Anda di halaman 1dari 20

ARTIKEL BIMBINGAN KONSELING

Model pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif

DOSEN PENGAMPU :
Yeni Karneli, M.Pd., Kons.

OLEH :
RIANDANI TARIGAN
19073103
PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
A. Sejarah Bimbingan Konseling Komprehensif di Indonesia

Kelahiran dan perkembangan konsep serta paradigma layanan bimbingan dan konseling di
Indonesia tidak lain merupakan replikasi dan adopsi model yang telah berkembang sejak lama di
Amerika Serikat. Pemahaman tentang bimbingan dan konseling sebagai suatu sistem dan
kerangka kerja kelembagaan tidak dapat dilepaskan dari pandangan umum bahwa layanan BK
merupakan bagian integral dari sistem pendidikan.

Di Amerika Serikat, latar kelahiran BK di awal abad 20 bermula dari keprihatinan yang
mendalam dari kalangan pendidikan terhadap carut marutnya perkembangan kepribadian
generasi muda terumata kalangan pelajar di sekolah yang terkena dampak gelombang besar
industrialisasi di kota-kota besar. Jumlah siswa drop-out mengingkat (kaum muda lebih memilih
bekerja ketimbang sekolah, sementara keterampilan kerja tidak memadai), pergeseran nilai
dalam keluarga dan masyarakat, urbanisasi besar-besaran dari desa ke kota, dan problem-
problem sosial yang lain.

Kenyataan tersebut akhirnya memicu tumbuhnya layanan bimbingan dan konseling sebagai
suatu gerakan sosial yang selaras dengan gerakan kemajuan (progressive movement) yang
berkembang dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat pada saat itu yang dipelopori oleh tokoh
seperti Frank Parsons, Charles Merrill dan Meyer Blommfield. Para tokoh tersebut sama-sama
memandang secara kritis bahwa gelombang revolusi industri yang membawa dampak negatif
bagi perkembangan generasi mudah harus dicegah.

Gerakan bimbingan dan konseling ini memberikan pengaruh besar terhadap beberapa negara, di
antaranya Indonesia. Gunawan (2001, 22) menjelaskan bahwa pada periode awal kemerdekaan
masalah bimbingan pekerjaan baru diperhatikan oleh jawatan yang mengurus masalah tenaga
kerja. Kegiatan bimbingan kemudian dikembangkan oleh kementerian pendidikan dan
kebudayaan dengan mengembangkan banyak kursus keterampilan bagi kaum muda. Baru pada
tahun 1962, ada kebijakan SMA Gaya Baru yang mulai menggeser bimbingan pekerjaan ke arah
bimbingan akademik.

Secara formal, pemberlakuan kurikulum 1975 mengandung penegasan bahwa BK (saat itu
disebut bimbingan dan penyuluhan) merupakan bagian integral dalam pendidikan di sekolah.
Lahirnya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) tahun 1975 di Malang, Jawa Timur dan
pergantian nama IPBI menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) tahun
2001 dengan kelengkapan divisi-divisi layanan di dalamnya semakin memperkokoh layanan BK
dengan berbagai domain layanan yang semakin kompleks, pribadi, sosial, akademik, karir dan
layanan pendukung lainnya secara lebih menyeluruh yang disebut dengan layanan bimbingan
konseling komprehensif.

Bimbingan Konseling komprehensif adalah suatu program penidikan di sekolah yang diberkan
oleh konselor sebagai penanggung jawab dan pelaksana program bimbingan konseling di
sekolah. Dalam pekembanganya para ahli bimbingan dan konseling selalu mengadakan
penelitian dan pembaharuan pada layanan yang diberikan di sekolah. Pada awalnya bimbingan
konseling dikenal sebagai bentuk layanan yang diberikan sekolah kepada siswa yang bermasah
atau mengalami hambatan dalam proses pembelajaran. Namun ketika kondisi zaman
berkembang pesat seperti pada masa sekarang ini bimbingan konseling tidak lagi berperan
sebagai pembantu konseli dalam menyelesaikan masalah.

