Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GERONTIK PADA TN. M YANG MENGALAMI


GOUT ARTHRITIS (ASAM URAT)
DI PUSKESMAS HALIWEN

Oleh:

FENERIA J. NU,A
61190008

PRODI KEPERAWATAN
UNIVERSITAS TIMOR
2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Berkat limpahan nikmat dan
karunianya penulisnya dapat menyelesaikan laporan praktik kerja lapangan (PKL) dengan lancar.
Penyusunana laporan ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan kelulusan mata kuliah
keperawatan keluarga.

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan
praktik kerja lapangan (PKL) ini, sehingga penulis secara terbuka menerima sarana dan kritik
positif dari pembaca. Agar hasil laporan praktik kerja lapangan (PKL) dapat mencapai
kesempurnaan dan bisa menjadi referensi yang baik bagi pembaca.

Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga laporan praktik kerja lapangan (PKL)
ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi referensi yang baik bagi pembaca khususnya mahasiswa
yang hendak melaksanakan mata kuliah keperawatan keluarga baik di Puskesmas yang sama
maupun berbeda.

Atambua, 20 April
2022

FENERIA J. NU,A
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan suatu hal yang akan dihadapi oleh setiap insan. Indonesia
mengalami peningkatan populasi penduduk lansia yang amat pesat dari 4,48% pada tahun 1971
(5,3 juta jiwa) menjadi 9,77% pada tahun 2010 (23,9 juta jiwa). Bahkan pada tahun 2020
diprediksi akan terjadi ledakan jumlah penduduk lansia sebesar 11,34% atau sekitar 28,8 juta
jiwa. Fenomena terjadinya peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh penurunan
angka fertilitas penduduk, perbaikan status kesehatan dan status transisi epidemologi, dan
peningkatan usia harapan hidup (UHH), serta perubahan gaya hidup (Ardhiatma, 2017).
Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia maka meningkat pula berbagai penyakit yang
dialami lansia salah satunya yaitu Gout Arthritis. Gout merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan serangan mendadak, berulang dan disertai dengan arthritis yang terasa sangat nyeri. Hal
ini disebabkan karena adanya endapan kristal monosodium urat atau asam urat yang terkumpul di
dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat di dalam darah (hiperurisemia)
(Junaidi, 2013).
Gout Arthritis dapat memberikan dampak yang berbahaya jika mengalami komplikasi
seperti radang sendi yang bisa menyebabkan kecacatan pada sendi. Komplikasi lain dari Gout
Arthritis adalah komplikasi yang terjadi pada ginjal yang bisa menyebabkan gagal ginjal dan batu
ginjal, sedangkan pada jantung bisa menyebabkan penyakit jantung koroner (Sani & Afni, 2019).
WHO (2017) menyatakan bahwa prevalensi penyakit Gout mengalami kenaikan jumlah penderita
hingga dua kali lipat antara tahun 1990-2010. Pada orang dewasa di Amerika Serikat penyakit
Gout mengalami peningkatan dan mempengaruhi 8.3 juta (4%) orang Amerika. Sedangkan
prevalensi hiperurisemia juga meningkat dan mempengaruhi 43.300.000 (21%) orang dewasa di
Amerika Serikat.
Menurut hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018, pravelensi Gout Arthritis di
Indonesia diperkirakan 12%-34% dari 18,3 juta orang penduduk Indonesia (Kemenkes, 2018).
Pravelensi ini meningkat seiring dengan meningkatnya umur dan cukup bervariasi antara satu
daerah dengan daerah lain. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2013) melaporkan bahwa
jumlah penduduk Provinsi Lampung tahun 2013 yaitu 7.932.132 jiwa dan jumlah lansia yang
mengalami masalah penyakit sendi dari usia 45-75 yaitu sebanyak 255.977 jiwa lansia.
