangga karena agama juga dapat menjadi alasan
mengapa hubungan rumah tangga ini dapat berlangsung harmonis.
Namun hari ini di Indonesia banyak sekali kasus pernikahan beda agama yang
dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kemajuan teknologi
dan media informasi antar umat manusia, namun tidak hanya itu saja penyebabnya,
menurunya budaya literasi pun sangat berpangaruh pada kasus ini. Sehingga pernihakan beda
agama dianggap hal yang biasa saja.

Metode Penelitian
Jenis atau metode penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian Kualitatif
yang penyajiannya menggunakan analisis data secara naratif. Dalam pengolahan
data/informasi yang didapat akan disajikan dengan deskripsi detail menurut analisis penulis
dengan penguatan pendapat-pendapat tokoh serta telaah dari buku-buku, jurnal dan tulisan-
tulisan yang menunjang hasil pemikiran dari perspektif Nurcholish Madjid dan Quraish
Shihab tentang pernikahan berbeda agama. Penulis menggunakan pendekatan deskriptif-
analitis yaitu menggunakan metode analisis secara induktif atau interpretasi yang
mengedepankan penalaran makna serta pemahaman subtansial dari sebuah permasalahan.
Penelitian ini mengkaji tulisan dan karya-karya Nurcholis Madjid dan Quraish Shihab yang
membahas tentang pernikahan berbeda agama atau tentang hal lain yang menguatkan
argumentasi mereka.

Pembahasan
A. Nurcholish Madjid
a. Biografi
Nurcholish Madjid atau akrab dipanggil Cak Nur, lahir pada tanggal 17 Mei
1939 di Mojoanyar Jombang, ditengah keluarga yang sederhana, alim serta saleh.
Ayahnya Abdul Madjid seorang petani di desa kecil tamatan Sekolah Rakyat (SR)
dan salah seorang santri kesayangan Kiyai Hasyim Asy’ari2. Ayahnya lahir

1
Studi Perbandingan, Antara Tafsir, and Tafsir Al-azhar, “Pernikahan Lintas Agama Studi Perbandingan
AntaraTafsir Al-Misbah Dan Tafsir Al-Azhar,” REVELATIA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 2, no. 1 (2021): 1–30.
2
Idi Subandi Ibrahim and Dedy Djamaluddin Malik, Zaman Baru Islam Indonesia: Pemikiran Dan Aksi Politik
(Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998).
ditengah keluarga yang dominan mengikuti Nahdlatul Ulama (NU), tetapi beliau
tidak ikut bergabung dengan partai NU melainkan dengan Masyumi, yang mana
Masyumi ini adalah ibu daripada partai NU. Hal ini mempengaruhi pemikiran
Madjid kecil saat itu hingga terbawa sampai ia dewasa3.
Madjid mengenyam pendidikan di sekolah dasar atau saat itu disebut sekolah
rakyat di Mojoanyar bersamaan dengan Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar,
Jombang. Lalu ia melanjutkan pendidikannya (tingkat menengah SMP) di
Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Jombang. Namun tidak beberapa lama ia pun
pindah dari Pesantren Darul Ulum ke pesantren modern, yaitu KMI (Kulliyatul
Mu’allimin al- Islamiyyah), Pesantren Darus Salam di Gontor, Ponorogo,
dikarena ia tidak begitu betah dengan pesantren yang berafiliansi politik NU.
Setelah lulus dari pesantren Darus Salam, Gontor, Ponogoro, Madjid pun
melanjutkan pendidikannya disalah satu perguruan tinngi di daerah Jakarta, yaitu
IAIN Syarif Hidayatullah yang sekarang UIN Syarif Hidayatullah, disana ia
mengambil jurusan Sastra Arab, Fakultas Adab. Setelah beberapa tahun ia kuliah
akhirnya ia lulus dengan predikat lulusan terbaik pada tahun 19684.
Pada tahun 1978, Madjid Kembali ke Amerika dalam rangka mengambil
program pasca sarjana di University of Chicago, setelah ia mengikuti program
seminar dan lokakarya di University of Chicago yang didanai oleh Ford
Fondation pada tahun 1973, ia ditunjuk oleh Fazlur Rahman dan Leonard Binder
untuk mengikuti seminar dan lokakarya tersebut. Ketika Madjid berkuliah di
University of Chicago Fazlur Rahman mengajak Madjid mengambil penelitian
dibidang kajian keislaman (di bawah bimbingannya) daripada kajian ilmu politik
(di bawah bimbingan Leonard Binder) yang sejak awal direncanakan Madjid.
Madjid menamatkan kuliah di University of Chicago dengan predikat
cumlaude tahun 1984, dengan judul disertasi “Ibn Taymiya on Kalam and
Falsafah: A Problem of Reason and Revelation in Islam” (Ibnu Taymiyah dalam
Ilmu Kalam dan Filsafat: Masalah Akal dan Wahyu dalam Islam). Dan Madjid
meninggal pada 29 Agustus 2005 akibat penyakit sirosis hati yang dideritanya.
Kemudian ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata meskipun ia
merupakan warga sipil karena dianggap telah banyak berjasa kepada negara5.