Bimbingan konseling komprehensif yang telah dikenalkan sekarang ini adalah program
bimbingan konseling yang bertujuan untuk memandirikan peserta didik. Bentuk layanan yang
diberikan tidak lagi berfungsi membantu peserta didik menyelesaikan masalahnya namun
mengembangkan potensi peserta didik berasarkan perkembangannya sehingga disebutlah bahwa
BK komprehensif adalah sama dengan BK berbasis perkembangan. Untuk mencapai
kemandirian peserta didik tersebut konselor tidak lagi mengedepankan fungsi kuratif, namun
lebih menekankan fungsi pencegahan/preventif dan perkembangan/developmental.

B. Hakekat Bimbingan Konseling Komprehensif

Pada hakekatnya, bimbingan dan konseling komprehensif merupakan sistem kegiatan yang
dibuat guna membantu klien dalam mengembangkan potensi diri seoptimal mungkin. Namun
dalam prosesnya, siswa tidak selalu mengalami perkembangan yang baik. Terkadang sifatnya
fluktuatif atau tidak stabil. Oleh karena itu, siswa perlu diberikan layanan bimbingan dan
konseling yang komprehensif dalam perkembangannya.[1]

Bimbingan dan konseling komprehensif disebut juga bimbingan dan konseling perkembangan,
karena menggarap semua aspek kehidupan peserta didik dan merupakan orientasi baru dalam
kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang didasari prinsip pengembangan antara lain:

1. Mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya;

2. Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya;

3. Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan
tersebut;

4. Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri;

5. Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat


bekerja dan masyarakat;

6. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya;

7. Mengembangkan segala potensi dan kekuatannya yang dimilikinya secara tepat dan teratur
secara optimal.
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas dapat disimpulkan definisi bimbingan dan konseling
komprehensif atau perkembangan sebagai suatu rangkaian bimbingan dan konseling secara
bertanggung jawab dalam memfasilitasi perkembangan peserta didik pada semua aspek
kehidupannya, sehingga mereka dapat berfungsi dan berperan efektif selama siklus
kehidupannya, terutama menjamin eksistensi dirinya sebagai individu atau anggota masyarakat
yang bermartabat. Karena itu, bimbingan dan konseling perkembangan sering disebut juga
dengan bimbingan dan konseling komprehensif karena menggarap semua aspek kehidupan
peserta didik (konseli).

Bimbingan dan konseling perkembangan merupakan pandangan mutakhir yang bertitik tolak dari
asumsi yang positif tentang potensi manusia. Berdasarkan asumsi inilah bimbingan dan
konseling dipandang sebagai suatu proses memfasilitasi perkembangan yang menekankan
kepada upaya membantu semua peserta didik dalam semua fase perkembangannya.

Bimbingan dan konseling komprehensif diprogramkan bagi seluruh siswa. Artinya, semua
peserta didik wajib mendapatkan layanan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, bimbingan
dan konseling komprehensif harus memperhatikan ruang lingkup yang menyeluruh, dirancang
untuk lebih berorientasi pada pencegahan, dan tujuannya pengembangan potensi peserta didik.
(Suherman, 2011:51)

Ruang lingkup bimbingan dan konseling komprehensif tidak hanya berorientasi pada peserta
didik sebagai pribadi saja, tetapi semua aspek kehidupan siswa sejak usia dini sampai usia
remaja (SMA/SMK/MA) bahkan sampai dengan masyarakat. Fokus utamanya adalah
teraktualisasinya potensi peserta didik dan mencapai perkembangan optimal sehingga peserta
didik dapat meraih sukses di sekolah maupun masyarakat.

Titik berat bimbingan dan konseling komprehensif adalah mengarahkan peserta didik agar
mampu mencegah berbagai hal yang dapat menghambat perkembangannya. Selain melalui hal
preventif peserta didik mampu memutuskan dan memilih tindakan-tindakan tepat yang dapat
mendukung perkembangannya.[2]

Agar pelaksanaan program bimbingan dan konseling komprehensif berjalan sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan, maka kita hanya memahami lima premis dasar bimbingan dan konseling
komprehensif. Menurut Gysbers dan Henderson (2006:26) lima premis tersebut :

1. Tujuan bimbingan konseling bersifat kompatibel dengan tujuan pendidikan. Artinya, dalam
pendidikan ada standar dan kompetensi tertentu yang harus dicapai oleh siswa. Oleh karena itu,
segala aktivitas dan proses dalam layanan BK harus diarahkan pada upaya membantu siswa
dalam pencapaian standar kompetensi yang dimaksud.

