Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN 2

II. PERKEMBANGAN PENGATURAN KARTEL 4

III. ATURAN KPPU MENGENAI KARTEL 5

IV. PENGECUALIAN KARTEL 6

V. TUDUHAN KARTEL OLEH KPPU 7

VI. TATA CARA PENANGANAN PERKARA KARTEL 10

VII. SANKSI TERHADAP PUTUSAN KPPU 11

1. Tindakan administratif 11

2. Pidana Pokok 11

3. Pidana tambahan 15

VIII. MENGAPA MAHKAMAH AGUNG MEMBATALKAN PUTUSAN KPPU 17

A. Kartel Minyak Goreng 2011 16

B. Kartel Fuel Surcharge 2011 16

C. Kartel Obat 2012 18

D. Kartel Ayam 2018 19

E. Kartel Gas 2018 20

IX. KESIMPULAN 22

3
Ada dua kata kunci yang harus dingat dalam ilmu ekonomi, yaitu unlimited needs pada satu sisi dan limited resources
pada sisi yang lain. Ketidakseimbangan kedua sisi tersebut memunculkan masalah ekonomi (economic problem)1.
Dalam prakteknya, masalah ekonomi dapat berbenturan dengan masalah hukum. Perlu diingat dalam ilmu hukum
dikenal bahwa sekurang kurangnya terdapat tiga syarat utama menentukan bahwa suatu ketentuan hukum dapat
dikatakan baik, yakni secara filosofis dapat menciptakan keadilan, bermanfaat secara sosiologis dan menciptakan
kepastian secara yuridis2.

Kartel dipercaya merupakan persimpangan antara ilmu ekonomi dan ilmu hukum. Kartel merupakan tindakan anti
persaingan yang membawa dampak paling signifiakan, baik terhadap pesaing maupun konsumen, sehingga
dibeberapa negara, kartel dianggap sebagai tindakan kriminal disertai denda pidana dan/atau kurungan3. Biasanya
dampak atas kartel terhadap konsumen berupa kerugian, dan terhadap pesaingnya berwujud hambatan masuk (entry
barrier) ke pasar bersangkutan.

Kartel menurut pengertiannya adalah wadah resmi yang merupakan wujud perjanjian dua atau lebih penjual/pembeli
untuk melakukan sesuatu untuk kepentingan bersama4. Bentuk dari wadah tersebut bisa berupa asosiasi, pemasaran
bersama atau bentuk bentuk lainnya. Kepentingan bersama yang dimaksud adalah mendapatkan keuntungan yang
lebih tinggi daripada jika mereka tidak melakukan hal tersebut bersama-sama. Untuk itu banyak jalan yang dapat
dilakukan oleh sebuah kartel, yaitu:
• Melakukan penentuan harga bersama;
• Menentukan jumlah produksi;
• Menentukan pembagian wilayah; atau
• kombinasi dari ketiga hal tersebut;

1KPPU, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: 2017), hal 40.


2Gustav Radbruch, Einfuhrung in die Rechtswissenschaft, (Stugtgart:K.F Koehler, 1961), hal 36. Lihat juga Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,
(Alumni Bandung, 1986), hal 20-21.
3Dr.Jur. Udin Silalahi, SH., LLM., Mengungkap Kartel Dengan Bukti Tidak Langsung, (Asean Competition Institute, Jakarta Juni 2015), hal i.
4Proyek Elips, Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya di Indonesia, (Jakarta: Elips: 2000), hal. 13.

2
Contoh gampangnya dan paling klasik untuk kartel adalah OPEC, dimana negara pengekspor minyak bersatu untuk
membatasi jumlah produksi, sehingga harga dapat dinaikkan dengan nilai yang sangat tinggi dibandingkan dengan
nilai awalnya.

Dalam sebuah seminar pernah dipaparkan bahwa bentuk bentuk kartel dapat berupa:
a. Kartel produksi (production allocation);
b. Penetapan harga (horizontal price fixing);
c. Persengkongkolan tender (bid rigging);
d. Pembagian wilayah (market allocation);
e. Pembagian wilayah pangsa pasar (market share allocation);

Dalam prakteknya kartel dapat diketahui dari karekateristik yang muncul, beberapa pola yang seringakali terdeteksi
antara lain 5:
a. Persengkongkolan antara para pelaku usaha;
b. Asosiasi pelaku usaha seringkali dijadikan sarana untuk terciptanya kartel;
c. Informasi yang terdistribusi diantara para anggota kartel;
d. Adanya ancaman dan sanksi yang nyata apabila anggota kartel tidak menajalankan kesepakatan;
e. Penetapan harga oleh anggota kartel;
f. Seringkali melibatkan karyawan senior pada perusahaan;
g. Adanya mekanisme kompensasi bagi para anggota kartel untuk terus menjaga tindakan kartelnya tetap
berlangsung.

5Dr.Jur. Udin Silalahi, SH., LLM., Mengungkap Kartel Dengan Bukti Tidak Langsung, (Asean Competition Institute, Jakarta Juni 2015), hal
27.

