Anda di halaman 1dari 15

KEBIJAKAN MONETER DI MASA PEMULIHAN EKONOMI

INDONESIA
PADA MASA PANDEMI COVID-19

ABSTRAK
Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kondisi penurunan perekonomian
yang dihadapkan oleh belahan dunia dengan adanya wabah pandemi Covid-19
serta bentuk kebijakan yang diambil oleh negara Indonesia dalam menyikapi
ancaman krisis ekonomi di masa mendatang. Dapat disimpulkan dengan adanya
pandemi Covid-19 memberikan dampak yang cukup besar dan berpengaruh di
seluruh dunia, tidak hanya Indonesia. Beberapa sektor industri terdampak bahkan
mengalami kebangkrutan. Dengan ada kebijakan yang di ambil oleh beberapa
negara untuk memutus penyebaran dari virus ini seperti pembatasan keluar masuk
warga asing ke suatu negara, karantina mandiri ataupun karantina wilayah
maupun pembatasan aktivitas individual yang memberikan dampak diberbagai
sektor seperti sektor pariwisata, ekonomi dll. Pembatasan aktivitas individual dan
ekonomi memberikan dampak bagi dikalangan sektor seperti penurunan
pendapatan, penurunan daya beli sampai dengan peningkatan PHK secara besar-
besaran dan pengangguran meningkat. Kondisi ini apabila tidak ditangani dengan
baik dan serius dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat menimbulkan ancaman
krisis ekonomi berkepanjangan, hal ini akan menggangu stabilitas negara.
Kebijakan fiskal maupun moneter adalah upaya yang dilakukan dalam rangka
pemulihan ekonomi nasional ataupun dapat mencegah terjadinya krisis moneter
yang mendalam. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pemulihan ekonomi
pasca pandemi COVID-19 perlu diperhatikan dan harus diselesaikan secara serius
serta tuntas mengingat dengan adanya virus ini dapat menyebabkan krisis dalam
jangka panjang dalam bidang ekonomi maupun kesehatan.

Katakunci: COVID-19, Kebijakan Fiskal, Pemulihan Ekonomi

Pendahuluan
Tidak terasa masa pandemi COVID-19 telah terjadi hampir dua tahun yang
dialami seluruh dunia. Virus Covid-19 yang terus mutasi dan menyebar ke seluruh
dunia hingga memaksa semua orang harus beradaptasi dengan kehidupan era new
normal. Hal ini terjadi sekitar akhir tahun 2019 dunia dikejutkan dengan adanya
berita wabah yaitu terdeteksi virus corona yang bermula dari Kota Wuhan,
Tiongkok yang hingga kini menjadi ancaman serius secara global. Adanya virus
ini berdampak terhadap hampir seluruh sektor industri dan penurunan
perekonomian. Pada tanggal 11 Maret 2020 Badan Word Health Organization
(WHO) mengumumkan secara resmi bahwa virus Corona (Covid-19) sebagai
pandemi dan menjadi problema seluruh dunia. Setelah info tersebut di umumkan,
mulai terjadi gejolak pada pasar dan menjadi polemik dari berbagai sektor
kehidupan seperti di bidang ekonomi, keuangan, pendidikan, politik, pasar modal
dan lain sebagainya. Fenomena pandemi covid-19 menyebabkan ketidakpastian di
masa mendatang. Persoalan ini memberikan dampak yang lebih jauh terhadap
penurunan investasi, masalah sosial seperti meningkatnya angka pengangguran
serta tingkat kriminal. Hal ini tentu saja tidak mudah bagi setiap negara untuk
mengambil kebijakan dalam mengatasi krisis kesehatan dan kebijakan pemulihan
ekonomi dalam waktu bersamaan
Pandemi Covid-19 merupakan krisis di sektor kesehatan yang memberi efek
domino pada sektor ekonomi, sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan
pembatasan mobilitas penduduk di berbagai daerah untuk menekan kasus
penyebaran Covid-19 berdampak pada penurunan aktivitas ekonomi yang
signifikan. Secara umum, kinerja perekonomian Indonesia selama tahun 2020
merupakan yang terburuk dalam 20 tahun terakhir. Secara total, ekonomi
Indonesia selama tahun 2020 mengalami pertumbuhan negatif atau terkontraksi
sebesar -2,07 persen. Pelemahan perekonomian ini berdampak pada setiap pelaku
ekonomi dari rumah tangga, korporasi, UMKM, hingga sektor keuangan.