2. Program BK bersifat pengembangan (based on developmental approach), yakni, meskipun


seorang konselor dimungkinkan untuk mengatasi problem dan kebutuhan psikologis yang
bersifat krisis dan klinis, pada dasarnya fokus layanan BK lebih diarahkan pada usaha
memfasilitasi pengalaman-pengalaman belajar tertentu yang membantu siswa untuk tumbuh,
berkembang, dan menjadi pribadi yang mandiri.

3. Program BK melibatkan kolaborasi antar staff (team-building approach), yaitu program


bimbingan dan konseling yang bersifat komprehensif bersandar pada asumsi bahwa tanggung
jawab kegiatan bimbingan melibatkan seluruh personalia yang ada di sekolah dengan sentral
koordinasi dan tanggung jawab ada di tangan konselor yang bersertifikasi (certified counselors).
Konselor tidak hanya menyediakan layanan langsung untuk siswa, melainkan juga bekerja secara
konsultatif dan kolaboratif dengan tim bimbingan yang lain, staf personel sekolah yang lain
(guru dan tenaga administrasi), bahkan orangtua dan masyarakat.

4. Program BK dikembangkan melalui serangkaian proses sistematis sejak dari perencanaan,


desain, implementasi, evaluasi, dan keberlanjutan. Melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen
tersebut diharapkan kegiatan dan layanan BK dapat diselenggarakan secara tepat sasaran dan
terukur.

5. Program BK ditopang oleh kepemimpinan yang kokoh. Faktor kepemimpinan ini


diharapkan dapat menjamin akuntabilitas dan pencapaian kinerja program BK

Bowers dan Hatch (2000, 11) bahkan menegaskan bahwa program bimbingan dan konseling
sekolah tidak hanya bersifat komprehensif dalam ruang lingkup, namun juga harus bersifat
preventif dalam disain, dan bersifat pengembangan dalam tujuannya (comprehensive in scope,
preventive in design, and developmental in nature).

Pertama, bersifat komprehensif berarti program BK harus mampu memfasilitasi capaian-capaian


perkembangan psikologis siswa dalam totalitas aspek bimbingan (baik pribadi-sosial, akademik,
dan karir). Layanan yang diberikan pun tidak hanya terbatas pada siswa dengan karakter dan
motivasi unggul serta siap belajar saja. Layanan BK ditujukan untuk seluruh siswa tanpa syarat
apapun. Dengan harapan, setiap siswa dapat menggapai sukses di sekolah dan menunjukkan
kontribusi nyata dalam masyarakat.

Kedua, bersifat preventif dalam disain mengandung arti bahwa pada dasarnya tujuan
pengembangan program BK di sekolah hendaknya dilakukan dalam bentuk yang bersifat
preventif. Upaya pencegahan dan antisipasi sedini mungkin (prevention education) hendaknya
menjadi semangat utama yang terkandung dalam kurikulum bimbingan yang diterapkan di
sekolah (kegiatan klasikal). Melalui cara yang preventif tersebut diharapkan siswa mampu
memilah sikap dan tindakan yang tepat dan mendukung pencapaian perkembangan psikologis ke
arah yang ideal dan positif. Beberapa program yang dapat dikembangkan seperti pendidikan
multikultarisme dan antikekerasan, mengembangkan keterampilan resolusi konflik, pendidikan
seksualitas, kesehatan reproduksi, dan lain-lain.

Ketiga, bersifat pengembangan dalam tujuan didasari oleh fakta di lapangan bahwa layanan
bimbingan dan konseling sekolah selama ini justru kontraproduktif terhadap perkembangan
siswa itu sendiri. Kegiatan layanan bimbingan dan konseling sekolah yang berkembang di
Indonesia selama ini lebih terfokus pada kegiatan-kegiatan yang bersifat administratif dan
klerikal (Kartadinata, 2003), seperti mengelola kehadiran dan ketidakhadiran siswa, mengenakan
sanksi disiplin pada siswa yang terlambat dan dianggap nakal. Dengan demikian, wajar apabila
dalam masyarakat dan bagi siswa-siswa sendiri guru bimbingan dan konseling distigmakan
sebagai polisi sekolah. Konsekuensi kenyataan ini, pada akhirnya menyebabkan layanan
bimbingan dan konseling yang diselenggarakan di sekolah akhirnya terjebak dalam pendekatan
tradisional tanpa dasar pemikiran yang jelas.