b. Karya-karya
Dalam karya-karya tulis yang telah dipublikasikan oleh Madjid jelas sekali
dapat kita lihat bagaimana cara pandang Madjid tentang suatu fenomena sosial
yang menimpa bangsa Indonesia. Sehingga tulisan-tulisannya pun selalu bernada
pluralis dan toleran. Lalu diantara banyaknya karya yang telah Madjid torehkan
beberapa diantaranya adalah:
1. Modernisasi Ialah Rasionalisasi bukan Westernisasi (1968)

3
Ramlan Karim and Nova Efenty Mohammad, “Penetapan Hukum Nurcholish Majid Dan Mustofa Ali Yaqub
Tentang Pernikahan Beda Agama,” Asy-Syams: Journal Hukum Islam 1, no. 1 (2020): 139.
4
Karim and Mohammad, “Penetapan Hukum Nurcholish Majid Dan Mustofa Ali Yaqub Tentang Pernikahan
Beda Agama.”
5
Karim and Mohammad, “Penetapan Hukum Nurcholish Majid Dan Mustofa Ali Yaqub Tentang Pernikahan
Beda Agama.”
2. Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP yang merupakan pedoman bagi para
kader HMI) (1969)
3. The Issue of modernization among Muslim in Indonesia participant point of
view in Gloria Davies, ed. What is Modern Indonesia (1978)
4. “Islam in Indonesia: challenges and Opportunities” in Cyriac K (1982)
5. Khazanah Intelektual Islam (1982)
6. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (1987)
7. Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan (1992)
8. Islam, Kerakyatan dan Keindonesiaan (1993)
9. Pintu-pintu Menuju Tuhan (1994)
10. Islam Agama Kemanusiaan (1995)
11. Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan relevansi Doktrin Islam
dalam Sejarah (1995)
12. Tradisi Islam, Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan Islam di Indonesia
(1997)
13. Dialog Keterbukaan: Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik
Kontemporer (1998)
14. Cita-cita Politik Islam Era Reformasi (1999)
15. Pesan-pesan Taqwa Nurcholish Madjid (2000)
16. Fiqh Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis (2003)6.

c. Perspektif Nurcholish Madjid Terhadap Pernikahan Berbeda Agama


Madjid mengklasifikasikan terminologi kafir ke dalam beberapa kategori.
Kata kafir yang menurut bahasa berarti menutupi, telah disebut sekurangnya 525
kali dalam Al-Qur’an, semuanya dirujukkan kepada arti menutupi, yaitu
menutup-nutupi nikmat dan kebenaran, baik kebenaran dalam arti Tuhan (sebagai
sumber kebenaran) maupun kebenaran dalam arti ajaan-ajaran-Nya yang
disampaikan rasul-rasul-Nya, kemudian Madjid mengklasifikasikan kafir seperti
berikut:
1. Kafir ingkar, yaitu kekafiran dalam arti pengingkaran terhadap eksistensi
Tuhan, rasul-rasul-Nya dan seluruh ajaran yang mereka bawa.
2. Kafir juhud, yakni kekafiran dalam arti pengingkaran terhadap ajaran- ajaran
Tuhan dalam keadaan tahu bahwa apa yang diingkari itu adalah kebenaran. Ia
tidak jauh berbeda dengan kekafiran ingkar.
3. Kafir munafik, yaitu kekafiran yang mengakui Tuhan, rasul dan ajaran-
ajarannya dengan lidah tetapi mengingkari dengan hati, menampakkan iman
dan menyembunyikan kekafiran.
4. Kafir syirik, berarti mempersekutukan Tuhan dengan menjadikan sesuatu,
selain dari-Nya, sebagai semabahan, obyek pemujaan, dan/atau tempat
menggantungkan harapan dan dambaan, syirik digolongkan sebagai
kekafiran sebab perbuatan itu mengingkari kekuasaan Tuhan, juga
mengingkari nabi-nabi dan wahyu-Nya.