3
Di Amerika Serikat, Australia dan Uni Eropa, kartel dianggap sebagai per se illegal. Di Amerika Serikat Section 1 of the
Sherman Act, memperlakukannya per se illegal. Artinya perjanjian kartel sendiri dilarang tanpa melihat kewajaran
tingkat harga yang disepakati, tanpa melihat market power para pihak, bahkan tanpa melihat apakah perjanjian kartel
tersebut sudah dilaksanakan atau belum.

Di Australia, dengan Section 45 jo.4D (1) dan 45 A dari Trade Practice Act 1974 juga mengkategorikan kartel sebagai
per se illegal. Begitu juga Uni Eropa, denga Article 85 dari Treaty of Rome6.

Sedangkan di Indonesia, menurut Pasal 11 Undang Undang No. 5 tahun 1999 menyatakan Kartel sebagai pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga
dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat (rule of reason). Dalam Pasal 11 tersebut dapat dilihat
bahwa hukum negara negara barat tidak mempengaruhi ketentuan pasal ini.

Hal ini mungkin dipengaruhi oleh penegakan Sherman Act 1890. Sherman Act awalnya diterapkan dengan tegas
sehingga berkesan kaku. Setiap ada perjanjian perjanjian yang dilakukan para pelaku usaha, tanpa melihat dari
dampak perjanjian tersebut kepada pasar. langsung dikenakan ketentuan Sherman Act 1890 dan dikenakan hukuman
dan sanksi. Akibatnya, perekonomian Amerika Serikat menjadi tidak berkembang, dan para pelaku usaha enggan
melakukan perjanjian yang walau dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan perusahaan. Berdasarkan kondisi ini
pada tahun 1911 Supreme Court Amerika Serikat mengeluarkan pendekatan rule of reason pertama kali pada kasus
Standard Oil Co. of New Jersey vs United Satates 221U.S.1(1911), yang menyatakan bahwa perjanjian perjanjian yang
menghambat perdagangan tidak harus tunduk pada ketentuan Anti-trust law demikian juga kepemilikan bukan
monopoli bukanlah sesuatu yang illegal. Sedangkan yang dilarang adalah praktek (conduct)nya. Namun demikian
dalam perkembangan nya para pelaku usaha melakukan praktek praktek kartel secara tersembunyi dan secara lisan,
yang tidak mudah untuk membuktikannya. Praktek kartel dapat dirasakan tetapi susah untuk dibuktikan7.
6Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama: 2004), hal 56.
7Dr.Jur. Udin Silalahi, SH., LLM., Mengungkap Kartel Dengan Bukti Tidak Langsung, (Asean Competition Institute, Jakarta Juni 2015), hal
xiii.

4
Didalam peraturan KPPU No.4 Tahun 2010 tentang Kartel (Pedoman Pasal 11), dijelaskan bagaimana penerpan rule of
reason di Indonesia. Menurut peraturan in, harus dilakukan secara mendalam tentang alasan alasan mengapa para
pelaku usaha terlapor membuat kartel8. KPPU harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Apakah terdapat tanda tanda adanya pengurangan produksi barang dan atau jasa atau ada tidaknya kenaikan
harga? Jika tidak ada maka perbuatan para pelaku usaha tidak bertentangan dengan hukum persaingan.
2. Apakah perbuatan tersebut naked (semata-mata, langsung bertujuan untuk mengurangi atau mematikan
persaingan) atau bersifat anchillary bukan tujuan dari kolaborasi melainkan hanya akibat ikutan. Apakah
kolaborasi bersifat naked, maka akan melawan hukum.
3. Bahwa kartel mempunyai market power. Apabila kartel mempunyai pangsa pasar (market power) yang cukup,
maka mereka mempunyai kekuatan untuk menyalahgunakan kekuatan tersebut.
4. Terdapat bukti yang kuat bahwa kartel menghasilkan efisiensi yang cukup besar, sehingga melebihi kerugian
yang diakibatkannya. Apabila tidak membawa efisiensi berarti kartel hanya membawa kerugian.
5. Adanya reasonable necessity. Artinya tindakan para pelaku kartel tersebut memang secara akal sehat perlu
dilakukan. Dengan kata lain untuk mencapai keuntungan keuntungan yang propersaingan yang ingin dicapai,
maka perbuatan kartel tersebut perlu dilakukan, dan tidak terdapat cara lain atau alternative lain yang
seharusnya terpikirkan oleh para pelaku usaha.
6. Balancing test. Setelah faktor faktor lainya tersebut diatas diperiksa, maka perlu dilakukan pengukuran
terhadap keuntungan yang diperoleh melalui kartel, dengan kerugian yang diakibatkannya. Apabila keuntungan
yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan kerugian yang diakibatkannya, maka perbuatan atau tindakan
para pelaku usaha tersebut dapat dibenarkan.

Kewenangan KPPU dan Kartel dipertemukan dalam Pasal 47 Undang undang Larangan Praktek Monopoli dan
Persainga Usaha Tidak Sehat, KPPU berwenang memberikan sanksi tindakan administrasi dengan denda maksimal 25
milyar.