C. Komponen Bimbingan dan Konseling Komprehensif

Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif dikemas dalam empat komponen :

1. Layanan Dasar Bimbingan

Layanan dasar bimbingan merupakan layanan bantuan bagi peserta didik melalui kegiatan-
kegiatan kelas atau di luar kelas, yang disajikan secara sistematis, dalam rangka membantu siswa
mengembangkan potensinya secara optimal.

Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang
normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan
kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara
rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar :

a. Memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan,


sosial budaya dan agama);

b. Mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau


seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya;

c. Mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya;

d. Mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek
pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu konseli
dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya (sebagai standar kompetensi kemandirian).

Sementara itu tugas-tugas perkembangan peserta didik pada jenjang pendidikan tertentu adalah
sebagai berikut :
1) Tugas perkembangan peserta didik SD/MI dan sederajat :

a) Menanamkan dan mengembangkan kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa

b) Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung

c) Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari

d) Belajar bergaul dan bekerja dengan kelompok sebaya

e) Belajar menjadi pribadi yang mandiri

f) Mempelajari keterampilan fisik sederhana yang diperlukan baik untuk permainan maupun
kehidupan

g) Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku

h) Membina hidup sehat, untuk diri sendiri, dan lingkungan serta keindahan

i) Belajar memahami diri sendiri dan orang lain sesuai dengan jenis kelaminnya dan
menjalankan peran tanpa membedakan jenis kelamin

j) Mengembangkan sikap terhadap kelompok, lembaga sosial, serta tanah air bangsa dan
negarak. Mengembangkan pemahaman dan sikap awal untuk perencanaan masa depan.

2) Tugas perkembangan peserta didik SMP/MTs dan sederajat :

a) Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa

b) Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perbuatan fisik
dan psikis yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat

c) Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam perannya sebagai pria dan
wanita

d) Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan yang
lebih luas

e) Mengenal kemampuan, bakat dan minat serta arah kecenderungan karir dan aparesiasi seni
f) Mengembangkan pengerahuan dan keterampilan untuk mengikuti dan melanjutkan
pelajaran dan/atau mempersiapkan atau berperan dalam kehidupan di masyarakat

g) Mengenal gambaran dan mengembangkan sikap tentang kehidupan mandiri secara


emosional, sosial dan ekonomi

h) Mengenal system etika dan nilai-nilai bagi pedoman hidup sebagai mandiri, anggota
masyarakat, dan warga negara.

3) Tugas perkembangan peserta didik SMA/SMK/MA dan sederajat :

a) Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b) Mencapai kematangan dalam hubungan dengan teman sebaya, serta kematangan dalam
perannya sebagai pria dan wanita

c) Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat

d) Mengembangkan penguasaan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan program kutikulum
dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan dalam kehidupan yang
lebih luas

e) Mencapai kematangan dalam pilihan karir

f) Mencapai kematangan gambar dan sikap tentang kehidupan mandiri, secara emosional,
sosial, intelektual dan ekonomi

g) Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,


berbangsa dan bernegara

h) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi sosial dan intelektual serta apresiasi seni

i) Mencapai kematangan dalam system etika dan nilai.

2. Layanan Responsif

Layanan responsif merupakan layanan bantuan bagi para siswa yang memiliki kebutuhan atau
masalah yang memerlukan bantuan (pertolongan) dengan segera. Layanan ini bertujuan untuk
membantu siswa memenuhi kebutuhan yang dirasakan pada saat ini, atau para siswa yang
dipandang mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya. Indikator
dari kegagalan itu berupa ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri atau perilaku bermasalah.
Layanan ini lebih bersifat kuratif. Strategi yang digunakan adalah konseling individual,
konseling kelompok dan konsultasi. Isi layanan responsif ini adalah bidang pendidikan, belajar,
sosial, pribadi, karir, tata tertib di sekolah, narkotika dan perjudian, perilaku seksual, dan
kehidupan lainnya. Untuk memahami kebutuhan dan masalah konseli dapat ditempuh dengan
cara asesmen dan analisis perkembangan konseli, dengan menggunakan berbagai teknik,
misalnya inventori tugas-tugas perkembangan (ITP), angket konseli, wawancara,
observasi,sosiometri, daftar hadir konseli, leger, psikotes dan daftar masalah konseli atau alat
ungkap masalah (AUM).

a. Bidang Pribadi

1) Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mencakup :

a) Kurang motivasi untuk mempelajari agama;

b) Kurang memahami bahwa agama sebagai pedoman hidup;

c) Kurang memiliki kesadaran bahwa setiap perbuatan manusia diawasi Tuhan;

d) Masih merasa malas untuk melaksanakan shalat;

e) Kurang memiliki kemampuan untuk bersabar dan bersyukur.

