Anda di halaman 1dari 29

JURNAL READING PERIODONSIA

Teknik Baru untuk Splinting Trauma Gigi Anterior atau Bagian Dentoalveolar

Disusun oleh:

Amanda Jilan Dhiya 2019 – 16 – 131

Emir Heryanza Putra 2019 – 16 – 138

Pembimbing:

drg. Amelia Kristiani, Sp.Perio

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

JAKARTA

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................…… 1
BAB 1 PENDAHULUAN ..........................................................................…… 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………… 2
1.3 Pertanyaan Penulisan …………………………………………… 3
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………... 3
1.5 Manfaat Penulisan ………………………………………………. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 4
2.1 Kegoyangan Gigi.......................................................................…… 4
2.1.1 Etiologi Kegoyangan Gigi …………………………………….… 4
2.1.2 Klasifikasi Mobilitas gigi …….. ……………………………….. 4

2.1.3 Cara pemeriksaan kegoyangan gigi …...…………………….…… 5

2.2 Splinting ……………………………………………………………….. 5

2.2.1 Definisi periodontal splinting ……………………………………… 5

2.2.2 Tujuan splinting ……………………………………………………… 6

2.2.3 Indikasi dan kontraindikasi Splinting ………………………………… 6

2.2.4 Klasifikasi Splinting ………………………………………………… 7

2.2.4.1 Temporary Splinting ………………………………………….. 7

2.2.4.2 Semi Permanent Periodontal Splinting ……………………….. 12


2.2.4.3 Permanent Periodontal Splinting ……………………………… 12
2.2.5 Syarat Splinting yang baik …………………………………………… 13

2.2.6 Tahapan/Teknik Splinting ……………………………………………. 14

2.3 Jurnal reading ………………………………………………………… 15

BAB 3 PEMBAHASAN …………………………………………………….…….. 19


BAB 4 KESIMPULAN...............................................................................…….. 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................……... 21

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Oklusi merupakan salah satu aspek penting yang berkaitan dengan proses mengunyah,
menelan dan berbicara. Oklusi secara sederhana dapat diartikan sebagai kontak atau
bertemunya gigi geligi bawah dengan gigi geligi atas. Kontak ini akan menghasilkan suatu
tekanan yang kemudian diteruskan ke jaringan periodontal gigi yang terdiri dari gingiva,
ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Jaringan periodontal memiliki fungsi
mendukung dan meredam tekanan oklusi yang diterima oleh gigi dan mempunyai batas
ambang menahan tekanan oklusi, artinya bila tekanan ini berlebih dapat mencederai jaringan
periodontal disekitarnya.

Gigi mobiliti (goyang) adalah masalah yang sering terjadi pada gigi yang dapat

berakibat hilangnya gigi dikarenakan penyakit ataupun cedera pada gingiva atau tulang yang

mendukung gigi.Mobiliti pada gigi dapat bersifat fisiologis ataupun patologis. Secara klinis

gigi mobiliti juga dapat dibedakan atas mobility reversibel ataupun mobiliti irreversibel.

Terjadinya peningkatan gigi mobiliti dapat disebabkan oleh banyak faktor. Namun terjadinya

inflamasi yang diakibatkan oleh akumulasi plak dan adanya trauma oklusi merupakan faktor

penyebab yang paling sering terlibat sebagai penyebab terjadinya gigi mobiliti (goyang).

Kegoyangan gigi merupakan salah satu penyakit periodontal yang disebabkan oleh

adanya kerusakan tulang yang mendukung gigi, trauma oklusi, dan adanya perluasan

peradangan dari gingiva ke jaringan pendukung yang lebih dalam serta proses patologi

rahang seringkali terjadi pada pasien dengan trauma oklusi disertai periodontitis kronis. 1

Perawatan terhadap kasus gigi mobiliti (gigi goyang) harus dilakukan dengan baik, diagnosa

yang tepat terhadap faktor penyebab terjadinya gigi mobiliti sangat dibutuhkan untuk

keberhasilan perawatan.2 Terdapat berbagai bentuk perawatan yang dapat digunakan untuk

mengatasi masalah gigi mobiliti. Untuk kasus gigi mobiliti yang disebabkan inflamasi maka

1
dapat dilakukan penyingkiran terhadap faktor penyebab inflamasi seperti scalling dan root

planning, penggunaan obat lokal dan sistemik serta terapi pembedahan. 3 Pada kasus gigi

mobiliti yang disebabkan karena adanya trauma oklusi maka harus dihilangkan terhadap

faktor penyebab terjadinya trauma oklusi. Perawatan seperti oklusal grinding, perbaikan

terhadap kebiasaan parafungsi, stabilisasi gigi dengan menggunakan splin, pemakaian alat

ortodonti dan rekonstruksi oklusal merupakan pilihan perawatan. Ekstraksi terhadap gigi

mobiliti (gigi goyang) merupakan pilihan terakhir apabila dukungan terhadap gigi mobiliti

tidak diperoleh meskipun telah dilakukan perawatan.3 Kegoyangan gigi diklasifikasikan

menjadi tigaderajat. Derajat 1 yaitu kegoyangan sedikit lebih besar dari normal. Derajat 2

yaitu kegoyangan sekitar 1 mm, dan derajat 3 yaitu kegoyangan > 1 mm pada segala arah

dan/atau gigi dapat ditekan ke arah apikal. Salah satu perawatan untuk stabilisasi kegoyahan

gigi adalah splinting.3

Splinting merupakan tindakan untuk menstabilkan gigi yang mengalami kegoyangan


terkait masalah periodontal.2 Menurut The Glossary of Prosthodontic pada tahun 2017
mengatakan bahwa istilah splinting didefinisikan sebagai penggabungan dua atau lebih gigi
menjadi suatu unit yang rigid melalui restorasi cekat maupun lepasan atau dengan bantuan
penggunaan alat. Splinting diindikasikan pada keadaan kegoyangan gigi derajat 3 dengan
kerusakan tulang berat. Adapun indikasi utama penggunaan splinting dalam mengontrol
kegoyangan yaitu imobilisasi kegoyangan yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien serta
menstabilkan gigi pada tingkat kegoyangan yang makin bertambah. Ditambahkan oleh
Strassler dan Brown pada tahun 2017 mengatakan bahwa splinting juga digunakan untuk
mengurangi gangguan oklusal dan fungsi mastikasi.2
Persyaratan splinting modern untuk stabilisasi gigi yang mengalami trauma: aplikasi
intraoral, prosedur sederhana (penempatan dan pelepasan), fiksasi yang memadai untuk
seluruh periode stabilisasi, tidak ada trauma tambahan pada gigi yang displinting,
memungkinkan mobilitas gigi fisiologis, tidak ada gangguan oklusi, mudah dibersihkan,
tidak merusak jaringan gingiva, dapat diterima secara estetis, dan perawatan endodontik
serta pengujian sensitivitas harus dimungkinkan. Banyak teknik splinting yang berbeda
telah dijelaskan dalam artikel trauma pada gigi. splinting komposit kawat, splinting