Berbagai kegiatan ekonomi juga tersendat seperti terhambatnya investasi,
terkontraksinya ekspor impor yang mempengaruhi rantai pasokan, dan
menurunnya konsumsi masyarakat.
Prediksi Bank Dunia atau World Bank, Dana Moneter Internasional
(International Monetary Fund/IMF), dan Organisation for Economic Co-operation
and Development (OECD). Di mana Bank Dunia memproyeksikan perekonomian
Indonesia sepanjang tahun 2020 tidak tumbuh atau 0%. Sementara IMF
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2020 akan kontraksi
atau -0,5%. Berdasarkan data statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia
mengalami pertumbuhan negatif. Pada kuartal IV Tahun 2020, BPS melaporkan
ekonomi Indonesia triwulan IV-2020 mengalami kontraksi sebesar -2,19%
dibandingkan triwulan IV-2019. Kontraksi ini membuat ekonomi Indonesia
mengalami pertumbuhan negatif dalam tiga kuartal beruntun. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia masih terjebak dalam krisis ekonomi

Bahan dan Metode


Kebijakan Fiskal
Teori Keynes telah menjadi dasar dari filosofi kebijakan ini muncul sebagai
reaksi dari depresi besar yang terjadi pada sistem ekonomi Amerika di tahun
1930-an. Kritik yang disampaikan Keynes terhadap ahli ekonomi Klasik yang
berpendapat bahwa perekonomian akan selalu full employment. Namun, sistem
pasar bebas yang dikemukakan oleh Keynes tidak akan otomatis membuat
penyesuaian kondisi pekerjaan penuh, karena diperlukan adanya campur tangan
pemerintah dalam bentuk kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan fiscal dan
moneter. Dikarenakan, tiap tambahan belanja negara bukan hanya merelokasikan
sumber daya dari sektor swasta kepada pemerintah, namun diikuti timbulnya
multipliereffect atas belanja tersebut.
Teori angka pengganda fiskal yang disampaikan Keynes ini didasari oleh
pemikiran bahwa ekspansi fiskal dapat menyebabkan dampak pengganda pada
permintaan agregat yaitu kemampuan penawaran agregat dalam merespon
kenaikan permintaan agregat, sehingga kenaikan harga tidak akan terjadi.
Kebijakan fiskal merupakan penyesuaian dalam pendapatan dan pengeluaran
pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara yang disingkat APBN untuk mencapai kestabilan ekonomi yang lebih baik
dan laju pembangunan ekonomi yang dikehendaki yang umumnya ditetapkan
dalam rencana pembangunan.
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran (belanja) dan
pendapatan (pajak). Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter yang
bertujuan menstabilkan perekonomian tingkat bunga dan jumlah uang yang
beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pajak dan pengeluaran
pemerintah. Teori ekonomi mendefinisikan kebijakan fiskal sebagai aktivitas
pemerintah terkait upaya (mengumpulkan) penerimaan negara dan
membelanjakannya.
Sementara itu, kebijakan stimulus fiskal sendiri dapat diartikan sebagai
kebijakan fiskal yang dilakukan secara ekspansif melalui kebijakan anggaran yang
longgar (loose budget policy), yang ditujukan untuk mendorong perekonomian.
Secara umum, stimulus fiskal dapat diberikan melalui instrumen pajak dan atau
pengeluaran pemerintah meskipun masingmasing instrumen stimulus fiskal
tersebut memiliki pengaruh dan dampak pengganda yang berbeda terhadap
perekonomian. Kebijakan fiskal umumnya mempresentasikan pilihan-pilihan
pemerintah dalam menentukan besarnya jumlah pengeluaran atau belanja dan
jumlah pendapatan yang secara eksplisit digunakan untuk mempengaruhi
perekonomian. Berbagai pilihan tersebut dalam tataran praktisnya diwujudkan
melalui anggaran pemerintah yang ada ditingkat provinsi yang lebih dikenal
dengan Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APBD).
Kebijakan fiskal mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena
meningkatnya produksi nasional yang didorong oleh pemerintah. Kebijakan fiskal
merupakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempengaruhi
keadaan pasar barang dan jasa agar kondisi perekonomian semakin membaik.
Kebijakan fiskal ini memiliki dua sifat yaitu ekspansif dan kontraktif. Kebijakan
fiskal ekspansif dapat dilakukan dengan penambahan pengeluaran, penambahan
pembayaran transfer atau subsidi, dan pengurangan potongan pajak. Sednagkan
kebijakan fiskal kontraktif dapat dilakukan dengan mengurangi pengeluaran
pemerintah, pengurangan pembayaran transfer atau subsidi dan peningkatan
potongan pajak.
Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undangundang sebagai perwujudan pengabdian dan peran serta rakyat untuk
membiayai negara dan pembangunan nasional. Kebijakan fiskal merupakan
kebijakan yang menjadi wewenang pemerintah untuk menyesuaikan anggaran
pendapatan dan pengeluaran negara dengan APBN yang sudah ditentukan
sebelumnya dengan membuat perubahan pada sistem pajak yang berlaku. Oleh
karena itu, sangat wajar apabila kebijakan fiskal setiap tahunnya berbeda.
Pajak dan belanja/pengeluaran negara merupakan instrumen yang
dugunakan pemerintah dalam kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal dapat
dikelompokkan berdasarkan teori dan jumlah pemasukan dan pengeluarannya.
Pertama, kebijakan Fiskal berdasarkan teori, yang terdiri dari kebijakan fiskal
fungsional, disengaja, dan tidak disengaja. Kebijakan fiskal fungsional, yakni
kebijakan sebagai pertimbangan pemerintah untuk menentukan pengeluaran dan
penerimaan anggaran dengan menilai kemungkinan yang akan terjadi terhadap
pendapatan nasional dan kesempatan kerja.
Kebijakan fiskal disengaja, yakni kebijakan dengan mengubah anggaran
belanja secara sengaja. Kebijakan fiskal disengaja memiliki tiga bentuk. Pertama,
mengubah pengeluaran pemerintah. Kedua, mengubah sistem pemungutan pajak.
Ketiga, mengubah pengelolaan anggaran pemerintah dan sistem pemungutan
pajak secara bersamaan. Sedangkan, kebijakan fiskal tidak disengaja adalah
kebijakan pengendalian kecepatan siklus bisnis agar lebih stabil. Kebijakan ini
dapat berupa kebijakan harga minimum, pajak progresif, ataupun proposal.
Kedua, kebijakan fiskal juga dapat dikelompokkan berdasarkan banyaknya
pengeluaran dan pemasukan. Di antaranya, kebijakan fiskal seimbang (Balanced
Budget), kontraktif/surplus, ekspansif/defisit, dan dinamis. Kebijakan fiskal
seimbang, yakni kebijakan yang mengatur untuk menyeimbangkan anggaran
pemasukan dan pengeluaran. Kebijakan ini dapat berdampak positif karena negara
tidak perlu berutang.
Namun, ketika ekonomi negara tidak sedang dalam kondisi yang cukup
baik, maka perekonomian negara akan lebih buruk. Kebijakan fiskal
kontraktif/surplus, yakni kebijakan yang mengatur jumlah pendapatan negara
harus lebih besar dari pengeluaran. Kebijakan kontraktif digunakan ketika negara
mengalami inflasi. Selanjutnya adalah kebalikan dari kebijakan kontraktif, yakni
kebijakan fiskal ekspansif/defisit. Artinya, kebijakan ini mengatur agar
pengeluaran/belanja negara lebih besar dari pendapatan negara. Kebijakan
ekspansi menjadi salah satu strategi pemerintah ketika ekonomi negara mengalami
depresi. Terakhir, kebijakan fiskal dinamis, yakni kebijakan yang dimaksudkan
untuk mengadakan pendapatan yang dibutuhkan pemerintah seiring bertambahnya
waktu.
Hubungan Kebijakan Fiskal dengan Perekonomian
Pada masa pandemi Covid-19 yang menyebabkan kegiatan ekonomi
semakin lemah, kebijakan fiskal (dalam hal ini adalah pajak) berfungsi sebagai
sumber penerimaan dana bagi pemerintah untuk melanjutkan pembangunan.
Dengan begitu, berarti pajak memiliki peranan penting dalam perekonomian
negara. Berdasarkan hal tersebut, pajak memiliki beberapa fungsi bagi
perekonomian negara. Pertama, fungsi anggaran, yaitu membiayai segala
kebutuhan atau pengeluaran negara. Seperti biaya kompensasi pegawai, belanja
kebutuhan barang negara, pemeliharaan fasilitas negara, dan lainlain. Terkait
dengan pembangunan, biaya yang dikeluarkan berasal dari uang tabungan
pemerintah. Uang tabungan tersebut diperoleh dari rumus pendapatan dalam
negeri dikurang dengan pengeluaran rutin. Berdasarkan itu, tabungan pemerintah
harus ditingkatkan bersamaan dengan biaya pembangunan yang terus meningkat.
Peningkatan tersebut diharapkan berasal dari sektor pajak. Kedua, fungsi
mengatur, yaitu pajak dapat digunakan untuk mengatur pertumbuhan ekonomi.
