Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

ISLAM DAN HUKUM


(Perbedaan Hukum Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)
dengan Hukum Negara Indonesia)

Diajukan untuk penyusunan makalah Seminar Pendidikan Agama Islam yang


diampu oleh Dr. H. Mulyana Abdullah, M.Pd.I.

Disusun oleh kelompok 6 kelas 5B:


Isti Hamidah 1902065
Leni Nuraeni 1902128
Nida Hasnafiah 1900843
Puja Aulia Nisa 1900805

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SUNDA


DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA SUNDA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat


Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
penelitian ini. Solawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda kita
Rasulullah SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya yang taat
pada ajaran agamanya hingga akhir zaman, aamiin ya Allah ya rabbal alaamiin.
Adapun penelitian ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat tugas
mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam. Alhamdulillah dengan segala
prosesnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Perbedaan
Hukum Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan Hukum
Negara Indonesia”
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna.
Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah. Kritik dan saran
kami harapkan untuk perbaikan makalah. Kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang sudah membantu penelitian dan penyusunan makalah ini.
Semoga dapat bermafaat bagi pembaca.

Bandung, September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. ..iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ..............................................................................2
1.3. Urgensi Penelitian ..............................................................................2
1.4. Tujuan ................................................................................................2
1.5. Manfaat Penelitian .............................................................................2
BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................4
2.1 Pandangan Islam terhadap Hukum .......................................................4
2.2 Hukum di Negara Indonesia .................................................................5
2.3 Perbedaan Hukum Islam dengan Hukum Negara Indonesia.................6
2.3.1. Konsep Hukum dalam Islam .....................................................6
2.3.2. Konsep Negara Indonesia terhadap Hukum .............................10
2.4 Hukuman Bagi yang Melanggar Aturan .............................................12
2.5 Penerapan Hukum Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam .....15
2.5.1 Konsep dan Asas Hukum Jinayat ..............................................15
2.5.2 Syariat Islam Di Aceh ...............................................................20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.....................................................22
3.1 Metode Penelitian ................................................................................22
3.2 Teknik Pengumpulan Data .................................................................23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................24
4.1 Data Responden ..................................................................................24
4.2 Hasil Analisis Data .............................................................................24
BAB V Kesimpulan........................................................................................33
5.1 Kesimpulan .........................................................................................33
5.2 Saran ...................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................34

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hukum akan selalu berkaitan dengan manusia. Apapun yang kita
lakukan, kita harus menanggung akibatnya, baik itu berupa hadiah atau berupa
hukuman. Hukum itu sendiri adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi
yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga
ketertiban, keadilan, dan mencegah terjadinya kekacauan.
Setiap negara memiliki hukum yang berbeda-beda, begitupun dengan
agama. Setiap agama memiliki hukum yang dibuat untuk mengatur para
umatnya agar taat dan patuh pada penciptanya serta mencerminkan sikap dan
pandangan yang baik bagi agama dan kaumnya. Contohnya agama Islam.
Allah menurunkan Al-Qur’an untuk memberi aturan-aturan kepada kaumnya.
Namun, tentu saja hukum Islam dan hukum negara akan berbeda.
Hukum negara dibuat oleh manusia, sedangkan hukum Islam dibuat oleh Allah
melalui para utusan-Nya. Hukum negara Indonesia berpangku pada Undang-
Undang Dasar 1945, undang-undang, dan peraturan lainnya yang berlaku di
wilayah tertentu negara Indonesia.
Indonesia memiliki satu daerah yang memegang teguh untuk
menggunakan hukum Islamnya yaitu Nanggroe Aceh Darussalam. Pemerintah
Indonesia memberikan kewenangan khusus kepada Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam atau biasa disebut NAD untuk melaksanakan syariat Islam dalam
membuat kebijakan. Hal tersebut diperkuat dengan payung hukum yaitu
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan Keistimewaan Aceh dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus sebagai Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.
Lalu apa saja perbedaan antara hukum negara yang ada di Indonesia
dan hukum Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam? Itulah yang akan
kita bahas dalam penelitian ini.

1
2

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana pandangan Islam terhadap hukum?
2. Seperti apa hukum yang ada di negara Indonesia?
3. Apa saja perbedaan hukum Islam dengan hukum negara Indonesia?
4. Bagaimana hukuman yang didapatkan bila aturan tersebut dilanggar, dari
pandangan hukum Islam dan hukum negara Indonesia?
5. Bagaimana penerapan hukum Islam yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam?
1.3. Urgensi Penelitian
Secara umum urgensi dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan
baru tentang bagaimana hukum Islam yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Memperluas pemahaman kita tentang hukum Islam dan hukum
negara. Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi refleksi bahwa hukum
dibuat untuk mentertibkan masarakat itu sendiri dan meningkatkan kesadaran
akan pentingnya keberadaan hukm ini.
1.4. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Menjelaskan bagaimana pandangan Islam terhadap hukum.
2. Memaparkan seperti apa hukum yang ada di negara Indonesia.
3. Memaparkan perbedaan hukum Islam dengan hukum negara Indonesia.
4. Mendeskripsikan bagaimana hukuman yang didaptkan apabila aturan
tersebut dilanggar, dilihat dari pandangan hukum Islam dan hukum negara
Indonesia.
5. Menjelaskan bagaimana penerapan hukum Islam yang ada di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang hukum dan Islam mengenai perbedaan penerapan hukum yang ada
di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalan dan hukum negara Indonesia serta
sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan secara teoritis .
3

2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran kita tentang
pentingnya hukum dan toleransi antar sesama. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi sarana yang bermanfaat bagi pembaca serta
dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan penelitian selanjutnya
tentang Islam dan hukum.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Pandangan Islam terhadap Hukum


Bagi kaum muslim, yang dimaksud hukum adalah hukum Islam, yaitu
aturan hukum yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist (Sunnah). Untuk
kurun zaman tertentu dikongkritkan oleh Rasulullah SAW dalam tingkah
lakunya yang biasa disebut sebagai sunnah Rasul. Kaidah-kaidah yang
bersumber dari Allah SWT lebih dikongkritkan dan diselaraskan dengan
kebutuhan zamannya melalui ijtihad atau penemuan hukum oleh para
mujtahid dan pakar di bidangnya masing-masing.
Prof. Dr. T.M. Hashi Ash-Shiddieqy (1975: 26) mengumpulkan
pandangan ulama mengenai Hukum Islam, yaitu:
1. Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazzali
Ia berpendapat bahwa Fiqih itu bermakna paham dan ilmu, namun bagi
para ulama fiqih telah menjadi suatu ilmu yang menerangkan hukum-hukum
syara tertentu bagi pembuatan-pembuatan para mukalaf, seperti wajib,
haram, mubah, sunnah, makruh, sahih, fasid, batil, qadis, dan lain
sebagainya.
2. Muhammad Ali Al-Tahanawi
Fikih di ta’rifkan dengan ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara
yang amaliah yang diambil dari dalil-dalil yang tafshili. Dan dijadikannya
empat bagian, dikatakan bahwa “hukum-hukum syara itu ada sangkut
pautnya dengan urusan akhirat (perihal ibadah), urusan dunia (perihal
kehidupan seseorang/ urusan muamalah), dengan kelanjutan hidup suku
manusia (perihal munakahat), dan bersangkutan dengan pergaulan umum
(perihal aqubat).
3. Ilmu Khaldun
Fiqih ialah yang dengannya diketahui segala hukum Allah SWT yang
berrhubungan dengan segala pekerjaan mukalaf, baik yang wajib, sunnah,
haram, makruh, dan mubah, yang diambil dari Al-Qur’an dan As-
Sunnahnya dan dari dalil-dalil yang telah ditegakkan syara, seperti qiyas.