2
ortodontik, splinting TTS, splinting resin, splinting kevlar/fiberglass (fiberglass), bahan
self-etching dan bonding, splinting jahitan. Secara teori, satu minggu cukup untuk
imobilisasi dalam kasus dengan cedera jaringan pendukung ringan. Karena ligamen
periodontal mencapai kekuatan normalnya 7 sampai 14 hari setelah trauma.1

Penelitian yang telah dilakukan oleh Tawfeeq BT, Al-Rawee RY, Sultan BM pada tahun
2019 mengatakan bahwa tujuan penelitian tersebut dilakukan untuk melakukan jenis baru
dari cold-cured acrylic (CCAR) splinting untuk merawat fraktur gigi atau dento-alveolar,
dalam percobaan untuk mengatasi situasi darurat dan untuk meminimalkan: Stres dan
ketidaknyamanan yang terkait dengan prosedur operatif, Kebutuhan waktu untuk mencapai
tujuan dan tambahan teknis yang diperlukan untuk splinting.1

1.2 Rumusan Masalah

Belum diketahuinya Teknik Baru untuk Splinting Trauma Gigi Anterior atau Bagian
Dentoalveolar
1.3 Pertanyaan Penulisan

Apakah ada Teknik Baru untuk Splinting Trauma Gigi Anterior atau Bagian Dentoalveolar?

1.4 Tujuan Penulisan

Tujuan pembuatan makalah jurnal reading ini untuk menjelaskan terdapat Teknik Baru
untuk Splinting Trauma Gigi Anterior atau Bagian Dentoalveolar
1.5 Manfaat Penulisan

Bagi Masyarakat

Pembuatan makalah jurnal reading ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
masyarakat mengenai teknik baru untuk splinting trauma gigi anterior atau bagian
dentoalveolar sehingga dapat menjadi dasar pertimbangan dalam memilih perawatan untuk
meminimalisirkan kerugian pada kesehatan rongga mulut.
Bagi Penulis

Manfaat penelitian bagi penulis adalah menambah pengetahuan tentang teknik baru
untuk splinting trauma gigi anterior atau bagian dentoalveolar sehingga dapat berguna pada
masa klinik.

3
Bagi Ilmu Pengetahuan

Memberi data berdasarkan pembuktian ilmiah sehingga dapat berkontribusi untuk


kemajuan ilmu dan pengetahuan di bidang kedokteran gigi khususnya yang berkaitan dengan
teknik baru untuk splinting trauma gigi anterior atau bagian dentoalveolar.
.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Oklusi


Kontak oklusi yang tidak tepat bisa menimbulkan masalah misalnya penyakit
periodontal atau gangguan fungsi sendi temporomandibula. Oklusi yang tidak tepat ini
biasanya ditimbulkan oleh tumpatan yang overhanging, protesa gigi tiruan yang kurang baik
desainnya, kebiasaan buruk seperti bruxism, serta susunan gigi geligi yang tidak teratur.
Tekanan berlebih yang diterima oleh jaringan periodontal menyebabkan perubahan patologis
atau adaptif dari jaringan periodontal yang disebut dengan trauma oklusi. Istilah trauma
oklusi digunakan untuk mendeskripsikan perubahan patologis atau perubahan adaptif yang
berkembang pada jaringan periodonsium sebagai akibat tekanan oklusal yang tidak sesuai
dihasilkan otot pengunyahan. Istilah lain yang sering digunakan adalah trauma oklusi, trauma
oklusal, traumatogenik oklusi, kelebihan beban pengunyahan (occlusal overload), periodontal
trauma, ketidakharmonisan oklusal, ketidakseimbangan fungsi, dan distrofi oklusal.2

2.1.1. Definisi Trauma Oklusi


Trauma oklusi (TFO) didefinisikan sebagai kerusakan pada perlekatan periodontal gigi
geligi, yang merupakan hasil dari beban oklusi yang berlebihan, sehingga menyebabkan rasa
sakit atau ketidaknyamanan. Beberapa indikasi klinis dan radiografis telah digunakan untuk
mengidentifikasi adanya trauma oklusi seperti resesi gingiva, rasio mahkota banding akar
yang tidak seimbang, adanya mobilitas gigi geligi, fraktur mahkota dan akar, ruang ligamen
periodontal yang membesar, kehilangan tulang alveolar berbentuk angular, dan perubahan
morfologi akar. World Health Organization (WHO) mendefinisikan trauma oklusi sebagai
kerusakan pada jaringan periodonsium akibat tekanan pada gigi yang disebabkan secara
langsung atau tidak langsung oleh gigi pada rahang yang berlawanan. American Academy of
Periodontology (AAP) dalam Glossary of Periodontics Terms mendefinisikan trauma oklusi
sebagai cedera pada jaringan pendukung yang disebabkan oleh tekanan oklusal yang
berlebihan. Oleh karena itu, istilah trauma oklusi secara umum digunakan untuk menjelaskan
hubungannya dengan cedera pada jaringan periodonsium.2

5
2.1.2 Klasifikasi Truma Oklusi
Trauma oklusi dapat diklasifikasikan berdasarkan:2