Sebagai contoh, jika pemerintah menginginkan banyak investor menanamkan
modalnya, maka pemerintah harus melakukan peringangan pajak
Sebaliknya, jika pemerintah ingin menjaga eksistensi produk dalam negeri,
pemerintah seharusnya memberikan bea masuk yang tinggi bagi barang impor.
Ketiga, fungsi stabilitas, pajak menyebabkan pemerintah dapat menstabilkan
keadaan ekonomi agar tidak mencapai inflasi. Caranya yakni dengan mengatur
peredaran uang sebagai salah satu bentuk kebijakan moneter, pemungutan pajak,
serta penggunaan pajak seefektif mungkin. Terakhir, fungsi redistribusi
pendapatan, yakni pajak akan digunakan untuk kepentingan umum, termasuk
pembangunan yang akan berdampak pada terbukanya kesempatan kerja. Oleh
karena itu, pendapatan masyarakat akan meningkat pula. Kebijakan perpajakan
akan sangat memengaruhi jalannya perekonomian di suatu negara. Tarif pajak
yang tinggi akan menurunkan investasi sehingga pertumbuhan ekonomi menurun.
Sedangkan tarif pajak yang rendah akan meningkatkan investasi, pertumbuhan
ekonomi meningkat, dan penerimaan negara meningkat pula. Jadi, setiap
kebijakan fiskal terutama pajak akan memengaruhi perekonomian negara.
Selain kebijakan fiskal, pemerintah Indonesia juga membuat kebijakan
moneter yang selaras dengan kebijakan fiskal dalam upaya pemulihan ekonomi
akibat dampak pandemi Covid-19. Kebijakan moneter tersebut ditujukan untuk
menjaga nilai tukar rupiah, mengontrol inflasi, dan memberikan stimulus moneter
bagi dunia usaha. Contoh kebijakan moneter yang ditetapkan adalah penyediaan
lebih banyak instrumenlindung nilai terhadap risiko nilai tukar rupiah, sehingga
selaras dengan kebijakan fiskal berupa pembebasan pajak impor bagi pelaku
usaha. Dengan keselaran tersebut diharapkan dapat mencapai kestabilan ekonomi
dan meningkatkan perekonomian nasional
Metodologi seperti yang disampaikan oleh Bogdan dan Taylor merupakan
proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mengamati masalah serta
menemukan solusi. Perspektif teoritis dalam penelitian juga turut mempengaruhi
metodologi, yaitu suatu kerangka pemikiran atau interpretasi penulis dalam
memahami data dan hubungannya dengan peristiwa lain. Sedangkan kualitatif
adalah pengumpulan data yang bersifat kualitatif, yaitu data yang diperoleh tanpa
menggunakan alat ukur tertentu. Juga bersifat natural yaitu apa adanya, tidak
direkayasa. Kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
perkataan baik lisan maupun tulisan dari seseorang atau pelaku yang sedang kita
amati.” Maka dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian dengan pendekatan
kualitatif maka sifat data yang dikumpulkan bercorak kualitatif, karena tidak
menggunakan alat ukur tertentu, situasi lapangan bersifat “natural” atau wajar,
sehingga diperoleh hasil penelitian yang deskriptif. Penelitian ini menggunakan
metode analisis isi, yaitu suatu cara untuk memperoleh penjelasan dari teks dalam
bentung lambang. metode ini dapat digunakan semua bentuk komunikasi, baik
media masa cetak maupun elektronik. Seiring kemajuan teknologi komunikasi
dapat dilakukan dengan cara general inquirer program. Ide yang menjadikan
analisisi isi sebagai sebuah metode ini muncul dari Bernard Berelson di tahun
1959 yang telah mencurahkan perhatian yang lebih pada metode analisis ini.
Sedangkan metode kajian pustaka adalah merupakan teori yang sesuai dengan
masalah yang sedang diteliti. Yaitu adanya kajian tentang konsep yang digunakan
berdasarkan referensi yang ada, terutama dari artikel dalam karya ilmiah. Kajian
pustaka ii ditujukan untuk merangkum konsep yang dijadikan landasan pemikiran
dalam sebuah penelitian.