Beberapa masalah yang lazim muncul pada penderita Gout Arthritis adalah nyeri akut,
hipertermia, resiko ketidakseimbangan volume cairan, gangguan pola tidur, gangguan rasa
nyaman, kerusakan integritas jaringan dan hambatan mobilitas fisik. Hambatan mobilitas fisik
merupakan suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan secara mandiri dan terarah yang
dialami oleh seseorang (Nurarif, 2015).
Penderita nyeri sendi dengan masalah hambatan mobilitas fisik telah mencapai angka 355
juta jiwa, artinya 1 dari 6 orang di dunia menderita hambatan mobilitas fisik akibat nyeri sendi,
diperkirakan angka ini terus meningkat hingga tahun 2025 dengan indikasi lebih dari 25% akan
mengalami kelumpuhan (Suhartono, 2014).
Beberapa intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik
diantaranya adalah dukungan mobilisasi : identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya,
identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan, monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi, monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi, fasilitasi
melakukan pergerakan, jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi. Teknik latihan penguatan sendi :
identifikasi keterbatasan fungsi dan gerak sendi, monitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau
rasa sakit selama gerakan/aktivitas, lakukan pengendalian nyeri sebelum memulai latihan, berikan
posisi tubuh optimal untuk gerakan sendi aktif atau pasif, fasilitasi menyusun jadwal latihan
rentang gerak aktif maupun pasif, berikan penguatan positif untuk melakukan latihan bersama,
jelaskan kepada klien /keluarga tujuan dan rencanakan latihan bersama, anjurkan duduk di tempat
tidur atau di kursi, ajarkan melakukan rentang gerak aktif dan pasif secara sistematis ( Tim Pokja
SIKI DPP PPNI, 2018).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan “Asuhan Keperawatan Gerontk Pada Tn. M. Yang Mengalami Gout
Arthritis (Asam Urat) di Wilayah Kerja Puskesmas Haliwen.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan gerontik pada Tn. M yang
mengalami Gout Arthritis (Asam Urat) di wilayah kerja uskesmas haliwen.
b. Mahasiswa mampu menegakan diagnosa keperawatan gerontik pada Tn. M yang
mengalami Gout Arthritis (Asam Urat) di wilayah kerja puskesmas haliwen.
c. Mahasiswa mampu menerapkan rencana tindakan keperawatan gerontik pada Tn. M yang
mengalami Gout Arthritis (Asam Urat) di wilayah kerja puskesmas haliwen.
d. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan gerontik pada Tn. M yang
mengalami Gout Arthritis (Asam Urat) di wilayah kerja puskesmas haliwen.
e. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan keperawatan gerontik pada Tn. M yang
mengalami Gout Arthritis (Asam Urat) di wilayah kerja puskesmas haliwen.

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi institusi
Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi institusi sehingga
diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada petugas dalam mengatasi masalah
kesehatan dengan Gout Arthritis (Asam Urat) di wilayah Haliwen.
2. Manfaat bagi rumah sakit
Dengan adanya studi kasus ini diharapkan dapat memahami proses pelaksanaan asuhan
keperawatan/tindakan pada pasien dengan Gout Arthritis (Asam Urat) di wliayah Haliwen
3. Manfaat bagi pasien dan keluarga
Hasil studi kasus ini dapat memberikan informasi dan dapat lebih mengetahui serta lebih
paham akan status kesehatannnya dalam masa pemberian asuhan kesehatan dan proses
penyembuhannya.
4. Bagi mahasiswa dan penulis
 Sebagai bahan penambah wawasan dan untuk diaplikasikan dilapangan
 Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan pelayanan terhadap
kasus Gout Arthritis (Asam Urat) di wilayah Haliwen dengan menggunakan asuhan
keperawatan sesuai standar profesi.
 Sebagai pengembangan kemampuan penulis sehingga dapat mengaplikasikan ilmu
yang telah didapat dibangku kuliah dengan memberikan pendidikan kesehatan dalam
kasus Gout Arthritis (Asam Urat) di lingkungan masyarakat Haliwen serta dapat
menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dan hal yang diteliti.
5. Bagi institusi
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi institusi sehingga
diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada petugas dalam mengatasi masalah
kesehatan dengan Gout Arthritis (Asam Urat) di wilayah Haliwen.