6
Budhy Munawar-Rachman, “Karya Lengkap Nurcholish Madjid Keislaman, Keindonesiaan, Dan Kemodernan,”
no. Icmi (2019): 5031.
5. Kafir nikmat, yakni tidak mensyukuri nikmat Tuhan dan menggunakan
nikmat itu pada hal-hal yang tidak diridhai-Nya. Orang-orang muslim pun
dapat masuk dalam kategori ini (lihat: al-Naml, 27:40; Ibrahim, 14:7; al-
Imran, 3:97).
6. Kafir murtad, yakni kembali menjadi kafir sesudah beriman atau keluar dari
Islam.
7. Kafir ahli kitab, yakni nonmuslim yang percaya kepada nabi dan kitab suci
yang diwahyukan Tuhan melalui nabi kepada mereka (yahudi dan Kristen)7.
Dari apa yang telah dikemukakan oleh Madjid, maka dapat disimpulkan
bahwa menurutnya perkawinan yang dilakukan oleh seorang muslim dengan
non- muslim baik dari golongan ahli kitab maupun agama lainnya itu adalah
diperbolehkan. Bahkan untuk perkawinan antar seorang perempuan muslim
dengan laki-laki non-muslim sekalipun, kesemuanya adalah diperbolehkan. Hal
ini karena Madjid berpandangan bahwa tidak ada larangan yang syar’I menganai
perkawinan antara wanita muslim dengan laki-laki non-muslim8.
Terkait perkawinan beda agama dalam konteks keindonesiaan, maka tidak bisa
dikesampingkan mengenai pemikiran Nurcholish Madjid. Madjid berlandaskan
kepada pemaknaan konsep Islam ad-din, dan at-tauhid menyatakan konsep
kesatuan kebenaran dalam jantung tiap-tiap agama. Madjid menyatakan setiap
ketundukan agama yang benar adalah sikap pasrah (al-Islam) kepada Tuhan yang
maha esa (at-tauhid)9. Dengan kata lain, mengesakan Allah dan sikap pasrah
kepadanya adalah peran besar setiap agama yang benar. Namun, manifestasi dari
pesan-pesan dasar itu beragam sesuai kebutuhan tempat dan zaman10.
Kemudian juga fakta-fakta tersebut yang akhirnya menghantarkan beliau
untuk mendiskusikan sampai akhirnya menerbitkan buku yang berjudul “Fiqh
Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif Pluralis”11 yang dituliskannya
bersama beberapa penulis lainnya. Lalu yang menarik perhatian penulis dalam
konten buku karangan beliau tersebut ialah karena beliau juga membahas tentang
perkawinan beda agama, dimana beliau dalam karyanya tersebut menjelaskan
bahwa pentingnya inklusifitas para pemeluk agama12. Berdasarkan pada
pandangan Madjid yang inklusif mengenai hubungan antar agama, sehingga
Madjid membolehkan perkawinan antar agama. hal ini berdasar pada pernyataan
Madjid yang menyatakan bahwa secara teologis perkawinan beda agama antar
laki-laki muslim dengan perempuan perempuan non-muslim adalah sah. Namun,
di pihak lain, ada yang berpendapat bahwa perkawinan beda agama dilarang oleh
agama sehingga tidak dapat diterima, hal ini juga didasarinya pada pasal 2 ayat

7
Syamruddin Nasution, Pernikahan Beda Agama Dalam Al-Qur’an: Kajian Perbandingan Pro Dan Kontra
(Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2011).
8
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin Dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan,
Kemanusiaan, Dan Kemodernan (Jakarta: Paramadina, 1999).
9
Budhy Munawar-Rachman, “Karya Lengkap Nurcholish Madjid Keislaman, Keindonesiaan, Dan Kemodernan.”
10
Madjid, Islam Doktrin Dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, Dan
Kemodernan.
11
Budhy Munawar-Rachman, “Karya Lengkap Nurcholish Madjid Keislaman, Keindonesiaan, Dan Kemodernan.”
12
Nurcholish Madjid, Fiqh Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis (Jakarta: Yayasan Wakaf
Paramadina, 2004).
(1) UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang mensyaratkan perkawinan
untuk dilangsungkan sesuai ketentuan agama, sementara agama-agama yang
dalam hal ini Islam pada umumnya melarang terjadinya praktek tersebut.