Hasil dan Pembahasan


Dampak Kesehatan Covid-19
Covid-19 adalah virus yang dapat menyebar dengan cepat walaupun tidak
cukup mematikan seperti halnya virus H2N1 dan DBD, namun dapat berbahaya
bagi penderita lanjut usia dan pasien dengan riwayat penyakit bawaan seperti
jantung, dan penyakit gula serta pasien dengan riwayat penyakit gangguan
pernapasan akut. Hingga awal bulan Januari 2021, jumlah terkonfirmasi Covid-19
di seluruh dunia adalah 86,5 juta jiwa dengan kasus meninggal 1, 87 juta jiwa,
menurut laporan WHO. Negara yang paling banyak terinfeksi seluruh dunia
adalah Amerika serikat, India, Brazil, Rusia dan Inggris, Prancis dan Italia.
Dampak Ekonomi Covid-19
Adanya pandemi Covid-19 yang paling besar dampaknya adalah pada sektor
ekonomi. Hal ini nampak pada proyeksi pemerintah bahwa perekonomian
Indonesia tumbuh -0,4-2,3% pada 2020. Namun demikian pada tahun 2021,
pemerintah Indonesia tetap optimis bahwa perekonomian diperkirakan meningkat
4,5-5,5%. Berbagai institusi keuangan dunia memberikan proyeksi pertumbuhan
perekonomian ekonomi Indonesia untuk tahun 2020 hingga 2023. Berbagai
penelitian memperkirakan COVID-19 akan menurunkan laju pertumbuhan
perekonomian Indonesia menjadi antara 1 dan 4 persen.
Sektor ekonomi merupakan sektor yang paling kena dampak. Menurut
Gubernur Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 3,2-
4,4% pada tahun ini. Dipicu oleh peningkatan mobilitas masyarakat serta belanja
pemerintah dan tingginya ekspor. Namun berbeda menurut Bank Dunia,
memperkirakan Indonesia akan melanjutkan momentum pertumbuhan ekonomi
pada tahun 2022. Berdasarkan laporan Global Economic Prospects pertumbuhan
ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 5,2 persen pada tahun ini. Beberapa
ahli mengkhawatirkan, dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-
19 dalam jangka panjang bisa lebih besar dari dampak kesehatan, dan
pertumbuhan ekonomi akan melambat beberapa tahun ke depan. Jika terjadi
perlambatan ekonomi, maka daya serap tenaga kerja akan berkurang,
meningkatnya pengangguran dan kemiskinan serta kriminalitas pun meningkat.
Sektor yang sangat terpukul dengan pandemi Covid-19 adalah pariwisata
dan sektor penerbangan dikarenakan adanya larangan traveling dan konsekuensi
social distancing serta mahal biaya antigen maupun swab PCR. Imbasnya
merembet ke industri perhotelan, restoran, retail, transportasi, UMKM dan lain-
lain. Sektor manufaktur juga terimbas karena terhambatnya bahan baku
disebabkan kelangkaan dan keterlambatan kedatangan bahan baku. Hal ini akan
berdampak tinggi nya harga produk sehinnga memicu adanya kenaikan inflasi.
Bank Dunia memprediksi perekonomian Indonesia tumbuh 4,4% pada 2021.
Kenyataan terjadi penurunan prediksi ini akibat dari dampak varian Delta yang
menyebar pada JuliAgustus lalu. Bank Dunia juga memproyeksikan pertumbuhan
ekonomi Indonesia meningkat 5,2% pada 2022 dan 5,1% pada 2023. Proyeksi
tersebut berdasarkan asumsi program vaksinasi akan terus dilakukan dengan
harapan sebagian besar provinsi bisa mencapai tingkat vaksinasi hingga 70% pada
2022 dan dengan catatan Indonesia tidak akan mengalami gelombang baru Covid-
19 yang lebih parah.
Dilihat secara garis besar, pandemi Covid-19 ditanah air memberikan
dampak yang cukup signifikan terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi serta
ketidakpastian global di masa mendatang. Kebijakan fiskal yang terdiri dari
pendapatan dan pengeluaran pemerintah ternyata sangat besar fungsinya upaya
dalam menanggulangi dampak pandemi covid-19 di Indonesia. Di bidang fiskal,
kebijakan fokus dengan Inpres No.4/2020 yang diterbitkan oleh Presiden, tentang
instruksi untuk mempercepat pemfokusan kembali kegiatan, realokasi anggaran
juga dalam pengadaan barang jasa hal ini merupakan upaya untuk menangani
wabah covid-19.
Permulaan pandemi di tanah air seluruh instansi sektor pemerintah pusat,
daerah maupun swasta membuat peraturan work from home (WFH) pada awal
Maret tentu hal ini berakibat terjadi perlambatan dari segi kegiatan usaha hingga
terjadi penurunan pendapatan dalam negeri. Dampaknya menekan penerimaan
pajak pertambahan nilai dalam negeri (PPN DN) di bulan berikutnya pada 2020
hingga akhir tahun. Selanjutnya mengingat pada 2020 hingga awal Januari 2022
sebagian daerah menerapkan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB)
hingga PPKM di beberapa wilayah terdampak virus covid-19 dengan penyebaran
zona merah.