2) Perolehan sistem nilai meliputi :

a) Masih memiliki kebiasaan berbohong;

b) Masih memiliki kebiasaan mencontek;

c) Kurang berdisiplin (khususnya memelihara kebersihan).

3) Kemandirian Emosional, meliputi :

a) Belum mampu membebaskan diri dari perasaan kekanak-kanakan;

b) Belum mampu menghormati orangtua atau orang lain secara ikhlas;

c) Masih kurang mampu menghadapi frustasi (stress) secara positif.

4) Pengembangan keterampilan intelektual, meliputi :

a) Masih kurang mampu mengambil keputusan;


b) Masih suka melakukan sesuatu tanpa memperhitungkan baik buruk, untung rugi.

5) Menerima diri dan mengembangkannya secara positif

a) Kurang merasa bangga dengan keadaan diri sendiri;

b) Merasa rendah diri apabila bergaul dengan orang lain yang mempunyai kelebihan.

b. Bidang Sosial

1) Berperilaku sosial yang bertanggung jawab, meliputi :

a) Kurang menyenangi kritikan orang lain;

b) Kurang memahami tatakrama (etika pergaulan);

c) Kurang berpartisipasi dalam kegiatan sosial, baik di sekolah maupun di masyarakat.

2) Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, meliputi :

a) Merasa malu untuk berteman dengan lawan jenis;

b) Merasa tidak senang kepada teman yang suka mengkritik.

3) Mempersiapkan pernikahan dan hidup keluarga, meliputi :

a) Sikap yang kurang positif terhadap pernikahan;

b) Sikap yang kurang positif terhadap hidup berkeluarga.

c. Bidang Belajar

1) Kurang memiliki kebiasaan belajar yang baik;

2) Kurang memahami cara belajar yang efektif;

3) Kurang memahami cara mengatasi kesulitan belajar;

4) Kurang memahami cara membaca buku yang efektif;

5) Kurang memahami cara membagi waktu belajar;

6) Kurang menyenangi pelajaran-pelajaran tertentu.


d. Bidang Karir

1) Kurang memahami cara memilih program studi yang cocok dengan kemampuan dan
minat;

2) Kurang mempunyai motivasi untuk mencari informasi tentang dunia kerja;

3) Masih bingung untuk memilih pekerjaan;

4) Masih kurang mampu memilih pekerjaan yang sesuai dengan kamampuan dan minat;

5) Merasa cemas untuk mendapat pekerjaan setelah tamat sekolah;

6) Belum memiliki pandangan akan kuliah di mana setelah tamat sekolah.[3]

3. Perencanaan Individual

Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan peren-canaan masa depan berdasarkan pemahaman
akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang
tersedia di lingkungannya.

Perencanaan individual bertujuan untuk membantu konseli agar memiliki pemahaman tentang
diri dan lingkungannya, mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap
perkembang-an dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan dapat
melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.

Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek akademik,
karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara lain mencakup
pengembangan aspek:

a. Akademik meliputi memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan


lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan
memahami nilai belajar sepanjang hayat;

b. Karir meliputi mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan


pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif;

c. Sosial-pribadi meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan


keterampilan sosial yang efektif.
Perencanaan individual bagi siswa diimplementasikan melalui beberapa strategi (Suherman,
2011:67-68) yaitu penilaian individual/kelompok kecil, pemberian saran pada individual atau
kelompok kecil . Sedangkan menurut Sugiyo (2011) strategi yang dapat dikembangkan yaitu :

a. Individual appraisal yaitu suatu strategi dimana konselor membantu peserta didik untuk
dapat menilai dan menafsirkan potensi yang dimilikinya

b. Individual advisement yaitu digunakan agar peserta didik mampu menggunakan segala
informasi baik social-pribadi, karir

c. Transition Planning yaitu membantu peserta didik dalam memahami dunia kerja

d. Follow up, digunakan ketika memberikan layanan lanjut melalui berbagai pengumpulan
data untuk evaluasi dan program yang akan datang.[4]

4. Dukungan Sistem

Komponen dukungan sistem mencakup dua bagian, yaitu program bimbingan konseling dan
layanan pendukung.