B. Quraish Shihab
a. Biografi
Quraish Shihab lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, pada 16 Februari 1944
dengan nama lengkap Muhammad Quraish Shihab. Shihab adalah anak dari Prof.
KH. Abdurrahman Shihab keluarga keturunan Arab yang terpelajar, seorang
ulama dan guru besar dalam bidang tafsir dan dipandang sebagai salah seorang
tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik dikalangan masyarakat Sulawesi
Selatan.13
Shihab mengenyam pendidikan dasarnya di sekolah dasar Ujungpandang,
kemudian ia melanjutkan pendidikannya menegahnya di Malang, di Pondok
Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah. Setelah selesai menempuh pendidikan
menengah, Shihab berangkat ke Kairo, Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyah
(setingkat Madrasah Aliyah atau Sekolah Menengah Atas di Indonesia) Al-Azhar.
Pada tahun 1967, Shihab meraih gelar Lc (S-1) di fakultas Ushuluddin jurusan
Tafsir dan Hadits Universitas Al-Azhar. Lalu ia meneruskan studinya di
Universitas yang sama dengan fakultas yang sama juga dan pada 1969 ia
mendapatkan gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Qur’an dengan judul
tesis “al-I 'jaz al-Tashri'iy li al-Quran al-Karim (kemukjizatan al-Quran al-Karim
dari Segi Hukum).”14 Demi meraih cita-citanya, tahun 1980 Shihab kembali lagi
ke Al-Azhar dengan spesialisasinya tafsir Al-Qur’an. Dalam kurun waktu dua
tahun ia menyelesaikan program doktoratnya, dengan disertasi yang berjudul
“Nazm al-Durar li al-Biqa’i Tahqiq wa Dirasah (Suatu Kajian terhadap Kitab
Nazm al-Durar karya al-Biqa’i)” berhasil diperjuangkannya dengan predikat
summa cumlaude dengan penghargaan Mumtaz Ma’ Martabah al-Sharaf al-Ula
(sarjana teladan dengan prestasi istimewa). Atas prestasinya, tercatat
bawhasannya Shihab adalah orang pertama di Asia Tenggara yang meraih gelar
tersebut15. Gelar yang ia sandang adalah M.A dan Ph.D.
b. Karya-karya
Sepanjang perjalanan karirnya Shihab juga banyak menulis ide-ide atau
gagasannya untuk menyegarkan umat16, berikut karya-karya tulisan Shihab:
1. Mukjizat al-Quran di Tinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan
pemberitaan Ghaib (Bandung: Mizan, 1996).
2. Tafsir al-Amanah (Jakarta: Pustaka Kartini, 1992).
3. Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1995).
4. Studi Kritis al-Manar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994).

13
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, 1st ed. (Bandung: Mizan Pustaka, 1992).
14
Shihab, Membumikan Al-Qur’an.
15
Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudu’i Atas Berbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan Pustaka,
2000).
16
Perbandingan, Tafsir, and Al-azhar, “Pernikahan Lintas Agama Studi Perbandingan AntaraTafsir Al-Misbah Dan
Tafsir Al-Azhar.”
5. Wawasan al-Quran; Tafsir Maudhi Atas berbagai Persoalan Umat (Bandung:
Mizan, 1996).
6. Haji Bersama Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1998).
7. Fatwa-fatwa Quraish Shihab (Bandung: Mizan, 1999).
8. Tafsir al-Quran al-Karim; Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan
Turunya Wahyu (Bandung: Pustaka Hidayah,1999).
9. Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 1998).
10. Logika Agama; Batas-batas Akal dan Kedudukan Wahyu dalam al-Quran.
11. Hidangan Ilahi; Ayat-ayat Tahlil (Jakarta: Lentera Hati, 1997).
12. Menyingkap Tabir Ilahi; Tafsir asma al-Husna (Bandung: Lentera Hati, 1998).
13. Tafsir Ayat-ayat Pendek (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999).
14. Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2003).
15. Secercah Cahaya Ilahi (Bandung: Mizan, 2002).
16. Perjalanan Menuju Keabadian, Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil (Jakarta:
Lentera Hati, 2001).
17. Dan lain-lain.