Mengatasi kebijakan ini sehingga pemerintah memberikan fasilitas
perpajakan berupa relaksasi pembayaran PPh Pasal 29 OP dan pelaporan SPT PPh
OP dengan harapan dapat mempertahankan ekspektasi positif semua entitas
ekonomi, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Di Indonesia keputusan
lockdown tidak diterapkan karena berbagai alasan termasuk kesiapan negara
dalam menanggung risiko apabila hal itu terjadi. Menurut data dari Kementerian
Keuangan terjadi Penurunan Penerimaan pajak pada 2020 tercatat yaitu minus
hingga 19,7%. Penerimaan perpajakan 2020 diperkirakan turun sebesar Rp403,1
triliun. Dalam APBN, penerimaan perpajakan dipatok Rp1.865,7 triliun menjadi
Rp1.462,7 triliun. Menteri keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 23 Tahun 2020 (PMK 23 Tahun 2020) tentang Insentif Pajak Untuk Wajib
Pajak Terdampak Wabah Virus Covid-19. Pemberian insentif ini sebagai respons
dari pemerintah atas menurunnya produktivitas para pelaku usaha serta UMKM
karena roda perekonomian wajib pajak yang menurun drastis akibat pandemi
Covid-19 ini.
Pada April 2020 pemerintah mulai mengeluarkan kebijakan untuk
menanggung pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Ini merupakan salah
satu paket stimulus kebijakan pemerintah untuk mencegah perlambatan ekonomi
lebih jauh akibat wabah virus covid-19. Tiga kebijakan lain merupakan
penangguhan pembayaran untuk PPH Pasal 22, PPh pasal 25 serta restitusi
dipercepat untuk Pajak Penghasilan (PPN). Bagi wajib pajak yang melakukan
aktivitas impor akan diberikan. Disisi lain pemerintah juga merancang kebijakan
dan terobosan baru di bidang keuangan negara, termasuk di bidang perpajakan
dan keuangan daerah, serta sektor keuangan lainnya dengan menerbitkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020
tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk
Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman
yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan. Pemerintah menetapkan secara garis besar yaitu kebijakan keuangan
negara pada intinya terdiri dari penyesuaian batasan defisit APBN, penggunaan
sumber pendanaan alternatif anggaran, penyesuaian mandatory spending,
pergeseran dan refocusing anggaran pusat dan daerah.
Implementasi kebijakan Fiskal di Indonesia berdasar PERPU Nomor. 1
Tahun 2020 mengenai Kebijakan dan Stabilitas Sektor Keuangan Negara yang
berlaku sejak 31 Maret 2020, antara lain:
1. Penetapan batas deficit Anggaran Negara diatas 3% dari PDB pada periode
penanganan COVID-19 sampai tahun fiscal 2022 dan deficit akan kembali
pada angka paling tinggi sebesar 3% pada 2023
2. Adanya penyesuaian tariff pajak, antara lain: a. Pajak pendapatan perusahaan
sebesar 22% pada 2020 dan 2021, menjadi 20% di tahun 2022 b. Pajak
Penghasilan Badan Terbuka untuk Publik dengan kriteria jumlah saham yang
disetor dapat diperjualbelikan paling sedikit sebesar 40% dengan persyaratan
tertentu, akan dengan tariff pajak 3% lebih rendah dari pajak penghasilan pada
poin 2a
3. Kemudahan dalam pelaksanaan pajak yaitu: a. Kebijakan pengajuan
keringanan pajak akan diperpanjang hingga 6 bulan b. Masa pengembalian
pajak hingga kurun waktu 1 tahun c. Waktu jatuh tempo tentang klaim
pengembalian pajak, keberatan pajak, pengurangan atau penghapusan sanksi
pajak diperpanjang dalam waktu 6 bulan. 4. Pembebasan kepabeanan dan
cukai terhadap barang import yang terkait dengan pegembangan industry
Dalam Negeri. Komitmen pemerintah Indonesia adalah terus menjaga
kontinuitas fiscal di tahun 2020. Adanya defisit APBN sampai dengan bulan
April 2020 sebesar Rp74,47 triliun hal ini setara dengan 0,44 % PDB.
Sedangkan pembiayaan sampai April 2020 sejumlah Rp221,84 triliun hal ini
meningkat sebesar 53,58 % (yoy), yang bersumber dari pembiayaan utang.