Strategi yang digunakan dalam dukungan sistem ini berupa :

a. Pengembangan jejaring (networking) yaitu upaya menjalin kerjasama dengan guru,


orangtua dan masyarakat serta seluruh personil sekolah agar tercipta suasana kondusif dalam
proses pembelajaran dan layanan bimbingan dan konseling.

b. Pengembangan konselor yang meliputi pelatihan-pelatihan yang terkait dengan bimbingan


dan konseling, aktif dalam organisasi, aktif dalam pertemuan ilmiah seperti seminar, workshop,
dan lain sebagainya. (Sugiyo, 2011)

c. Pemberian layanan

1) Konsultasi dengan guru-guru;

2) Menyelenggarakan kerjasama dengan orangtua atau masyarakat;

3) Berpartisipasi;

4) Bekerjasama dengan personil sekolah lainnya;

5) Melakukan penelitian.
d. Kegiatan manajemen

Kegiatan manajemen ini merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara dan
meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan pengembangan
program, pengembangan staf, pemanfaatan sumber daya dan pengembangan penataan
kebijaksanaan.

1) Pengembangan program;

Pengembangan program ini hendaknya diselaraskan dengan hasil kajian atau analisis tentang
tujuan dan program sekolah, kondisi objektif pencapaian tugas-tugas perkembangan siswa, atau
kebutuhan dan masalah siswa, kondisi objektif lingkungan perkembangan siswa, implementasi
aktual layanan BK di SMK, dan perkembangan masyarakat (sosial budaya, dan dunia industri
dan perusahaan). Berdasarkan pertimbangan ini, maka seyogianya program BK itu bersifat
fleksibel (tilikan kontekstual) namun tetap idealis.

2) Pengembangan staf;

Agar para pembimbing dan personel sekolah lainnya mampu memberikan layanan bimbingan
secara bermutu, maka kepada mereka perlu diberikan penambahan, perluasan, atau pendalaman
tentang konsep-konsep atau keterampilan-keterampilan tertentu tentang bimbingan, sesuai
dengan deskripsi pekerjaan (kinerja) masing-masing. Bentuk pengembangan staf itu bisa
dilaksanakan melalui seminar, penataran, atau lokakarya. Melalui kegiatan ini diharapkan para
personel sekolah memiliki kompetensi atau kemampuan sesuai dengan deskripsi kerja (kinerja)
masing-masing. Staf yang harus dikembangkan tersebut yaitu :

- Kepala sekolah

- Wakasek dan para PKS (pembantu kepala sekolah)

- Guru mata pelajaran

- Guru pembimbing dan konseling (konselor)

3) Pemanfaatan sumber daya masyarakat

Aspek in berkaitan dengan upaya sekolah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur
masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu layanan bimbingan. Jalinan
kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak instansi pemerintah, instansi swasta, organisasi profesi,
para ahli dalam bidang tertentu yang terkait seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orangtua
siswa.

3) Pengembangan atau penentuan kebijakan.

Pelaksanaan pelayanan BK di sekolah didukung oleh kebijakan kepala sekolah secara jelas.
Kebijakan yang diluncurkan itu hendaknya dapat memfasilitasi (memberi kemudahan dan
peluang) bagi kelancaran implementasi program. Kebijakan yang perlu ditata itu diantaranya
menyangkut aspek-aspek struktur organisasi, rekrutment dan pengembangan staf bimbingan,
penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, pengalokasian biaya operational BK, dan
penjadwalan waktu khusus untuk masuk kelas bagi guru pembimbing sebagai wahana untuk
pelaksanaan program yang bersifat klasikal, menjamin kerjasama dengan pihak-pihak terkait.

D. Penyusunan Program Layanan Bimbingan dan Konseling Komprehensif

Melalui pemahaman dan penguasaan yang mendalam tentang asumsi pokok program bimbingan
dan konseling yang bersifat komprehensif dan penjabaran dalam komponen-komponen yang ada
di dalamnya, maka konselor diharapkan dapat menyusun dan mengembangkan rencana aksi
layanan dengan tujuan dan target terukur serta berdasarkan skala prioritas layanan yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik.

