Anda di halaman 1dari 4

BUDAYA TAKZIYAH DI DESA WANAR KECAMATAN PUCUK KABUPATEN

LAMONGAN

Kematian merupakan suatu hal alamiyah yang ada dalam siklus kehidupan di
dunia dan merupakan qodarullah yang telah ditetapkan sejak manusia masih berupa
janin dalam kandungan. Kematian seseorang dalam kehidupan sosial menyisakan
sebuah kesedihan mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan, sehingga dalam islam
disunnahkan melakukan takziyah untuk meghibur, meringankan beban kesedihan
keluarga, dan mendoakan ataupun memohon ampunan bagi yang wafat. Takziyah
dalam konteks muamalah islam merupakan mendatangi orang yang meniggal dunia
degan maksud menyabarkannya melalui ungkapan-ungkapan yang dapat
menenangkan perasaan dan menghilangkan kesedihan. Bentuk takziyah disetiap
daerah berbeda- beda, salah satunya adalah di desaku Desa wanar. Sebuah desa
dengan mayoritas penduduknya seorang muslim yang memiliki kekentalan nuansa
islami disetiap sendi kehidupannya. Desa wanar merupakan desa yang cukup
terkenal di kabupaten lamongan dengan masyarakatnya yang berwawasan modern
dan berpegang teguh pada nilai-nilai islami.

Di desaku Desa Wanar terdapat beberapa budaya turun-temurun yang masih


dilaksanakan masyarakat dalam melakukan takziyah, diantaranya adalah yang
pertama tradisi gotong royong saat proses merawat jenazah hingga dikubur dalam
liang lahat. Apabila terdapat warga yang wafat maka keluarga dekat dengan segera
memanggil dan memberitahukan kematian anggota keluarganya kepada mudin
kematian (seseorang yang dipercaya masyarakat dalam hal mengurus jenazah)
kemudian mudin tersebut memberitahukan kabar kematian tersebut lewat toa masjid
setempat sehingga seluruh warga desa megetahuinya. Disamping itu,
keluarga/kerabat dekat maupun tetangga dari orang yang wafat tersebut akan
berjibaku dalam menyiapkan segala sesuatu kebutuhan dalam memenuhi kewajiban
terhadap merawat jenazah seperti menyiapkan kain kafan, peralatan memandikan
jenazah, menggali liang lahat, mencarikan bebrapa bunga hingga mempersiapkan
bebrapa makanan untuk diberikan kepada penggali liang lahat.
Pada waktu yang bersamaan tersebut para warga Desa Wanar akan bersama-sama
dan berbondong-bondong ke kediaman orang yang wafat tersebut untuk bertakziah
dengan membawa beras seikhlasnya untuk meringankan beban keluarga yang
ditinggalkan serta mereka ikut serta dalam mendoakan orang yang wafat dengan
mengikuti proses merawat jenazah hingga menguburnya ke liang lahat. Sebelum
dimandikan, jenazah diletakkan diatas ranjang tanpa kasur dan bantal lalu ditutupi
dengan kain jarik, posisi kepala berada di sebelah utara dan kaki berada di sebelah
selatan. Lalu para kerabat atau tetangga akan membacakan ayat-ayat Al-qur’an
disebelah jenazah tersebut. Apabila sudah dirasa tidak ada lagi hal yang ditunggu
atau sudah persiapan dalam menggurus jenazah sudah beres maka dengan segera
dilakukan proses memandikan jenazah. Setelah proses memandikan jenazah
selesai, dilanjut dengan proses mengkafani jenazah.
Kemudian apabila proses mengkafani jenazah sudah dilaksanakan, jenazah tersebut
ditutup dengan keranda dan ditahlili secara bersama-sama sebelum diberangkatkan
menuju masjid untuk disholati, namun ada pula sebagian jenazah yang tidak ditahlili
sebelum diberngkatkan ke masjid untuk disholati karena di Desa Wanar terdapat dua
organisasi islam yang dianut warganya, salah satu ada yang mentahlili terlebih
dahulu dan yang satu lagi langsung diberangkatkan menuju masjid. Apabila liang
lahat yang digali sudah selesai dikerjakan, maka seseorang yang ikut serta dalam
proses penggalian tersebut memberikan kabar kepihak keluarga atau mudin bahwa
penggalian telah selesai dan sudah siap. Lalu seketika jenazah langsung diangkat
dan segera diberangkatkan menju masjid untuk disholati bersama-sama. Sebelum
menuju masjid mudin atau tokoh agama akan menanyakan kepada masyarakat yang
ikut dalam proses merawat jenazah tentang beberapa hal yaitu kesaksian bahwa
orang yang wafat tersebut adalah orang islam dan melaksanakan perintah allah
kemudian disusul dengan pertanyaan tentang kepemilikan hutang dari orang yang
wafat, dan apabila ada hutang maka akan dipersilahkan untuk membicarakannya
dengan ahli waris dan segera dilunasi jika tidak ada maka akan diberangkatkan
menuju masjid untuk disholati dengan iringan kalimat “La llaha Illa Allah”.
Pada saat pemberangkatan terdapat tradisi pentaburan beras dan uang recehan
dibeberapa perempatan yang dilewati saat hendak menuju kemasjid untuk
melakukan sholat jenazah, namun itu hanya dilakukan sebagian masyarakat, tidak
semua dilakukan tradisi tesebut tergantung dari inisiatif dari pihak keluarga. Hal
tersebut dilakukan semata-mata untuk bersedekah kecil-kecilan, uang recehan agar
dapat dimanfaaatkan oleh manusia yang mengambilnya kemudian beras yang
ditabur dijalan agar dapat dimakan oleh hewan seperti ayam dsb dengan harapan
mendapat pahala sedekah untuk jenazah.
Terdapat satu tradisi lagi saat pemberangkatan jenazah menuju masjid dan ke liang
lahat yaitu penggunaan payung. Menurut kepercayaan masyarakat desa Wanar
penggunaaan payung tersebut digunakan supaya jenazah mendapat pengayoman
dan rahmat allah selama dalam perjalanan di alam kubur dan akhirat.
Pada saat tiba di masjid setempat, jenazah langsug disholati sesuai aturan syariat
islam. Kemudian apabila selesai disholatkan, jenazah dengan segera diantarkan
menuju kuburan/liang lahat. Jenazah yang telah sampai di kuburan setempat, lalu
dimasukkan keliang lahat dengan posisi menghadap ke kiblat. Setelah jenazah
dimasukkan kedalam liang lahat, kemudian diberi gantar kayu diatasnya lalu
digunduki dengan tanah dan diberi batu nisan. Jenazah ditalqin oleh mudin dan
disaksikan oleh masyarakat yang ikut serta dalam proses merawat jenazah setelah
selesai penguburan jenazah. Apabila talqin yang dilakukan mudin telah selesai,
masyarakat yang ikut serta tersebut meniggalkan kuburan dan kembali ke rumah
masing-masing.
Pasca jenazah dikuburkan terdapat pula tradisi pemberian pakaian milik orang yang
wafat (masih layak dipakai) kepada seseorang yang mengurus jenazah, masyarakat
yang kurang mampu maupun keluarga sendiri dan peralatan sholat yang ditaruh di
masjid yang bertujuan untuk sarana sedekah agar pakaian-pakaian tersebut dapat
bermanfaat dan bepahala amal jariyah bagi seseorang yang wafat tersebut.