1. Berdasarkan durasi penyebab diklasifikasikan atas trauma oklusi akut dan kronis
Trauma oklusi akut terjadi akibat tekanan oklusal yang tiba-tiba seperti saat
menggigit benda keras. Selain itu, restorasi atau protesa yang mengganggu atau
mengubah arah tekanan oklusal pada gigi dapat menyebabkan trauma akut. Trauma
akut menyebabkan nyeri pada gigi, sensitivitas terhadap perkusi, dan meningkatnya
mobilitas gigi. Trauma kronis terjadi akibat perubahan bertahap pada oklusi karena
keausan gigi, gerakan drifting dan ekstrusi gigi dikombinasikan dengan kebiasaan
parafungsional seperti bruxism dan clenching
2. Berdasarkan sumber penyebab diklasifikasikan atas trauma oklusi primer dan
sekunder
Trauma oklusi primer disebabkan oleh perubahan tekanan oklusal. Trauma oklusi
primer terjadi jika trauma oklusi dianggap sebagai faktor etiologi primer pada
destruksi periodontal dan ketika hanya perubahan lokal gigi yang terkena tekanan
tersebut berasal dari oklusi. Contohnya cedera periodontal di daerah sekeliling gigi
yang sebelumya memiliki jaringan periodonsium normal setelah
a) tambalan yang terlalu tinggi;
b) penempatan protesa yang menyebabkan tekanan berlebihan pada gigi
penyangga atau antagonisnya;
c) gerakan drifting atau ekstrusi gigi ke ruang kosong karena adanya gigi
hilang dan tidak diganti;
d) pergerakan ortodonti terhadap gigi sehingga menyebabkan perubahan
posisi fungsional gigi
Trauma oklusi sekunder terjadi ketika ketika kapasitas adaptif jaringan yang
menahan tekanan oklusal mengalami gangguan akibat kehilangan tulang karena
proses inflamasi pada jaringan periodontal. Kondisi tersebut akan mengurangi level
perlekatan periodontal dan mengubah pengaruh dari jaringan pendukung yang ada.
Jaringan periodonsium menjadi rentan terhadap cedera dan kemampuannya menahan
tekanan oklusal yang sebelumnya normal menjadi trauma

6
Ketiga kondisi yang berbeda dari tekanan oklusal yang berlebihan dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Periodonsium normal dengan ketinggian tulang normal
2. Periodonsium normal dengan kehilangan tulang
3. Periodontitis marginal dengan kehilangan tulang

Gambar 1 Tekanan oklusal dapat terjadi pada A. Periodonsium normal dengan ketinggian tulang normal. B.
Periodonsium normal dengan kehilangan tulang. C. Periodontitis marginal dengan kehilangan tulang

Gambar 1 menunjukkan kondisi pertama merupakan contoh dari trauma oklusi primer,
sedangkan kondisi kedua dan ketiga adalah contoh trauma oklusi sekunder.2

2.1.3 Tanda dan Gejala Trauma Oklusi


Tanda dan gejala trauma karena oklusi dapat ditentukan secara klinis dan
radiografis. Pada kondisi akut tanda dan gejala yang terlihat adalah rasa sakit yang hebat,
nyeri pada saat perkusi, dan meningkatnya mobilitas gigi. Gejala lain yang terlihat adalah
impaksi makanan, arthritis sendi temporomandibular yang traumatik, nyeri otot, dan
kehilangan gigi. Gambaran radiografis trauma karena oklusi meliputi pelebaran ruang
ligamen periodontal, penebalan lamina dura di sepanjang tepi lateral akar gigi, apikal dan
area bifurkasi, dan diskontinuitas lamina dura. Kelainan lain adalah destruksi vertikal septum
interdental yang diikuti kerusakan infraboni, radiolusensi dan kondensasi pada tulang
alveolar, dan resorbsi akar gigi.3

7
Gambar 1: Gambaran radiografis trauma karena oklusi

2.2 Kegoyangan Gigi


Kegoyangan atau mobilitas gigi merupakan suatu masalah pada gigi geligi yang
dapat menyebabkan kehilangan gigi dikarenakan adanya penyakit ataupun cedera pada gigi
geligi tersebut ataupun jaringan pendukung gigi. 3 Secara patologis, kegoyangan gigi
merupakan salah satu manifestasi terjadinya penyakit periodontal seperti periodontitis yang
menyebabkan adanya kerusakan tulang pada pendukung gigi, trauma oklusi, dan adanya
perluasan peradangan dari gingiva ke jaringan pendukung yang lebih dalam.3

2.2.1 Etiologi Kegoyangan Gigi


Mobilitas gigi sebenarnya normal bila masih dalam batas tertentu misalnya
sewaktu bangun tidur yang disebabkan gigi sedikit ekstrusi akibat tidak berfungsi selama
tidur. Apabila mobilitas diluar batas fisiologis maka mobilitas tersebut telah patologis.
Mobilitas patologis disebabkan oleh inflamasi gingival dan jaringan periodontal, kebiasaan
parafungsi oklusal, oklusi premature, kehilangan tulang pendukung, gaya torsi yang
menyebabkan trauma pada gigi yang dijadikan pegangan cengkraman gigi tiruan lepasan,
terapi periodontal, terapi endodontik, dan trauma dapat menyebabkan kegoyangan gigi
sementara.4

2.2.2 Klasifikasi Mobilitas gigi


Klasifikasi gigi menurut Miller di kelompokkan sebagai berikut:
1. Derajat I: Mulai terasa adanya tanda – tanda kegoyangan gigi yang hanya dapat
dirasakan oleh pasien

8
Digoyangkan dengan ibu jari dan telunjuk terasa tapi tidak terlihat klinis,
dan
termasuk normal karena adanya membran periodontal.
2. Derajat II: Dapat dirasakan adanya kegoyangan gigi secara horizontal dan tidak lebih
dari 1mm
Digoyangkan dengan jari terasa dan terlihat. Kerusakan tulang baru
mencapai 1/3 cervical akar gigi.
3. Derajat III: Kegoyangan gigi lebih dari 1 mm ke segala arah atau berotasi baik
horizontal maupun vertikal.
Gigi dapat digoyangkan dengan lidah secara horizontal maupun vertikal
atau secara fasiolingual dan mesiodistal. Kerusakan tulang mencapai 1/3
apikal akar gigi

Secara klinis, kegoyangan gigi terjadi akibat berkurangnya tulang alveolar, adanya
pelebaran ligament periodontal atau merupakan manifestasi kombinasi dari keduanya yang
disebabkan oleh penyakit periodontal. Kegoyangan gigi dapat diatasi dengan menghilangkan
penyebabnya, terutama bakteri yang berkembang dengan pemberian antibiotik,
menghilangkan faktor predisposisi, berupa trauma oklusi dan Tindakan pembedahan untuk
dilakukan regenerasi tulang dengan pemberian graft atau guided tissue regeneration.