c. Perspektif Quraish Shihab Terhadap Pernikahan Berbeda Agama


Pemilihan pasangan pra pernikahan adalah suatu hal yang penting, dapat
dianalogikan sebagai batu yang baik dan berkualitas merupakan bahan pokok
dalam membangun suatu rumah yang baik, karena batu yang berkualitas dapat
dijadikan pondasi yang kokoh sehingga kemungkinan-kemungkinan buruk dapat
diminimalisir. Pondasi yang kokoh ini bukan lah kecantikan, kekayaan, dan
jabatan melainkan iman yang kuat kepada Tuhan yang Maha Esa17.
Perkawinan yang dihendaki Islam adalah perkawinan yang harmonis baik
antara suami dan istri, ataupun dengan keluarga dua belah pihak mempelai. Maka
dari itu orang tua berperan penting dalam hal ini, orang tua memiliki wewenang
yang besar dalam memberikan restu kepada anaknya tanpa mengurangi hak
anak18.
Perkawinan wanita-wanita muslimah dengan orang musyrik merupakan
suatu hal yang dilarang. Walaupun mayoritas ulama tidak menggolongkan ahl-
kitab ke dalam kategori musyrik, namun tidak juga dikatakan sah bagi ahl-kitab
menikahi wanita muslimah. Mengacu pada Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 105 dan
Al-Bayyinah ayat 1 bahwasannya ahl-kitab tidak dinilai beriman, dengan iman
yang dibenarkan Islam. Hal ini juga ditegaskan dalam Qur’an surat Al-
Mumtahanah ayat 10 yang berbunyi “mereka, wanita-wanita muslimah, tiada
halal bagi orang-orang kafir, dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi
mereka.”19
Hal ini menjadi alasan mengapa pernikahan beda agama dilarang, tidak lain
dan tidak bukan dikarenakan perbedaan iman. Pernikahan ini ditujukan dengan

17
Quraish Shihab, “Tafsir Al-Misbah,” in Vol. 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2003).
18
Perbandingan, Tafsir, and Al-azhar, “Pernikahan Lintas Agama Studi Perbandingan AntaraTafsir Al-Misbah Dan
Tafsir Al-Azhar.”
19
Perbandingan, Tafsir, and Al-azhar, “Pernikahan Lintas Agama Studi Perbandingan AntaraTafsir Al-Misbah Dan
Tafsir Al-Azhar.”
maksud membangun hubungan keluarga yang harmonis seminimalnya harmonis
antara suami-istri dan anak-anaknya. Nilai-nilai yang mewarnai pikiran dan
tingkah laku seorang muslim, yaitu nilai Ketuhanan. Ketuhanan merupakan nilai
tertinggi, sebagaimanapun tidak boleh dikorbankan. Demi kemaslahatan bersama
maka pernikahan beda agama ini dilarang, dan hukumnya makruh dalam
pandangan hukum Islam.

C. Persamaan dan Perbedaan


Menanggapi dari beberapa pemaparan yang telah dipaparkan diatas, terdapat
beberapa perbedaan dan persamaan mengenai persoalan penikahan beda agama dalam
perspektif Nurcholis Madjid dan Quraish Shihab. Keduanya sama-sama tahu
bahwasannya pernikahan beda agama diperbolehkan asalkan dengan ahl-kitab, tetapi
diantara dua pemikiran ini memiliki berbagai tafsir. Dalam pemikirannya Madjid
membolehkan dengan alasan pentingnya untuk membangung inklusifitas para
pemeluk agama20. Inklusitas dapat dipahami sebagai nilai apresiasi dan rekognisi atas
keberbedaan dan keberagamaan. Mengingat keberbedaan dan keberagamaan sangat
kental di Indonesia. Pernikahan beda agama ini juga dapat dilakukan disesuai dengan
kondisi lingkungan dan zaman.
Shihab pun dalam pemikirannnya membenarkan adanya keterangan yang
membolehkan pernikan beda agama asalkan dengan ahl-kitab. Yang diperbolehkan
disini ketika pria muslim menikahi ahl-kitab jika itu sebaliknya maka tidak
diperbolehkan. Tetapi ia tetap tidak memperbolehkan adanya pernikahan beda agama
dengan alasan apapun meskipun dengan ahl-kitab, karena baik itu ahl-kitab atau pun
bukan mereka tergolong orang-orang yang musyrik sesuai dengan apa yang telah
disebutkan dalam Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 105 dan Al-Bayyinah ayat 1
bahwasannya ahl-kitab tidak dinilai beriman, dengan iman yang dibenarkan Islam.
Hal ini juga ditegaskan dalam Qur’an surat Al-Mumtahanah ayat 10 yang berbunyi
“mereka, wanita-wanita muslimah, tiada halal bagi orang-orang kafir, dan orang-
orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.”21

