Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberclosis paru (TB Paru) ialah penyakit yang disebabkan oleh
mikobacterium tuberclosis yang biasa menyerang bagian paru-paru dan
juga menyerang semua bagian tubuh (Puspasari, 2019). Gejala utama
TB paru yaitu: Batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari 1
bulan (Kemenkes, 2018).
Faktor yang menyebabkan seseorang yang terkena TB yaitu
ketika daya tahan tubuh menurun. Namun dampak yang sering dialami
oleh penyakit TB yaitu, keletihan fisik yang sering mengakibatkan pasien
merasa sangat lemah, letih, tampak lesuh, merasa energi tidak pulih
walaupun telat tidur dan jika kelethan fisik yang disebabkan oleh penyakit
TB tidak segera diatasi maka pasien menjadi tidak produktif
( Marwansyah dan Sholikhah Hidayah, (2015).
Penularan TBC paru terjadi ketika penderita TBC paru BTA positif
bicara, bersin atau batuk dan secara tidak langsung penderita
mengeluarkan percikan dahak di udara dan terdapat ±3000 percikan
dahak yang mengandung kuman.Kuman TBC paru menyebar kepada
orang lain melalui transmisi atau aliran udara (droplet dahak pasien TBC
paru BTA positif) ketika penderita batuk atau bersin . TBC paru dapat
menyebabkan kematian apabila tidak mengkonsumsi obat secara teratur
hingga 6 bulan. Selain berdampak pada individu juga berdampak pada
keluarga penderita, yaitu dampak psikologis berupa kecemasan,
penurunan dukungan dan kepercayaan diri yang rendah. (Jurnal
Kesehatan Masyarakat 2020)
WHO (World Healt Organization) memperkirakan bakteri
penyebab TB paru dapat membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya.
Pada tahun 2002 sampai 2020 diperkirakan sekitar 1 milyar manusia
akan terinfeksi tuberkulosis paru. Dengan kata lain, perubahan jumlah
2

infeksi lebih dari 56 juta tiap tahunnya. Berdasarkan data WHO tahun
2018, TB Paru merupakan salah satu dari 10 penyakit penyebab
kematian terbesar di dunia. Pada tahun 2017, sebanyak 10 juta orang
menderita TB Paru. Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan beban
tertinggi di dunia untuk kasus TB dan sekaligus penyebab kematian
nomor empat setelah penyakit kardiovaskuler (WHO,2018)
Kementrian Kesehatan RI (2018), memaparkan insidensi kejadian
TB paru di Indonesia pada tahun 2016 berada pada angka 298.128 kasus
per tahun dan mengalami peningkatan pada tahun 2017 menjadi 420.994
kasus. Dari keseluruhan kasus, jumlah kasus dengan BTA positif adalah
sebanyak 156.723 kasus dengan hasil pengobatan gagal sebanyak 0,4%,
loss to follow up (hilang dari pengamatan) 5,4%, pengobatan lengkap
43,1% dan sembuh 42%. Angka kejadian TB Paru jika dilihat dari segi
usia, paling banyak yaitu berada pada rentang usia 45-54 tahun sebanyak
19,82%.
Menurut Riskesdas (2018), insidensi TB Paru di Indonesia tahun
2018 yaitu sebanyak 321 per 100.000 penduduk. Banyaknya jumlah
penderita TB dikarenakan rendahnya angka keberhasilan pengobatan,
dimana angka keberhasilan pengobatan TB pada tahun 2016 yaitu 75,4%
dan pada tahun 2017 meningkat menjadi 85,1%. Sedangkan Kemenkes
menetapkan target minimal 88%. Dengan demikian, Indonesia belum
mencapai standar angka keberhasilan pengobatan TB paru yang sudah
ditetapkan.
Pada tahun 2015 di Provinsi Maluku, ditemukan jumlah kasus baru
BTA positif (BTA+) sebanyak 1.697 kasus, jumlah ini menurun bila
dibandingkan dengan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2014 yaitu
sebesar 1.939 kasus.(Dinkes Maluku 2015)

Desember 2019 ada sekitar 3.253 penderita dari estimasi 6.379


orang, berdasarkan rekapitulasi sistem informasi tuberkulosis terpadu,
kota Ambon menduduki urutan pertama dengan kasus TBC tertinggi
mencapai 65 persen dari 11 kabupaten/kota di Maluku. Sementara itu,
kasus TBC di Kabupaten Kepulauan Tanimbar sebesar 62 persen,
Maluku Tenggara sebanyak 51 persen, Maluku Tengah 41 persen,
3

Kabupaten Buru sebesar 40 persen, Maluku Barat Daya 40 persen,


Seram Bagian Timur sebesar 38 persen, Seram Bagian Barat sebesar 30
persen dan Buru Selatan sebesar 23 persen.(Dinkes Maluku 2019)

Dan berdasarkan data yang didapatkan dari Rumah Sakit Hati Kudus
Langgur tercatat tahun 2019-2021 Bulan Desember terdapat 79 kasus
(Rumah Sakit Langgur, 2021)
Fenomena yang peneliti temui pada saat melakukan observasi
data di Ruangan Pria Rumah Sakit Hati Kudus Langgur, kasus kendali dari
pasien fisiknya lemah untuk beraktifitas, terasa mudah cape ketika
mlakukan aktifitas sehari-hari,pasien tampak lesu. Tindakan keperawatan
yangperawat berikan yaitu: Memberikan Edukasi tentang Nutrisi kepada
pasien
Berdasarkan data diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan mengambil judul penelitian tentang “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien TB Paru dengan Peningkatan Pengetahuan Keletihan Melalui
Edukasi Nutrisi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “ Bagaimanakah
gambaran“Asuhan Keperawatan Pada Pasien TB Paru dengan
Peningkatan Pengetahuan Keletihan Melalui Edukasi Nutrisi Di Rumah
Sakit Hati Kudus Langgur.”