Tradisi berikutnya atau yang kedua adalah tradisi penyiraman makam dengan
air yang berlangsung hingga 3 hari setelah jenazah dikuburkan. Tradisi ini dilakukan
oleh masyarakat Desa Wanar dengan kepercayaan supaya jenazah yang telah
dikuburkan tersebut tetap sejuk dan untuk memadatkan tanah kuburan.

Kemudian tradisi takziyah yang ketiga yaitu pada saat malam hari setelah
setelah seseorang wafat. Tradisi ini berlangsung selama 7 hari setelah jenazah
dikuburkan, yang dilangsungkan pada waktu selesai sholat maghrib dan dihadiri oleh
beberapa masyarakat Desa Wanar yang berknan untuk mengirimkan do’a kepada
orang yang wafat tersebut tanpa diberi undangan terlebih dahulu oleh keluarga yang
ditinggal wafat. Pada malam pertama hingga ketujuh dilakukan acara tahlil dan kirim
do’a pada seseorang yang telah wafat tersebut. Tedapat hal-hal pembeda pada saat
tahlilan tersebut yaitu pada malam ketiga dan ketujuh. Pada malam ketiga
masyarakat yang ikut serta dalam acara tahlilan diberi berkatan yang berisi biasanya
berisi nasi dan lauk, roti apem (berkat sudah matang) maupun beras,mie,telur, roti
apem (berkat keringan). Roti apem wajib diberikan pada saat berkatan tersebut
karena bagi masyarakat desa Wanar dianggap sebagai simbol permintaan maaf.
Pada malam ketujuh masyarakat yang ikut serta dalam acara tahlilan diberi berkatan
yang berisi biasanya berisi nasi, lauk, roti apem, dan uang tunai yang di masukkan
dalam berkatan tersebut. Uang tunai tersebut tidak ada patokan tertentu untuk
dikeluarkan pada saat ketujuh harinya orang yang wafat, namun sesuai dengan
kemapuan keluarga atau ahli waris untuk memberikan uang tunai sebagai shodaqoh
yang diniatkan untuk orang yang wafat tersebut.

Tradisi takziyah yang keempat yaitu pada saat bulan berikutnya setelah
seseorang wafat atau disebut 40 harinya orang yang wafat. Pada hari ke-40 tersebut
dilaksanakan acara tahlil dan do’a untuk orang yang wafat. Pelaksanaan tahlil dan
do’a di Desa Wanar dapat dilaksanakan setelah sholat maghrib maupun setelah
sholat isya’ sesuai dengan kesepakatan keluarga. Untuk tahlil dan do’a pada hari ke-
40 hanya masyarakat yang mendapat undangan dari keluarga untuk bisa menghadiri
acara dihari ke-40 ini. Biasanya pada hari ke-40, keluarga dari orang yang wafat
tersebut menyembelihkan binatang kambing sesuai kebutuhan untuk dijadikan
sebagai berkatan atau shodaqoh. Pada hari ke-40 ini, keluarga yang ditinggal wafat
mengundang beberapa tokoh agama/kyai untuk memberikan mauidlotul hasanah
setelah acara tahlil dan do’a selesai.

Demikianlah beberapa uraian mengenai tradisi takziyah desaku di Desa


Wanar mulai dari sesaat setelah ada orang yang wafat hingga tradisi 40 hari setelah
jenazah dikuburkan.

NAMA : KIMIYAUS SA’ADAH NUR ADZIMI


KELAS: XI IPS 1
ABSEN: 19

Anda mungkin juga menyukai