8KPPU, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: 2017), hal 112.

5
Namun demikian perlu diingat secara umum terdapat hal yang dikecualikan dari ketentuan larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah:

a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang undangan yang berlaku;
atau
b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak
cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang
berkaitan dengan waralaba; atau
c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau
menghalangi persaingan; atau
d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan
atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau
e. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau
f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau
g. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau
pasokan pasar dalam negeri; atau
h. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau
i. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya

6
Jerih payah KPPU menetapkan Kartel ternyata dalam prakteknya menemukan pendapat yang lain seperti:

1. Kartel Minyak Goreng 2011


Awal Mei 2010, KPPU menetapkan 20 produsen minyak goreng bersalah lantaran menjalankan praktik kartel.
Majelis KPPU yang terdiri dari Dedie Martadusastra, Yoyo Arifardhani, dan Didik Akhmadi menilai, ada kesepakatan
para produsen pada pertemuan 29 Februari 2008 dan 9 Februari 2009 untuk menentukan harga, kapasitas produksi,
dan struktur biaya.
Praktik tidak sehat ini, selama periode April hingga Desember 2008 lalu, telah mengakibatkan konsumen
minyak goreng kemasan merugi total hingga Rp 1,27 triliun dan konsumen minyak goreng curah menderita kerugian
sebanyak Rp 374,2 miliar. KPPU pun menghukum ke-20 perusahaan tersebut dengan denda yang beragam, yang nilai
totalnya Rp 290 miliar9.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengalahkan KPPU atas keberatan yang diajukan 20 perusahaan minyak
goreng. Soalnya, pertimbangan yang digunakan KPPU dalam keputusannya menggunakan inderect evidence alias
bukti tidak langsung. Padahal bukti tersebut tidak dapat digunakan dalam hukum persaingan di Indonesia.

2. Kartel Fuel Surcharge 2011


Sembilan maskapai yang menggugat itu adalah PT Garuda Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Travel Express
Aviation Service, PT Metro Batavia (Batavia Air), PT Lion Mentari Airlines (Lion Air), PT Wings Abadi Airlines (Wings
Air), PT Merpati Nusantara Airlines dan PT Kartika Airlines dan PT Mandala Airlines. Sebelumnya, KPPU yang
memvonis sembilan maskapai bersalah karena melakukan kesepakatan penetapan harga patokan avtur selama 2006-
2009. Praktik tersebut menyebabkan konsumen merugi hingga Rp 13,8 triliun. KPPU pun menghukum mereka dengan
denda dan ganti rugi total sebesar Rp 586 miliar10.

9MA Tolak Putusan KPPU atas Kartel Minyak Goreng, https://nasional.kontan.co.id/news/ma-tolak-putusan-kppu-atas-kartel-minyak-


goreng (diakses pada 3 April 2019, pukul 10.50)
10Pengadilan Batalkan Putusan Kartel Fuel Surcharge, https://nasional.kontan.co.id/news/pengadilan-batalkan-putusan-kartel-fuel-
surcharge-1 , (diakses pada tangga; 3 April 3, 2019, pukul 11.10)

7
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan putusan KPPU soal kartel atas biaya atas
tambahan bahan bakar (fuel surcharge). Dalam putusan itu, majelis hakim yang diketuai Yulman mengabulkan
gugatan yang diajukan sembilan maskapai penerbangan yang keberatan atas putusan KPPU itu. Majelis hakim
beralasan, adanya fakta besaran harga fuel surcharge yang sama antar maskapai tidak terbukti. Mengabulkan
permohonan keberatan dari pemohon keberatan serta membatalkan putusan KPPU No.25/KPPU/2010 Tanggal 4 Mei
2010.

3. Kartel Obat 2012


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bahwa kelompok usaha Pfizer terbukti bersalah
melakukan kartel dengan menghukum setiap anggota pada kelompok usaha Pfizer yang menjadi terlapor membayar
denda Rp 25 miliar. Untuk itu, PT Pfizer Indonesia menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan menyatakan
mempunyai 14 alasan yang menyatakan KPPU salah dalam menerapkan hukum kasus kartel obat hipertensi.
Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
(KPPU) dalam perkara dugaan kartel obat hipertensi yang dilakukan oleh PT. Pfizer Indonesia dan PT Dexa Medica11
berdasarkan putusan perkara nomor register 294 K/PDT.SUS/2012 yang telah diputuskan pada 28 Juni 2012.