1.3. Tujuan
Tujuan dari studi kasus ini adalah menggambarkan “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien TB Paru dengan Peningkatan Pengetahuan
Keletihan Melalui Edukasi Nutrisi Di Rumah Sakit Hati Kudus Langgur.”

1.4. Manfaat
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan tindakan
preventif dengan memberikan penyuluhan meliputi berbagai hal
yang dapat mencegah timbulnya penyakit .
4

1.4.2 Bagi klien dan keluarga


Sebagai media informasi tentang TB Paru dan cara Peningkatan
Pengetahuan Keletihan Melalui Edukasi Nutrisi yang mengalami
TB Paru
1.4.3 Bagi Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan riset
keeperawatan, khususnya studi kasus tentang Asuhan Keperawatan
Pada Pasien TB Paru dengan Peningkatan Pengetahuan Keletihan
Melalui Edukasi Nutrisi Di Rumah Sakit Hati Kudus Langgur.”
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan TB Paru


Proses keperawatan merupakan metode ilmiah yang dipakai dalam
memberikan asuhan keperawatan yang profesional. Proses keperawatan
adalah serangkaian tindakan sistematis berksinambungan (Rohman N &
Walid S,2016), yang meliputi: pengkajian, diagnosa keperatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi.
2.1.1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses
keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling
menentukan bagi tahap berikutnya. Oleh karena itu, pengkajian
harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh
kebutuhan klien dapat diidentifikasi (Rohman N & Walid S, 2016)
proses pengkajian meliputti :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola
pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui
anamneses, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur agama,alamat,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, dan
diagnosa medis.
b) Identitas penanggung jawab meliputi: nama umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan
dengan pasien
c) Keluhan utama
Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan
BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer atau BAB
encer disertai muntah
6

d) Riwayat kesehatan sekarang


Pada umumnya pasien masuk rumah sakit denga
sesak,nafsu makan menurun
e) Riwayat kesehatan dahulu
Ada kemungkinan pasien yang telah terinfeksi penyakit
TB Paru bisa kembali terulang
f) Riwayat kesehatan keluarga
Perlu mengkaji adanya keluarga klien yang menderita
penyakit yang sama
g) Riwayat kesehatan lingkungan
Hal yang sering mnegakibatkan TB Paru pada pasen
ialah lingkungan yang kotor, Penyimpanan makanan tidak
steril,kurang menjaga kebersihan.
h) Riwayat alergi
Mengkaji adanya alergi terhadap beberapa komponen
makanan atau agren obat pada masa lalu dan bagemana
pengaruh dari alergi tersebut
1. Pola aktifitas sehari-hari (ADL)
a) Nutrisi
(1) Makanan
Kaji jenis makanan, frekuansi, porsi atau jumlah,
makanan kesukaan, nafsu makan, adanya mual
muntah, makanan pantangan dan cara makan, pada
pasien dengan TB Paru bisanya akan penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan pasien.
(2) Minuman
Kaji minuman yang biasa diminum, frekuensi, jumlah
(cc), cara minum, pemasangan infus dan juga catat
intaake dan output cairan.
b) Eliminasi
(1) Buang air kecil (BAK)
kaji frekuensi BAK, warna, adanya bau artau darah,
jumlah uruin output, adanya intekontiminasi, himaturia,
dan adanya kesulitan pada saat buang air kacil.
7

(2) BAB
Kaji frekuensi BAB, warna, adanya bau, darah, lendir,
dan konsistensi. Pada pasien.
c) Istirahat dan tidur
Kaji waktu tidur kliien baik siang maupun malam, lama
tidur klien masalah tidur, kegiatan yang dilakukan saat
sebelum tidur dan kebiasaan pengantar tidur.
d) Personal heygine
Kaji kebersihan diri klien yaitu mandi, kebersihan mulut
(gosok gigi) kebersihan rambut dan guntung kuku. Pada
pasien dengan TB Paru biasanya akan terganggu karena
kondisi tubuh yang lemah.
e) Kaji pola aktivitas sehari-hari
Kaji aktivitas sehari-hari, jenis, frreekuensi, dan cara
melakukannya. Pada pasien dengan TB Paru akan
nampak lemas, gelisa sehingga perlu bantuan sekunder
untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari
2. Pemeriksaan fisik
Menurut Jackson, M & Jackson L, (2011). Pemeriksaan fisik
pada gastroenteritis antara lain Perlu dikaji tentang kesadaran
klien, kecemasan, kegelisahan kelemahan suara bicara,
denyut nadi, suhu. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi yaitu :
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Composmetis
3. Vital sign : TD : 120 – 130 mmHg
4. Nadi : 80 – 90 x/m
a. Kepala dan Rambut
Inspeksi : Kepala tampak simetris,
warna rambut hitam, tekstur lurus
atau bergelombang.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
pada daerah kepala
b. Wajah
8