4
5

Apabila yang dikeluarkan adalah hukum-hukum dengan jalan ijtihad dari


dalil-dalilnya, maka itu disebut Fikih.
4. Al-Imam Ibnu Hazim
“Hukum-hukum syariat yang diambil Al-Qur’an dan dari kalam Rasul
yang diutus membawa syariat yang hanya dari hukum-hukum itu”.
2.2. Hukum di Negara Indonesia
Tolchah Mansoer menyebutkan bahwa sumber dari segala sumber
hukum adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita
moral yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari rakyat negara yang
bersangkutan. Pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum serta cita-cita
moral luhur yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia
itu pada tangga 18 Agustus 1945 telah dimurnikan dan dipadatkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan atas nama rakyat Indonesia menjadi Dasar
Negara Republik Indonesia yakni Pancasila.
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan
ideologi Bangsa Indonesia yang telah disepakati oleh para pendiri Negara
Republik Indonesia. Karena itu, setiap penyelenggaraan negara dan seluruh
rakyat Indonesia harus berperilaku dengan berpedoman pada ideologi
tersebut.
Paham Pancasila sebagai dasar falsafah negara bermakna dasar dalam
pengaturan dan pengelolaan negara. Dengan demikian, disini Pancasila dapat
diartikan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Dengan kata lain,
sebagai sumber hukum material, yaitu sumber yang menentukan isi hukum.
Pancasila sebagai sumber hukum ditegaskan dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
dalam Pasal 2: “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum
negara”. Karena itu, Pancasila yang disebut juga sebagai cita hukum harus
dijadikan pedoman dalam pembangunan hukum di Indonesia
Berdasarkan teori Nawiaky, Hamid S. Attamimi menunjukkan
struktur hierarki tata hukum Indonesia. Berdasarkan teori tersebut, struktur
tata hukum Indonesia yaitu:
1) Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945)
6

2) Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi


Ketatanegaraan
3) Formell gesetz: Undang-undang
4) Verordnung en Autonome Satzung: Secara hierarki, mulai dari peraturan
pemerintah hingga keputusan bupati atau walikota.
2.3. Perbedaan Hukum Islam dengan Hukum Negara Indonesia
2.3.1. Konsep Hukum dalam Islam
1. Pengertian
Hukum secara etimologi mengandung pengertian mencegah, yaitu
mencegah suatu kezaliman atau mencegah untuk sesuatu kemaslahatan
dengan cara bijaksana. Dari segi terminology, para ulama tidak sepakat
dalam menetapkan Batasan hukum. Ulama ushul figh mendefinisikan
hukum adalah titah Allah yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang
mukhallafah, baik berupa tuntutan, pilihan maupun larangan, sedangkan
pengaruh atau efek yang dikehendaki oleh titah Allah dari perbuatan
manusia seperti wajib, haram dan mubah.
Syariat menurut Bahasa berarti jalan. Secara istilah artinya ialah
hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umatnya yang dibawa
oleh seorang nabi baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan
(aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliah.
Menurut Prof. Mahmud Syaltout, Hukum islam itu sama dengan
syariat yang artinya peraturan yang dibuat oleh Allah agar manusia
berpegang teguh padanya dalam berhubungan dengan Tuhan dengan
saudaranya sesama muslim, saudara sesama manusia, juga hubungannya
dengan alam seluruhnya dan hubungannya dengan kehidupan.
Menurut Muh. Ali Attahanawi dalam kitabnya Kisyaaf Ishthilaahaat
al-Funun, syari’ah mencakup seluruh ajaran islam, meliputi bidang
aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah (kemasyarakatan). Syari’ah
disebut juga dengan syara, millah dan diin.
Secara umum, hukum memiliki arti peraturan-peraturan yang
bersifat memaksa untuk menentukan tingkah laku manusia dalam
lingkungan masyarakat. Hukum itu berkaitan dengan adil, dan dalam al-
7

qur’an dinyatakan dengan istilah wasat, qith, mizan yang bertemu dalam
satu ide umum “sikap tengah yang berkesinambungan dan jujur”. Seperti
firman Allah Swt., dalam Surah An-Nahl ayat 90, yang berbunyi:

ۚ ِ ‫شآءِ َوا ْل ُم ْنك َِر َوا ْلبَ ْغي‬


َ ‫ع ِن ْالفَ ْح‬
َ ‫ى ذِى ْالقُ ْر ٰبى َويَ ْنهٰ ى‬ َ ‫ّٰللا يَأ ْ ُم ُر بِا ْلعَدْ ِل َوا ْ ِْل ْح‬
ِٕ ‫سا ِن َواِ ْيت َۤا‬ َ ‫ا َِّن ه‬
َ‫ظ ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم تَذَ َّك ُر ْون‬ ُ ‫يَ ِع‬

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan


berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia
melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl 16: Ayat 90).
Adapun, makna kemanusiaan yang disebutkan dalam Al-Qur’an ada
3 istilah yang mengacu pada 3 makna pokok manusia, yaitu Basyar,
Insan, an-Nas. Sebagaimana firman Allah Swt., dalam Surah Al-Maidah
ayat 8, yang berbunyi:

ۤ
ۚ ‫ع ٰلى اَ َّْل ت َ ْع ِدلُ ْوا‬َ ‫شن َٰا ُن قَ ْو ٍم‬
َ ‫ش َهدَآ َء بِا ْل ِقسْطِ ۚ َو َْل يَ ْج ِر َمنَّ ُك ْم‬ ِ ‫ٰۤيـاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ُك ْونُ ْوا قَ َّوا مِ يْنَ ِ ه‬
ُ ‫ّلِل‬
َ‫ّٰللا َخبِي ٌْر بِ َما ت َ ْع َملُ ْون‬ َ ‫اِ ْع ِدلُ ْوا ۚ ه َُو اَ ْق َربُ لِلتَّ ْق ٰوى ۚ َوا تَّقُوا ه‬
َ ‫ّٰللا ۚ ا َِّن ه‬

"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai


penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha
Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Ma'idah (5):
Ayat 8).
Maka dapat disimpulkan bahwa konsep hukum adalah sebuah
peraturan universal menyangkut kehidupan manusia yang ada dalam Al-
Qur’an merupakan formulasi antara keadilan dan kemanusiaan atau
konsep hukum mengandung unsur-unsur keterangan dalam menegakkan
keadilan sekaligus kelembutan dalam semangat kemanusiaan.
8

2. Sumber Hukum Islam


Sumber hukum islam yang utama adalah Al-Qur’an dan Sunnah.
Selain sumber ada juga dalil atau keterangan yang dijadikan bukti atau
alasan suatu kebenaran. Selain itu, ijtihad, ijtima’, dan qiyas juga
merupakan sumber hukum karena sebagai alat bantu untuk sampai kepada
hukum-hukum yang dikandung oleh al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
Saw.
Hukum Islam berarti seperangkat peraturan berdasarkan wahyu
Allah Swt., dan Sunnah Rasulullah Saw. tentang tingkah laku manusia
yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat semua
yang beragama Islam. “seperangkat peraturan” di sini maksudnya adalah
peraturan yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang
mengikat, baik di dunia maupun di akhirat.
3. Ruang Lingkup Hukum Islam
Ruang lingkup hukum islam dalam makna Syariah bisa meliputi
seluruh ajaran islam, baik yang berkaitan dengan keimanan, amaliah
ibadah ataupun akhlak. Berbeda jika ruang lingkup hukum islam yang
dimaksud adalah ilmu fiqih. Ilmu fiqih sebenarnya bagian dari Syariah,
sehingga ruang lingkup hukum islam dalam makna ilmu fiqih lebih sempit
dari pada ruang lingkup hukum islam dalam makna Syariah islam.
Berikut ruang lingkup Syariah Islam atau hukum Islam, antara lain:
a. Hubungan manusia dengan Tuhannya (Shalat, puasa, zakat, naik haji,
dsb)
b. Hubungan manusia muslim dengan sesama muslim (tolong menolong,
bekerja sama, silaturahmi, dsb).
c. Hubungan manusia dengan sesama manusia (mewujudkan perdamian,
dsb)
d. Hubungan manusia dengan alam di lingkungan sekitarnya dan alam
semesta
e. Hubungan manusia dengan kehidupan, yakni hidup dengan berusaha
mencari karunia Allah yang halal, mensyukuri nikmat-Nya, dsb.
9

