BAB I
PENDAHULUAN
infeksi lebih dari 56 juta tiap tahunnya. Berdasarkan data WHO tahun
2018, TB Paru merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab
kematian terbesar di dunia. Pada tahun 2017, sebanyak 10 juta orang
menderita TB Paru. Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan beban
tertinggi di dunia untuk kasus TB dan sekaligus penyebab kematian
nomor empat setelah penyakit kardiovaskuler (WHO,2018)
Kementrian Kesehatan RI (2018), memaparkan insidensi kejadian
TB paru di Indonesia pada tahun 2016 berada pada angka 298.128 kasus
per tahun dan mengalami peningkatan pada tahun 2017 menjadi 420.994
kasus. Dari keseluruhan kasus, jumlah kasus dengan BTA positif adalah
sebanyak 156.723 kasus dengan hasil pengobatan gagal sebanyak 0,4%,
loss to follow up (hilang dari pengamatan) 5,4%, pengobatan lengkap
43,1% dan sembuh 42%. Angka kejadian TB Paru jika dilihat dari segi
usia, paling banyak yaitu berada pada rentang usia 45-54 tahun sebanyak
19,82%.
Menurut Riskesdas (2018), insidensi TB Paru di Indonesia tahun
2018 yaitu sebanyak 321 per 100.000 penduduk. Banyaknya jumlah
penderita TB dikarenakan rendahnya angka keberhasilan pengobatan,
dimana angka keberhasilan pengobatan TB pada tahun 2016 yaitu 75,4%
dan pada tahun 2017 meningkat menjadi 85,1%. Sedangkan Kemenkes
menetapkan target minimal 88%. Dengan demikian, Indonesia belum
mencapai standar angka keberhasilan pengobatan TB paru yang sudah
ditetapkan.
Pada tahun 2015 di Provinsi Maluku, ditemukan jumlah kasus baru
BTA positif (BTA+) sebanyak 1.697 kasus, jumlah ini menurun bila
dibandingkan dengan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2014 yaitu
sebesar 1.939 kasus.(Dinkes Maluku 2015)
Dan berdasarkan data yang didapatkan dari Rumah Sakit Hati Kudus
Langgur tercatat tahun 2019-2021 Bulan Desember terdapat 79 kasus
(Rumah Sakit Langgur, 2021)
Fenomena yang peneliti temui pada saat melakukan observasi
data di Ruangan Pria Rumah Sakit Hati Kudus Langgur, kasus kendali dari
pasien fisiknya lemah untuk beraktifitas, terasa mudah cape ketika
mlakukan aktifitas sehari-hari,pasien tampak lesu. Tindakan keperawatan
yangperawat berikan yaitu: Memberikan Edukasi tentang Nutrisi kepada
pasien
Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan mengambil judul penelitian tentang “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien TB Paru dengan Peningkatan Pengetahuan Keletihan Melalui
Edukasi Nutrisi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “ Bagaimanakah
gambaran“Asuhan Keperawatan Pada Pasien TB Paru dengan
Peningkatan Pengetahuan Keletihan Melalui Edukasi Nutrisi Di Rumah
Sakit Hati Kudus Langgur.”
1.3. Tujuan
Tujuan dari studi kasus ini adalah menggambarkan “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien TB Paru dengan Peningkatan Pengetahuan
Keletihan Melalui Edukasi Nutrisi Di Rumah Sakit Hati Kudus Langgur.”
1.4. Manfaat
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan tindakan
preventif dengan memberikan penyuluhan meliputi berbagai hal
yang dapat mencegah timbulnya penyakit .
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
(2) BAB
Kaji frekuensi BAB, warna, adanya bau, darah, lendir,
dan konsistensi. Pada pasien.
c) Istirahat dan tidur
Kaji waktu tidur kliien baik siang maupun malam, lama
tidur klien masalah tidur, kegiatan yang dilakukan saat
sebelum tidur dan kebiasaan pengantar tidur.
d) Personal heygine
Kaji kebersihan diri klien yaitu mandi, kebersihan mulut
(gosok gigi) kebersihan rambut dan guntung kuku. Pada
pasien dengan TB Paru biasanya akan terganggu karena
kondisi tubuh yang lemah.
e) Kaji pola aktivitas sehari-hari
Kaji aktivitas sehari-hari, jenis, frreekuensi, dan cara
melakukannya. Pada pasien dengan TB Paru akan
nampak lemas, gelisa sehingga perlu bantuan sekunder
untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari
2. Pemeriksaan fisik
Menurut Jackson, M & Jackson L, (2011). Pemeriksaan fisik
pada gastroenteritis antara lain Perlu dikaji tentang kesadaran
klien, kecemasan, kegelisahan kelemahan suara bicara,
denyut nadi, suhu. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi yaitu :
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Composmetis
3. Vital sign : TD : 120 – 130 mmHg
4. Nadi : 80 – 90 x/m
a. Kepala dan Rambut
Inspeksi : Kepala tampak simetris,
warna rambut hitam, tekstur lurus
atau bergelombang.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
pada daerah kepala
b. Wajah
8
i. Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi
Palpasi :tidak ada nyeri pada daerah perut
bagian bawah
Perkusi : bunyi timpani pada abdomen
Auskultasi : bising usus normal 12 kali/menit
j. Ekstrimitas
Inspeksi : ekstrimitas atas simetris
ekstrimitas bawah simetris, tidak
terdapat edema
Palpasi : tidak edema
Perkusi : tidak ada edema
k. Integumen
Inspeksi : terlihat kering
Palpas : turgor kulit kering.