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang................................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................................ 2
C. Manfaat …………………………………………………………………….. 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep keluarga.............................................................................................. 4
1. Konsep dasar keluarga…………………………………………………... 4
a. Pengertian …………………………………………………………... 4
b. Tipe ………………………………………………………………… 4
c. Struktur ……………………………………………………………... 7
d. Peran ………………………………………………………………... 8
e. Fungsi ………………………………………………………………. 8
f. Tahap dan tugas perkembangan …………………………………... 10
g. Tugas keluarga dalam bidang 12
kesehatan……………………………..
2. Konsep asuhan keperawatan ……………………………………………. 12
1. Pengkajian …………………………………………………………... 12
2. Diagnosa keperawatan ………………………………………………. 14
3. Intervensi keperawatan………………………………………………. 17
4. Implementasi keperawatan………………………………………… 18
5. Evaluasi ……………………………………………………………... 20
B. Konsep dasar penyakit .................................................................................... 20
1. Definisi ………………………………………………………………….. 20
2. Etiologi ………………………………………………………………….. 21
3. Patofisilogi ……………………………………………………………… 21
4. Manifestasi klinis……………………………………………………… 23
5. Pemeriksaan penunjang …………………………………………………. 24
6. Komplikasi ……………………………………………………………… 24
7. Pelaksanaan ……………………………………………………………... 26
8. Pengobatan ……………………………………………………………… 26
9. Patway …………………………………………………………………... 27
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian.................................................................................................. 29
.
B. Diagnosa keperawatan…………………………………………………… 39
C. Intervensi keperawatan…………………………………………………... 41
D. Implementasi keperawatan………………………………………………. 42
E. Evaluasi ..................................................................................................... 45
.
BAB IV KESIMPULAN
A. Kesimpulan. ............................................................................................... 46
B. Saran........................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 48
LAMPIRAN …………………………………………………………………….. 49
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Lansia
1. Definisi
a. Menurut Undang-Undang Kesejahteraan Lanjut Usia No.13 tahun 1998, lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Ekasari dkk, 2018).
b. Lansia Menurut World Health Organisation (WHO) adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan
lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging process atau proses penuaan
(Aspiani, 2014).
2. Batasan Umur Lanjut Usia
a. Menurut WHO (World Health Organization)
1. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : di atas 90 tahun
(Sunaryo,dkk 2016)
3. Perubahan Fisik pada Lansia
a. Sel
Jumlah sel menurun, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler
berkuraang, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun, jumlah sel
otak menurun.
b. Sistem persarafan
Penurunan hubungan persarafan, respond an waktu untuk bereaksi lambat khususnya
terhadap stress, penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan
perasa mengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahana
terhadap dingin.
c. Sistem pendengaran
Gangguan pendengaran, hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara atau nada tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, dan
terjadi pengumpulan serumen dapat mengeras.
d. Sistem penglihatan
Sfingter pupil timbul sclerosis dan respons terhadap sinar menghilang, lensa lebih suram,
menjadi katarak, penurunan atau menghilangnya daya akomodasi, lapang pandang
menurun dan daya membedakan warna biru atau hijau.
e. Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menjadi tebal dan kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, curah jantung menurun, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.
f. Sistem pernapasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari
silia, paru-paru kehilangan aktivitas; kapasitas residu meningkat, menarik nafas menjadi
berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman pernafasan menurun,
alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, O2 pada arteri menurun
menjadi 75 mmHg, CO2 pada arteri tidak berganti, kemampuan untuk batuk berkurang,
kemampuan pegas, dinding, dada, dan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring
dengan bertambahnya usia.
g. Sistem pencernaan
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap lidah
terutama rasa asin, asam dan pahit, esophagus melebar, hati semakin mengecil dan
tempat penyimpanan menurun.
h. Sistem genitourinaria
Vesika urinaria otot-ototnya menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml
menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria sulit dikosongkan
sehingga menyebabkan retensi urine meningkat, pembesaran prostat kurang lebih 75%
dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
i. Sistem endokrin
1. Produksi hampir semua hormone menurun
2. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah
3. Hipofisis : pertumbuhan hormone ada, tetapi lebih rendah dan hanya di dalam
pembuluh darah, berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH.