2.2.3 Cara pemeriksaan kegoyangan gigi

Pemeriksaan mobilitas dapat dilakukan dengan menekan salah satu sisi gigi yang
bersangkutan dengan alat atau ujung jari dengan jari lainnya terletak pada sisi yang
berseberangan dan gigi tetangganya yang digunakan sebagai titik pedoman. Cara lain untuk
memeriksa mobilitas adalah menempatkan jari pada permukaan fasial gigi dengan pasien
mengoklusikan gigi-geliginya. Derajat mobilitas gigi dikelompokkan sebagai berikut:4

a. Grade 1. Hanya dirasakan

b. Grade 2. Mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mm

c. Grade 3. Pergeseran labiolingual lebih dari 1 mm, mobilitas gigi ke atas dan ke bawah
(aksial) Mobilitas gigi dinilai dari sisi statis dan dinamis. Tekanan diberikan ke gigi dengan
menggunakan benda keras menunjukkan pergerakan dengan evaluasi visual dan taktil.

Pemeriksaan Kegoyangan Gigi dapat dilakukan dengan menggunakan 2 gagang


instrument yang diletakkan pada permukaan gigi sisi labial/bukal dan sisi lingual/palatal.
Selain itu juga dapat menggunakan gagang instrument yang diletakkan pada permukaan gigi
sisi labial/ bukal dan ujung jari telunjuk yang diletakkan pada sisi lingual/palatal. Gigi yang

9
akan diperiksa dapat digerakkan kearah labial-lingual atau bukal-lingual atau labial-palatal
atau bukal-palatal untuk pengukuran kegoyangan arah horizontal. Gigi juga dapat diukur
kegoyangan arah vertical dengan menekan bagian oklusal gigi dengan menggunakan gagang
instrument kearah apikal.4

Gambar 2:Cara pemeriksaan kegoyangan gigi menggunakan dua gagang isntrumen

2.3 Splinting

Splinting adalah alat yang digunakan untuk mendukung jaringan periodonsium yang
lemah serta bertujuan untuk memberikan sandaran terhadap jaringan pendukung gigi selama
proses penyembuhan setelah cedera atau proses pembedahan. Splinting juga membantu gigi
dalam melakukan fungsinya, ketika gigi dan jaringan pendukungnya tidak dapat berfungsi
secara adekuat. Splinting pada gigi merupakan salah satu perawatan terhadap gigi mobiliti
memiliki berbagai bentuk. Splinting dalam bentuk lepasan ataupun cekat yang dapat dibuat
dari bahan tambalan komposit, akrilik, kawat, ataupun kombinasi bahan komposit dengan
fiber memiliki keuntungan dan kerugian yang berbeda serta di indikasikan untuk tujuan yang
berbeda5

2.3.1 Definisi periodontal splinting

Splinting periodontal adalah peranti yang digunakan untuk menstabilkan gigi-gigi


yang goyang dan memberi hubungan yang baik antara tekanan oklusal dengan jaringan
periodontal, dengan membagi tekanan oklusal ke seluruh gigi secara merata sehingga dapat
mencegah kerusakan lebih lanjut akibat kegoyangan tersebut. 5 Splinting periodontal

10
digunakan bila kapasitas adaptasi periodonsium telah dilampaui dan derajat kegoyangan gigi
tidak kompatibel dengan fungsi pengunyahan. Kegoyangan gigi dapat dibedakan menjadi
beberapa tingkatan, yaitu grade I bila terdapat gerakan ke arah bukolingual kurang dari 1mm,
grade II bila terdapat gerakan arah bukolingual sejauh 1-2mm, dan grade III bila gerakan
lebih dari 2 mm arah bukolingual dan atau terdapat gerakan vertikal-oklusal.5

2.3.2 Tujuan splinting

Splinting merupakan suatu tindakan perawatan periodontal yang menggunakan alat


bertujuan untuk mengontrol dan imobilisasi atau stabilisasi kegoyangan gigi serta
memberikan hubungan yang baik antara tekanan oklusal dan jaringan periodontal, dengan
cara membagi tekanan oklusal ke seluruh gigi secara merata sehingga dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut akibat kegoyangan gigi. Periodontal splinting digunakan jika kapasitas
adaptasi periodonsium yang terlampaui dan derajat kegoyangan gigi tidak kompatibel dengan
fungsi pengunyahan. Splinting biasanya dapat dilakukan dengan pada perawatan fase I (initial
phase) sebelom dilakukan tindakan pembedahan dilakukan berupa jenis splinting semantara
bertujuan untuk mengurangi keparahan yang berlebihan serta membantu retensi baik ataupun
selama perawatan periodontal.6

2.3.3 Indikasi dan kontraindikasi Splinting

Indikasi dan kontraindikasi splinting diantaranya adalah:

Indikasi splinting7:

a. mengembalikan posisi gigi yang telah mengalami migrasi


akibat penyakit periodontal
b. pasca perawatan occlusal adjustment akibat periodontitis
sedang hingga berat dengan disertai trauma oklusi
c. kegoyangan gigi dengan progres sedang hingga berat yang
tidak dapat direduksi oleh occlusal adjustment
d. splinting dapat dilakukan sebagai stabilisasi pada saat akan
dilakukan perawatan nonbedah ataupun pembedahan periodontal.
e. Digunakan untuk menghilangkan dan meminimalisir
kegoyangan gigi setelah dilakukan perawatan pembedahan
periodontal yang bertujuan untuk mempercepat penyembuhan.