Inspeksi : bentuk wajah simetris,


Palpasi : tidak adanya nyeri tekan
c. Mata
Inspeksi : bentuk mata simetris,
konjungtiva anemis, lensa jernih,
pupil isokor, sklera anikterik.
d. Hidung
Inspeksi : tidak menggunakan alat
bantu nafas
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
e. Telinga
Inspeksi : telinga simetris, tidak
terdapat serumen, pendengaran
baik
f. Mulut dan gigi
Inspeksi : bibir kering,lidah kotor
tidak ada peradangan pada tonsil
dan mukosa mulut kering, tidak
terdapat karies pada gigi.
g. Leher
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran
kelenjar tiroid, bendungan vena
jugularis, dan struma
Palpasi : tidak terdapat
pembesaran kelenjar tiroid dan
bendungan vena jugularis.
h. Dada
Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak
terdapat tarikan dinding dada,
bernapas dengan normal tanpa
alat bantu.
Palpasi : tulang iga lengkap
Perkusi : suara vesikuler
Auskultasi : vesikuler
9

i. Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi
Palpasi :tidak ada nyeri pada daerah perut
bagian bawah
Perkusi : bunyi timpani pada abdomen
Auskultasi : bising usus normal 12 kali/menit

j. Ekstrimitas
Inspeksi : ekstrimitas atas simetris
ekstrimitas bawah simetris, tidak
terdapat edema
Palpasi : tidak edema
Perkusi : tidak ada edema
k. Integumen
Inspeksi : terlihat kering
Palpas : turgor kulit kering.
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang

respon aktual atau potensial dari individu, keluarga atau

masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan.

Rumusan diagnosis yaitu permasalahan (P) berhubungan dengan

Etologi (E) dan keduanya ada hubungan sebab akibat secara

ilmiah (Carpenito dalam Yusuf, dkk, 2015).

Rumusan masalah ini bertujuan untuk mendiskripsikan masalah

apa yang akan dicapai. Masalah keperawatan yang akan dicapai

dilihat berdasarkan teori kebutuhan dasar dan hasil pengkajian

kasus klien.

Diagnosa keperawatan TB Paru menurut TIM POKJA SDKI DPP

PPNI (2018) adalah sebagai berikut :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif


10

b. Defisit Pengetahuan
c. Pola nafas tidak efektif
d. Intoleransi aktifitas
e. Defisit nutrisi
2.1.3 Intervensi
Rencana tindakan keperawatan adalah tahap ketika

perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan guna

membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Carpenito

dalam Yusuf, dkk. 2015). Sebelum tindakan keperawatan

diimplementasikan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana

tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan kondisi pasien

saat ini (here and now) (Yusuf dkk. 2015).

Rencana tindakan menurut TIM POKJA SIKI DPP PPNI (2018)

yaitu sebagai berikut :

SDKI SLKI SIKI


Bersihan jalan nafas tidak Bersihan Jalan Napas Observasi :
efektif Definisi : Ketidakmampuan Tidak Efektif merupakan a. Monitor pola nafas
untuk membersihkan sekresi atau kemampuan (frekuensi, kedalaman,
obstruksi jalan nafas untuk membersihkan sekret atau usaha nafas)
mempertahankan jalan nafas obstruksi jalan napas b. Monitor bunyi nafas
tetap paten. untuk mempertahankan tambahan (mis. Gurgling,
Penyebab Fisiologis : jalan napas tetap paten. mengi, wheezing, ronkhi
a. Spasme jalan nafas Tujuan : Setelah kering)
b. Hiperskresi jalan nafas dilakukan tindakan selama c. Monitor sputum (jumlah,
c. Disfungsi neuromuskuler 3x24 jam diharapkan warna, aroma)
d. Benda asing dalam jalan nafas bersihan jalan napas Terapeutik
e. Adanya jalan nafas buatan membaik. a. Pertahankan kepatenan
f. Proses infeksi Dengan kriteria hasil : jalan nafas dengan headtilt
g. Respon alergi a. Batuk efektif dan chin-tilt (jaw thrust, jika
h. Efek agen farmakologis (misal. b. Produksi sputum curiga trauma servikal)
anastesi) b. Posisikan semi-Fowler
11