4. Menurunnya aktivitas tiroid, BMR menurun.
j. Sistem integumen
Kulit mengerut dan keriput, permukaan kulit kasar dan bersisik, respon terhadap trauma
menurun, kulit kepala dan rambut menipis bewarna kelabu, berkurangnya elastisitas,
pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, jumlah dan fungsi
kelenjar keringat berkurang.
k. Sistem muskuloskeletal Tulang kehilangan densitas (cairan), kekuatan dan stabilitas
tulang menurun, gerakan pinggang, lutut, dan jari-jari pergelangan terbatas, gangguan
gaya berjalan, persendian membesar dan kaku, tendon mengerut dan mengalami
sclerosis, atrofi serabut otot.
B. Konsep Gout Arthritis
1. Definisi
a. Gout Arhtritis adalah asam yang berbentuk kristal-kristal yang merupakan hasil akhir dari
metabolisme purin, yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat pada inti-inti
sel tubuh. Secara alamiah purin terdapat dalam tubuh kita dan dijumpai pada semua
makanan dari sel hidup, yakni makanan dari tanaman (sayur, buah, dan kacang-kacangan)
atau pun hewan (daging, jeroan, ikan sarden, dan lain sebagainya), (Ode, 2012).
b. Gout Arthritis merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang paling sering
ditemukan, ditandai dengan penumpukan kristal monosodium urat di dalam ataupun di
sekitar persendian (Adrian dkk, 2021).
2. Etiologi
Gangguan metabolik dengan meningkatnya konsentrasi asam urat ini ditimbulkan dari
penimbunan kristal di sendi oleh monosodium urat (MSU, gout) dan kalsium pirofosfat
dihidrat (CPPD, pseudogout), dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang
rawan sendi (Nurarif & Kusuma, 2015).
3. Klasifikasi Asam Urat (Gout Arthritis)
a. Gout primer
Gout primer dipengaruhi oleh faktor genetik. Terdapat produksi atau sekresi asam urat
yang berlebihan dan tidak diketahui penyebabnya.
b. Gout sekunder
1. Pembentukan asam urat yang berlebihan
a) Kelainan mieloproliferatif (polisitemia, leukemia, mileoma retikularis)
b) Syndroma Lech-Nyhan yaitu suatu kelainan akibat defisiensi hipoxantin guanine
fosforibosil transferase yang terjadi pada anak-anak dan pada sebagian orang
dewasa.
c) Gangguan penyimpanan glikogen
d) Pada pengobatan anemia pernisiosa oleh karena maturasi sel megaloblastik
menstimulasi pengeluaran asam urat.
2. Sekresi asam urat yang berkurang misalnya pada :
a. Kegagalan ginjal kronik
b. Pemakaian obat salisilat, tiazid, beberapa macam direutik dan sulfonamide
c. Keadaan-keadaan alkoholik, asidosis laktik, hiperparatiroidisme dan pada
miksedema Faktor predisposisi terjadinya penyakit gout yaitu umur, jenis
kelamin lebih sering terjadi pada pria, iklim, herediter dan keadaan-keadaan yang
menyebabkan timbulnya hiperurikemia (Nurarif & Kusuma, 2015).