11
f. Dilakukan pada kasus satu atau lebih kegoyangan gigi dimana
tindakan ekstraksi dan implant bukan merupakan alternatif perawatan.
g. Pencegahan kegoyangan gigi pasca perawatan orthodontic
h. Pencegahan kegoyangan gigi baik imobilisasi atau replacement
pada kasus trauma akut seperti subluksasi dan avulse

Kontraindikasi splinting6:

a. Pada penderita dengan inflamasi periodontitis yang tidak


ditangani.
b. Ketika occlusal adjustment untuk mengurangi trauma dan
menghilangkan masalah yang belum dilakukan.
c. Jumlah gigi abutment tidak cukup sebagai retensi dan
menstabilkan kegoyangan gigi.
d. Kebersihan rongga mulut yang tidak mendukung.

2.3.4 Klasifikasi Splinting

2.3.4.1 Temporary Splinting

Temporary atau immediate splinting merupakan splinting yang digunakan dalam


waktu yang relatif singkat untuk mencegah trauma akibat pergerakan yang berlebihan selama
fase penyembuhan sehingga mempercepat proses penyembuhan jaringan, contohnya
removable wire ligature splinting tipe ekstrakorona (wire ligature splinting hanya melibatkan
permukaan luar gigi).8,9

Gambar 3: Continuous wire splinting pada bagian labial dan lingual dengan simpul wire pada
bagian interproksimal.

12
Gambar 4: Discontinuous wire splinting jika terdapat diastema lebih dari 2 mm.

Removable periodontal splinting digunakan untuk: (1) menentukan seberapa besar


peningkatan kegoyangan gigi terhadap respon perawatan, (2) stabilisasi gigi-geligi selama
scaling, root planing, occlusal adjustment, dan bedah periodontal, (3) sebagai penyangga
pada kasus pergerakan gigi minor, (4) stabilisasi dalam jangka waktu lama saat kegoyangan
gigi meningkat saat melakukan pengunyahan, dan (5) gigi goyang oleh karena trauma.8,9
Removable wire ligature splinting sudah jarang digunakan, tergantikan oleh
removable composite splinting. Removable periodontal splinting juga dapat digunakan pada
kondisi-kondisi tertentu dimana permanent periodontal splinting tidak bisa digunakan karena
status ekonomi dan status kesehatan pasien yang buruk, prognosis yang meragukan, prosedur
permanent periodontal splinting yang rumit, serta alasan keterbatasan waktu.8,9
Removable Wire Ligature Splinting
Splinting dibuat langsung didalam mulut pasien dengan menempatkan kawat di
bagian distal dari gigi penyangga, melingkari bagian lingual, proksimal, dan bukal dari gigi
penyangga, bertemu dengan ujung lain, kemudian diikat. Indikasi removable wire ligature
splinting, yaitu gigi RA dan RB mengalami kegoyangan dan memiliki gigi penyangga yang
masih kuat.8,9

Gambar 5: Wire ligature acrylic splinting

Teknik yang dapat digunakan untuk removable wire ligature splinting adalah sebagai
berikut:8,9
1. Teknik Essig

13
Teknik Essig merupakan teknik yang menggunakan kawat minor dengan diameter
0,25 mm dan kawat mayor dengan diameter 0,3 mm untuk gigi anterior yang mengalami
kegoyangan dan tidak terdapat diastema. Bahan yang dibutuhkan, yaitu stainless steel wire,
stopper, monomer dan polimer.
2. Teknik Ivy Loop (Teknik Eyelet)
Teknik ivy loop merupakan teknik yang digunakan pada gigi posterior dan hanya
menggunakan satu kawat mayor.

Gambar 6:Teknik ivy loop.

3. Teknik Twisted
Teknik twisted merupakan teknik yang digunakan pada gigi yang terdapat diastema
dan hanya menggunakan satu kawat mayor dengan diameter 0,3 mm. Pada bagian gigi yang
terdapat diastema, kawat dipilin hingga bagian distal gigi sebelahnya.

Gambar 7: Teknik twisted.


External Acrylic Splinting
Splinting ini meliputi gigi-geligi yang goyang dan tidak goyang pada daerah kontur
yang terbesar sehingga tidak akan mengganggu oklusi. Splinting ini bila ditambahkan klamer
akan bersifat fixed, tetapi apabila tidak menggunakan klamer maka akan bersifat removable.8,9

14
Gambar 8 External acrylic splinting.
Internal Acrylic Splinting
Preparasi splinting menyerupai inlay dengan jumlah gigi yang dipreparasi
menyesuaikan. Ditengah-tengah gigi yang dipreparasi diberikan stainless steel dan diisi
dengan self cured acrylic.8,9

Gambar 9: Internal acrylic splinting.

Removable Acrylic Continuous Splinting


Bahan yang dibutuhkan adalah stone, ligature, dan self cured acrylic. Indikasi
removable acrylic continuous splinting adalah sebagai berikut:8,9
1. Umumnya untuk gigi anterior.
2. Untuk keperluan aestetika, warna akrilik menyerupai warna gigi.
3. Dapat dikombinasikan sebagai partial denture.
4. Oral hygiene baik.

Gambar 10: Acrylic continuous splinting.

15
Acrylic Crown Splinting
Biasa digunakan untuk gigi anterior. Gigi yang akan dibuatkan splinting dipreparasi
seperti jacket crown, kemudian splinting disementasikan pada gigi yang telah dipreparasi.8,9

Gambar 11: Acrylic crown splinting.

Composite Splinting
Composite splinting merupakan salah satu temporary splinting paling sederhana yang
dapat digunakan dalam keadaan darurat. Permukaan gigi yang mengalami kegoyangan
diaplikasikan bahan etsa, bonding, dan komposit.8,9

Gambar 12: Composite splinting.

Fiber Splinting
Indikasi dari fiber splinting adalah sebagai berikut: 8.9
1. Untuk mencegah kegoyangan gigi pasca trauma akut.
2. Mencegah pergeseran gigi setelah kehilangan gigi sebelahnya.
3. Sebagai pengganti gigi yang hilang (menggunakan composite pontic).
4. Sebagai perawatan trauma oklusi sekunder untuk memberikan stabilitas fungsional.
5. Cross splinting pada restorasi yang luas di daerah gigi posterior.
6. Untuk retensi ortodontik pasca endodontik.