4. Kartel Ayam 2018


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebelumnya telah memberikan putusan bernomor 02/KPPU-I/2016
pada 13 Oktober 2016. Dalam putusan itu, KPPU menyatakan bahwa perjanjian pengafkiran parent stock (PS) yang
dilakukan oleh 12 perusahaan itu telah dibatalkan demi hukum pada September 2015. Para terlapor terdiri dari PT
Charoen Pokphand Indonesia Tbk., PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk., PT Malindo Feedmill Tbk., PT CJ-PIA, PT Taat
Indah Bersinar, PT Cibadak Indah Sari Farm, PT Hybro Indonesia, PT Expravet Nasuba, PT Wonokoyo Jaya Corporindo,
CV Missouri, PT Reza Perkasa, dan PT Satwa Borneo Jaya. KPPU juga menghukum para terlapor dengan denda yang
bervariasi, mulai dari Rp25 miliar hingga Rp1,2 miliar.
Terhadap putusan itu, para terlapor kemudian mengajukan permohonan pembatalan putusan ke PN Jakarta
Barat yang kemudian dalam amar putusan, majelis hakim menilai bahwa para pemohon yang dulunya bertindak
sebagai terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) No. 5/1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, serta membatalkan putusan KPPU perihal sanksi denda.Atas
dasar putusan itu, KPPU kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan ternyata majelis
hakim menilai bahwa alasan kasasi dari KPPU tidak dapat dibenarkan.

11MA Tolak Permohonan Kasasi KPPU Terkait Kartel Obat, http://www.tribunnews.com/nasional/2012/07/18/ma-tolak-permohonan-kasasi-


kppu-terkait-kartel-obat diakses (pada tanggal 3 April 2019 pukul 10.15)

8
Pasalnya, putusan PN Jakarta Barat dianggap benar karena pengafkiran dini terhadap ternak ayam potong
bukan merupakan hasil kesepakatan atau perjanjian para termohon sebagaimana Pasal 1 angka 7 UU No. 5/1999.
Pengafkiran itu dinilai oleh majelis merupakan perintah Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian yang mengandung sanksi jika tidak dilaksanakan oleh para terlapor.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, majelis menilai ternyata putusan PN Jakarta Barat dengan nomor
01/Pdt.Sus-KPPU/2017/PN.Jkt.Brt. pada 29 November 2017 tidak bertentangan dengan hukum. Oleh karena itu,
permohonan kasasi yang diajukan oleh KPPU harus ditolak12.

5. Kartel Gas 2018


Pada tanggal 14 November 2017 KPPU memutuskan PGN melanggar pasal 17 UU 5/1999, lantaran menaikkan
harga (excessive price) jual gas kepada konsumen industri di Medan. Dari hitung-hitungan KPPU, atas tindakan
tersebut, pelaku industri di Medan mengalami kerugian hingga Rp11,92 miliar. Atas putusan tersebut PGN kemudian
diputuskan untuk membayar denda senilai Rp9,92 miliar. Diputuskan bersalah, PGN kemudian mengajukan keberatan
ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Pada 1 Februari 2018, keberatan PGN dikabulkan, putusan KPPU kemudian
dibatalkan.
Dalam pertimbangannya, Hakim Hamdi bilang dugaan KPPU keliru. Sebab, penetapan harga gas di Medan pada
Agustus 2015-November 2015 merupakan implementasi regulasi, yaitu PP 30/2009 tentang Kegiatan Usaha Hilir
Minyak dan Bumi13.

12Dugaan Kartel Ayam: MA Tolak Kasasi KPPU, https://sumatra.bisnis.com/read/20180912/439/837200/dugaan-kartel-ayam-ma-tolak-


kasasi-kppu, (diakses pada tanggal 3 April 2019 pada pukul 10.24)
13KPPU Kalahlawan PGN diMahkamah Agung https://nasional.kontan.co.id/news/kppu-kalah-lawan-pgn-di-mahkamah-agung, (diakses
pada 3 April 2019 pukul 10:34)

9
Peraturan
1. LaporanKomisi
atau inisiatif.
Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun
9. Keberatan:
2019 tanggalPelaku
2 Januari
usaha
2019dapat
tentangmengajukan
Tata Cara
Penangan
2. Klarifikasi
Perkara
oleh
Praktik
KPPU
Monopoli
kepada
dan Persaingan
pelapor Usaha
untukTidak Sehat
keberatan
mengatur
kepada
secaraPengadilan
singkatnya sebagai
Negeri berikut:
selambat-
memberitahukan dan mengembalikan kepada Pelapor lambatnya 14 (empat belas) hari setelah
paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya menerima pemberitahuan putusan tersebut
laporan. dan/atau diumumkan melalui website Komisi
3. Tahap penyelidikan dalam jangka waktu paling lama berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik
60 (enam puluh) hari dan dapat diperpanjang Indonesia Nomor : 03 Tahun 2005 Tentang Tata
berdasarkan keputusan Rapat Koordinasi. Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan
4. Pemeriksaaan Pendahuluan: Pemeriksaan Terhadap Putusan KPPU.
Pendahuluan dilakukan dalam jangka waktu paling 10. Keberatan terhadap Putusan KPPU hanya diajukan
lama 30 (tiga puluh) hari dimulai sejak persidangan oleh Pelaku Usaha Terlapor kepada Pengadilan
pertama yang dihadiri oleh Terlapor. Negeri ditempat kedudukan hukum usaha Pelaku
5. Kesempatan kepada Terlapor untuk melakukan Usaha tersebut
perubahan perilaku setelah Laporan Dugaan 11. Pengadilan: Pengadilan Negeri harus memberikan
Pelanggaran dibacakan dan/atau disampaikan kepada putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
Terlapor. dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut.
6. Pelaksanaan Pakta Integritas Perubahan Perilaku 12. Kasasi: Pihak yang keberatan terhadap putusan
menjadi objek pengawasan oleh Komisi dilakukan Pengadilan Negeri dalam waktu 14 (empat belas)
paling lama 60 (enam puluh) hari. hari dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah
7. Pemeriksaaan Lanjutan: Komisi wajib melakukan Agung Republik Indonesia.
menyelesaikan pemeriksaan lanjutan selambat- 13. Putusan Akhir: Mahkamah Agung harus
lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak dilakukan memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh)
pemeriksaan lanjutan dapat diperpanjang paling lama hari sejak permohonan kasasi diterima.
30 (tiga puluh) hari
8. Alat bukti dapat berupa a. keterangan saksi; b.
keterangan ahli; c. surat dan/atau dokumen; d.
petunjuk; e. keterangan pelaku usaha