Penyebab Situasional : menurun atau Fowler


a. Merokok aktif c. Mengi menurun c. Berikan minum hangat
b. Merokok pasif d. Wheezing d. Lakukan fisioterapi dada,
c. Terpajan polu menurun jika perlu
e. Dispnea menurun e. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
f. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forcep McGill
g. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontra indikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Tindakan :
Definisi :Ketiadaan atau merupakan kecukupan Observasi :
kurangnya informasi kognitif yang informasi kognitif nyang a. Identifikasi kesiapan dan
berkaitan dengan topik tertentu berkaitan dengan topik kemampuan menerima
Penyebab : tertentu. informasi
a. Keteratasan kognitif Tujuan : b. Identifikasi faktor-faktor
b. Gangguan fungsi kogniti Setelah dilakukan yang dapat meningkatkan
c. Kekliruan mengikuti tindakan selama 3x24 jam dan menurunkan motivasi
diharapkan tingkat
anjuran perilaku hidup bersih dan
pengetahuan bertambah.
d. Kurang terpapar informasi Dengan kriteria hasil : sehat
e. Kurang minat dalam a. Perilaku sesuai
12

belajar anjuran Terapeutik


f. Kurang mampu mengingat b. Verbalisasi minat a. Sediakan materi dan
Ketidaktahuan dalam belajar media pendidikan
menemukan sumber meningkat kesehatan
informasi c. Kemampuan b. Jadwalkan pendidikan
menjelaskan kesehatan sesuai
tentang penyakit kesepakatan
TB Paru Meningkat c. Berikan kesempatan untuk
d. Perilaku sesuai bertanya
dengan anjuran Edukasi
a. Jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
b. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
c. Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat.
Pola nafas tidak efektif Tujuan Observasi
Penurunan cadangan energi yang Setelah dilakukan
mengakibatkan individu tidak a. Identifikasi adanya
tindakan selama 3x24 jam kelelahan otot bantu
mampu bernapas secara
adekuat. diharapkan pola nafas nafas
b. Identifikasi efek
Penyebab membaik perubahan posisi
dengan kriteria hasil : terhadap ststus
a. Gangguan metabolisme. pernafasan
a. Tidak terjadi dispnea c. Monitor status
b. Kelelahan otot pernafasan respirasi dan
b. Frekuensi pernapasan
oksigenasi
normal
c. Tidak terdapat suara     Terapeutik
tambahan a. Pertahankan
d. Ventilasi semenit kepatenan jalan nafas
b. Berikan posisi semi
meningkat fowler atau fowler
e. Kapasitas vital c. Fasilitasi mengubah
posisi senyaman
meningkat Kedalaman
13

nafas membaik mungkin


d. Berikan oksigenasi
f. Pemanjangan fase
sesuai kebutuhan
ekspirasi menurun e. Gunakan bag- valve
mask, jika perlu

    Edukasi

a. Ajarkan melakukan
tehnik relaksasi nafas
dalam
b. Ajarkan mengubah
posisi secara mandiri
c. Ajarkan tehnik batuk
efektif

    Kolaborasi

Kolaborasi pemberian
bronchodilator, jika perlu

Intoleransi aktifitas: Tujuan: Observasi


Ketidak cukupan energi untuk Setelah dilakukan
a. Identifkasi gangguan
melakukan aktivitas sehari-harI tindakan keperawatan fungsi tubuh yang
Penyebab 3x24 jam diharapkan mengakibatkan kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik dan
toleransi aktivitas emosional
a. Ketidak seimbangan
meningkat. c. Monitor pola dan jam tidur
antara suplai dan
d. Monitor lokasi dan
kebutuhan oksigen kriteria hasil : ketidaknyamanan selama
b. Tirah baring
a. Kemudahan dalam melakukan aktivitas
c. Kelemahan
d. Imobilitas melakukan Terapeutik
aktivitas meningkat
a. Sediakan lingkungan
b. Dispnea nyaman dan rendah
saat/setelah stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
aktivitas menurun b. Lakukan rentang gerak
c. Perasaan lemah pasif dan/atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi
menurun yang menyenangkan
d. Tekanan darah d. Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
membaik dapat berpindah atau
berjalan
14

Edukasi

a. Anjurkan tirah baring


b. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
d. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi

Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan
asupan makanan

Defisit Nutrisi Tujuan: TINDAKAN


Asupan nutrisi tidak cukup untuk
Setelah dilakukan
memenuhi kebutuhan Observasi
metabolisme tindakan keperawatan
3x24 jam status nutrisi a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi alergi dan
Penyebab terpenuhi dengan intoleransi makanan
Kriteria Hasil: c. Identifikasi makanan yang
a. Ketidakmampuan disukai
menelan makanan a. Nafsu makan d. Identifikasi kebutuhan
b. Ketidakmampuan kalori dan jenis nutrient
mencerna makanan meningkat
e. Identifikasi perlunya
c. Ketidakmampuan b. Berat badan penggunaan selang
mengabsorbsi nutrien nasogastrik
d. Peningkatan kebutuhan meningkat
f. Monitor asupan makanan
metabolisme c. Orsi makan g. Monitor berat badan
e. Faktor ekonomi (mis. h. Monitor hasil pemeriksaan
finansial tidak mencukupi) dihabiskan
laboratorium
f. Faktor psikologis (mis.
stres, keengganan untuk
Terapeutik
makan)
a. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
b. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
c. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
15

sesuai
d. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
f. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
g. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi

Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian medikasi


sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika
perlU

2.1.4 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan

rencana tindakan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan

yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah

rencana keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan

kondisi klien saat ini (Kusumawati dan hartono, 2011).