16
Orthodontic band
Orthodontic band merupakan salah satu bentuk temporary splinting yang digunakan
sebagai splinting pada daerah gigi posterior. Stainless steel band dipasangkan pada gigi
posterior, tepi band dipoles sehingga mampu mengurangi retensi plak dan iritasi jaringan
lunak. 8,9

2.3.4.2 Semi Permanent Periodontal Splinting


Splinting yang digunakan dalam waktu tidak tertentu untuk gigi yang mengalami
kegoyangan dan mengganggu pengunyahan dengan tujuan untuk mempertahankan kesehatan
jaringan periodontal dan memperoleh fungsi kunyah yang optimal sebelum, selama, dan
setelah perawatan periodontal, contohnya fiber splinting, wire splinting, dan composite
splinting tipe intrakorona.8,9

Gambar 13: Intracoronal semi permanent splinting.


Untuk gigi anterior, bahan yang sering digunakan untuk semi permanent splinting
adalah komposit. Pada gigi posterior, semi permanent splinting ditujukan untuk gigi goyang
derajat berat yang harus menerima beban kunyah dan digunakan sebelum, selama, dan setelah
perawatan periodontal karena prognosisnya belum pasti. 8,9

2.3.4.3 Permanent Periodontal Splinting


Pemakaian permanent splinting merupakan bagian dari fase restorasi atau fase
rekonstruksi dalam perawatan periodontal. Penggunaan permanent splinting sangat terbatas,
hanya digunakan apabila benar-benar dipergunakan untuk menambah stabilitas tekanan
oklusal dan menggantikan gigi-geligi yang hilang. Selain menstabilkan gigi yang goyang,
splinting ini juga harus mendistribusikan kekuatan oklusi, mengurangi trauma oklusi,
membantu penyembuhan jaringan periodontal, dan memperbaiki estetika. 8,9

17
Penggunan permanent splinting pada umumnya dikaitkan dengan protesa. Splinting
ini dapat dibuat beberapa bulan pasca perawatan periodontal dan harus memperhatikan
intonasi pasien. Jenis-jenis permanent splinting adalah sebagai berikut: 8,9

Removable External Permanent Splinting


Removable external permanent splinting merupakan bagian dari gigi tiruan kerangka
logam.8,9

Cast Metal Continuous Splinting


Metal splinting terbuat dari emas, krom, kobalt dengan beberapa klamer dan occlusal rest
supaya stabilisasi gigi dapat tercapai secara penuh. 8,9

Gambar 14: Cast metal continuous splinting.

Fixed Internal Permanent Splinting


Fixed internal permanent splinting merupakan splinting yang paling efektif dan tahan
lama, merupakan penggabungan dari restorasi yang membentuk satu kesatuan rigid, jumlah
gigi penyangga yang diperlukan untuk menstabilkan gigi yang goyang tergantung pada
derajat dan arah kegoyangan. Contohnya interdental reinforced splinting, A splinting, dan
staple splinting. 8,9

2.3.5 Syarat Splinting yang baik

Perawatan splinting pada kasus kegoyangan gigi harus dilakukan dengan baik dan
benar.10 Pemeriksaan jaringan periodontal dan oklusal, diagnosis oral, serta teknik splinting
yang tidak tepat dapat menyebabkan kesalahan prosedur splinting dan kegagalan perawatan
periodontal.11

18
Syarat splinting yang baik yaitu12:

a. Melibatkan gigi stabil sebanyak mungkin untuk mengurangi tekanan


b. Menahan gigi dengan kuat
c. Diperluas ke sekitar lengkung rahang sehingga tekanan anteriorposterior dan
teknanan fungsional yang terjadi saling dinetralkan
d. Tidak menghalangi oklusi sehingga ketidakharmonisan oklusi yang harus
diperbaiki terlebih dahulu sebelom pemasangan spinting
e. Tidak boleh mengiritasi pulpa
f. Tidak boleh mengiritasi jaringan lunak, gingiva, pipi, bibir, atau lidah
g. Serta didesain sedekimian rupa sehingga dapat dibersihkan dengan mudah

2.3.6 Tahapan/Teknik Splinting

Tahap splinting12:
a) Isolasi daerah kerja dengan gulungan kapas
b) Potong kawat sesuai panjang yang dibutuhkan, lengkungkan membentuk jepitan
rambut. Kawat ini merupakan kawat mayor
c) Letakan kawat mayor mengelilingi gigi yang dipilin dari distal gigi 33 sampai dengan
gigi penyangga terakhir yaitu gigi 44. Kawat diletakan di daerah lingkar terbesar dari
gigi. Ujung kawat bagian labial dan lingual paling distal gigi penyangga terakhir
dipilin bersama searah jarum jam
d) Potong kawat minor kurang lebih 10 cm. Masukan kawat minor ke proksimal gigi dari
bagian labial kearah lingual di bawah kawat mayor. Lalu dari bagian lingual kawat di
tekuk dan dimasukan ke proksimal gigi ke bagian labial dan diletakan diatas kawat
mayor.
e) Pilin kawat minor searah jarum jam di bagian labial, sambil ditarik ke labial,
kencangkan lalu sisakan 2-3 mm dari ujung interdental. Pastikan tidak ada kawat yang
longgar. Pilin dan kencangkan juga ujung dari kawat mayor.
f) Sisa pilinan kawat minor ditekan kearah oklusal dengan amalgam stopper agar tidak
menggangu jaringan sekitarnya.
g) Etsa gigi 33-44 dengan asam phosporik 30% selama 15 detik, bilas dengan air dan
keringkan.
h) Aplikasi bonding agent disinar selama 10 detik.

19
i) Aplikasikan komposite diatas wire dan bentuk dengan plastic filling Lakukan
penyinaran masing-masing gigi selama 20 detik.
j) Penyinaran dilakukan bertahap pada masing-masing gigi, dengan cara membatasi
sinar dengan semen spatel yang ditekan ke interdental gigi.
Instruksi pasca splinting12:
a) Pasien di instruksikan untuk melakukan gerakan mengigit dan mengunyah tanyakan
apakah ada bagian yang mengganjal/kurang nyaman.
b) Pasien di instruksikan untuk tidak makan dan minum, meludah/berkumur selama satu
jam setelah pemasangan splinting
c) Oral hygiene instruction
Kontrol setelah 1 minggu

2.4 Jurnal Reading Penelitian

Penelitian dilakukan pada 46 pasien sejak Januari 2008-2014 di RS pendidikan Al-


Salam, Mosul. Semua pasien mengalami trauma oro-facial dengan gigi permanen yang
mengalami luksasi atau avulsi. Material yang digunakan yaitu pembuatan splin yang terdiri
dari resin akrilik cold cure powder dan liquid.