Sentimen negatif pasar keuangan terjadi pada awal bulan Maret lalu akibat
situsi yang tidak pasti akibat pandemi Covid-19.
Namun demikian situasi pasar uang dinilai mulai stabil sejak April
meskipun masih tetap harus dipantau volatilitasnya. Pemerintah juga telah
menerbitkan SUN dalam global bonds di bulan yang sama. Hal ini dilakukan
sebagai suatu strategi pembiayaan APBN 2020 dalam rangka menunjang biaya
yang terjadi akibat pandemic Covid-19. Selanjutnya pemerintah juga
mensinergikan BI dalam SKB No 190/KMK.08/2020 antara Menteri Keuangan
dan Gubernur BI, mengantisipasi situasi yang dapat membahayakan stabilitas
keuangan Indonesia akibat pandemic Covid-19. Dalam SKB tersebut BI dapat
membeli SBN jangka panjang dan bersifat tradable pada pasar perdana. Yang
dilaksanakan 2 tahap, yaitu pada rangkaian lelang SBSN dan SUN tanggal 21 dan
28 April 2020.
Selain itu Pemerintah memperkenalkan adanya Pemulihan Ekonomi
Nasional (PEN) dalam PP nomor 23 tahun 2020, hal ini merupakan upaya
memberdayakan UMKM Adanya Pandemi Covid-19 yang sukar diprediksi
menyebabkan lemahnya system perekonomian Indonesia. Namun demikian
pemerintah tetap menempatkan kebijakan fiscal untuk menjaga kestabilan
perekonomi Indonesia. Proyeksi pemerintah terhadap angka defisit APBD
melebar 6,27 persen terhadap PDB. Agar terpenuhi kebutuhan belanja Negara
utamanya dengan prioritas penanganan Covid-19 dan untuk dalam rangka
pemulihan perekonomian akibat pandemic Covid-19, pemerintah perlu tetap
mengutamakan prinsip kehati-hatian, akuntabel serta transparan.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menganalisa kebijakan fiscal yang
dilakukan pemerintah saat ini. Sebuah study yang telah dilakukan antara lain
tentang fleksibilitas pajak sebagai intrumen kebijakan fiscal untuk menghadapi
krisi yang diakibatkan oleh pandemic Covid 19. Kesuksesan bangsa Indonesia
sebagai Negara yang lepas dari krisis ekonomi dengan strategi kebijakan fiskal
yang cukup baik dan juga telah berhasil melakukan reformasi peraturan dan
sistem perpajakan modern. Pengalaman ini menjadi pelajaran yang penting bagi
Pemerintah dalam rangka pembuatan kebijakan dalam rangka antisipasi terhadap
dampak finansial dan moneter akibat wabah Covid-19, menyimpulkan bahwa: a)
Pajak sebagai instrument kebijakan fiskal dengan fungsi mengatur serta menjaga
stabilitas perekonomian negara yang diakibatkan adanya kontraksi dan relaksasi
ekonomi, yang fleksibel dari sisi peneriman negara yang berkelanjutan; b)
Kebijaksanaan fiskal yang berhasil meningkatkan daya saing investasi dan sebagai
upaya antisipasi melemahanya perekonomian global sebagai akibat dari pandemi
Covid-19 dengan mengoptimalkan fungsi dari alokasi anggaran belanja negara
yang seimbang.
Mengenai kebijakan fiskal pemerintah, yang menekankan kebijakan
pemerintah dari kedua sisi baik dari sisi penerimaan dan pengeluaran. Dalam
rangka mencapai target penerimaan negara dilakukan dengan cara revisi terhadap
target penerimaan atas pajak, realokasi pendapatan pada APBN 2020 dan
melakukan digitalisasi pajak. Di sisi pengeluaran negara, pemerintah akan
melakukan revisi anggaran dalam rangka mengurangi deficit APBN . Tiga
tahapan stimulus anggaran yang dilakukan pemerintah yang pertama di bulan
Februari sebesar Rp 8,5 triliun untuk memperkuat perekonomian negara dari
sector pariwisata, dan Rp 22,5 triliun yang dianggarkan pada bulan Maret.
Kebijakan fiskal dan nonfiskal hal ini ditujukan untuk mendorong sector industri
juga mempermudah eksporimpor dan dikucurkan dana Rp. 405 triliun pada akhir
bulan Maret sebagai dana kebijakan kesehatan.