10
Untuk mudahnya, KPPU berwenang menjatuhkan sanksi sebagai berikut:

1. Tindakan administratif dapat berupa:


a) penetapan pembatalan perjanjian; dan atau
b) perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal; dan atau
c) perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek
monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
d) perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
e) penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham; dan
atau
f) penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau
g) pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp
25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).

2. Pidana Pokok dapat berupa:


A. Pelanggaran diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan:
1. Oligopoli: perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pembagian wilayah: perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi
wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Pemboikotan: perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha
lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar
negeri.

11
4. Kartel: perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga
dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
5. Trust: perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk
gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang
bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
6. Oligopsoni: perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama
menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan
atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Perjanjian vertical: perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi
sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana
setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
8. Perjanjian dengan luar negeri: perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
9. Monopoli: melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
10. Monopsoni: menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau
jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
11. Penguasaan Pasar: melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku
usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat berupa : a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku
usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu;
atau c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
atau d. melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

12
12. Posisi Dominan: Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk: a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah
dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi
harga maupun kualitas; atau b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau c.
menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar
bersangkutan.
13. Pemilikan Saham: memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan
kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan
beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama,
apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan: a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; b.
dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
14. Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan: yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

B. Pelanggaran pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 5 (lima) bulan:

I. Penetapan harga:
1. perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau
jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
2. perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda
dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
3. perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
4. perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau
jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan
harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

II. Perjanjian tertutup:


perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang
dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut
kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

13
III. Penguasaan Pasar:
1. pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang
sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar
bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
2. melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian
dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat

IV. Persengkongkolan:
1. bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
2. bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang
diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.
3. bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan
atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun
ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

V. Jabatan Rangkap:
menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang
bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila
perusahaan-perusahaan tersebut:
a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau
b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau
c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Pelanggaran terhadap menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam
penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan.
ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-
lamanya 3 (tiga) bulan.

14
2. Pidana tambahan:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang
ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-
lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

15
Menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana prakteknya Mahkamah Agung dapat memiliki pendapat yang
berbeda dengan KPPU, dibawah ini adalah pertimbangan hakim dalam memutus perkara Kartel yang mementahkan
pendapat KPPU:

A. Kartel Minyak Goreng 2011


Data tidak dapat diakses di Mahkamah Agung. Mahkamah Agung membatalkan putusan Majelis
Komisi berdasarkan putusan Mahkamah Agung nomor 582 K/PDT.SUS/2011.

B. Kartel Kartel Fuel Surcharge 2011


Putusaan Mahkamah Agung No.613 K/PDT.SUS/2011 pada hari Senin tanggal 27 Februari 2012
antara KPPU dan PT GARUDA INDONESIA (Persero), PT SRIWIJAYA AIR, PT MERPATI NUSANTARA
AIRLINES (Persero), PT MANDALA AIRLINES, PT TRAVEL EXPRESS AVIATION SERVICES, PT LION
MENTARI AIRLINES, PT WING ABADI AIRLINES, PT METRO BATAVIA, PT KARTIKA AIRLINES,
menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi KPPU.