Pendapat lain mengenai ruang lingkup Syariah Islam


diungkapkan oleh Mustafa Ali dalam bukunya yang berjudul ‘Hukum
da Perspektif Hukum Islam’, yaitu:
a. Munakahat, yakni mengatur segala sesuatu yang berhubungan
dengan perkawinan;
b. Wirasah, yakni mengatur segala hal yang berhubungan dengan waris
(perwarisan);
c. Muamalat, yakni mengatur segala hal yang berhubungan dengan jual-
beli dan sewa-menyewa serta pinjam-meminjam, dsb;
d. Jinayat, yakni mengatur segala hal mengenai perbuatan yang dapat
diancam dengan hukuman pidana;
e. Al-ahkam as-sulthaniyah, yakni mengatur segala hal yang
berhubungan dengan hukum tata negara;
f. Siyar, yakni mengatur segala hal yang berkaitan dengan peperangan;
g. Mukhasamat, yakni mengatur segala hal mengenai peradilan dan
kehakiman serta hukum acara.
4. Tujuan Hukum Islam
Tujuan hukum Islam adalah untuk mewujudkan atau menciptakan
kemaslahatan hidup bagi seluruh umat manusia dimuka bumi. Ada 3
tujuan umum hukum islam, yaitu: Pertama, mendidik setiap individu agar
mampu menjadi sumber atau membawa kebaikan bagi masyarakat dan
tidak menjadi sumber atau yang membawa malapetaka bagi orang lain.
Kedua ialah menegakkan keadilan. Keadilan yang dimaksud
adalah keadilan bagi seluruh umat manusia yang tidak terbatas pada suatu
kaum saja. Islam tidak membedakan manusia berdasarkan keturunan dan
suku atau warna kulit dan berbagai macam perbedaan lainnya, kecuali
ketaqwaannya.
Ketiga, ialah mewujudkan atau menciptakan kemaslahatan yang
hakiki bagi seluruh umat manusia. Kemaslahatan yang hakiki adalah
kemaslahatan sejati, bukan kemaslahatan yang semu atau hanya berlaku
pada sekelompok orang saja.
10

2.3.2. Konsep Negara Indonesia terhadap Hukum


Hukum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, sebab keduanya
memiliki hubungan timbal balik. Hukum bersifat universal dan hukum
mengatur segala aspek kehidupan masyarakat poleksosbud-hankam dengan
tak ada satupun segi kehidupan manusia dalam masyarakat luput dari
sentuhan hukum. Jadi, hukum itu keberadaannya di dalam masyarakat,
sebab hukum hanya ada di dalam masyarakat.
Hukum berfungsi sebagai: 1) sarana pengendali sosial (sosial
control) yaitu hukum berfungsi menjalankan tugas untuk mempertahankan
ketertiban pola kehidupan yang ada, yaitu menjaga agar setiap orang
menjalankan peranannya. 2) Sosial Engineering, yaitu hukum lebih bersifat
dinamis bergerak digunakan sebagai sarana untuk melakukan perubahan-
perubahan salam masyarakat. Untuk menciptakan hal-hal baru tidak sekedar
mengukuhkan pola-pola yang telah ada di masyarakat.
1. Pengertian
Menurut Friderich Carl Von Savigny (1779-1861), hukum adalah
sungguh-sungguh terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan,
yaitu melalui pengoperasian kekuasaan negara secara diam-diam. Hukum
berakar pada sejarah manusia, yang akarnya dihidupkan oleh kesadaran,
keyakinan, dan kebiasaan warga masyarakat.
Menurut Gustav Radbruch (1878-1949), hukum adalah suatu unsur
budaya, yang dapat mewujudkan salah satu nilai dalam kehidupan konkret
manusia. Nilai itu adalah nilai keadilan. Hukum itu suatu perwujudan
keadilan atau sekurang-kurangnya merupakan suatu usaha kea rah
terwujudnya keadilan.
2. Sistem Hukum Indonesia
Sistem hukum Indonesia merupakan sistem hukum yang berlaku di
Indonesia sebagai sumber hukum bagi pengadilan, untuk memformulasikan
putusan yang meliputi nilai-nilai atau ideal yang melandasinya.
Sistem Hukum Indonesia adalah struktur formal kaidah-kaidah
hukum yang berlaku dan asas-asas yang mendasarinya, yang didasarkan
11

pada UUD NKRI 1945 dan dijiwai oleh Pancasila. Unsur-unsur hukum
positif Indonesia (Sistem kaidah), yaitu:
a. Undang-undang atau perundang-undangan beserta asas-asas yang
berkaitan dengannya.
b. Kebiasaan dan atau adat yang telah diterima sebagai hukum.
c. Keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
d. Traktat atau perjanjian internasional
3. Sumber Hukum
Menurut Undang-undang No.10 Th. 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, berikut adalah tata urutan sumber-sumber
hukum di Republik Indonesia:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 beserta
Amandemennya.
b. Undang-undang/ Peratutan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
c. Peraturan Pemerintah.
d. Penetapan Presiden.
e. Peraturan Daerah, yang dapat dibagi menjadi: Peraturan Daerah
Provinsi (Tingkat I), Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Tingkat II),
Peraturan Daerah Desa.
4. Tujuan Hukum
Tujuan hukum dan wujud keadilan adalah untuk mewujudkan the
greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan yang sebesar-
besarnya untuk sebanyak-banyknya orang). Dan tujuan perundang-
undangan adalah untuk menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat; untuk
itu perundang-undangan harus mencapai 4 tujuan, yaitu:
a. Untuk memberi nafkah hidup (to provide subsistence)
b. Untuk memberikan makanan yang berlimpah (to provide abundance)
c. Untuk memberi perlindungan (to provide security)
d. Untuk mencapai persamaan (to attain equity)
Tujuan Hukum untuk memberi kepastian. Karena kepastian hukum
berkaitan dnegan hukum positif (hukum yang berlaku) pada suatu negara,
maka John Austin mengemukakan bahwa ‘hukum adalah perintah pihak
12