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang
kasus klien.
b. Defisit Pengetahuan
c. Pola nafas tidak efektif
d. Intoleransi aktifitas
e. Defisit nutrisi
2.1.3 Intervensi
Rencana tindakan keperawatan adalah tahap ketika
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Tindakan :
Definisi :Ketiadaan atau merupakan kecukupan Observasi :
kurangnya informasi kognitif yang informasi kognitif nyang a. Identifikasi kesiapan dan
berkaitan dengan topik tertentu berkaitan dengan topik kemampuan menerima
Penyebab : tertentu. informasi
a. Keteratasan kognitif Tujuan : b. Identifikasi faktor-faktor
b. Gangguan fungsi kogniti Setelah dilakukan yang dapat meningkatkan
c. Kekliruan mengikuti tindakan selama 3x24 jam dan menurunkan motivasi
diharapkan tingkat
anjuran perilaku hidup bersih dan
pengetahuan bertambah.
d. Kurang terpapar informasi Dengan kriteria hasil : sehat
e. Kurang minat dalam a. Perilaku sesuai
12
Edukasi
a. Ajarkan melakukan
tehnik relaksasi nafas
dalam
b. Ajarkan mengubah
posisi secara mandiri
c. Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronchodilator, jika perlu
Edukasi
Kolaborasi
sesuai
d. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
f. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
g. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
Kolaborasi
a. Demam 40-41oC
b. Batuk atau batuk berdarah
c. Sesak napas
d. Nyeri dada
e. Malaise
f. Keringat malam
g. Suara khas pada perkusi dada
h. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penyakit TB paru, menurut (Puspasari,
2019) antara lain:
a. Nyeri tulang belakang. Nyeri punggung dan kekakuan
adalah komplikasi tuberculosis yang umum.
b. Kerusakan sendi. Atritis tuberculosis biasanya menyerang
pinggul dan lutut.
c. Infeksi pada meningen (meningitis). Hal tersebut dapat
menyebabkan sakit kepala yang berlangsung lama atau
intermiten yang terjadi selam berminggu-minggu.
d. Masalah hati atau ginjal. Hati dan ginjal memiliki fungsi
membantu menyaring limbah dan kotoran dari aliran darah.
Apabila terkena tuberkulosis maka hati dan ginjal akan
terganggu.
e. Gangguan jantung. Hal tersebut bisa jarang terjadi,
tuberculosis dapat menginfeksi jaringan yang mengelilingi
jantung, menyebabkan pembengkakan dan tumpukan cairan
yang dapat mengganggu kemampuan jantung untuk
memompa secara efektif.
Sedangkan menurut Ardiansyah, 2012 dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Komplikasi dini
19
1) Pleuralitis,
2) Efusi pleura,
3) Empiema,
4) Laryngitis,
5) TB usus
b. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan nafas,
2) Kor pulmonal,
3) Amiloidosis,
4) Karsinoma paru,
5) Sindrom gagal nafas
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
a. Pemeriksaan Diagnostik
b. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena
dengan di ketemukannya kuman BTA diagnosis
tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak
dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi
dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil
dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif.
Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu
diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan
satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika
diketemukan bakteri taham asam.
d. Skin test (PPD, Mantoux) Hasil tes mantaoux dibagi
menjadi :
1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux
negative atau hasil negative
2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil
meragukan
3) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux
positif
20
c. Lemak
28
kelelahan.
(Setyawati,2010)
30
31
32
Dalam penelitian ini, analisa data dilakukan dengan cara mengukur secara
sistematis hasil studi kasus ini disajikan dalam bentuk laporan askep.
3.7. Etika Studi Kasus
Menurut Notoatmodjo (2010), masalah etika penelitian keperawatan sangat
penting karena penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia,
sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
3.7.1. Lembar persetujuan (informen consent)
Peneliti meminta izin kepada setiap subjek yang akan diteliti,
kemudian peneliti menjelaskan tentang maksud, tujuan dan mafaat
penelitian, kepada respondent. Jika subjek bersedia diteliti, maka
harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika menolak
maka peneliti tidak akan memaksakan dan tetap menghormati
hak-hak responden.
3.7.2. Tanpa nama (Anomity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden dan keluarga, peneliti tidak
akan mencantumkan namanya pada pengumpulan data, cukup
dengan insial.
3.7.3. Kerahasiaan (Confidetility)
Kerahasiaan informasi responden dan keluarga dijamin oleh
penelitian hanya kelompok data saja yang akan disajikan atau
dilaporkan sebagai hasil penelitian.