Seorang konselor harus menyadari sepenuhnya bahwa tujuan-tujuan yang akan ditetapkan dalam
perencanaan program bimbingan dan konseling harus menjadi bagian integral dari tujuan
pendidikan nasional pada umumnya dan visi/misi yang ada di sekolah secara khusus. Dengan
demikian, petugas bimbingan dan konseling mampu dengan tepat menentukan bagaimana cara
yang efektif untuk mencapai tujuan beserta sarana-sarana yang diperlukannya.[5]

Bimbingan dan konseling komprehensif sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek utama
(Gunawan, 2001), yakni:

1. Tujuan yang hendak dicapai sebagai aspek utama yang harus ditentukan terlebih dahulu.
Penetapan tujuan akan memudahkan konselor menentukan strategi yang akan dikembangkan
dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud.

2. Kegiatan pokok yang menunjang langsung tercapainya tujuan. Bagian-bagian pokok dari
suatu sistem dan strategi yang dikembangkan biasanya disebut sebagai penjabaran aktivitas dari
suatu strategi yang di dalamnya terdapat aktivitas utama yang hendak dilakukan. Dengan kata
lain, tercapainya tujuan hanya mungkin terjadi melalui implementasi kegiatan-kegiatan yang
dimaksud. Kegiatan-kegiatan yang dikembangkan sebaiknya dirumuskan secara tepat sasaran
dan dengan dampak yang terukur.
3. Implementasi kegiatan (proses) atau berfungsinya isi dari suatu strategi yang mengarah
pada pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan semaksimal mungkin harus
diusahakan dapat terlaksana sebaik mungkin.

Sistematika penyusunan dan pengembangan program bimbingan dan konseling komprehensif


pada dasarnya terdiri dari dua langkah besar, yaitu:

1. Pemetaan Kebutuhan, Masalah, dan Konteks Layanan

Penyusunan program BK di sekolah haruslah dimulai dari kegiatan asesmen (pengukuran,


penilaian) atau kegiatan mengidentifikasi aspek-aspek yang dijadikan bahan masukan bagi
penyusunan program/layanan (Depdiknas, 2007).

Ada beberapa pengertian tentang asesmen menurut para ahli, menurut Robert M Smith (2002),
Asesmen merupakan suatu penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk
mengetahui kelemahan dan kekuatan yang mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk
layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan
pembelajaran.

Menurut James A. Mc. Lounghlin & Rena B Lewis, asesmen merupakan proses sistematika
dalam mengumpulkan data seseorang anak yang berfungsi untuk melihat kemampuan dan
kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang
sesungguhnya dibutuhkan. Berdasarkan informasi tersebut guru akan dapat menyusun program
pembelajaran yang bersifat realitas sesuai dengan kenyataan objektif.

Menurut Bomstein dan Kazdin (1985, asesmen diantaranya mengidentifikasi masalah dan
menyeleksi target intervensi, memilih dan mendesain program treatmen, mengukur dampak
treatmen yang diberikan secara terus menerus, dan mengevaluasi hasil-hasil umum dan ketepatan
dari terapi.

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan asesmen dilakukan
untuk mengetahui keadaan anak pada saat tertentu (waktu dilakukan asesmen) baik potensi-
potensinya maupun kelemahan-kelemahan yang dimiliki anak sebagai bahan untuk menyusun
suatu program pembelajaran sehingga dapat melakukan layanan / intervensi secara tepat.[6]

Kegiatan asesmen ini meliputi :

1. Asesmen konteks lingkungan program yang terkait dengan kegiatan mengidentifikasi


harapan dan tujuan sekolah, orangtua, masyarakat, dan stakeholder pendidikan terlibat, sarana
dan prasarana pendukung program bimbingan, kondisi dan kualifikasi konselor, serta kebijakan
pimpinan sekolah;
2. Asesmen kebutuhan dan masalah peserta didik yang menyangkut karakteristik peserta
didik; seperti aspek fisik (kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motivasi, sikap dan
kebiasaan belajar, minat, masalah-masalah yang dihadapi, kepribadian, tugas perkembangan
psikologis.

Melalui pemetaan ini diharapkan program dan layanan BK yang dikembangkan oleh konselor
benar-benar dibutuhkan oleh seluruh segmen yang terlibat dan sesuai dengan konteks lingkungan
program. Dengan kata lain, program dan kegiatan yang tertuang dalam rencana per semester
ataupun tahunan bukan sekedar tuntutan administratif, melainkan tuntutan tanggung jawab yang
sungguh harus dilaksanakan secara professional.