4. Patofisiologi
Adanya gangguan metabolisme purin yang menghasilkan jumlah asam urat yang abnormal
dalam tubuh. Purin merupakan hasil pencernaan protein. Ketidakmampuan metabolisme
purin akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah
(hiperurisemia), sehingga mengakibatkan kristal urat menumpuk dalam tubuh (defosit kristal
urat dalam tubuh). Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan mengakibatkan respon
inflamasi. Hiperurisemia merupakan hasil dari :
a. Meningkatnya produksi urat yang disebabkan oleh metabolisme purin yang abnormal
b. Menurunnya eksresi urat atau
c. Kombinasi keduanya

Hiperurisemia bisa saja terjadi di luar gout. Gout sering menyerang wanita menopause usia
antara 50-60 tahun, namun juga dapat terjadi pada laki-laki usia pubertas atau di atas 30
tahun. Penyakit ini paling sering mengenai sendi metatarso falangeal ibu jari kaki, sendi lutut
dan pergerakan sendi. Nilai normal asam urat laki-laki : 3,4-7,0 mg/dl sedangkan wanita :
2,4-6,0 mg/dl.

5. Manifestasi Klinis
Terdapat empat stadium perjalanan klinis gout yang tidak diobati yaitu:
a. Stadium pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium ini asam uarat serum
laki-laki meningkat dan tanpa gejala selain dari peningkatan asam urat serum.
b. Stadium kedua arthritis gout akut terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang
luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsofalangeal.
c. Stadium ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis. Tidak terdapat gejala-
gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun.
Kebayakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun
jika tidak diobati.
d. Stadium ke empat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan asam urat yang terus
meluas selama beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat
kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan
penonjolan sendi bengkak.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar asam urat serum meningkat
b. Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat
c. Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat
d. Analisis cairan synovial dari sendi terinflamsi atau tofi menunjukkan Kristal urat
monosodium yang membuat diagnosis
e. Sinar X sendi menunjukkan massa tofaseus dan destruksi tulang dan perubahan sendi
(Nurarif & Kusuma, 2015)
7. Proses keperawatan
a. Pengkajian
Menurut Aspiani (2014) konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan Gout Arthritis
yaitu :
Pengkajian adalah langkah pertama pada proses keperawatan meliputi pengumpulan data,
analisis data, dan menghasilan diagnosis keperawatan. Pengkajian ini meliputi aspek
spesifik, psikis, sosial, dan spiritual dengan melakukan pengumpulan data melalui
wawancara, observasi, dan pemeriksaan. Pengkajian pada lansia dikeluarga dilakukan
dengan melibatkan keluarga sebagai orang terdekat yang mengetahui tentang masalah
kesehatan lansia.
1) Identitas
Identitas klien yang biasa dikaji dari penyakit sistem metabolik adalah usia,karena ada
beberapa penyakit metabolik banyak terjadi pada klien berusia 60 tahun
2) Keluhan utama
Keluhan utama sering ditemukan pada klien dengan penyakit metabolik seperti gout
arthtritis adalah klien mengeluh nyeri pada persendian, adanya keterbatasan gerak
yang menyebabkan keterbatasan mobilitas.
3) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian yang mengenai penyakit yang dideritita oleh
kelalaian mulai dari timbulnya keluhan yang dirasakan sampai klien dibawa kerumah
sakit dan apakah klien pernah memeriksakan dirinya ketempat lain selain rumah sakit
serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana perubahannya dan data
yang didapatkan saat pengkajian.
4) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang lalu seperti riwayat penyakit hematologi sebelumnya, riwayat
pekerjaan pada pekerja yang berhubungan dengan adanya riwayat penyakit
musculoskeletal, penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsusmsi alkohol dan
merokok.
5) Riwayat penyakit keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama
karena faktor genetik/keturunan.
6) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan metabolik biasanya lemah
b. Kesadaran
Kesadaran klien biasanya composmentis, apatis, sampai samnolen.
c. Tanda-tanda vital
Suhu meningkata ( >37°C), nadi meningkat 70-82x/menit, tekanan darah
meningkat, pernafasan meningkat.
d. Pemeriksaan review of system (ROS)
1. Sistem pernafasan ( breathing)
Pada Gout ditemukannya frekuensi pernafasan yang meningkat dalam batas
normal.
2. Sistem sirkulasi
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal, sirkulasi perifer, warna,
dan kehangatan.
3. Sistem persyarafan
Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi spasme otot, terlihat
kelemahan/hilangnya fungsi. Pergerakan mata/kejelasan melihat, dilatasi
pupil. Agitasi berhubungan dengan nyeri dan ansietas.