I. Keberatan kepada Pengadilan Negeri: Pemohon Keberatan/PT Garuda Indonesia memohon


kepada Majelis Hakim yang terhormat untuk memberikan putusan sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan Keberatan dari Garuda/Pemohon Keberatan untuk
Seluruhnya.
2. Menyatakan Garuda/ Pemohon Keberatan adalah pemohon yang baik dan benar.
3. Menyatakan bahwa penetapan “pasar bersangkutan” sebagaimana ditetapkan dalm
putusan KPP No.25/KPPU-I/2009 adalah salah, keliru, dan tidak jelas.
4. Menyatakan Garuda/Pemohon Keberatan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat;

16
5. Menyatakan bahwa penerapan ganti rugi oleh KPPU/Termohon Keberatan, sebagaimana
amar putusan No. 25/KPPU-I/2009 butir ke-15, adalah keliru dan melanggar peraturan
perundang-undangan, khususnya Pasal 47 ayat (2) huruf (f) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat jo
Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 252/KPPU/Kep/VII/2008 tertanggal
31 Juli 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 47 dari UU No. 5/1999.
6. Menyatakan putusan KPPU / Termohon Keberatan No.25/KPPU-I/2009 batal demi
hukum (null and void/van rechtwege nietig), khususnya amar putusan KPPU/Termohon
Keberatan No. 25/KPPU-I/2009 butir ke-1, ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-15; dan
7. Menghukum KPPU/Termohon Keberatan untuk membayar biaya perkara. Apabila Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili Perkara a quo
berpendapat lain, kami mohon agar perkara ini diputus dengan seadil-adilnya (ex aequo
et bono).

II. Putusan Pengadilan Negeri: Bahwa terhadap keberatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat telah mengambil putusan, yaitu putusan No. 02/KPPU/2010/PN.Jkt.Pst., tanggal 28
Pebruari 2011 yang amarnya sebagai berikut :
1. Mengabulkan Permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan I sampai dengan
Pemohon Keberatan IX untuk seluruhnya ;
2. Membatalkan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU)
No.25/KPPU-I/2009, tanggal 04 Mei 2010 ;
3. Menghukum Termohon Keberatan untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam
pemeriksaan ini , yang hingga Putusan ini dibacakan ditaksir sebesar Rp.3.511.000,- (tiga
juta lima ratus sebelas ribu rupiah)

III. Pertimbangan Mahkamah Agung menguatkan Pengadilan Negeri dan membatalkan


putusan KPPU: Bahwa alasan dan keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi tersebut tidak
dapat dibenarkan oleh karena judex facti (Pengadilan Negeri) sudah benar dalam penilaian
hasil pembuktian dan pertimbangan hukumnya, dimana bukti bahwa perjanjian tertulis yang
berkaitan dengan fuel surchage tanggal 4 Mei 2006 yang ditandatangani oleh Ketua Dewan
INACA Sekjen INACA Sub b) perusahaan Angkutan Udara telah dicabut tanggal 30 Mei 2006,
apa lagi perjanjian tersebut bukan penetapan tentang harga sebagaimana tersebut dalam
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (penetapan harga) karenanya unsur
unsur yang tersebut dalam Pasal 5 ayat (1) tersebut tidak terpenuhi dan tidak dapat
dibuktikan adanya KARTEL.

17
C. Kartel Obat 2012
Putusan Mahkamah Agung No. 294 K/PDT.SUS/2012 pada hari Kamis tanggal 28 Juni 2012 antara
KPPU dan PT. PFIZER INDONESIA, PT. DEXA MEDICA, PFIZER INC, PFIZER OVERSEAS LLC (d/h.
PFIZER OVERSEAS INC), PFIZER GLOBAL TRADING (co. PFIZER), PFIZER CORPORATION PANAMA,
menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Termohon Keberatan KPPU.

I. Keberatan kepada Pengadilan Negeri: Pemohon Keberatan/Pfizer Indonesia memohon


kepada Majelis Hakim yang terhormat untuk memberikan putusan sebagai berikut:

MENGADILI:
1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan Keberatan yang diajukan oleh
Pemohon Keberatan/Pfizer Indonesia.
2. Membatalkan seluruh putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 17/KPPU-I/2010
tanggal 27 September 2010 atau menyatakan putusan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha No. 17/KPPU-I/2010 tanggal 27 September 2010 tidak berlaku, tidak mengikat,
dan/atau tidak dapat dilaksanakan terhadap Pemohon Keberatan/Pfizer Indonesia

M E N G A D I L I SENDIRI:
1. Menyatakan Pemohon Keberatan/Pfizer Indonesia tidak melanggar Pasal 5, Pasal 11,
Pasal 16 dan Pasal 25 ayat 1 huruf a dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2. Menghukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau Termohon Keberatan/KPPU
untuk membayar seluruh biaya perkara.
3. Menghukum Turut Termohon Keberatan I hingga Turut Termohon Keberatan V untuk
mematuhi putusan Majelis Hakim dalam perkara ini.
4. Atau, jika Majelis Hakim yang terhormat mempertimbangkan lain, kami mohon putusan
yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

II. Putusan Pengadilan Negeri: Bahwa terhadap keberatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat telah menjatuhkan putusan, yaitu putusan No. 05/Pdt.KPPU/2010/PN.Jkt.Pst., tanggal
7 September 2011 yang amarnya sebagai berikut :
1. Mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan I, II, III,
IV, V, dan VI untuk seluruhnya.
2. Membatalkan putusan KPPU Nomor 17/KPPU-I/2010 tertanggal 27 September 2010
untuk seluruhnya.
3. Menghukum Termohon Keberatan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp

18 1.271.000,00 (satu juta dua ratus tujuh puluh satu ribu Rupiah).
III. Pertimbangan Mahkamah Agung menguatkan Pengadilan Negeri dan membatalkan
putusan KPPU:

1. Bahwa Pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 (penetapan harga):


terkait dengan telah terjadi praktek kartel oleh para pelaku usaha. Bukti tidak
langsung tidak sama dengan alat bukti dalam Pasal 42 Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 (alat bukti) dan tidak dikenal dalam Undang-undang di Indonesia. Bukti tidak
langsung tidak sama dengan alat bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal
188 ayat (2) KUHAP, mengingat perkara persaingan usaha menganut prinsip-prinsip
hukum pidana.