2.1.5 Evaluasi Keperawatan


16

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek


dari tindakan keperawatan pada Pasien. Evaluasi dilakukan
sesuai dengan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi
formatif, dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi
hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien
pada tujuan yangtelah ditentukan
2.2 Konsep Dasar TB Paru
2.2.1 Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyebab kematian terbesar setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan nomor
satu dari golongan penyakit infeksi yang masih menjadi
permasalahan di Indonesia maupun di dunia. Tuberkulosis
merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang dapat menular
melalui percikan dahak, Penyakit ini dapat menyerang berbagai
organ, terutama paru-paru (Widyanto & Triwibowo, 2013).
2.2.2 Etiologi
Menurut Wim de Jong et al 2005 (Nurarif & Hardhi Kusuma,
2015), Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis.
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan
pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam
mikobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe
bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis
usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di
udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang
rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC
setelah infeksi melalui udara
2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan (Puspasari, 2019) :
Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
a. Tuberculosis paru adalah TB yang menyerang
jaringan (parenkim) paru dan tidak termasuk
pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
17

b. Tuberculosis ekstra paru adalah TB yang menyerang


organ tubuh selain paru seperti pleura, selaput otak,
selaput jantung (pericardium),kelenjar limfe, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan
lain-lain.
c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya
1. Klien baru TB, yakni klien yang belum pernah diobati
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis).
2. Klien yang pernah diobati TB, yakni klien yang
sebelumnya pernah menelan OAT selama 1
bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
3. Klien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengobatan TB terakhir :
a) Klien kambuh, yaitu klien TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, didiagnosis TB berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologi atau klinis. 2. Klien yang
diobati kembali setelah gagal, yaitu klien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
b) Klien yang diobati kembali setelah putus obat, yakni klien
yang telah berobat dan putus obat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
c) Lain-lain, yaitu klien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketah
2.2.4 Manifestasi Klinis
Berdasarkan Nanda, 2015 :
a. Demam 40-41◦ C, serta ada batuk atau batuk
berdarah
b. Sesak nafas dan nyeri dada
c.Malaise (perasaan tidak enak), keringat malam
d. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
18

e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi


limfosi
Manisfestasi Klinik (Nurrarif & Kusuma, 2013)

a. Demam 40-41oC
b. Batuk atau batuk berdarah
c. Sesak napas
d. Nyeri dada
e. Malaise
f. Keringat malam
g. Suara khas pada perkusi dada
h. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit

2.2.5 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penyakit TB paru, menurut (Puspasari,
2019) antara lain:
a. Nyeri tulang belakang. Nyeri punggung dan kekakuan
adalah komplikasi tuberculosis yang umum.
b. Kerusakan sendi. Atritis tuberculosis biasanya menyerang
pinggul dan lutut.
c. Infeksi pada meningen (meningitis). Hal tersebut dapat
menyebabkan sakit kepala yang berlangsung lama atau
intermiten yang terjadi selam berminggu-minggu.
d. Masalah hati atau ginjal. Hati dan ginjal memiliki fungsi
membantu menyaring limbah dan kotoran dari aliran darah.
Apabila terkena tuberkulosis maka hati dan ginjal akan
terganggu.
e. Gangguan jantung. Hal tersebut bisa jarang terjadi,
tuberculosis dapat menginfeksi jaringan yang mengelilingi
jantung, menyebabkan pembengkakan dan tumpukan cairan
yang dapat mengganggu kemampuan jantung untuk
memompa secara efektif.
Sedangkan menurut Ardiansyah, 2012 dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Komplikasi dini
19

1) Pleuralitis,
2) Efusi pleura,
3) Empiema,
4) Laryngitis,
5) TB usus
b. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan nafas,
2) Kor pulmonal,
3) Amiloidosis,
4) Karsinoma paru,
5) Sindrom gagal nafas
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
a. Pemeriksaan Diagnostik
b. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena
dengan di ketemukannya kuman BTA diagnosis
tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak
dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi
dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil
dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif.
Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu
diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan
satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika
diketemukan bakteri taham asam.
d. Skin test (PPD, Mantoux) Hasil tes mantaoux dibagi
menjadi :
1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux
negative atau hasil negative
2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil
meragukan
3) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux
positif
20

4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat


5) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen
intrakutan berupa indurasi kemerahan yang terdiri
dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara
antibody dan antigen tuberculin
e. Rontgen dada Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada
paru-paru bagian atas, timbunan kalsium dari lesi primer
atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan
perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan
area fibrosa.
f. Pemeriksaan histology / kultur jaringan Positif bila terdapat
Mikobakterium Tuberkulosis.
g. Biopsi jaringan paru Menampakkan adanya sel-sel yang
besar yang mengindikasikan terjadinya nekrosis.
h. Pemeriksaan elektrolit Mungkin abnormal tergantung lokasi
dan beratnya infeksi. i. Analisa gas darah (AGD) Mungkin
abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa
kerusakan jaringan paru.
i. Pemeriksaan fungsi paru Turunnya kapasitas vital,
meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu
udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi
oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim / fibrosa,
hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari
tuberkulosis kronis)
2.2.7 Patofisiologi
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit.
Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Tuberkulosis
adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan
melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas,
basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di
inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil,
21

gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung


dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear
tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak
membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit
diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut. Pneumonia seluler
ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus
difagosit atau berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa.
Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut
yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan
gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi
primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi
pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan
trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta
jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk. Bila
lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura
tuberkulosa. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa
22

pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila


peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.
Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening
atau pembuluh darah. Organisme yang lolos melalui kelenjar getah
bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain.
Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen,
yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan
suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan Tuberkulosis
milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan
tersebar ke organ-organ tubuh. Komplikasi yang dapat timbul akibat
Tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di luar sistem
pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan
pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem
pernafasan menimbulkan Tuberkulosis usus, Meningitis serosa, dan
Tuberkulosis milier (Kowalak, 2011).
2.2.8 Pencegahan
Berdasarkan Nanda 2015:
a. Mempelajari penyebab dan penularan TB
b. Berhenti merokok dan minum alcohol
c. Olah raga secara teratur, makan makanan yang bergizi dan
istirahat yang
d. Selalu menjaga kebersihan mulut dan mempelajari cara
batuk yang baik
2.2.9 Penatalaksanaa TB

Untuk pengobatannya menurut Kemenkes RI (2015), obat


23

tuberkulosis dibagi menjadi dua tahap yaitu:


a. Tahap awal: obat diberikan setiap hari, hal ini
bertujuan untuk secara efektif menurunkan
jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan
meminimalisir kuman yang sudah resisten sejak
sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan awal ini pada semua pasien baru
harus diberikan selama 2 bulan, pada umumnya
apabila dengan pengobatan teratur akan sangat
menurutkan resiko penularan setelah
pengobatan 2 minggu.
b. Tahap lanjutan: pengobatan tahap lanjutan
adalah tahap yang penting untuk membunuh
sisa-sisah kuman sehingga pasien dapat
sembuh dan tidak terjadi kekambuhan.
Sementara itu ada beberapa kategori untuk paduan obat
tuberkulosis, yaitu sebagai berikut (Depkes RI, 2014):
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
3) Obat sisipan : (HRZE)
4) Kategori Anak: 2HRZ/4HR

a) Obat untuk pasien TB resistan: OAT lini ke-2


yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin,
Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-
1, yaitu pirazinamid and etambutol
b) Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2
disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT
KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam
satu paket untuk satu pasien.
Untuk pemantauan hasil pengobatan pada
24

pasien dewasa dilakukan pemeriksaan ulang dahak


secara mikroskopis, pemeriksaan dahak secara
mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan cara
radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan
pemeriksaan
2.3 Konsep Pengetahuan
2.3 1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses
sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang penting dalam terbentuknya perilaku
terbuka atau open behavior (Donsu, 2017).
Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau
hasil tahu seseorang terhadap suatu objekmelalui pancaindra yang
dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu
penginderaan untuk menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh
intensitas perhatiandan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang
sebagian besar diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan
(Notoatmodjo, 2014).
2.3 2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) pengetahuan
seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan
yang berbeda. Secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat
pengetahuan, yaitu :
1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai recall atau
memanggil memori yang telah ada sebelumnya setelah
mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan
yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Tahu disisni merupakan tingkatan yang paling
rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur
orang yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu
dapat menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya.
25

2. Memahami (Comprehention) Memahami suatu objek


bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut,
dan juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang
tersebut dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahuinya. Orang yang telah
memahami objek dan materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menarik kesimpulan,
meramalkan terhadap suatu objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan apabila orang
yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang lain.
Aplikasi juga diartikan aplikasi atau penggunaan
hukum, rumus, metode, prinsip, rencana program
dalam situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan
seseorang dalam menjabarkan atau memisahkan, lalu
kemudian mencari hubungan antara
komponenkomponen dalam suatu objek atau masalah
yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan
seseorang telah sampai pada tingkatan ini adalah jika
orang tersebut dapat membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, membuat bagan (diagram) terhadap
pengetahuan objek tersebut.
5. Sintesis (Synthesis) Sintesis merupakan kemampuan
seseorang dalam merangkum atau meletakkan dalam
suatu hubungan yang logis dari komponen
pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi yang sudah ada sebelumnya.
6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi merupakan kemampuan
untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu
26

kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang


berlaku dimasyarakat.
2.3 Proses Prilaku Tahu
Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (dalam Donsu, 2017)
mengungkapkan proses adopsi perilaku yakni sebelum seseorang
mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa
proses, diantaranya:
1. Awareness ataupun kesadaran yakni apda tahap ini
individu sudah menyadari ada stimulus atau rangsangan
yang datang padanya.
2. Interest atau merasa tertarik yakni individu mulai tertarik
pada stimulus tersebut. Evaluation atau menimbang-
nimbang dimana individu akan mempertimbangkan baik
dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Inilah yang
menyebabkan sikap individu menjadi lebih baik.
3. Trial atau percobaanyaitu dimana individu mulai mencoba
perilaku baru .
4. Adaption atau pengangkatan yaitu individu telah memiliki
perilaku baru sesuai dengan penegtahuan,, sikap dan
kesadarannya terhadap
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) faktorfaktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan
b. Perkerjaan
c. Umur
d. Faktor Lingkungan
e. Sosial Budaya

2.3.2 Kriteria Tingkat Pengetahuan


Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1. Pengetahuan Baik : 76 % - 100 %
2. Pengetahuan Cukup : 56 % - 75 %
27