yang berdaulat’. Supremasi hukum dapat dimaknai secara sempit, yaitu


dengan menempatkan hukum pada posisi supreme (teratas), untuk
menyelesaikan berbagai persoalan yang timbul, baik dalam konteks politik
ataupun kenegaraan.
2.4. Hukuman Bagi yang Melanggar Aturan
Menurut Kansil (C. S. T. Kansil, 2004, hal. 3), hukum pidana adalah
hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-
kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan
hukum yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Siksaan inilah yang
merupakan keistimewaan dan unsur terpenting dari keberlakuan hukum
pidana termasuk di Indonesia dan diwujudkan dalam suatu pemberian pidana
atau hukuman. Pidana atau hukuman atas pelanggaran yang terdapat dalam
hukum pidana tersebut di Indonesia diatur dalam pasal 10 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana atau selanjutnya disebut KUHP, yang terdiri dari:
1. Pidana atau hukuman pokok, yang terbagi menjadi;
a. Pidana mati
b. Pidana penjara;
c. Seumur hidup
d. Selama waktu tertentu
e. Pidana kurungan
f. Pidana denda
g. Pidana tutupan
2. Pidana tambahan, yang terbagi menjadi:
a. Pencabutan hak - hak tertentu
b. Perampasan barang - barang tertentu
c. Pengumuman putusan hakim
Terdapat jenis-jenis sanksi dalam Islam. Tentunya orang yang
melakukan pelanggaran dalam aturan Islam dia juga akan mendapatkan dosa.
Ada yang disebut qishas yakni hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak
pidana yang jenis hukumannya sama dengan jenis perbuatannya. Ada juga
yang disebut hudud. Secara bahasa hudud berasal dari kata had,yang berarti
membatasi diantara dua hal. Sedangkan secara istilah hudud adalah sanksi yang
13

telah ditetapkan kadarnya oleh syara’ bagi suatu tindak kemaksiatan, untuk
mencegah pelanggaran pada kemaksiatan yang sama. Adapun tindakan
kejahatan yang dapat dikenakan had hudud, yaitu:
1. Zina
Larangan atas perbuatan zina dinyatakan dalam QS. Al Israa (37) yang
artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu sangat keji
dan sejahat-jahatnya jalan terkutuk. Hudud yang diberikan kepada pelaku zina
ada dua jenis,yaitu:
a. Sanksi cambuk sebanyak seratus kali, dijatuhkan bagi pelaku zina yang
belum menikah. Dasarnya adalah QS. An Nuur (24) yang artinya: Pezina
wanita dan pezina laki - laki maka jilidlah masing - masing dari keduanya
dengan seratus kali jilidan
b. Saksi rajam sampai mati, dijatuhkan bagi pelaku zina yang sudah menikah.
Dalilnya adalah perbuatan Rasulullah dimana beliau pernah merajam
seorang perempuan bernama Ghamidiyah dan juga merajam seorang laki-
laki yang bernama Ma’iz dengan hukuman rajam sampai mati. Seperti yang
diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah yang artinya: Bahwa seorang laki -
laki berzina dengan perempuan. Nabi memerintahkan untuk menjilidnya,
kemudian ada kabar bahwa ia adalah muhshan, maka Nabi SAW
memerintahkan untuk merajamnya.
2. Homoseksual atau liwath
Homoseksual atau liwath sendiri diartikan sebagai masuknya alat
kelamin laki - laki ke dalam dubur laki - laki. Hudud yang bisa dijatuhkan
pada pelaku homoseksual ini adalah hukuman bunuh bagi pelakunya.
Dasarnya ada pada sunah Nabi antara lain:
a) Ikrimah dari Ibnu Abbas ra berkata bahwa Nabi bersabda, yang artinya:
Barangsiapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatan kaum Nabi
Luth maka bunuhlah keduanya.
b) Diriwayatkan dari Sa’id bin Jabi dan Mujahid dari Ibnu Abbas, bahwa
Rasul bersabda yang artinya: Jejaka yang didapati sedang melakukan
liwath maka rajamlah.
3. Peminum Khamar
14

Khamar adalah setiap minuman yang memabukkan. Dasar keharaman


khamar terdapat dalam QS. Al Maidah (90-91), yang artinya: “Hai orang-
orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk berhala), mengundi nasib dengan anak panah adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan keji itu agar kamu dapat kebenaran, Sesungguhnya syaithan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu
dari mengingat Allah dan sembahyang. maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu)”. Adapun hudud yang diberikan kepada pelaku
peminum khamar adalah dicambuk tidak kurang dari 40 kali serta untuk bisa
dijatuhkannya sanksi atas pelakunya maka harus memenuhi syarat
a) Peminum khamar adalah seorang muslim, berakal, baliqh, bisa
menentukan pilihan, sehat.
b) Terdapat pembuktian atas pelaku tersebut yaitu pengakuan si pelaku
atau kesaksian dua orang yang adil.
4. Pencurian
Pencurian adalah suatu perbuatan yang mengambil barang atau harta
milik orang lain tanpa persetujuan dari si pemilik barang atau dengan cara
sembunyi-sembunyi dimana harta itu tersimpan di tempat yang pada umumnya
digunakan sebagai tempat penyimpanan harta. Adapun hudud yang diberikan
atas pelaku pencurian adalah hukuman potong tangan. Dasar hukumnya adalah
QS. Al-Maidah (38) yang artinya: “Dan laki-laki yang mencuri serta
perempuan yang mencuri maka potonglah tangan keduanya”.
5. Murtad
Murtad adalah keluarnya seorang muslim dari agama Islam dan beralih
kepada kekufuran. Jadi dalam hukum Islam, saat seorang muslim keluar dari
agama Islam maka pelakunya atau si orang yang murtad tadi akan dikenakan
sanksi berupa sanksi bunuh atau hukuman mati bagi si pelaku, Tetapi sanksi
tersebut akan dijatuhkan setelah si pelaku diberikan peringatan sebanyak tiga
kali terlebih dahulu. Hal tersebut sesuai dengan hadist Nabi yang diriwayatkan
oleh Daraquthniy, Baihaqy dari Jabir, yang artinya: “Bahwa Ummu Marwan
15

telah murtad. Rasulullah SAW memerintahkan untuk menasihatinya agar ia


kembali kepada Islam. Jika ia bertaubat (maka dibiarkan) dan bila tidak maka
ia dibunuh”.

2.5. Penerapan Hukum Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


2.5.1. Konsep dan Asas Hukum Jinayat
Kata “qanun” berasal dari bahasa Yunani yaitu kanon, yang berarti
buluh yang digunakan untuk mengukur atau menggaris. Anthanius (abad
ke-IV) menggunakan kata kanon untuk menunjukkan pada Alkitab. Kata
“kanon” dalam bahasa Yunani diserap ke dalam bahasa Arab melalui bahasa
Suryani, pengertiannya berkembang dari yang semula alat pengukur
menjadi kaidah, norma, undang-undang, peraturam atau hukum. Dari
sinilah dalam hukum Islam muncul istilah al-qanun al-dusturi (undang-
undang dasar), al-qanun al-jaza’i atau al-qanun al-‘uqubat (hukum pidana)
dan al-qanun al-madani (hukum perdata).
Dalam sejarah Aceh, qanun bermakna “Undang-Undang Dasar”,
misalnya Qanun Meukuta Alam Iskandar Muda yang ditulis tahun 1310
H/1890 M oleh Teungku Di Mulek As Said Abdullah. Qanun Meukuta
Alam merupakan “Undang-Undang Dasar” Kerajaan Aceh Darussalam.
Selain itu, qanun di Aceh juga bermakna sebagai sebuah kategori hukum,
selain adat, hukum Islam, dan resam. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2016 tentang Pemerintahan Aceh menyebutkan, “Qanun Aceh adalah
peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah provinsi yang
mengatur penyelanggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat
Aceh”.
Qanun syariat Islam di Aceh yang dijadikan dasar bagi pelaksanaan
syariat Islam sudah mempunyai landasar yuridis yang kuat. Dasar yuridis
tersebut tertuang dalam beberapa perundang-undangan, yaitu Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan
Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undnag Nomor 18 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang kemudian diganti dengan
16

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.


Dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tersebut, keistimewaan
Aceh direalisasikan secara lebih jelas dan mantap. Berdasarkan undang-
undang ini, Aceh diberi izin melaksanakan syariat Islam dalam semua aspek
kehidupan, sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umumnya.
Dasar filosofis Qanun NAD adalah pandangan hidup masyarakat
Aceh yang meyakini keberadaannya di muka bumi ini tidak terlepas dari
aturan (hukum) yang ditetapkan Allah Swt. Dalam ketatanegaraan
Indonesia, pandangan hidup tersebut disusun dan dituangkan ke dalam
Pancasila yang sila pertamanya yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Dengan demikian, kebaradaan Qanun Aceh merupakan wujud
kesadaran masyarakat Aceh sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
sebagai implementasi sila pertama Pancasila. Pengakuan dan keyakinan
bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta merupakan
nilai yang terkandung di dalam sila pertama Pancasila.
Adapun jarimah Qanun Hukum Jinayat di antaranya:
1. Minum Khamar
Islam memandang khamar sebagai salah satu faktor utama
timbulnya kejahatan yang lain dan menjadi penghalang seseorang
berzikir mengingat kepada Allah Swt., menghalangi seseorang
melakukan ibafah, menghalangi hati dari cahaya ilahi dan merupakan
perbuatan setan. Khamar diharamkan karena zatnya dan bersifat
memabukkan. Hukuman bagi peminum khamar diatur di dalam Pasal 15
s.d. 17 Qanun Jinayat:
Pasal 15
(1)Setiap orang yang dengan sengaja meminum khamar diancam dengan
‘uqubat hudud cambuk 40 kali
(2)Setiap orang yang mengulangi perbuatannya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diancam dengan ‘uqubat hudud cambuk 40 kali ditambah
‘uqubat takzir cambuk paling banyak 400 gram emas murni atau penjara
paling lama 40 bulan.
Pasal 16
17

(1) Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi,


menyimpan/menimbun, menjual atau memasukkan khamar, masing-
masing diancam dengan ‘uqubat takzir cambuk paling banyak 60 kali
atau denda paling banyak 600 gram emas murni atau penjara paling lama
60 bulan.
(2) Setiap orang yang dengan sengaja membeli, membawa/mengangkut
atau menghadiahkan khamar masing-masing diancam dengan ‘uqubat
takzir cambuk paling banyak 20 kali atau denda paling banyak 200 gram
emas murni atau penjara paling lama 20 bulan.
Pasal 17
(1)Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 15 dan pasal 16 dengan mengikutsertakan anak-
anak dikenakan ‘uqubat takzir cambuk paling banyak 80 kali atau denda
paling banyak 800 gram emas murni atau penjara paling lama 80 bulan.
2. Maisir (Judi)
Judi merupakan satu kebiasaan lama manusia di muka bumi ini.
Perkembangannya sampai saat ini tetap kokoh dan kuat. Dalam bahasa
Indonesia, kata “judi” mempunyai arti permainan dengan memakai uang
atau barang berharga sebagai taruhan. Dalam judi terdapat tiga unsur:
a. Adaya taruhan harta/materi (yang berasal dari kedua pihak yang
berjudi.
b. Ada suatu permainan,yang digunakan untuk menentukan pilihan
yang menang dan yang kalah.
c. Pihak yang menang mengambil harta
(sebagian/seluruhnya/kelipatan) yang menjadi taruhan, sedang
pihak yang kalah akan kehilangan hartanya.
Menurut qanun hukum jinayat, pelaku maisir diberikan
hukuman takzir yang berbeda sesuai dengan jumlah taruhan. Demikian
juga hukuman bagi penyelenggara atau penyedia fasilitas dijatuhi
hukuman takzir sebagaimana tertera di dalam Pasal 18: “Setiap orang
yang dengan sengaja melakukan jarimah maisir dengan nilai taruhan
dan/atau keuntungan paling banyak 2 gram emas murni, dianca, dengan
18

‘uqubat takzir cambuk paling banyak 12 kali atau denda paling banyak
120 gram emas murni atau pemjara paling lama 12 bulan”.
Pada Pasal 19 disebutkan “Setiap orang yang dengan sengaja
melakukan jarimah maisir dengan nilai taruhan dan/atau keuntungan
lebih dari 2 gram emas murni, diancam dengan ‘uqubat takzir cambuk
paling banyak 30 kali atau denda paling banyak 300 gram emas murni
atau penjara paling lama 30 bulan”.
Pasal 20 terkait dengan penyelenggara, penyedia fasilitas, atau
pembiaya: “Setiap orang yang dengan sengaja, menyelenggarakan,
menyediakan fasilitas atau membiayai jarimah maisir sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 dan 19 diancam dengan ‘uqubat takzir
cambuk paling banyak 45 kali dan atau denda paling banyak 450 gram
emas murni dana tau penjara paling lama 45 bulan”.
3. Khalwat
Dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Bab 1 Pasal 1
dijelaskan bahwa khalwat/mesum yaitu perbuatan berada pada tempat
tertutup atau tersembunyi antara 2 orang yang berlainan jenis kelamin
yang bukan mahram tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua
belah pihak yang mengarah pada perbuatan zina. Hukuman terhadap
pelaku khalwat diatur dalam pasal 23 yang intinya:
a. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan jarimah khalwat
diancam dengan ‘uqubat takzir cambuk paling banyak 10 kali atau
denda paling banyak 100 gram emas murni atau penjara paling lama
10 bulan.
b. Bagi penyelenggara dan penyedia fasilitas atau mempromosikan
jarimah khalwat diancam dengan ‘uqubat takzir cambuk paling
banyak 15 kali atau denda paling banyak 150 gram emas murni atau
penjara paling lama 15 bulan.
Dalam qanun hukum jinayat ini, hanya dikemukakan hukuman
maksimal, yaitu hukuman cambuk paling banyak 10 kali atau denda
paling banyak 100 gram emas murni atau penjara paling lama 10 bulan.
Ini berbeda dengan Qanun nomor 14 Tahun 2013 tentang Khalwat yang
19

memuat hukuman maksimal dan minimal, yaitu “paling tinggi 9 kali,


paling rendah 3 kali dana tau denda paling banya Rp. 10.000.000,- ,
paling sedikit Rp. 2.500.000,-.
4. Zina
Secara harfiah, zina berarti fahsiyah, yaitu perbuatan keji. Zina
dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki
dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam
hubungan perkawinan. Qanun hukum jinayat memuat larangan dan
‘uqubat dalam pasal 33-34. Jarimah zina dikatakan kepada hudud yang
ketentuan hukumannya sudah baku, yaitu 200 kali cambukan. Untuk
kategori zina yang dihukum takzir, sebagaimana jarimah yang lain,
qanun hukum jinayat memperkenalkan adanya alternative hukuman
yaitu penjara dan denda.
Pada pasal 34, misalnya diatur bahwa “Setiap orang dewasa
yang melakukan zina dengan anak, selain diancam dengan ‘uqubat
hudud sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat 1 dapat ditambah
dengan ‘uqubat takzir cambuk paling banyak 100 kali atau denda paling
banyak 1.000 gram emas murni atau penjara paling lama 100 bulan”.
5. Pelecehan Seksual
Qanun hukum jinayat mengemukakan definisi tersendiri
tentang makna pelecehan seksual. Dalam pasal 1 angka 27 Qanun
Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum jinayat disebutkan, “Pelecehan
seksual adalh perbauatan cabul yang sengaja dilakukan seseorang di
depan umum atau terhadap orang lain sebagai korban baik laki-laki
maupun perempuan tanpa kerelaan korban.”
‘Uqubat bagi pelaku jarimah pelecehan seksual yaitu takzir
berupa cambuk paling banyak 45 kali atau denda paling banyak 450
gram emas murni atau penjara paling lama 45 bulan (Pasal 46 Qanun
Hukum Jinayat). Ketentuan ini diperuntukkan kepada pelaku pelecehan
seksual terhadap remaja dan dewasa, sedangkan pelecehan seksual
terhadap anak ancaman ‘uqubat nya lebuh berat yaitu paling banyak 90
20

kali atau denda paling banyak 900 gram emas murni atau penjara paling
lama 90 bulan (Pasal 47).
6. Pemerkosaan
Pemerkosaan merupakan bentuk kekerasan dan penindasan
terhadap perempuan. Dalam hukum Islam pun perkosaan merupakan
suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh
seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai
melanggar menurut moral dan hukum.
Dalam qanun hukum jinayat, ‘uqubat bagi pemerkosa terdapat
tiga kategori, tergantung kepada jenis korban. Pertama, pemerkosaan
terhadap orang dewasa (laki-laki atau perempuan) ancaman ‘uqubat nya
paling sedikit cambuk 125 kali, paling banyak 175 cambuk atau denda
emas paling sedikit 1.250 gram emas murni dan paling banyak 1.750
gram emas murni atau penjara paling singkat 125 bulan dan paling lama
175 bulan. Kedua pemerkosaan terhadap mahram, ancaman ‘uqubatnya
dengan takzir cambuk paling sedikit 150 kali, paling banyak 200 kali
atau denda paling sedikit 1.500 gram emas murni, paling banyak 2.000
gram emas murni atau penjara paling singkat 150 bulan, paling lama 200
bulan. Ketiga pemerkosaan terhadap anak-anak, ancaman ‘uqubatnya
dengan takzir cambuk paling sedikit 150 kali, paling banyak 200 kali
atau denda paling sedikit 1.500 gram emas murni, paling banyak 2.000
gram emas murni atau penjara paling singkat 150 bulan, paling lama 200
bulan.
2.5.2. Syariat Islam Di Aceh
Masyarakat Aceh meyakini bahwa Islam merupakan pedoman hidup
dan identitas mereka, sehingga sering sekali disebutkan bahwa Aceh identik
dengan Islam. Bagi masyarakat Aceh, melaksanakan syariat Islam adalah
bagian dari kewajiban yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Mereka
yakin bahwa hanya dengan menjalankan syariat Islam kehidupan dapat
menjadi selamat dan sejahtera di dunia dan akhirat. Dalam konteks
sejarahnya, pandangan hidup bersyariat Islam masyarakat Aceh tersebut
terpadu dalam bingkai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
21

Dalam penjelasan Umum Undang-Undang No. 44 Tahun 1999


tentang penyelenggaraan keistimewaan Aceh antara lain dijelaskan bahwa
masyarakat Aceh sudah menjadikan Islam sebagian dari kehidupannya.
Dari latar belakang sejarah yang cukup panjang inilah, masyarakat Aceh
menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya. Islam telah menjadi sebagian
dari mereka. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, masyarakat
Aceh amat tunduk kepada ajaran Islam dan mereka taat serta
memperhatikan fatwa ulama karena ulamalah yang menjadi ahli waris nabi.
Penghayatan terhadap ajaran agama Islam dalam jangka panjang itu
melahirkan budaya Aceh yang tercermin dalam kehidupan adat. Adat itu
lahir dari renungan para ulama, kemudian dipraktikan, dikembangkan, dan
dilestarikan, lalu disimpulkan menjadi Adat bak Po Teumereuhom, Hukom
bah Syiah Kuala, Kanun bak Putro Phang, Reusam bak Laksamana. Artinya,
hukum adat di tangan pemerintah dan hukum syariat ada di tangan ulama.
Kata-kata ini merupakan pencerminan dari perwujudan syariat Islam dalam
praktik hidup sehari-hari bagi masyarakat Aceh. Karena itulah, Aceh
kemudian dikenal sebagai “Serambi Mekah”. Selain karena alasan sejarah,
dari wilayah paling barat inilah kaum muslimin dari wilayah lain nusantara
berangkat ke tanah suci Mekah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode merupakan langkah yang ditempuh untuk mencapai tujuan.
Tujuan penelitian ialah untuk mengungkap, menggambarkan dan
menyimpulkan hasil pemecahan masalah melalui cara tertentu dengan prosedur
penelitian. Di dalam penelitian ini kami menggunakan metode penelitian
kualitatif yang berisi metode deskriptif, studi pustaka serta angket.
Metode penelitian kualitatif juga merupakan metode penelitian yang
lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu
masalah dari pada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode
penelitian ini lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam ( in-depth
analysis ), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metodologi
kulitatif yakin bahwa sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari
masalah lainnya.
Kemudian juga Surakhmad (2002:139) mengemukakan bahwa metode
deskriptif bertujuan untuk pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang
karena sekali ragam penelitian demikian, metode deskriptif lebih merupakan
istilah umum yang mencakup berbagai teknik deskriptif. Diantaranya ialah
penyelidikan yang menuturkan, menganalisa dan mengklasifikasi :
penyelidikan dengan teknik survey, dengan teknik interview, angket observasi,
atau dengan teknik tes. Dalam penelitian deskriptif yang akan dilakukan
peneliti, informasi atau data akan diperoleh melalui pemberian instrument tes,
yaitu berupa angket kepada populasi atau sampel. Data yang terkumpul lalu
akan disusun dan diolah sehingga dapat diambil kesimpulan untuk menjawab
permasalahan penelitian tersebut yang telah ditentukan.
Kemudian metode penelitan studi pustaka merupakan langkah awal
dalam metode pengumpulan data. Studi pustaka merupakan metode
pengumpulan data yang diarahkan kepada pencarian data dan informasi
melalui dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun
dokumen elektronik yang dapat mendukung dalam proses penulisan.”Hasil

22
23

penelitian juga akan semakin kredibel apabila didukung foto-foto atau karya
tulis akademik dan seni yang telah ada.”(Sugiyono,2005:83).
Studi pustaka merupakan Maka dapat dikatakan bahwa studi pustaka
dapat memengaruhi kredibilitas hasil penelitian yang dilakukan. Penelitian
kepustakaan merupakan suatu jenis penelitian yang digunakan dalam
pengumpulan informasi dan data secara mendalam melalui berbagai literatur,
buku, catatan, majalah, referensi lainnya, serta hasil penelitian sebelumnya
yang relevan, untuk mendapatkan jawaban dan landasan teori mengenai
masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian kepustakaan, penelusuran pustaka
lebih daripada sekedar melayani fungsi-fungsi persiapan kerangka penelitian,
mempertajam metodologi atau memperdalam kajian teoritis; Penelitian
kepustakaan dapat sekaligus memanfaatkan sumber kepustakaan untuk sumber
data penelitiannya, tanpa melakukan penelitian lapangan
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan salah satu aspek yang berperan
dalam kelancaran dan keberhasilan dalam suatu penelitian. Dalam penelitian
ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket atau kuesioner
yang merupakan teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yang
berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau
sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi
yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis: 2008: 66) .
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Responden
Dalam penelitian ini terdapat 50 responden yang mengisi kuisioner Perbedaan
Hukum Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan Hukum
Negara di Indonesia. Berikut laporan persentase data pribadi responden:
Diagram di bawah ini menunjukkan persentase jumlah responden
menurut status asal instansinya. Responden terbnayak yaitu 46% atau 23
responden berasal dari kalangan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Kemudian 32% atau 16 responden berasal dari masyarakat umum. Sedangkan
responden paling sedikit berasal dari Non-UPI yaitu 22 % atau 11 responden.

22% UPI
46% Masyarakat Umum

32% Non-UPI

Diagram 4.1 Data Respoonden Menurut Status Asal Instansi

4.2. Analisis Data


Dalam kuisioner ini terdapat 7 pertanyaan yang harus diisi oleh responden.
Adapun hasil analisis jawaban dari soal-soal tersebut sebagai berikut:
1. Soal pertama membahas apakah responden mengetahui bahwa Provinsi
Nanggroe Acceh Darussalam menerapkan hukum Islam. Dari
pertanyaan tersebut 94% responden menyatakan bahwa mereka tahu
Provinsi Nanggroe Aceh menerapkan hukum Islam, dan sisanya tidak
mengetahui. Di sini membuktkan bahwa hampir seluruhnya sudah
mengetahui bahwa Aceh menerapkan Hukum Islam. Berikut datanya:

24
25

6%
Ya
Tidak

94%

Diagram 4.2 Mengenai Data Responden yang Mengetahui atau Tidak


Mengetahui Penerapan Hukum Islam di Aceh

2. Soal ini menanyakan apakah responden setuju dengan diterapkannya


hukum Islam di Nanggroe Aceh Darussalam. Dari data hasil responden,
sekitar 88% setuju diterapkannya hukum Islam di Aceh dan 12% tidak
setuju tentang penerapan hukum Islam di Aceh ini, berikut datanya:

12%
Ya
Tidak

88%

Diagram 4.3 Mengenai Data Responden yang Setuju dan Tidak Setuju
tentang Penerapan Hukum Islam di Aceh

3. Soal selanjutnya membahas apa saja hukum Islam di Aceh yang


diketahui oleh responden. Dari hasil analisis sekitar 6% atau 3
responden tidak mengetahui jenis hukum Islam yang berlaku di Aceh.
Sedangkan 94% atau 47 responden mengetahui hukum Islam apa saja
yang adaa di Aceh. Berikut datanya:
26

6%
Ya
Tidak

94%

Diagram 4.4 Mengenai Data Hukum Islam di Aceh yang Diketahui


Responden
Jadi, dapat diketahui bahwa masyarakat mengetahui tentang jenis
hukum Islam yang berlaku di wilayah Aceh. Adapun hukum Islam di Aceh
yang diketahui oleh para responden di antaranya ada hukum cambuk dan
rajam bagi pelaku zina, hukum qanun jinayah, seorang wanita muslim wajib
memakai jilbab, qishah, ta’zir, dan denda.

4. Tanggapan dari responden pada soal ke-4 mengenai perbedaan hukum Islam
dan hukum negara Indonesia yang diketahui oleh para responden. Hasilnya
6% atau 3 responden tidak mengetahui perbedaannya, 4% atau 2 responden
menjawab keduanya tidak ada perbedaan, dan 90% atau 45 reponden
lainnya menjawab ada perbedaan. Berikut tampilan datanya:

4%6%
Ada perbedaan
Tidak ada perbedaan
Tidak mengetahui
90%

Diagram 4.5 Data Mengenai Perbedaan Hukum Islam dan Hukum


Negara Indonesia
Jadi, hasil tanggapan dari para responden dapat kita jabarkan sebagai berikut:
a. Sumber hukum Islam belandaskan Al-Qur’an dan Hadist (ajaran-ajaran
Islam) yaitu sebuah ajaran baik yang dibawa oleh Baginda Nabi
Muhammad SAW, sedangkan sumber hukum di Indonesia ini mengacu
27

pada Pancasila. Undang-undnag, dan peraturan lainnya. Walaupun


terdapat aturan yang berlandaskan pada ketentuan Islam tetapi tidak
menyeluruh.
b. Hukum Islam adalah hukum berdasarkan aturan Allah. Sedangkan,
hukum negara Indonesia dibuat oleh pemikiran manusia.
c. Hukum di negara Indonesia lebih umum, bisa saja berubah, bersifat
mengikat dan memaksa juga berdasarkan kemanusiaan karena adanya
Hak Asasi Manusia (HAM) . Sedangkan hukum Islam lebih bersifat
sesuai syariat dan ketentuan agama Islam, adil, tidak dapat diganggu
gugat, dan menjunjung tinggi ketuhanan.
d. Hukum Islam apabila dilanggar sanksinya berhubungan langsung dengan
Allah SWT dan harus dipertanggungjawabkan pula di akhirat. Sedangkan
dalam hukum negara Indonesia apabila melanggar peraturan dikenakan
sanksi yang tegas di dunia.
e. Hukum Islam lebih tegas dan adil karena terlihat dampaknya yang
membuat pelaku pelanggar hukum merasa jera. Sedangkan hukum negara
Indonesia dampaknya belum terlihat jelas karena masih saja ada
pelanggar yang mengulangi kesalahannya , merasa tidak jera, dan
hukuman seperti penjara atau bayar denda masih dianggap lemah atau
mudah bagi sebagian kalangan.
Ada juga tanggapan responden yang menyebutkan bahwa hukum
Islam dan hukum negara Indonesia itu sama jika dilihat dari asas persamaan
dalam hukum. Banyak isu yang mengatakan Islam kejam dan diskriminatif
karena bertolak belakang dengan hukum negara Indonesia yang menjunjung
perlindungan hak asasi. Padahal dalam hukum Islam juga terdapat jaminan
hak asasi.
Pertama, hukum Islam menjamin orang untuk memeluk agama sesuai
dengan keyakinannya masing-masing, agama Islam melindungi pemeluk
agama non-Islam dan memberikan kebebasan ruang berpikir serta berbicara.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al- Baqarah ayat 256 yang
artinya:
28

“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya


telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat.
Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka
sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak
akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Kedua, hak untuk hidup, merdeka, dan keamanan diri diri. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 29 yang
artinya:
“Hai orang-orang yang beriman ! Janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang
Kepadamu.”
Jadi, perbedaannya itu hukum Islam di Aceh berdasarkan dalil Al-
Qur’an dan hadits sebagai ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW tetapi tetap menggunakan sisi undang-undang negara Indonesia juga.
Sedangkan, hukum negara di Indonesia berdasarkan pancasila, undang-
undang, dan peraturannya.

5. Tanggapan responden terhadap soal ke-5 mengenai hukuman ketika ada


seseorang yang melanggar aturan hukum dilihat dari pandangan hukum Islam
dan hukum negara Indonesia. Berikut datanya:

8%
Tahu sanksi pelanggaran
Tidak tahu sanksinya

92%

Diagram 4.5 Mengenai Data Responden Tentang Sanksi Pelanggaran


29

Dari hasil penelitian 92 % responden dapat mengetahui dan


membedakan hukuman atau sanksi yang didapatkan ketika seseorang
melanggar aturan. Sedangkan 8% responden tidak dapat menjawab
pertanyaan ini. Penjelasan mengenai penggaran hukum:
a. Dalam hukum Islam, ketika ada yang melakukan pelanggaran mencuri
maka dikenakan sanksi yang berat, yaitu tangannya harus dipotong
sebagai cara untuk menebus dosa atau pembalasan terhadap dirinya.
Namun yang perlu diperhatikan bahwa tidak semua pencuri otomatis
dipotong tangannya karena kita harus melihat kriterianya. Apakah
barang tersebut diletakkan di tempat yang bukan semestinya? Jika hal
tersebut benar maka pencuri tidak memenuhi syarat potong tangan.
Begitupula jika pemilik barang memaafkan kesalahan pencuri selama
kasusnya belum sampai ke pihak berwenang maka sanksi potong tangan
tidak dilakukan. Sedangkan menurut hukum Indonesia jika ada yang
mencuri maka dihukum penjara atau membayar denda sesuai dengan
perbuatannya.
b. Jika ada yang melanggar aturan, menurut hukum negara Indonesia akan
mendapatkan sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam undang-
undang. Sedangkan dalam Islam, pelaku pelanggaran dihukum sesuai
syariat Islam dan mendapatkan dosa, ada hukuman yang diterima saat di
dunia dan hukuman yang harus dipertanggungjawabkan diakhirat kelak.
c. Ketika ada seseorang yang berbuat zina, menurut pandangan hukum
Islam pelaku dikenakan sanksi jarimah zina dengan hukuman berupa
rajam dan dera bagi pelaku yg muhson, dan dera serta pengasingan bagi
pelaku goer muhson. Sedangkan menurut hukum negara Indonesia
pelaku perzinahan mengacu pada pasal 417 ayat 1 KUHPIDANA
dengan hukuman pidana penjara maksimal 1 tahun atau bayar denda
ketegori II maksimal sebesar 10 juta.
Jadi, setiap hal-hal atau perbuatan yang melanggar hukum akan
menimbulkan hukuman bagi pelakunya. Hukum positif hanya terbatas pada
perbuatan yang melawan hukum terhadap bidang-bidang hukum tertentu
seperti bidang hukum pidana, perdata, tata usaha negara, hukum pertanahan
30

dan sebagainya. Dalam pandangan hukum kepidanaan ( Islam: Jarimah),


seseorang yang melanggar aturan hukum akan mendapatkan hukuman
berupa hukuman penjara,skorsing atau pemecatan,ganti rugi,
pukulan,teguran dengan kata-kata, dan jenis hukuman lain yang dipandang
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan (Jarimah ta'zir. Menurut hukum
negara Indonesia, sanksi hukum pidana terbagi menjadi dua yaitu hukuman
pokok (hukuman mati, hukuman penjara, hukuman kurungan, hukuman
denda, hukuman tutupan) dan hukuman tambahan.
Sedangkan di dalam hukum Islam, hal-hal yang dianggap melanggar
hukum adalah sesuatu yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum syariat,
tidak hanya berkaitan dengan hubungan muamalah saja, tetapi juga
menyangkut ibadah. Kemudian ketika kita melakukan pelanggaran kita
harus sadar terhadap apa yang kita lakukan, dilanjutkan dengan taubat. Baik
hukum negara maupun hukum Islam, pelaku pelanggaran hukum sama-
sama dikenakan sanksi yang sesuai.

6. Soal selanjutnya membahas manakah hukum yang lebih baik antara hukum
Islam dan hukum negara Indonesia. Dari hasil penelitian 40% responden
menjawab Islam lebih baik, 38% responden menilai bahwa kedua hukum
tersebut sama atau sederajat, 10% responden menjawab hukum Indonesia
lebih baik, dan 12 responden memilih jawaban berbeda. Berikut tampilan
datanya:

12% Islam
10% 40% Indonesia
Sama/ Sederajat
38% Jawaban lain

Diagram 4.6 Data Mengenai Hukum yang Lebih Baik


Jadi, responden terbanyak menilai bahwa hukum Islam itu lebih
baik. Namun ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa kedua hukum
31

ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, baik atau


buruknya yang bisa menentukan hanya Allah semata. Selain itu karena
Indonesia memiliki banyak sekali keragaman, maka sudah tepat jika
Indonesia menerapkan hukum yang bersifat pluralistis artinya keadaan
ketika suatu tempat memiliki dua hukum yang berlaku dikehidupan
masyarakat. Contohnya di Indonesia berlaku hukum Islam yang ada di Aceh
dan juga hukum-hukum adat lain di daerah tertentu.

7. Soal ke-7 membahas apakah penting sebuah hukum itu. Dari hasil penelitian
100% responden menjawab bahwa hukum itu penting, berikut datanya:

Penting

100%

Diagram 4.7 Mengenai Data Pentingnya Hukum

Hukum ini sangat penting sekali untuk mengatur perilaku dan


tindakan masyarakat sehingga terciptanya kedamaian, keamanan,
kenyamanan, dan ketertiban di lingkungan masyarakat. Dengan adanya
hukum ini seseorang akan lebih berhati-hati dalam bertindak dan berucap.
Jika ada yang melakukan pelanggaran, hukum bisa menindak pelanggar
tersebut sehingga merasa jera dan menjadi peringatan agar tidak mengulangi
kesalahan yang sama.
Dalam kenegaraan hukum ini merupakan salah satu proses
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjadi faktor
penting agar negaranya bisa tertata dengan baik. Bayangkan jika tidak ada
hukum, maka negara tersebut tidak terarah dan banyak sekali kekacauan.
Hukum juga memiliki peran untuk menjamin keadilan dan kebenaran dalam
32

tatanan sosial, memberi makna atas kehidupan itu sendiri dan dihargai
keberadaannya. Selain itu yang terpenting hukum ini akan berjalan dengan
baik jika memiliki penegak-penegak hukum yang baik, jujur, dan adil
sehingga tidak ada lagi istilah tumpul ke atas tajam ke bawah. Jadi, bukan
hanya melihat hukum Islam dan hukum Indonesia saja, karena keduanya
sama-sama hukum. Tapi kia lihat urgensinya yang mana hukum itu sendiri
harus ditegakkan.
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Hukum Islam yaitu aturan hukum yang bersumber pada Al-Qur’an dan
Hadist (Sunnah). Sedangkan sistem Hukum Indonesia adalah struktur formal
kaidah-kaidah hukum yang berlaku dan asas-asas yang mendasarinya, yang
didasarkan pada UUD NKRI 1945 dan dijiwai oleh Pancasila. Hukum
berfungsi sebagai sarana pengendali sosial dalam menjalankan tugas untuk
mempertahankan ketertiban pola kehidupan yang ada, yaitu menjaga agar
setiap orang menjalankan peranannya, sebagai Sosial Engineering, yaitu
hukum lebih bersifat dinamis bergerak digunakan sebagai sarana untuk
melakukan perubahan-perubahan salam masyarakat, menegakkan keadilan,
dan menciptakan kemaslahatan yang hakiki bagi seluruh umat manusia.
Provinsi Aceh memang menerapkan hukum Islam tapi tetap
menggunakan sisi undang-undang negara Indonesia juga. Sedangkan, hukum
negara di Indonesia berdasarkan pancasila, undang-undang, dan peraturannya.
Setiap hal-hal atau perbuatan yang melanggar hukum akan menimbulkan
hukuman bagi pelakunya. Baik menurut syariat Islam maupun hukum negara,
siapapun yang melanggar hukum akan dikenakan sanksi yang sesuai. Tapi
bedanya, sanksi dalam syariat Islam ada yang harus dipertanggungjawabkan di
akhirat kelak.
5.2. Saran
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
kita terhadap lingkungan sekeitar melalui kaca mata hukum dan bisa saling
toleransi antar sesama agama atau perbedaan hukum. Selain itu semoga hasil
penelitian ini dapat menjadi refleksi untuk kita betapa pentingnya hukum, dan
urgensinya bahwa hukum itu sendiri harus ditegakkan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Ali dan Zulkarnain Lubis. 2019. Hukum Jinayat Aceh. Jakarta:Kencana.
Apriyani, Rini. 2017. “Sistem Sanksi dalam Hukun Islam”. Journal of Islamic Law
Studies. 7.(1).Mei 2017
Herman dan Manan Sailan. 2012. Pengantar Hukum Indonesia. Makassar: Badan
Penerbit UNM.
Inchy. 2013. Konsep Hukum Agama Islam. Universitas Negeri Makassar.
Rahardjo, Satjipto. 2014. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim. 2007. Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Usman, Ismail K. Konsep Hukum Islam dalam Al-Qur’an (Antara Keadilan dan
Kemanusiaan).

34
Lampiran

35
36
37
38

Anda mungkin juga menyukai