Dengan diterapkannya kebijakan fiscal terhadap pendapatan dan belanja
negara untuk menjaga pertumbuhan dan kestabilan ekonomi. Di sisi penerimaan,
hendaknya pemerintah lebih memperhatikan dalam kontribusi pendapatan
terutama yang didapat dari PPN dan PPh. Pemerintah harus memberi perhatian
dari aspek realisasi penggunaan dana dari sisi pengeluaran, agar dana tersebut
tepat sasaran dan memfokuskan kegiatan pada prioritas untuk mencegah
merebaknya wabah Covid-19. Sedang dalam rangka menekan defisit anggaran
dari berbagai pembiayan yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara merevisi/
refocusing terhadap APBN agar dapat dioptimalkan penggunaannya pada masa
merebaknya wabah Covid-19.
Kesimpulan
Upaya untuk mengatasi dampak pandemik Covid-19 ini, Pemerintah perlu
menerapkan berbagai kebijakan fiscal pada pendapatan dan pengeluaran negara
dalam rangka menjaga pertumbuhan dan kestabilan perekonomian Indonesia. Di
sisi pendapatan, hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah tentang
optimalisasi kontribusi dari sisi pendapatan pemerintah, terutama yang bersumber
baik dari PPN dan PPh. Termasuk didalamnya adalah dalam sistem perpajakan,
strategi kebijakan fiskal yang dinamis serta memperbarui sistem perpajakan
nasional melalui reformasi regulasi dan administrasi perpajakan modern. Di sisi
pengeluaran, realisasi penggunaan dana penanganan Covid-19 ini agar tepat
sasaran dengan prioritas pencegahan pandemik Covid-19 harus lebih diperhatikan
oleh pemerintah. Pemerintah perlu menekan defisit anggaran dengan melakukan
revisi terhadap anggaran yang tersusun dalam APBN agar penggunaannya lebih
optimal selama masa pandemic Covid-19. Menyusun prioritas penanganan yang
tepat dalam merefleksikan kebutuhan serta keberpihakan kepada masyarakat kecil
yang paling terdampak, serta memperkuat basis data untuk mengatasi dan terlibat
secara langsung pada sector sosial ekonomi, juga dengan lebih memperhatikan
comparative advantage yang dimiliki setiap daerah di Indonesia, dengan
heterogenitas dampak yang terjadi akibat pandemic Covid-19 ini. Selain belajar
dari pengalaman bangsa Indonesia dalam mengalami krisis perkonomian yang
lalu, hendaknya bangsa Indonesia juga meninjau langkah-langkah kebijakan
perekonomian dari Negaranegara lain.

Daftar Pustaka
Embrett, M., Bielska, I. A., Manis, D. R., Cooper, R., Agarwal, G., Nartowski, R.,
... & Clark, K. (2021). Outcomes for implemented macroeconomic policy
responses and multilateral collaboration strategies for economic recovery
after a crisis: a rapid scoping review. International journal of health services,
51(3), 337-349.
Hertinawati, H. (2021). Analisa terhadap Kebijakan Fiskal dan Moneter Indonesia
dalam Menghadapi Wabah Pandemi Covid-19. Jurnal SEKURITAS
(Saham, Ekonomi, Keuangan dan Investasi), 4(2), 118-130.
Lativa, S. (2021). Analisis Kebijakan Fiskal Indonesia Pada Masa Pandemi
Covid-19 Dalam Meningkatkan Perekonomian. JURNAL EKONOMI,
23(3), 161-175.
Lim, G., Nguyen, V., Robinson, T., Tsiaplias, S., & Wang, J. (2021). The
Australian Economy in 2020–21: The COVID‐ 19 Pandemic and Prospects
for Economic Recovery. Australian Economic Review, 54(1), 5-18.
Maharani, Y., & Marheni, M. (2022). Strategi Kebijakan Dalam Mengatasi Krisis
Ekonomi Di Masa Pandemi Covid-19:(Studi Kasus Indonesia). Jemasi:
Jurnal Ekonomi Manajemen dan Akuntansi, 17(02), 234-244.
Marginingsih, R. (2021). Program Pemulihan Ekonomi Nasional Sebagai
Kebijakan Penanggulangan Dampak Pandemi Covid-19 Pada Sektor
UMKM. Moneter-Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 8(2), 110-116.
Widiarsih, D., Darwin, R., & Murdy, K. (2021). Efektivitas Fiskal-Moneter:
Strategi Pemulihan Ekonomi Provinsi Riau Dalam Menghadapi Era New
Normal. Jurnal Inovasi Pendidikan Ekonomi (JIPE), 11(1), 67-81.

Anda mungkin juga menyukai