3. Pengetahuan Kurang : < 56 %


2.4. Konsep Nutrisi
2.4.1 Definisi Nutrisi
Nutrisi adalah elemen yang dibutuhkan untuk proses dan fungsi
tubuh. Kebutuhan energi didapatkan dari berbagai nutrisi, seperti:
karbohidrat, protein, lemak, air, vitamin, dan mineral (A. P.
Potter & Perry, 2010).
2.4.2 Macam nutrisi
Nutrisi yang dibutuhkan tubuh secara umum dapat dikelompokkan
menjadi lima, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Terdapat beberapa zat gizi yang berperan penting dalam proses
pertumbuhan yaitu :
a. Karbohidat
Fungsi utama karbohidrat ialah sebagai penyedia
sumber tenaga utama bagi tubuh berbentuk energi. 1 gram
karbohidrat menyediakan 8 energi sebesar 4 kilokalori
(Kal) bagi tubuh. Karbohidrat berbentuk glukosa
merupakan satu-satunya sumber energi bagi otak dan
sistem saraf. Karbohidrat disimpan sebagai cadangan
energi dalam tubuh berbentuk glikogen yang disimpan
dalam hati dan otot (Fikawati, Syafiq, & Veratamala, 2017).
Karbohidrat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu
karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks.
Karbohidrat sederhana seperti fruktosa, glukosa, dan
laktosa, dapat dijumpai dalam buah-buahan, gula dan
susu. Sedangkan karbohidrat kompleks dapat ditemukan
dalam sayuran berserat, gandum, nasi, sereal, oat dan lain
sebagainya (Boyle & Roth, 2010).
b. Protein
Protein merupakan komponen utama protoplasma di
dalam sel, selain ia dapat menjadi sumber energy juga
berperan penting dalam proses pertumbuhan. Protein
berperan dalam pemeliharaan jaringan, perubahan
komposisi tubuh, serta proses regenerasi jaringan.
Komponen protein di dalam tubuh meningkat dari 14,6%
pada masa pertumbuhan menjadi 18- 19% ketika berusia 4
tahun. Estimasi kebutuhan protein pada masa
pertumbuhan sekitar 1-4g/kg BB (Boyle & Roth, 2010).

c. Lemak
28

Lemak menyumbangkan 40-50% energi yang dikonsumsi


oleh bayi. Lemak menyediakan sekitar 60% energi yang
diperlukan tubuh selama beristirahat. Walaupun kelebihan
karbohidrat dan protein dapat diubah dalam bentuk lemak,
namun lemak tidak dapat diubah dalam bentuk karbohidrat
dan protein. Lemak sebagai komponen utama 9
pembentuk membran sel. Lemak juga membantu
penyerapan dan penyimpanan vitamin larut lemak, seperti
vitamin A, D, E dan K. Asam lemak esensial, seperti asam
lemak omega 3 dan omega 6 merupakan zat nutrisi
penting yang dibutuhkan dalam pertumbuhan otak.
Namun, asam lemak ini diperoleh dari luar, tidak disintesis
sendiri oleh tubuh (Boyle & Roth, 2010).
d. Kalsium
Kalsium berfungsi untuk pertumbuhan dan mineralisasi
tulang. Lebih dari 98% kalsium tubuh berebntuk tulamg
dan 1% nya lagi ada dalam cairan tubuh dan otot.
Sebanyak 30-60% asupan kalsium diserap oleh tubuh.
Selain itu, kalsium juga membantu menjaga detak jantung
agar teratur dan mengirimkan impuls saraf. Kalsium juga
digunakan dalam pembentukan protein RNA dan DNA
untuk membantu aktivitas neuromuskuler. Kekurangan
kalsium dapat mengakibatkan insomnia, kram otot, gugup,
mati rasa, gangguan kognitif, depresi dan hiperaktif (Boyle
& Roth, 2010).
e. Zat besi
Zat besi adalah bahan dasar dalam pembentukan
hemoglobin dan juga berperan dalam pengangkutan
oksigen dan sari-sari makanan ke seluruh sel di dalam
tubuh. Hal ini penting untuk pertumbuhan, sistem
kekebalan tubuh dan produksi energy. Kekurangan zat
besi dapat disebabkan oleh aktivitas berlebih, kurangnya
asupan, pencernaan yang buruk, atau konsumsi teh dan
kopi yang berlebih. Tanda-tanda kekurangan 10 zat besi,
seperti pusing, kelelahan, gugup, dan reaksi mental
melambat (Boyle & Roth, 2010)
2.5 Konsep Kelelahan
2.5.1 Definisi Kelelahan
Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan
efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Maulidi, 2012).
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh
agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut
sehinggaterjadi pemulihan setelah istirahat (Chesnal dkk,
2015)
29

2.5.2 Fisiologi Kelelahan


Menurut Santoso (2004) bahwa kelelahan terjadi

akibat kontraksi otot rangka yang lama dan kuat, dimana

proses metabolisme tidak mampu lagi meneruskan supply

energi yang dibutuhkan serta membuang sisa

metabolisme, khususnya asam laktat. Jika asam laktat

yang banyak terkumpul, otot akan kehilangan

kemampuannya. Terbatasnya aliran darah pada otot

(ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan

membawa oksigen sehingga menyebabkan terjadinya

kelelahan.

