Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. E DENGAN DIAGNOSA MEDIS (CKD) CHRONIC


KIDNEY DISEASE DIRUANG IGD dr DORIS
SYLVANUS PALANGKA RAYA

DI SUSUN OLEH :

Windy Widiya
2018.c.10a.0991

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Studi Kasus ini Disusun Oleh :
Nama : Windy Widiya
Nim : 2018.C.10a.0991
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada
Ny.E Dengan Diagnosa Medis (CKD) Chronic Kidney
Disease Diruang Igd Dr Doris Sylvanus Palangka Raya
.
Telah melaksanakan ujian praktik sebagai persyaratan untuk menempuh
Praktik Praklinik Keperawatan IV (PPK IV) pada Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PENGUJI PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners Ridawati, Sst.,Ners

Mengetahui,

Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Ns. Meilitha Carolina, M.Kep.


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan kelainan dari struktur atau fungsi ginjal. Keadaan ini
muncul selama lebih dari 3 bulan dan dapat mempengaruhi kondisi
kesehatan. Penurunan fungsi ginjal dapat menimbulkan gejala pada
pasien CKD (NKF-KDIG, 2013). Jika terjadi kerusakan ginjal yang
berat maka produksi eritropoetin di ginjal terganggu akhirnya produksi
sel darah merah berkurang. Seiring dengan perdarahan, defisiensi besi,
kerusakan ginjal, dan diikuti dengan penurunan laju filtrasi glomerulus,
maka derajat anemia akan meningkat (Suhardjono 2009).

Menurut World Health Organization (WHO), antara tahun


1995-2025 diperkirakan akan terjadi peningkatan pasien dengan
penyakit ginjal 41,4% di Indonesia. Prevalensi anemia pada pasien
CKD menurut World Health Organizatin (WHO) adalah 84,5% dengan
prevalensi pada pasien dialysis kronis menjadi 100% dan 73% pada
pasien pradialisis. Pada tahun (2006), di Amerika serikat penyakit ginjal
kronik menempati urutan ke-9 sebagai penyebab kematian paling
banyak.

Langkah awal yang akan dilakukan untuk menghadapi berbagai


masalah yang terjadi yaitu dengan meningkatkan pengetahuan keluarga
pasien gagal ginjal kronik tentang anemia. Pemberian suplemen zat besi
baik secara oral maupun intravena akan membantu meningkatkan kadar
hemoglobin pada pasien gagal ginjal kronik. Selain itu pemberian
edukasi tentang diet tinggi zat besi, protein,asam folat, eritropoetin
rekombinan dan vitamin B12 dari ahli gizi sangat diperlukan untuk
dapat memelihara status hemoglobin agar tetap normal (Nanda, 2016).

Dari besarnya insiden CKD di negara–negara berkembang terutama


di Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik CKD diharapkan
dapat mengurangi kebutuhan tranfusi, meningkatkan fungsi kognitif,
mencegah terjadinya komplikasi seiring dengan lamanya penyakit,
komplikasi tersebut antara lain dislipidemia, hiperkalemia, acidosis
metabolic, anemia, gangguan tulang dan mineral, serta mengurangi angka
kesakitan pada pasien gagal ginjal kronik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis membatasi
penelitian bagaimana pemberian Asuhan Keperawatan pada pasien Tn.R
dengan Chronic Kidney Desease (CKD di ruang Bougenvile RSUD Doris
Sylvanus Palangka Ray
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis CKD di ruang Bougenvile RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan
ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di
Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis CKD secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah
dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang CKD dan Asuhan Keperawatannya.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien
dengan diagnosa medis CKD melalui Asuhan Keperawatan yang
dilaksanakan secara komprehensif.

1.4.4 Bagi IPTEK


Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit (Cronic Kidney Disease (CKD)
2.1.1 Definisi
Chronik Kidney Desease adalah : kerusakan ginjal progresif yang berakibat
fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar
dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi
ginjal). (Nursalam. 2006)
Chronik Kidney Desease adalah: suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup
lanjut. ( Slamet Suyono, 2001).
Chronik Kidney Desease adalah : gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk memperhatikan metabolisme
keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth. 2002).
Chronik Kidney Desease biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal
lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis dan
penyakit vaskular , penyakit agen nefrotik dan penyakit endokrin (Marlynn E.
Doenges. 2000)
Chronik Kidney Desease adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih,
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal progresif, mengarah pada penyakit ginjal
tahap akhir dan kematian (Susan Martin Tucker, 1998).
Dari kelima pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Cronik
Kidney Desease adalah suatu gangguan fungsi renal yang progresif irreversible
yang disebabkan oleh adanya penimbunan limbah metabolik di dalam darah,
sehingga kemampuan tubuh tidak mampu mengekskresikan sisa- sisa sampah
metabolisme dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh.
2.1.2 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1.2
Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding
abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 hingga L3.
Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar.
Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula
renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar adalah
fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan
memfiksasi ginjal (Tortora, 2011).
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang dan
medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal
mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari
glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa
triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian
apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan
hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis
ginjal (Tortora, 2011).
2.1.3 Etiologi
Penyakit ginjal kronik bisa disebabkan oleh penyakit ginjal hipertensi,
nefropati diabetika, glomerulopati primer, nefropati obstruktif, pielonefritis
kronik, nefropati asam urat, ginjal polikistik dan nefropati lupus / SLE, tidak
diketahui dan lain - lain. Faktor terbanyak penyebab penyakit ginjal kronik adalah
penyakit ginjal hipertensi dengan presentase 37% (PENEFRI, 2014).
2.1.4 Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
2.1.4.1 Stadium I : Penurunan cadangan ginjal, kreatinin serum dan kadar
BUN normal, asimptomatik, tes beban kerja pada ginjal: pemekatan
kemih, tes GFR
2.1.4.2 Stadium II       : Insufisiensi ginjal, kadar BUN meningkat (tergantung
pada kadar protein dalam diet), kadar kreatinin serum meningkat, nokturia
dan poliuri (karena kegagalan pemekatan). Ada 3 derajat insufisiensi
ginjal:
1) Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal
2.1.4.3 Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia,  kadar ureum dan
kreatinin sangat meningkat,  ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis
cairan dan elektrolit, air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ
1,010 (Smeltzer,2001).
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium
dari tingkat penurunan LFG :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
c. Stadium 3    : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara
15-29mL/menit/1,73m2
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.
2.1.5 Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth(2002),Slamet Suyono(2001) dan Sylvia A.
Price,(2000) adalah sebagai berikut : Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis
kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab
diantaranya infeksi, penyakiy peradangan,  penyakit vaskular hipertensif,
gangguan jaringan penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik (DM, Hipertiroidisme), Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik),
nefropati obstruktif(saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian bawah).
Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya di ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun didalam darah,
sehingga terjadinya uremia dan mempengaruhi sistem sistem tubuh, akibat
semakin  banyaknya tertimbun produk sampah metabolik, sehingga kerja ginjal
akan semakin berat.
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dan penurunan
jumlah glomeruli yang dapat menyebabkan penurunan klirens. Substansi darah
yang seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk memfiltrasinya.
Sehingga mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN)
meningkat. Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine secara normal.
Sehingga tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi tahanan natrium dan cairan. (Brunner &
Suddarth, 2002).
Asidosis metabolic dapat terjadi karena ketidakmampuan ginjal
mengekspresikan muatan asam yang berlebihan terutama amoniak (NH3) dan
mengabsorpsi bikarbonat.
Anemia, terjadi akibat berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga
rangsangan eritropoisis pada sumsum tulang menurun, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi,
asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan paling
sering pada saluran cerna dan kulit. (Slamet Suyono, 2001)
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan dalam
metabolismenya. Dengan menurunya filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan
peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Sehingga
menyebabkan perubahan bentuk tulang. Penyakit tulang dan penurunan
metabolisme aktif vitamin D karena terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon sehingga menyebabkan osteodistrofi (penyakit
tulang uremik)
Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai
GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10
ml/menit atau kurang.   Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup
lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus
ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisi
(Sudoyo, 2006).
Etiologi : Pemeriksaan penunjang:
WOC CKD Penyakit ginjal kronik bisa disebabkan oleh penyakit ginjal hipertensi, 1. Pemeriksaan Laboratorium
nefropati diabetika, glomerulopati primer, nefropati obstruktif, pielonefritis 2. Biopsi ginjal
kronik, nefropati asam urat, ginjal polikistik dan nefropati lupus / SLE, tidak 3. Radiologi
4. USG
diketahui dan lain - lain. Faktor terbanyak penyebab penyakit ginjal kronik
5. EKG
adalah penyakit ginjal hipertensi dengan presentase 37% (PENEFRI, 2014).

Manifestasi klinis:
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit Tanda  gejala yang sering terjadi pada gagal ginjal Kemungkinan
ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan Jaringan ginjal kurang O2 dan nutrisi akan mengalami Edema atau pembengkakan pada mata
kaki, tungkai, atau tangan akibat penumpukan cairan,
ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
Nyeri dada, terutama jika ada penumpukan cairan pada
penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas jaringan jantung.Sesak napas, jika ada penumpukan cairan
& Levin,2010). Chronic Kidney Disease (CKD)

B1 B2 B3 B4 B5 B6
Breathing Blood Brain Bladder Bowel Bone

Penurunan Ginjal tidak dapat Kerusakan sistem Peningkatan Penumpukan Penurunan


kemampuan ginjal membuang kalium saraf aktivitas system zat-zat toksin perfusi jaringan
mengekskresi H+ melalui urine RAA

Penurunan Gangguan
Tirah baring lama
PePh, HCO3, BE produksi urine Retensi air metabolism protein
dan Na dan Foetoruremik
Hiperkalemia
Kelemahan
Asidosis metabolik Iritasi saluran
Penurunan Anoreksia,
kencing nausea, vomitus
Gangguan produksi urine MK: Intoleransi
Pernafasan kusmaul konduksi jantung Aktivtas

Respon Oliguri, Kurangnya asupan


hipotalamus, anuri, edema
Kesulitan bernafas Aritmia makanan
pelapasan mediator
kimiawi (sitokinin,
MK: Risiko MK: Defisit Nutrisi
MK: Pola Napas bradikinin.
MK: Penurunan Ketidakseimbang
Tidak Efektif Curah Jantung an Cairan
MK: Nyeri Akut
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Manifestasi klinis yang dapat muncul di berbagai sistem tubuh akibat
penyakit ginjal kronik (PGK) menurut Baradero, Dayrit, & Siswadi (2009) dan
Price & Wilson (2013) adalah sebagai berikut :
2.1.6.1 Sistem hematopoietik
Manifestasi klinik pada sistem hematopoietik yang dapat muncul sebagai
berikut ekimosis, anemia menyebabkan cepat lelah, trombositopenia,
kecenderungan perdarahan, hemolisis.
2.1.6.2 Sistem kardiovaskuler
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada kardiovaskuler antara lain
hipertensi, retinopati dan ensefalopati hipertensif, disritmia, perikarditis
(friction rub), edema, beban sirkulasi berlebihan, hipervolemia, takikardia,
gagal jantung kongestif.
2.1.6.3 Sistem respirasi
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem respirasi antara lain
sputum yang lengket, pernafasan kusmaul, dipsnea, suhu tubuh meningkat,
pleural friction rub, takipnea, batuk disertai nyeri, hiliar pneumonitis,
edema paru, halitosis uremik atau fetor.
2.1.6.4 Sistem gastrointestinal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem gastrointestinal
manifestasi klinik yang dapat muncul adalah distensi abdomen, mual dan
muntah serta anoreksia menyebabkan penurunan berat badan, nafas berbau
amoniak, rasa kecap logam, mulut kering, stomatitis, parotitis, gastritis,
enteritis, diare dan konstipasi, perdarahan gastrointestinal.
2.1.6.5 Sistem neurologi
Tanda yang dapat muncul dari terganggunya distribusi metabolik akibat
GGK antara lain penurunan ketajaman mental, perubahan tingkat
kesadaran, letargi/gelisah, bingung atau konsentrasi buruk, asteriksis,
stupor, tidur terganggu/insomnia, kejang, koma.
2.1.6.6 Sistem muskuloskeletal
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem skeletal yaitu nyeri
sendi, perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi paraplegia,
osteodistrofi ginjal, pertumbuhan lambat pada anak, rikets ginjal.
2.1.6.7 Sistem dermatologi
Tanda yang dapat muncul dari terganggunya distribusi metabolik akibat
PGK antara lain ekimosis, uremic frosts / “kristal” uremik, lecet, pucat,
pigmentasi, pruritus, perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah,
tipis, bergerigi, ada garis – garis merah – biru yang berkaitan dengan
kehilangan protein), kulit kering, memar.
2.1.6.8 Sistem urologi
Manifestasi klinik pada sistem urologi dapat muncul seperti berat jenis
urin menurun, haluaran urin berkurang atau hiperuremia, azotemia,
proteinuria, hipermagnesemia, ketidakseimbangan natrium dan kalium,
fragmen dan sel dalam urin.
2.1.6.9 Sistem reproduksi
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem reproduksi adalah libido
menurun, disfungsi ereksi, infertilitas, amenorea, lambat pubertas.
2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diit berlebihan.
2.1.7.2 Asidosis metabolic, osteodistropi ginjal, sepsis, neuropati perifer,
hiperuremi, anemia akibat penurunan eritropoetin.
2.1.7.3 Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
2.1.7.4 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
b. Ureum kreatinin.
c. Asam urat serum.
2. Identifikasi etiologi gagal ginjal
a. Analisis urin rutin
b. Mikrobiologi urin
c. Kimia darah
d. Elektrolit
e. Imunodiagnosis
f. Identifikasi perjalanan penyakit
g. Progresifitas penurunan fungsi ginjal
h. Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :

Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau

0,93 - 1,32 mL/detik/m2

Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau

0,85 - 1,23 mL/detik/m2

Hemopoesis   : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

Elektrolit        : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+

Endokrin        :  PTH dan T3,T4

Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk   ginjal,


misalnya: infark miokard.
3. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
b. Foto polos abdomen
c. USG
d. Nefrotogram
e. Pielografi retrograde
f. Pielografi antegrade
g. Mictuating Cysto Urography (MCU)
h. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Menurut Sylvia Price (2000) adalah sebagai berikut :
2.1.9.1 Obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah Metildopa (Aldomet),
propanolol dan klonidin. Obat diuretik yang dipakai adalah furosemid
(lasix).
2.1.9.2 Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena yang memasukan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian
kalsium glukonat 10% intravena dengan hati-hati sementara EKG terus
diawasi. Bila kadar K+ tidak dapat diturunkan dengan dialisis, maka dapat
digunakan resin penukar kation natrium polistiren sulfonat (Kayexalate).
2.1.9.3 Pengobatan untuk anemia yaitu : rekombinasi eritropoetin (r-EPO) secara
meluas, saat ini pengobatan untuk anemia uremik : dengan memperkecil
kehilangan darah, pemberian vitamin, androgen untuk wanita,
depotestoteron untuk pria dan transfusi darah.
2.1.9.4 Asidosis dapat tercetus bilamana suatu asidosis akut terjadi pada penderita
yang sebelumnya sudah mengalami asidosis kronik ringan, pada diare
berat yang disertai kehilangan HCO3. Bila asidosis berat akan dikoreksi
dengan pemberian pemberian NaHCO3 parenteral.
2.1.9.5 Dialisis : suatu proses dimana solut dan air mengalir difusi secara pasif
melalui suatu membran berpori dari suatu kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya.
2.1.9.6 Dialisis peritoneal : merupakan alternatif dari hemodialisis pada
penanganan gagal ginjal akut dan kronik.
2.1.9.7 Pada orang dewasa, 2 L cairan dialisis steril dibiarkan mengalir ke dalam
rongga peritoneal melalui kateter selama 10-20 menit. Biasanya
keseimbangan cairan dialisis dan membran semipermeabel peritoneal yang
banyak vaskularisasinya akan tercapai setelah dibiarkan selama 30 menit.
2.1.9.8 Transplantasi ginjal : prosedur standarnya adalah memutar ginjal donor
dan menempatkannya pada fosa iliaka pasien sisi kontralateral. Dengan
demikian ureter terletak di sebelah anterior dari pembuluh darah ginjal,
dan lebih mudah dianastomosis atau ditanamkan ke dalam kandung kemih
resipien.
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Pengkajian Primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera
masalahaktual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup).
Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan
berdasarkan :

A = Airway dengan kontrol servikal


Kaji : - Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas-
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan,
edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji : - Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji : - Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji : - Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon :
A = Alert
V = Verbal,
P = Pain/respon nyeri
U = Unresponsive
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji : - Tanda-tanda trauma yang ada
2.2.1.2 Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan
pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian
obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
1) Pengkajian Riwayat Penyakit :
 Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
 Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah
sakit
 Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
 Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
 Waktu makan terakhir
 Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang,imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi
klien.