2. Desain Program Bimbingan Konseling dan Rencana Aksi (Action Plan)

Dalam mendesain program bimbingan konseling serta rencana aksi yang akan dilakukan,
konselor dan petugas bimbingan perlu melakukan hal-hal berikut ini:

a) Identifikasikan dan rumuskan berbagai kegiatan yang perlu dilakukan.

b) Pertimbangkan porsi waktu yang diperlukan untuk melaksanakan setiap kegiatan di atas.
Apakah kegiatan itu dilakukan dalam waktu tertentu atau terus menerus.

c) Inventarisasi kebutuhan yang diperoleh dari needs assessment ke dalam tabel kebutuhan
yang akan menjadi rencana kegiatan. Rencana kegiatan dimaksud dituangkan ke dalam
rancangan jadwal kegiatan untuk satu tahun.

d) Program bimbingan dan konseling Sekolah/Madrasah yang telah dituangkan ke dalam


rencana kegiatan perlu dijadwalkan ke dalam bentuk kalender kegiatan. Kalender kegiatan
mencakup kalender tahunan, semesteran, bulanan, dan mingguan.

e) Program bimbingan dan konseling perlu dilaksanakan dalam bentuk kontak langsung, dan
tanpa kontak langsung dengan peserta didik. Untuk kegiatan kontak langsung yang dilakukan
secara klasikal di kelas (pelayanan dasar) perlu dialokasikan waktu terjadwal 2 (dua) jam
pelajaran per kelas per minggu. Adapun kegiatan bimbingan tanpa kontak langsung dengan
peserta didik dapat dilaksanakan melalui tulisan (seperti e-mail, buku-buku, brosur, atau majalah
dinding), kunjungan rumah (home visit), konferensi kasus (case conference), dan alih tangan
(referral).
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Bimbingan konseling komprehensif merupakan bentuk layanan yang menekankan pada upaya
pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah konseli.
Program bimbingan konseling komprehensif ini mengandung empat komponen pelayanan, yaitu
pelayanan dasar, pelayanan responsive, perencanaan individual, dukungan sistem.

Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para
personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf
administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti instansi
pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan
proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli
agar dapat mengembangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut
aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.

Program bimbingan dan konseling yang komprehensif membutuhkan kebijakan di sekolah yang
integratif yaitu adanya keselarasan antara kebijakan dalam bidang pengajaran, bimbingan,
kegiatan ekstrakurikuler, kebijakan keuangan, sarana dan prasarana, personalian dan lain-lain.

Program bimbingan dan konseling yang komprehensif membutuhkan dukungan manajemen


sekolah yang adil dan setara sehingga sekolah memberikan perhatian yang memadai dan setara
terhadap semua unsur yang penting bagi jalanya proses pendidikan. Dukungan finansial yang
memadai, fasilitas yang memadai dan pemberian waktu yang memadai untuk bimbingan,
pengajaran dan kegiatan pendidikan lain di sekolah adalah bukti kebijakan yang integratif di
sebuah lembaga pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Sutirna. Bimbingan dan Konseling Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal. Yogyakarta :
Andi. 2013.

Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Remaja
Rosdakarya. 2006.

Rahman Fathur. Bahan Diklat Profesi Guru Sertifikasi Guru Rayon 11 : Penyusunan Program
BK Di Sekolah. Universitas Negeri Yogyakarta. 2010.

Gunawan, Y. Pengantar Bimbingan dan Konseling; Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT.
Prehallindo. 2001.

Suherman, Uman. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung : Rizqi Press. 2009.

Bandono, Penyusunan Program BK Sekolah Komprehensif,


http://bandono.web.id/2009/11/09/penyusunan-program-bk-sekolah-komprehensif.php (diakses
pada 11 Juni 2015 pukul 09:13)

Khusnul Marlia, Program Pengembangan Bimbingan Konseling Komprehensif,


http://khusnul/program-pengembangan-bimbingan-konseling-komprehensif/ (diakses pada 11
Juni 2015 pukul 08:00)
Prasetya, Alfian Budi. Bimbingan dan Konseling Komprehensif. http://alfiean-
prasetya.blogspot.com/2012/04/bimbingan-dan-konseling-komprehensif.html?m=1 (diakses pada
11 Juni 2015 pukul 09:20)

Anda mungkin juga menyukai