Kriteria Inklusi :

-Trauma gigi anterior dengan kegoyangan sampai avulsi

-Fraktur dento-alveolar

Kriteria Eksklusi :

-Fraktur akar gigi


-Keterlibatan gigi posterior
-Fraktur tulang basal
Lokasi yang terkena trauma diperiksa dengan pemeriksaan radiografi, dilakukan
manajemen perawatan darurat pada luka yang ada, kemudian meratakan kembali gigi yang
terkena secara manual lalu pembuatan splinting CCAR. Splinting CCAR diaplikasian
menggunakan plat dari bahan yang telah dipreparasi yang panjangnya sama dengan panjang
gigi geligi yang diperlukan untuk difiksasi (satu gigi permanen yang sehat dari setiap sisi di
sebelah gigi yang terkena atau dua gigi sulung) yang diaplikasikan secara terus menerus
langsung pada mulut pasien Gambar (1)

20
Gambar (1): Pembuatan Splinting CCAR pada model cetakan gigi

Pasien diinstruksikan mengoklusikan giginya untuk membuat cetakan gigitan pada


permukaan bahan yang belum mengeras sampai terjadi pengerasan (2), lalu pasien
diinstuksikan untuk berkumur dengan air dan ditahan selama beberapa menit untuk
memastikan efek pendinginan pada plat yang mengeras.

Gambar (2): Pasien trauma dento-alveolar. A- Keadaan pra operasi pada trauma Dento-
alveolar, B - C Aplikasi splinting CCAR pada gigi yang mengalami trauma. D – E
Melanjutkan adaptasi splinting CCAR . F - 21 hari setelah pelepasan plat

HASIL PENELITIAN

Dari total 46 pasien yang dilakukan perawatan, 44 pasien berusia 6-12 tahun
mengalami trauma pada bagian dentoalveolar anterior rahang atas yang membutuhkan
perawatan dengan fiksasi, dan 2 pasien berusia 17 dan 19 tahun melakukan prosedur operatif
osteotomi ortognatik untuk memundurkan rahang atas (Gambar 3), splinting dilepas 14 hari
(untuk trauma gigi) hingga 21 hari (untuk trauma dentoalveolar) setelah fiksasi.

21
Gambar 3. Pasien osteotomi. A. Pasien wanita 17 tahun dengan splinting akrilik setelah
osteotomi bagian anterior. B. Pasien wanita 19 tahun dengan splinting akrilik setelah
osteotomi bagian anterior.

Penerimaan prosedur: pasien, sebagian besar anak-anak, menerima prosedur saat aplikasi
dan selama periode fiksasi tanpa resistensi pada anak-anak terhadap aplikasi. Anak-anak tetap
tenang tanpa rasa sakit atau ribut selama aplikasi dan manipulasi bahan meskipun tidak
dilakukan anestesi agar tidak terjadi gangguan saat proses makan.

Splinting lepas: hanya 2 splinting (4.3%) lepas 2 hari setelah pemasangan splinting, karena
adaptasi yang buruk.

Keberhasilan dan kegagalan: sebuah kasus dirawat 2 hari paska trauma, dengan gigi insisif
sentral atas kiri goyang, tetapi gagal merespon fiksasi (2.1%) setelah dilakukan splinting
selama 14 hari. Sebanyak 2 kasus memiliki kegoyangan tingkat 1 dan diedukasi untuk makan
yang cair dan lunak selama 2 minggu ke depan, dengan gigi yang bersangkutan keluar dari

22
beban kunyah pada kedua kasus, seluruh kasus-kasus lainnya menunjukkan gigi yang stabil
dan normal setelah periode perawatan.

Kebersihan mulut dan kesehatan gingiva: seluruh pasien memiliki riwayat kemerahan
ringan pada gingiva setelah splinting dilepas, tidak terdapat manifestasi klinis inflamasi
gingiva yang signifikan.

Susunan gigi setelah fiksasi: seluruh bagian dentoalveolar yang dirawat melewati periode
fiksasi yang dibutuhkan dengan tingkat oklusi normal.

Waktu aplikasi: waktu untuk melakukan splinting berkisar 3-5 menit, yaitu waktu untuk
menunggu akrilik menjadi set.

Penggunaan anestesi: 3 kasus dari total sampel membutuhkan anestesi lokal infiltrasi untuk
mengoreksi gigi anterior yang mengalami malposisi ke arah palatal sehingga mengganggu
oklusi.

Pengaruh produksi panas: polimerisasi akrilik cold-cured menyebabkan timbulnya rasa


panas, lakukan pembilasan rongga mulut yang tepat atau jika prosedur dilakukan di klinik
gigi, irigasi splinting berkelanjutan dengan larutan saline dan dilakukan penghisapan
(suction) untuk mencegah rasa tidak nyaman selama tahap akhir prosedur.

BAB III
PEMBAHASAN

Splinting periodontal adalah peranti yang digunakan untuk menstabilkan gigi-gigi


yang goyang dan memberi hubungan yang baik antara tekanan oklusal dengan jaringan
periodontal, dengan membagi tekanan oklusal ke seluruh gigi secara merata sehingga dapat
mencegah kerusakan lebih lanjut akibat kegoyangan tersebut. Splinting periodontal

23
digunakan bila kapasitas adaptasi periodonsium telah dilampaui dan derajat kegoyangan gigi
tidak kompatibel dengan fungsi pengunyahan.