Metode pengkajian yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat


klien :
S  (signs and symptoms)
 tanda dan gejala yang di observasi dan dirasakan klien
A  (Allergis)
 alergi yang dimiliki klien
M  (medications)
 tanyakan obat yang telah diminum klien untuk
mengatasi keluhan
P  (pertinent past medical hystori)
 riwayat penyakit yang di derita klien
L  (last oral intakesolid or liquid)
 makan/minum terakhir, jenis makanan
E  (event leading toinjury or illnes)
 pencetus/kejadian penyebab keluhan

Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :


P  (provoked) :
 pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan dan
mengurangi nyeri

Q  (quality)
 kualitas nyeri
R  (radian)
 arah perjalan nyeri
S  (Skala)
 skala nyeri 1-10
T  (Time)
 lamanya nyeri sudah dialami klien

2.2.1.3 Pemeriksaan Fisik


1) Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau
khas urine
2) Dada : pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada
3) Perut : adanya edema anasarka (ascites)
4) Ekstremitas : edema pada tungkai, spatisitas otot
5) Kulit : sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun
2.2.1.4 Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan Urine
a) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada
(anuria)
b) Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus
bakteri, lemah, partikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis : Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d) Osmolaritas : Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan
tubular dan rasio urine serum sering 1 : 1.
e) Klirens Kreatinin : Mungkin agak menurun.stadium satu CCT(40-
70ml/menit), stadium kedua, CCT (20-40ml/menit) dan stadium
ketiga, CCT(5 ml/menit)
f) Natrium : Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium. (135-145 g/dL)
g) Protein : Derajat tinggi proteinuria (3 – 4 + ) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga
ada.
2) Darah
a) BUN/Kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi,
kadar kreatinin 10 mg/dl. Diduga batas akhir mungkin rendah yaitu 5
b) Hitung darah lengkap  : Ht  namun pula adanya anemia Hb : kurang
dari 7 – 8 9/dl, Hb untuk perempuan (13-15 g/dL), laki-laki (13-16
g/dL)
c) SDM : Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetin  seperti
pada azotemia.
3) GDA   :   
a) PH : penurunan asidosis (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresi hidrogen dan amonia atau
hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCo2 menurun
natrium serum mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan” natrium atau
normal  (menunjukkan status difusi hipematremia)
b) Kalium : Peningkatan normal (3,5- 5,5 g/dL) sehubungan dengan
rotasi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis SDM) pada tahap akhir pembahan EKG
mungkin tidak terjadi sampai umum gas mengolah lebih besar.
c) Magnesium / fosfat meningkat di intraseluler : (27 g/dL), plasma (3
g/dL), cairan intersisial (1,5 g/dL).
d) Kalsium : menurun. Intra seluler (2 g/dL), plasma darah (5 g/dL),
cairan intersisial (2,5 g/dL)
e) Protein (khususnya albumin 3,5-5,0 g/dL) : kadar semua menurun
dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine pemindahan
cairan penurunan pemasukan atau penurunan sintesis karena asam
amino esensial.
f) Osmolalitas serum : lebih besar dari 285 mos m/kg. Sering sama
dengan urine Kub Foto : menunjukkan ukuran ginjal / ureter /
kandug kemih dan adanya obstruksi (batu)
g) Pielogram retrograd  : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter
4) Arteriogram ginjal :
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravakuler massa.
Sistrouretrografi berkemih : menunjukkan ukuran kandung kemih,
refiuks kedalam ureter, rebonsi.
5) Ultrasono ginjal :
Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa. Kista obstruksi pada
saluran kemih bagian atas.
6) Biopsi ginjal :
mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan pelvis ginjal :
keluar batu hematuria dan pengangkatan tumor selektif 
7) EKG :
Mungkin abnormal menunjukan ketidak keseimbangan elektrolit
asam/basa.
8) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan : Dapat menunjukkan
deminarilisasi, kalsifikasi.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.1 Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan
retensi cairan serta natrium.
2.2.2.2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa
mulut.
2.2.2.3 Kerusakan integritas kulit b.d gangguan volume cairan,perubahan
pigmentasi
2.2.2.4 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan curah jantung
(beban jantung yang meningkat)
2.2.2.5 Gangguan pertukaran gas b.d peningkatan beban jantung, tekanan vena
pulmonalis, edema paru.
2.2.2.6 Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produksi sampah.
2.2.3 Intervensi Keperawatan

No. Tujuan Intervensi Rasional


Dx.
1 Tujuan: Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
asuhan keperawatan selama 1x7 1. Kaji TTV 1. Mengetahui keadaan umum
jam diharapkan kelebihan 2. Kaji adanya edema 2. Menunjukan adanya tanda-tanda letargi cairan
volume 3. Kaji status cairan (balance yang
cairan teratasi dengan cairan) 2. Menambah kerja dari jantung dan menuju edema
kriteria hasil: 4. Monitor BUN, kreatinin, asam pulmoner dan gagal jantung
-Tidak ada edema urat (bila ada) 3. Ketentuan batas cairan jika terjai oliguria
-BB dan TTV stabil 5. Batasi pemasukan cairan 4. Fungsi ginjal diketahui dan peningkatan BUN
-Elektrolit dalam batas normal lebih dari 25 mg/dl dan kreatinin lebih dari
1,5mg/dl
5. Pemasukan cairan yang berlebiha dapat
mengakibat kan terjadinya penumpukan cairan.
2 Tujuan: Setelah diberikan Mandiri: Mandiri:
. asuhan keperawatan selama 1x7 1. Kaji anoreksia, nausea dan 1. Tanda dan gejala dari peningkatan azotemia.
jam diharapkan nutrisi pasien muntah 2. Protein ditentukan dengan kegagalan ginjal dan
terpenuhi dengan kriteria hasil: 2. Batasi protein 20-60 gram tingkat BUN: karbohidrat untuk mencegah lemak
a.   -tidak ada mual, muntah. perhari, intake karbohidrat 100 untuk menghancurkan katabolisme jaringan.
-mukosa mulut lembab. gram perhari 2000 kalori 3. Iritasi stomatistik meningkatkan nausea
-IMT normal. perhari keseluruhan intake. 4. Protein komplek mengandung seluruh asam amino
3. Hindari minum berkafein, juice
makanan panas/berbau Kolaborasi:
4. Berikan intake ayam, ikan Bertugas untuk mengurangi muntah dengan menambah
sebagai sumber protein. asam gastrin
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian obat anti
emetik (metociropmid)
3. Tujuan: Setelah diberikan Intervensi Mandiri: Rasional Mandiri:
asuhan keperawatan selama 1x7 1. Kaji gatal-gatal, pecah dalam 1. Gatal-gatal hasil dari kekeringan kulit kristalisasi
jam kerusakan integritas kulit kulit, kemerahan pada titik urea pada kulit, tekanan konstan pada kulit
teratasi dengan tekanan menunjukan penurunan pada jaringan dan pecahan
2. Kaji mukosa oral adanya 2. Hasil dari peningkatan urea dan amonia dari
kriteria hasil: stomatitis dan pernafasan bau pecahan bakteri dan urea
- Turgor kulit elastis. amoni 3. Hasil dari retensi urine dan penurunan atau
-Tidak ada kemerahan pada 3. Kaji apakah rambut mudah peningkatan Iritasi kulit dapat disebabkan karena
kulit. rusak dan kuku pucat, serta kuku.
-Pecah dan erosi kulit tidak ada warna pada kulit. 4. Karena menggaruk area yang gatal akan membuat
pada kulit akibat garukan 4. Ajari klien untuk menekan area luka pada kulit.
yang gatal 5. Bahan kapas dapat meningkatkan gatal-gatal
5. Anjurkan klien untuk Kolaborasi:
menghindari pemakaian dari Untuk menahan dingin sel,membentuk mikro organisme
bahan kapas.
Kolaborasi:
Pemberian obat anti biotik
(ampicilin)
2.4.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah tatus kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan.Perawat melakukan tindakan implementasi terapeutik terhadap klien
yang bermasalah kesejajar tubuh dan mobilisasi yang akatual maupaun beresiko.

2.4.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaanya sudah berhasi dicapai. Perawat
melakuakan evaluasi pada pasien setelah dilakukan tindakan.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo Sulistyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:


Ar-Ruzz Media
Balitbang kemenkes RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI
Blackwell, Wiley. 2014.  Nursing Diagnoses definitions and classification 2015-
2017. United Kingdom: Blackwell.

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2


Jakarta : EGC

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines
for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M.
Jakarta: EGC; 2000

Dochterman, J. M. & Bulecheck, G. N. 2004. Nursing Intervention Classification 
(NIC) fourth edition. Missouri: Mosby
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2017.Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (SDKI).Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018.Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018.Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Sylvia. 2015, patofisiologi Edisi 6 Vo 2 konsep klinis prose-proses penyaki.
jakarta: EGC
Kusuma. H. 2015 Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa.
Jogjakarta
Iskandar. 2012. Paduan Penelitian Tindakan. Jakarta
Davis LE, Shalin SC, Tackett AJ. Current state of melanoma diagnosis and
treatment. Cancer Biol Ther. 2019;20(11):1366–79.
Domingues B, Lopes J, Soares P, Populo H. Melanoma treatment in
review. ImmunoTargets Ther. 2018;7:35–49.

Anda mungkin juga menyukai