2. Bahwa bukti perintah untuk melakukan komunikasi di antara para pesaing dalam
Supply Agreement dan Distribution Agreement, menurut pendapat para ahli, hal
tersebut diperlukan dalam tujuan bisnis, dalam proses bisnis melakukan pertukaran
informasi adalah diperbolehkan. Kemudian penggunaan bahan baku yang sama
untuk membuat suatu produk yang saling bersaing dan juga penggunaan distributor
yang sama dalam memasarkan suatu produk yang saling bersaing bukan
merupakan bukti adanya pelanggaran Pasal 11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
(kartel).

3. Bahwa Termohon Kasasi melanggar Pasal 16 (perjanjian dengan pihak luar negeri),
terhadap hal ini dalam pertimbangan Termohon Keberatan menguraikan tentang
obyek perjanjian adalah masalah sengketa paten, maka menurut Judex Facti
(Pengadilan Negeri), hal tersebut menyangkut masalah HKI, yang dikecualikan
menurut Pasal 50 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Namun demikian
setelah Majelis Hakim mencermatinya, perjanjian a quo hanya berlaku bagi para
pihak yang menandatanganinya, bukan untuk pihak yang lain. Perjanjian a quo tidak
terbukti memenuhi unsur yang terdapat dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 5 Tahun
1999. Adanya posisi dominan Termohon Kasasi : Pasal 25 Undang-Undang No. 5
Tahun 1999, terkait dengan hal ini program HCCP bukan suatu keharusan bagi dokter
untuk ikut serta.

18
D. Kartel Ayam 2018

Putusaan Mahkamah Agung No. 444 K/Pdt.Sus-KPPU/2018 hari Selasa tanggal 15 Mei 2018 antara
KPPU dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT Malindo Feedmil
Indonesia Tbk, PT CJ-PIA (Cheil Jedang Superfreed), PT Taat Indah bersinar, PT Cibadak Indah Sari
Farm, PT Hybro Indonesia, PT Wonokoyo Jaya Corporindo, CV Missouri, PT Reza Perkasa, PT Satwa
Borneo Jaya, menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN
USAHA REPUBLIK INDONESIA (KPPU RI) tersebut; Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar
biaya perkara pada tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

I. Keberatan kepada Pengadilan Negeri: Pemohon Keberatan/ PT Charoen Pokphand Indonesia


Tbk memohon kepada Majelis Hakim yang terhormat untuk memberikan putusan sebagai
berikut:
1. Meminta pembatalan Hasil Rapat Tanggal 14 September 2015 atau yang disebut oleh
Termohon sebagai perjanjian pengafkiran Parent Stock (PS);
2. Menyatakan Pemohon adalah Pemohon yang baik dan benar;
3. Mengabulkan keberatan Pemohon untuk seluruhnya;
4. Menyatakan Termohon tidak berwenang menangani, memeriksa dan memutus perkara a
quo;
5. Menyatakan Putusan Termohon dalam Perkara 02/KPPU-I/2016 tanggal 13 Oktober 2016
batal demi hukum atau setidak-tidaknya dibatalkan dengan segala akibat hukumnya;
6. Menyatakan Pemohon tidak melanggar Pasal 11 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
7. Memerintahkan Turut Termohon I hingga Turut Termohon XI untuk tunduk dan patuh
terhadap putusan ini.
8. Menghukum Termohon untuk membayar selauruh biaya perkara.