4. Sistem perkemihan
Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin, distensi kandung kemih,
warna dan bau urin, dan kebersihannya. Dapat ditemukan resitensi cairan,
penurunan output urin.
5. Sistem pencernaan
Dapat ditemukannya peningkatan peristalstik usus, nafsu makan meningkat,
berat badan menurun dan nyeri.
6. Sistem muskuloskeletal
Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba meungkin terlokalisasi pada area jaringan,
dapat berkurang pada imobilisasi,kontraktur atrofi otot, laserasi kulit dan
perubahan warna.
e. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan kesehatan
2. Pola nutrisi
Menggambarkan masukan yang berisi, balance cairan dan elektrolit kuat nafsu
makan, pola makan,, kesulitan menelan, mual atau muntah, dan makanan
kesukaan.
3. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih komodifikasi, ada tidaknya
masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter.
4. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energi, jumlah
jam tidur pada siang dan malam hari, masalah tidur komandan insomnia
5. Pola aktivitas dan istirahat
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernapasan, dan sirkulasi,
riwayat penyakit jantung frekuensi irama dan kedalaman pernafasan.
6. Pola hubungan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat tempat tinggal pekerjaan, tidak punya rumah, dan
masalah keuangan. Pengkajian APGAR keluarga
7. Pola sensori kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif.pola persepsi sensori meliputi
pengkajian penglihatan pendengaran perasaan dan pembauan. Pengkajian
status mental menggunakan tabel Short Portable Mental Status Kuesioner
(SPMQS).
8. Pola persepsi konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan
konsep diri. konsep diri menggambarkan gambaran diri harga diri, peran,
identitas diri. Manusia sebagai system terbuka dan makhluk biopsikososial
kultural spiritual, kecemasan, ketakutan, dan dampak terhadap
sakit.Pengkajian tingkat depresi menggunakan tabel Inventaris Depresi Beck.
9. Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kepuasan atau masalah terhadap seksualitas j) Pola
mekanisme/ penanggulangan setress dan koping Menggambarkan kemampuan
untuk menangani stres.
10. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk spiritual.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Definisi Diagnosa
Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual atau potensial,
di mana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,
menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah status kesehatan klien.
2. Komponen Diagnosa
Keperawatan Terdapat tiga komponen penting dan esensial dalam suatu perumusan
diagnosis keperawatan yang telah dirujuk sebagai PES.
a) “P” diidentifikasi sebagai problem/masalah kesehatan, “E” menunjukkan
etiologi/penyebab problem, dan “S” menggambarkan sekelompok tanda dan
gejala, atau apa yang dikenal dengan batasan karakteristik. Ketiga bagian ini
dipadukan dalam satu pernyataan dengan mengguankan yang berhubungan
dengan.
b) Kemudian diagnosis-diagnosis tersebut dituliskan dnegan cara berikut :
“problem” yang berhubungan dengan “etiologi” dibuktikkan oleh “tanda-tanda
dan gejala-gejala (batasan karakteristik).
c) Problem dapat diidentifikasi sebagai respons manusia terhadap masalahmasalah
kesehatan yang actual atau potensial sesuai dengan data-data yang didapat dari
pengkajian yang dilakukan oleh perawat.
d) Etiologi ditunjukkan melalui pengalaman-pengalaman individu yang telah lalu,
pengaruh genetika, faktor-faktor lingkungan yang ada saat ini, atau perubahan-
perubahan patofisiologis.
e) Sign & symptom (tanda dan gejala). Tanda dan gejala menggambarkan apa
yang klien katakana dan apa yang diobservasi oleh perawat yang
mengidentifikasikan masalah tertentu (Sunaryo dkk, 2016).
3. Diagnosa yang sering muncul pada penderita asam urat
a. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri persendian (kaku sendi)
b. Nyeri akut b.d agen cedera biologis (pembengkakan sendi, melaporkan nyeri
secara verbal pada area sendi)
c. Gangguan pola tidur b.d nyeri pada pembengkakan
(Nurarif & Kusuma, 2015).
c. Intervensi Keperawatan
Rencana (intervensi) keperawatan adalah langkah ketiga dari proses keperawatan.