Splinting periodontal dapat dibedakan atas:

1) Splinting sementara yang dibuat dengan menggunakan kawat pada gigi anterior
sebelum prosedur pembedahan sampai dua atau tiga bulan pasca pembedahan dan dipasang
dalam waktu yang terbatas. Splinting ini tidak boleh dipasang lebih dari 6 bulan, sebab bila
mobilitas gigi belum a/dekuat maka dibutuhkan splinting permanen
2) Splinting semi permanen atau splinting diagnostik yang dapat dipertahankan dalam
waktu yang tidak terbatas untuk memberi kesempatan perbaikan jaringan periodontal dan
pada kegoyangan gigi dengan prognosis yang meragukan,
3) Splinting permanen adalah splinting yang digunakan dalam waktu yang lama bila
splinting sementara dan splinting semi permanen tidak menunjukan kemajuan.

Dalam penelitian ini yang telah dilakukan oleh Tawfeeq BT, Al-Rawee RY, Sultan
BM pada tahun 2019 mengatakan bahwa peneliti mencoba untuk mencatat hal-hal sebagai
berikut: Penerimaan prosedur yang dilakukan yaitu apakah pasien menerima atau menolak
pemasangan plat selama periode fiksasi. Kemudian, didapat yitu Splinting drop down
merupakan jenis splinting baru ini bergantung pada cara mekanis untuk retensi dan stabilitas
tanpa menggunakan bahan kimia atau penyemenan, yang memerlukan tindak lanjut yang
cermat dan hati-hati untuk mencatat penurunan alat. Adapun terdapat Keberhasilan dan
kegagalan yaitu peneliti mencatat hasil pasca-stabilisasi dari gigi yang rusak untuk
memastikan efektivitas prosedur.

Selain itu, kebersihan mulut dan kesehatan gingiva untuk mewujudkan kesehatan
jaringan gingiva setelah aplikasi plat, peneliti mencatat perubahan inflamasi klinis pada
gingiva selama dan setelah periode stabilisasi. Kemudian, Penyesuaian oklusi setelah fiksasi
yaitu peneliti mencoba memantau secara klinis keselarasan oklusal sebelum dan sesudah
stabilisasi. Waktu aplikasi yang telah dilakukan adalah waktu prosedur perawatan merupakan
faktor penting untuk mengevaluasi integritas keseluruhan plat ini. Adapun faktor yang
memengaruhi seperti Pengaruh panas pada saat plat mengeras yaitu pembentukan panas pada
saat pengaturan cold-cured, dapat mempengaruhi keefektifan hasil perawatan. Selain itu,
diperhatikan peneliti Instruksi selama stabilisasi dengan pasien dan orang tua diinstruksikan
untuk menjaga kebersihan mulut sebersih mungkin, mencuci mulut setiap hari, mulai makan

24
secara oral, dan tetap dipasang bila plat jatuh. Setelah itu, Pelepasan plat dan kontrol jangka
pendek dengan cara dua hingga tiga minggu kemudian, area yang difiksasi diperiksa dan plat
dilepas dengan bur, dengan membuat groove di sepanjang tepi insisal dan atau oklusal lalu
dilepas perlekatan gigi dengan plat, kemudian pasien dirujuk ke dokter gigi anak untuk
perawatan gigi lebih lanjut.

BAB IV
KESIMPULAN

Mobilitas gigi merupakan tanda klinis yang sering menyertai inflamasi ataupun

cedera pada gingiva dan tulang pendukung gigi. Terjadinya mobilitas pada gigi

25
menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan pasien sewaktu mengunyah. Splinting adalah

suatu jenis perawatan untuk menstabilkan atau mengencangkan gigi-gigi yang goyang

akibat suatu injuri atau penyakit periodontal. Pemilihan alternatif splinting periodontal

disesuaikan pada kondisi-kondisi tertentu setiap jenis splinting memiliki indikasi,

keuntungan, dan kerugian yang berbeda. Pasien menggunakan perawatan splinting

hendaknya lebih memelihara kebersihan mulutnya karena alat splinting bisa menjadi

sumber retensi plak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tawfeeq BT, Al-Rawee RY, Sultan BM. New Technique For Splinting
Traumatized. Al – Rafidain Dent J Vol. 19, No1, 2019:19:(1):80-89

26
2. Maizar PO, Suprianto K. Identifikasi Penyebab Kegagalan Dan Aplikasi Fiber
Reinforced Composite Pada Splinting. Andalas Dental Journal. 2018:1:(1):106-
115
3. Ambarawati IGAD. Penatalaksanaan Mobilitas Gigi Dengan Splinting Fiber
Komposit. Medicina. 2019:50(2): 226-229
4. Marselly L. Splinting pada periodontitis kronik generalis. Program Study
Kedokteran gigi Fakultas Kedokteran Sriwijawa, Palembang, 2017:1:(1):1-9
5. Djais AI, Adhawanty, Eri Hendra Jubhari EH, Alfrida Pasangallo A, Nurmasyta.
The Role Of Denture As Periodontal Splinting. Makassar Dental Journal.
2021:10:(2): 119-121
6. Krismariono A. A Simple Way to Splinting Teeth : A Case Report. The 4th
Periodontics seminar (Perios IV). 2019:1:(1):107-110
7. Aulia Damayanti A, Kurnia S. Pendekatan Bidang Ortodontik-Periodontik Pada
Perawatan Migrasi Gigi Patologi. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas
Padjadjaran. November 2020:32(1):78-84
8. Bernal G, Carvajal J. A review of the clinical management of mobile teeth. JCDP.
2002; 3(4): 10-22.
9. Kathariya R, Devanoorkar A, Golani R, Bansal N, Vallakatla V, Bhat MYS. To
splinting or not to splinting – the current status of periodontal splinting. J Int Acad
Periodontol. 2016; 18(2): 45-56.
10. Ichwana DL. Fiber composites as a method of treatment splinting tooth mobility
in chronic periodontitis. J Dentomaxillofac Sci. 2016; 1(3): 190-2.
11. Mangla C, Kaur S. Splinting – A dilemma in periodontal theraphy. IJRHS. 2018;
4(3): 76-82.
12. Cahyani I, Putri GG. Jurnal reading: Perawatan Splinting Wire pada Pasien
Periodontitis disertai Diabetes Melitus. Stomatognatic (J.K.G Unej) 2021:18:(2):
41-46

27

Anda mungkin juga menyukai