II. Putusan Pengadilan Negeri: Bahwa terhadap keberatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta
Barat telah menjatuhkan putusan, yaitu putusan No. 01/Pdt.Sus-KPPU/2017/PN Jkt.Brt. tanggal
29 November 2017 yang amarnya sebagai berikut :
1. Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan dari Pemohon I, Pemohon II,
Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI , Pemohon VII, Pemohon VIII,
Pemohon IX, Pemohon X dan Pemohon XI tersebut di atas;
2. Membatalkan putusan KPPU Register Perkara Nomor 02/KPPU-I/2016, tanggal 13
Oktober 2016, tersebut di atas;.
Mengadili Sendiri:
1. Menyatakan Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon
VI, Pemohon VII, Pemohon VIII, Pemohon IX, Pemohon X dan Pemohon XI tidak
terbukti melanggar pasal 11 Undang Undang Nomo5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monoploli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2. Membebankan Biaya perkara kepada Negara.
19
III. Pertimbangan Mahkamah Agung menguatkan Pengadilan Negeri dan membatalkan putusan
KPPU:
Karena berdasarkan fakta-fakta dalam perkara a quo Judex Facti telah memberikan
pertimbangan yang cukup, dimana tidak terbukti bahwa “pengafkiran dini” terhadap ternak
ayam potong produk Para Termohon Kasasi I sampai dengan XI bukan merupakan hasil
kesepakatan atau perjanjian antar Para Termohon Kasasi I sampai dengan XI untuk mengikatkan
diri terhadap Para Termohon Kasasi I sampai dengan XI sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 7
Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, tetapi pengafkiran dini tersebut merupakan instruksi pemerintah dalam hal ini
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI yang mengandung sanksi
kepada Para Termohon Kasasi I sampai dengan XI apabila tidak melaksanakan instruksi
tersebut serta pelaksanaan pengafkiran dini dimaksud dilaksanakan secara terbuka dan
diawasi Team Cross antara lain Asosiasi Gabungan, Perguruan Tinggi dan Pemerintah.

E. Kartel Gas 2018


Putusan Mahkamah Agung No.511 K/Pdt.Sus-KPPU/2018 pada hari Kamis tanggal 28 Juni 2018
antara KPPU dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, menolak permohonan kasasi KPPU
dan menghukum pemohon kasasi untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi yang
ditetapkan sebesar Rp.500.000 (lima ratus ribu rupiah).

I. Keberatan kepada Pengadilan Negeri: Pemohon Keberatan/ PT Charoen Pokphand


Indonesia Tbk memohon kepada Majelis Hakim yang terhormat untuk memberikan putusan
sebagai berikut:

1. Menerima Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan


Pemohon Keberatan seluruhnya;
2. Menyatakan batal demi hukum Putusan Termohon Keberatan Nomor 09/KPPU-L/2016
tanggal 14 November 2017;
3. Menyatakan Termohon Keberatan tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa dan
mengadili perkara a quo kuhsusnya mengenai Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) antara
Pemohon Keberatan dengan Konsumen;
4. Menyatakan Putusan Termohon Keberatan Nomor 09/KPPU-L/2016 tanggal 14
November 2017 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

20
5. Menyatakan Putusan Termohon Keberatan Nomor 09/KPPU-L/2016 tanggal 14
November 2017 tidak mempunyai kekuatan hukum eksekutorial;
6. Menyatakan Pemohon Keberatan secara sah dan meyakinkan tidak terbukti melanggar
Pasal 17 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat;
7. Membebaskan Pemohon Keberatan dari pembayaran denda sebesar Rp9.923.848.407
(sembilan miliar sembilan ratus dua puluh tiga juta delapan ratus empat puluh delapan
empat ratus tujuh rupiah);
8. Membebaskan Pemohon Keberatan untuk membayar biaya perkaraa dan
membebankannya kepada Termohon Keberatan.

II. Putusan Pengadilan Negeri: Bahwa terhadap keberatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta
Barat telah menjatuhkan putusan, yaitu putusan 02/Pdt.Sus.KPPU/ 2017/PN Jkt.Brt., tanggal
1 Februari 2018 yang amarnya sebagai berikut :
1. Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan dari Pemohon;
2. Membatalkan putusan KPPU Register Perkara Nomor 09/KPPU-L/2016, tanggal 14
November 2017 tersebut di atas ;

Mengadili Sendiri:
1. Menyatakan Pemohon tidak terbukti melanggar Pasal 17 Undang Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
2. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp316.000,00 (tiga
ratus enam belas ribu rupiah).

III. Pertimbangan Mahkamah Agung menguatkan Pengadilan Negeri dan membatalkan


putusan KPPU:
Bahwa berdasarkan fakta-fakta dalam perkara a quo Judex Facti telah memberikan
pertimbangan yang cukup, dimana ternyata berdasarkan ketentuan Pasal 72 Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan sebagai Peraturan Pemerintah
Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi menyatakan
bahwa harga bahan-bakar minyak dan gas bumi diatur dan/atau ditetapkan oleh
Pemerintah, sehingga kegiatan Pemohon yang menetapkan harga jual gas bumi melalui pipa
area Medan pada bulan Agustus 2015 sampai dengan bulan November 2015 merupakan
objek yang dikecualikan sebagaimana maksud Pasal 50 huruf a Undang Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan
Pemohon tidak dapat dinyatakan melanggar Pasal 17 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999
(monopoli).
21
Pada kenyataannnya putusan KPPU mengenai kartel selama ini dapat dibatalkan berdasarkan:

1. Ketentuan Pasal 50 adan b Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat :

a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang undangan yang
berlaku; atau
b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek
dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta
perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.

2. Penggunaan bukti tidak langsung tidak sama dengan alat bukti dalam Pasal 42 Undang-Undang No. 5
Tahun 1999 (alat bukti) dan tidak dikenal dalam Undang-undang di Indonesia sebagaimana diputuskan
dalam perkara Kartel Obat.

22

Anda mungkin juga menyukai