D. Relavansi Perspektif Pernikahan Berbeda Agama Nurcholish Madjid Dan


Quraish Shihab
Melihat dua perspektif pemikiran mengenai pernikahan beda agama ini sangat
mungkin saja terjadi di Indonesia, mengingat Indonesia memiliki penduduk yang
beragam latar belakang baik itu agama dan budaya. Sebagaimana dalam ushul fiqh
terdapat keterangan “Melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan menerapkan nilai-
nilai baru yang lebih baik.” Kaidah ini digunakan dalam persoalan pernikahan beda
agama dengan alasan berdakwah, membawa mereka yang non-muslim untuk
memeluk agama yang hanif yaitu Islam. Karena sejak dahulu banayak cara
mendakwahkan agama seperti melalui perdagangan, pendidikan, dan termasuk juga
melalui pernikahan. Maka sangat relevan pernikahan berbeda agama ini dilakukan,
asalkan dalam hubungan pernikahan ini bisa membawa mereka kedalam kebenaran.

20
Madjid, Fiqh Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis.
21
Perbandingan, Tafsir, and Al-azhar, “Pernikahan Lintas Agama Studi Perbandingan AntaraTafsir Al-Misbah Dan
Tafsir Al-Azhar.”
Kesimpulan
Dalam pembahasan diatas terdapat bebarapa pandangan terkait pernikahan beda agama.
Quraish Shihab menyatakan dengan tegas bahwa pernikahan berbeda agama tidak
diperbolehkan baik itu dengan ahl-kitab atau bukan karena keduanya tergolong kedalam
kategori musyrik. Sedangkan Nurcholis Madjid memperbolehkan pernikahan beda agama ini
dilakukan guna membangun inklusifitas para pemeluk agama.
Dari berbagai perdebatan yang ada mengenai boleh atau tidaknya pernikahan berbeda
agama dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwasannya berdakwah adalah tugas kita
sebagai umat Islam. Jika pernikahan beda agama dapat membangun perubahan ke arah yang
lebih baik maka hal itu dapat dilakukan. Mengingat membangun inklusifitas para pemeluk
agama merupakan hal yang penting, guna meminimalisir munculnya berbagai konflik yang
terjadi dikarenakan perbedaan cara pandang dalam agama.
Daftar Pustaka
Budhy Munawar-Rachman. “Karya Lengkap Nurcholish Madjid Keislaman, Keindonesiaan,
Dan Kemodernan,” no. Icmi (2019): 5031.
Ibrahim, Idi Subandi, and Dedy Djamaluddin Malik. Zaman Baru Islam Indonesia:
Pemikiran Dan Aksi Politik. Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998.
Karim, Ramlan, and Nova Efenty Mohammad. “Penetapan Hukum Nurcholish Majid Dan
Mustofa Ali Yaqub Tentang Pernikahan Beda Agama.” Asy-Syams: Journal Hukum
Islam 1, no. 1 (2020): 139.
Madjid, Nurcholish. Fiqh Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis. Jakarta:
Yayasan Wakaf Paramadina, 2004.
———. Islam Doktrin Dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan,
Kemanusiaan, Dan Kemodernan. Jakarta: Paramadina, 1999.
Nasution, Syamruddin. Pernikahan Beda Agama Dalam Al-Qur’an: Kajian Perbandingan
Pro Dan Kontra. Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2011.
Perbandingan, Studi, Antara Tafsir, and Tafsir Al-azhar. “Pernikahan Lintas Agama Studi
Perbandingan AntaraTafsir Al-Misbah Dan Tafsir Al-Azhar.” REVELATIA: Jurnal Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir 2, no. 1 (2021): 1–30.
Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an. 1st ed. Bandung: Mizan Pustaka, 1992.
———. “Tafsir Al-Misbah.” In Vol. 1. Jakarta: Lentera Hati, 2003.
———. Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudu’i Atas Berbagai Persoalan Umat. Bandung:
Mizan Pustaka, 2000.

Anda mungkin juga menyukai