Intervensi diidentifikasi untuk memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien.
Intervensi mempunyai maksud mengindividualkan perawatan dengan memnuhi
kebutuhan spesifik pasien serta harus menyertakan kekuatan-kekuatan pasien yang telah
diidentifikasi bila memungkinkan (Sunaryo dkk, 2016).

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI)
1. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi
Definisi : keterbatasan dalam gerakan keperawatan diharapkan mobilitas Observasi :
fisik dari satu atau lebih ekstremitas fisik klien ditingkatkan dari skor 2 ke 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
secara mandiri 3 dengan kriteria hasil : fisik lainnya
Penyebab : 1. Pergerakan ekstremitas 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
1. Kerusakan integritas struktur 2. Kekuatan otot pergerakan
tulang 3. Rentang gerak dan ditingkatkan 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
2. Perubahanan metabolism dari skore 3 ke 4 dengan kriteria darah sebelum memulai mobilisasi
3. Keidakbugaran fisik hasil : 4. Monitor kondisi umum selama
4. Penurunanan kendali otot 1. Nyeri melakukan mobilisasi
5. Penurunan massa otot 2. Kaku sendi Setelah dilakukan Terapeutik :
6. Penurunanan kekuatan otot tindakan keperawatan Fasilitasi melakukan pergerakan
7. Keterlambatan perkembangan diharapkan pergerakan sendi Edukasi :
8. Kekakuan sendi klien ditingkatkan dari 2 ke 3 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
9. Kontraktur dengan kriteria hasil : mobilisasi
10. Malnutrisi 1. Pergelangan kaki (kanan)
11. Gangguan muskuloskel etal 2. Pergelangan kaki (kiri) Teknik latihan penguatan sendi
12. Gangguan neuromuskular 3. Lutut (kanan) Observasi :
13. Indeks masa tubuh di atas 4. Lutut (kiri) 1. Identifikasi keterbatasan fungsi dan
persentil ke 75 sesuai usia 5. Panggul (kanan) gerak sendi
14. Efek agen farmakologis 6. Panggul (kiri 2. Monitor lokasi dan sifat
15. Program pembatasan gerak ketidaknyamanan atau rasa sakit
16. Nyeri selama gerakan/aktivitas
17. Kurang terpapar informasi Terapeutik :
tentang aktivitas fisik 1. Lakukan pengendalian nyeri sebelum
18. Kecemasan memulai latihan
19. Gangguan kognitif 2. Berikan posisi tubuh optimal untuk
20. Keenganan melakukan gerakan sendi aktif atau pasif
pergerakan 3. Fasilitasi menyusun jadwal latihan
21. Gangguan sensori persepsi rentang gerak aktif maupun pasif
4. Berikan penguatan positif untuk
melakukan latihan bersama
Edukasi :
1. Jelaskan kepada klien /keluarga tujuan
dan rencanakan latihan bersama
2. Anjurkan duduk di tempat tidur, , atau
di kursi
3. Ajarkan melakukan rentang gerak
aktif dan pasif secara sistematis
2. Nyeri akut b.d agen cedera biologis Setelah dilakukan tindakan Pain management
(pembengkakan sendi, melaporkan keperawatan diharapkan klien dapat: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
nyeri secara verbal pada area sendi) 1. mengontrol nyeri (tahu penyebab komprehensif termasuk lokasi,
nyeri, mampu menggunakan karakteristik, durasi, frekuensi,
teknik nonfarmakologi untuk kualitas dan faktor presipitasi
mengurangi nyeri, mencari 2. Observasi reaksi nonverbal dari
bantuan) ketidaknyamanan
2. Melaporkan bahwa nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi terapetik
berkurang dengan menggunakan untuk mengetahui pengalaman nyeri
manjemen nyeri pasien
3. Mampu mengenali nyeri (skala, 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
intensitas, frekuensi dan tanda respons nyeri
nyeri) 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
4. Menyatakan rasa nyaman setelah lampau
nyeri berkurang 6. Evaluasi bersamaan pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
8. kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, nonfarmakologi, dan
interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menemukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluahan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
3. Gangguan Pola Tidur b.d nyeri pada Setelah dilakukan intervensi 1. Jelaskan pentingnya tidur yang
pembengkakan keperawatan diharapkan pasien dapat adekuat
mengatasi gangguan pola tidur 2. Fasilitasi untuk mempertahankan
dnegan kriteria hasil : aktivitas sebelum tidur (membaca)
1. Jumlah jam tidur dalam batas 3. Ciptakan lingkungan yang nayaman
normal 6-8 jam/hari 4. Kolaborasi pemberian obat tidur
2. Pola tidur dan kualitas tidur 5. Diskusikan dengan pasien dan
dalam batas normal keluarga tentang teknik tidur pasien
3. Mampu mengidentifikasi hal-hal 6. Instruksikan untuk memonitor tidur
yang meningkatkan tidur pasien
7. Monitor/catat kebutuhan tidur pasien
setiap hari.

d. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Suarni & Apriyani,
2017).
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan didefinisakan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan
keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon
perilaku klien (Suarni & Apriyani, 2017).
BAB III
TINJAUAN KASUS
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Adrian, R., Tinungki, Y. L., & Tooy, G. C. 2021. Asuhan Keperawatan Pada Salah Satu
Anggota Keluarga Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Akibat Gout Artritis Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tahuna Barat. Jurnal Ilmiah Sesebanua, 5(1), 9-13.
Ardhiatma, F., Rosita, A., & MujiLestariNingsih, R. E. 2017. Hubungan Antara
Pengetahuan Tentang Gout Arthritis Terhadap Perilaku Pencegahan Gout Arthritis Pada
Lansia. GLOBAL HEALTH SCIENCE (GHS), 2(2).
Aspisni,R,Y. 2014. Buku Ajaran Keperawatan Gerontik. Jakarta : Trans.
Azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerin Kesehatan RI. 2018. Riset
Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dinkes Kabupaten Pringsewu. 2019. Profil Kesehatan Pringsewu 2019, Pringsewu.
Ekasari, MF., dkk. 2018. Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia Konsep Dan Berbagai
Intervensi. Malang : Wineka Medika.
Junaidi, I. 2013. Rematik dan Asam Urat. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Nurarif, H.,A., & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2. Yogyakarta : Mediaction.
Ode, L.,S. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik Berdasarkan Nanda, Nic, Dan Noc
Dilengkapi teori Dan Contoh Kasus Askep. Yogyakarta : Niha Medika.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Riswanto & Insani, Uswatun. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah:
Sistem Musculoskeletal. Yogyakarta: Deepublish. http://books.google.id/books?
isbn=6022802512.
Sani, F.N., & Afni, A.C.N. 2019. Pengaruh Pemberian Jus Sirsak (Annona Muricata
Linn) Terhadap Kadar Asam Urat Pada Lansia Dengan Gout. Dinamika Kesehatan :
Jurnal Kebidanan & Keperawatan, 10 (2).
Setyorini, A., & Setyaningrum, N. 2019. Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM)
Aktif Assitif Terhadap Rentang Gerak Sendi Pada Lansia Yang Mengalami Immobilisasi
Fisik. Surya Medika: Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Masyarakat,
13(2).
Suarni, L., & Apriyani,H. 2017. Metodologi Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka Panesa.
Suhartono. (2014) Dalam eprints.umm.ac.id/28485/2/jiptummppgdlandrisuhar34430-2-
bab1.pdf
Sunaryo, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : CV Andi Offset.
Uda, H.,D.,H., dkk. 2016. Latihan Range Of Motion Berpengaruh Terhadap Mobilitas
Fisik Pada Lansia Di Balai Pelayanan Sosial Tersna Wesdha, JNKI 4(3): 169-177.

Anda mungkin juga menyukai