Fisiologi kelelahan secara fisiologis tubuh manusia

dapat di umpamakan sebagai suatu mesin yang dalam

menjalankan pekerjaannya membutuhkan bahan bakar

sebagai sumber energi. Kelelahan dapat sebagai

akibat akumulasi asam laktat di otot-otot disamping

zat ini juga berada dalam aliran darah. Akumulasi asam

laktat dapat menyebabkan penurunan kerja otot-otot dan

kemungkinan faktor saraf tepi dan sentral berpengaruh

terhadap proses terjadinya kelelahan. Pada saat otot

berkontraksi, glikogen diubah menjadi asam laktat dan

asam ini merupakan produk yang dapat menghambat

kontinuitas kerja otot sehingga terjadi kelelahan

(Setyawati,2010)
30

2.5.3 Pembagian Kelelahan


Menurut Suma’mur (2009) terdapat dua jenis kelelahan,
yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum.
Kelelahan otot ditandai antara lain oleh tremor atau rasa
nyeri yang terdapat pada otot.
Kelelahan umum ditunjukkan oleh hilangnya kemauan
untuk bekerja, yang penyebabnya adalah keadaan persarafan
sentral atau kondisi psikis-psikologis.
Akar masalah kelelahan umum adalah monotonnya
pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja mental dan fisik yang
tidak sejalan dengan kehendak tenaga kerja yang
bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari estimasi
semula, tidak jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang
mendalam dan konflik batin serta kondisi sakit yang diderita
oleh tenaga kerja
BAB 3
METODE STUDI KASUS

3.1. Rancangan Studi Kasus


Penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan pendekatan
studi kasus. Metode penelitian deskriptif merupakan suatu metode yang
memiliki tujuan utama dengan memberiakn gambaran situasi atau
fenomena secara jelas dan rinci tentang apa yang terjadi (Nursalam, 2011).
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
melalui pendekatan asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru
dengan Peningkatan Pengetahuan Keletihan Melalui Edukasi Nutrisi.”
3.2. Subyek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang pasien gastroenteritis
dengan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan TB Paru dalam
Peningkatan Pengetahuan Keletihan Melalui Edukasi Nutrisi dengan
menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi antara lain :
3.2.1 Kriteria Inklusi adalah :
a) Pasien yang mengalami TB Paru diruangan Pria RS Hati
Kudus Langgur
b) bersedia menjadi responden
c) Pasien dan kelarga yang dapat berinteraksi dengan baik

31
32

3.2.2. Kriteria Eksklusi adalah :


a) Pasien yang mengalami TB
b) Pasien bersedia menjadi responden
c) Pasien yang dirawat dirumakh sakit
3.3. Fokus Studi Kasus
Fokus studi kasus identik dengan variabel penelitian yaitu penelitian
atau karakteristik yang memberikan nilai berbeda terhadap sesuatu
(Nursalam 2011). Peningkatan Pengetahuan Keletihan Melalui Edukasi
Nutrisi pada pasien di Rumah Sakit Hati Kudus Langgur.”
3.4. Defenisi Operasional
3.4.1. Asuhan Keperawatan adalah proses keperawatan yang
dilaksanakan untuk melayani pasien.
3.4.2. TB paru adalah penyakit yang disebabkan karena
microtuberkolosis
3.4.3. Peningkatan Pengetahuan Keletihan Melalui Edukasi Nutrisi
adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan
pengetahuan pasein tentang kelelahan
3.5. Tempat dan Waktu
3.5.1. Tempat penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah Rumah
Sakit Hati Kudus Langgur
3.5.2. Waktu pelaksanaan penlitian yang dilakukan oleh penulis adalah
bulan Juni 2022.
3.6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
data primer dan data sekunder
3.6.1. Data primer adalah data yang diperoleh lansung darp pasien
dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik.
3.6.2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan medis,
catatan keperawatan dan data penunjang lainnya.
Setelah data terkumpul, penulis menentukan prioritas masalah dan
membuat intervensi dan menerapkan Peningkatan Pengetahuan Keletihan
Melalui Edukasi Nutrisi Di Rumah Sakit Hati Kudus Langgur.”Penyajian
Data
33

Dalam penelitian ini, analisa data dilakukan dengan cara mengukur secara
sistematis hasil studi kasus ini disajikan dalam bentuk laporan askep.
3.7. Etika Studi Kasus
Menurut Notoatmodjo (2010), masalah etika penelitian keperawatan sangat
penting karena penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia,
sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
3.7.1. Lembar persetujuan (informen consent)
Peneliti meminta izin kepada setiap subjek yang akan diteliti,
kemudian peneliti menjelaskan tentang maksud, tujuan dan mafaat
penelitian, kepada respondent. Jika subjek bersedia diteliti, maka
harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika menolak
maka peneliti tidak akan memaksakan dan tetap menghormati
hak-hak responden.
3.7.2. Tanpa nama (Anomity)
Untuk menjaga kerahasiaan responden dan keluarga, peneliti tidak
akan mencantumkan namanya pada pengumpulan data, cukup
dengan insial.
3.7.3. Kerahasiaan (Confidetility)
Kerahasiaan informasi responden dan keluarga dijamin oleh
penelitian hanya kelompok data saja yang akan disajikan atau
dilaporkan sebagai hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai