Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH

MODEL PEMBELAJARAN CONTEKSTUAL (CTL) DALAM PEMBELAJARAN PAI

Dosen Pengampu

Dr. Nurhilaliati, M.Ag

PENYUSUN

RIZKA AIFA LESASUNANDA (190101229)

FITRIATUN HASANAH (190101225)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM

MATARAM

2022

1
KATA PENGANTAR

Allhamdulillah, segala puji bagi allah SWT atas segala limpahan rahmat serta
inayahnya, sehingga berkat nikmat tersebut makalah dalam mata kuliah pembelajaran
akidah akhlak di madrasah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya,

Sholawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada nabi Muhammad SAW,
yang telah membawa zaman gelapnya kebodohan menuju zaman terangnya ilmu
pengetahuan.

Terimakasih kami ucapkan kepada bapak Dr.Nurhilaliati M.Pd selaku


Pengampu mata kuliah pembelajaran PAI di sekolah yang senantiasa sabar dan
konsisten dalam membimbing kami menempuh mata kuliah ini, kemudian ucapan
terimakasih kepada Rizka Aifa selaku rekan kerja kelompok, dengan kontribusi yang
baik antar kelompok sehingga makalah ini terselesaikan tepat waktu.

Mataram ,18 April 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................. 1

KATA PENGANTARMasalah ........................................................................................ 2

DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 4

A. Latar Belakang ................................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
C. Tujuan Masalah .................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 5

1. Definisi pembelajaran kontekstual ..................................................................... 5


2. Pembelajaran PAI Berbasis Kontekstual ........................................................... 5
3. Karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual............................................... 6
4. Langkah-langkah pembelajaran Kontekstual ........................................................ 10
5. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran berbasis kontekstual............ 11

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 12

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan fenomena untuk menghidupkan pendidikan Islam sebenarnya telah


dikemukakan oleh para intelektual muslim. Konsep pendidikan yang menghidupkan, yaitu
Pendidikan yang diselenggarakan secara integratif untuk mengatasi persoalan-persoalan
yang dihadapi oleh umat manusia (Sutrisno, 2008). Menurut Fazlur Rahman, bahwa
kelemahan sistem pendidikan umat Islam, karena diselenggarakan secara dualisme, yaitu
sistem pendidikan tradisional (Islam) pada satu sisi dan sistem pendidikan sekuler modern
(umum) pada sisi lain. Fazlur Rahman berusaha mengintegrasikan kedua sistem pendidikan
tersebut, sebagai solusi atas persoalan dualisme sistem pendidikan umat Islam. Solusi ini
dianggap sebagai menghidupkan pendidikan Islam (Sutrisno, 2008). Literatur Islam
mengatakan bahwa model pembelajaran pada masa Rasulullah pada hakikatnya sudah
menggunakan unsur-unsur CTL (Contextual Teaching and Learning).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendekatan kontekstual (CTL)
2. Apa karakteristik Kontekstual
3. Apa saja komponen /azaz pembelajaran kontekstual
4. Bagaimana penerapan kontekstual dalam pembelajaran Pendidikan agama islam
C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan pengertian pendekatan kontekstual (CTL).
2. Menjelaskan karakteristik kontekstual
3. Menjelaskan komponen-komponen kontekstual
4. Menjelaskan penerapan kontekstual dalam pembelajaran Pendidikan agama islam

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi pembelajaran kontekstual,

Pembelajaran CTL adalah suatu proses Pendidikan yang bertujuan membantu


peserta didik melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari hari, yaitu dengan
konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya

Pembelajaran/ pengajaran kontekstual, merupakan suatu proses pendidikan


yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran
yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu
permasalahan/ konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. Literatur Islam mengatakan
bahwa model pembelajaran pada masa Rasulullah pada hakikatnya sudah
menggunakan unsur-unsur CTL (Contextual Teaching and Learning). Dengan
demikian maka seperti apakah ucapan Rasulullah ketika menyampaikan pesan-pesan
keagamaan kepada umatnya.Terdapat beberapa prinsip yang dapat dijadikan pelajaran
dari tindakan Rasulullah dalam menanamkan rasa keimanan dan akhlak terhadap anak.
Tugas guru kelas kontekstual adalah membantu peserta didik mmencapai
tujuannya, yakni lebih banyak bertujuan dengan strategi dari pada memberi imformasi.
Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Pendekatan pembelajaran
tersebut tidak bersifat doktrinal. Pendekatan pembelajaran kontekstual memiliki tujuh
azaz/komponen utama, yang harus dilakuan dengan sungguh sungguh oleh seorang pe
ndidik dalam menyampaikan materi pembelajaran
B. Pembelajaran PAI Berbasis Kontekstual

Menurut pengamatan Fazlur Rahman (dalam Muhaimin,2009) bahwa di dunia


Islam terdapat dua pandangan yang kontroversial menyangkut pembelajaran Pendidik
an Agama Islam, yaitu pandangan tradisional yang didasarkan pada penukilan dan
pendengaran di satu pihak, dan pandangan yang rasional di lain pihak. Dalam
pandangan tradisional, pembelajaran Pendidikan agama Islam dilakukan dengan jalan
memberikan nasihat atau indoktrinasi atau memberikan secara langsung nilai-nilai

5
mana yang baik dan buruk. Adapun pandangan yang bersifat rasional lebih memberik
an kesempatan dan peran aktif kepada peserta didik untuk memilih, mempertimbangk
an dan menentukan nilai moral mana yang baik dan buruk, dan mana pula yang perlu
dianutnya. Kedua pandangan diatas memiliki implikasi terhadap pera guru dalam
pembelajaran. Pandangan tradisional menempatkan guru sebagai juru bicara nilai/mor
al yang memiliki peranan yang menentukan dalam pertimbangan nilai atau moral (cen
ter learning).Sedangkan pandangan rasional menempatkan guru sebagai pembimbing
dan fasilitator. Dilihatdari dua pandangan tersebut, maka pembelajaran berbasis
kontekstual termasuk pada pandangan yang kedua, bersifat rasional. Pembelajaran
berbasis kontekstual mengandung arti bahwa makna apa yang dipelajari oleh
individu-idividu dirangkaikan dengan konteks dan pengalamanpengalaman hidupnya,
kemudian makna tersebut dikonstruksi oleh individu (peserta didik), bukan oleh guru.
Dan belajar selalu dikaitkan dengan konteks masalah-masalah dan situasi-situasi riil
kehidupannya. Menurut Clifford & Wilson (dalam Muhaimin, 2009),1

C. Karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual sebagai berikut:


a. Menekankan pada pemecahan masalah (Emphasizes problem solving);
b. Mengakui perlunya kegiatan belajar mengajar terjadi dalam berbagai konteks
(Recognizes that teaching and learning need the occur in multiple context);
c. membantu peserta didik dalam belajar tentang bagaiman memonitor belajarnya
sehingga mereka dapat menjadi peserta didik mandiri yang teratur (Assists
students in learning how to monitor their learning so that they can become self-
regulated learners);
d. mengaitkan pengajaran dengan konteks kehidupan peserta didik yang
beraneka ragam (Anchors teaching in the diverse life context of student);
e. mendorong peserta didik untuk saling belajar satu sama lainnya (Encourages
students to learn from each other);

Pendekatan pembelajaran kontekstual memiliki tujuh azaz utama yang harus


dilakuan dengan sungguh-sungguh oleh seorang pendidik dalam menyampaikan
materi pembelajaran. Azaz azaz tersebut adalah:

1
Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 37.

6
1. Konstruktivisme,

Konstruktivisme, merupakan landasan filosofis yang mendasari mode,


pembelajaran kontekstual. Model konstruktivisme telah mendapatkan perhatian yang
besar dikalangan peneliti pendidikan sains pada akhir-akhir ini. Model ini memiliki
masa depan yang menjanjikan dalam bidang pendidikan sains. Model ini merupakan
pengembangan dari teori perkembangan kognitif Piaget. Dengan berkembangnya
pendidikan pada masa ini model konstruktivisme tidaka hanya cocok untuk Pendidikan
sains, tetapi pendidikan sosialpun dapat dikembangkan. Bahkan yang lebih utama lagi
adalah pendidikan agama yang selama ini hanya disampaikan dalam bentuk teks atau
secara tekstual. Landasan berfikir konstruktivisme berbeda dengan pandangan kaum
obyektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan kaum
konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa
banyak peserta didik memperoleh dan mengingat pengetahuan. Oleh karena itu tugas
guru adalah memfasilitasi belajar melalui proses: pertama, menjadikan pengetahuan
bernakna dan relevan bagi peserta didik; kedua, memberi kepada peserta didik untuk
menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan ketiga, menyadarkan peserta didik
untuk menerapkan strateginya sendiri dalam menerima materi pembelajaran.2

Jadi Knowledge-Based Constructivism, menekankan kepada pentingnya siswa


membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar
mengajar.
2. Menemukan (inquiry)

Dalam pembelajaran, inquiry menempatkan peserta didik sebagai subyek yang


aktif. Karena itu inquiry menuntut peserta didik berfikir. Metode ini menuntut peserta
didik untuk memproses pengalaman belajar menjadi suatu yang bermakna dalam
kehidupan nyata. Dengan demikian, melalui metode ini peserta didik diharapkan untuk
produktif, analitis dan kritis. Tetapi walaupun demikian guru tetap memegang peranan
penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar. Dengan demikian guru
berkewajiban memberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif,
dengan menggunakan fasilitas, media dan materi pembelajaran yang bervariasi.
Apabila dikaitkan dengan pembelajaran PAI, proses menemukan merupakan hal yang

2
Abdul Gafur, Mencoba Pembelajaran Kontekstual, Buletin Pusat Perbukuan, Gerakan
Masyarakat Mengembangkan Budaya Baca, (Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas, Bagian Proyek
Pengembangan Sistem dan Standard Perbukuan Dasar, Vol. 09, 2003), hlm. 37.

7
jarang dilakuakan oleh guru. Untuk itu dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran
PAI, guru perlu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan
pengamatan, bertanya, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data dan menyimpulkan
nya sendiri. Inquiry-Based Learning; pendekatan pembelajaran yang mengikuti
metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna

3. Bertanya (questioning) Dalam pembelajaran PAI

Aktivitas bertanya perlu ditingkatkan. Diprediksi bahwa pada saat ini dalam
pembelajaran peserta didik masih banyak yang belum secara aktif bertanya. Penyebab
dari kurangnya peserta didik untuk memberanikan diri dalam melakukan pertanyaan
adalah: (a) peserta didik merasa dirinya tidak lebih tahu daripada guru, (b) adanya
ganjalan psikologis karena guru lebih dewasa dari pada usia peserta didik, (c) kurang
kreatifnya guru untuk memberikan persoalanpersoalan kepada peserta didik yang
bersifat menantang, sehingga peserta didik kurang permasalahan yang harus
dikemukakan. Oleh karena itu ada dua tugas guru PAI yang diperlukan yaitu: pertama,
mencairkan atau mencari jalan keluar hambatan psikologis antara guru dengan peserta
didik; kedua, memperkaya opik-topik pembelajaran yang aktual, dengan semakin
berkembangnya zaman dan yang ada hubungannya dengan kebutuhan yang akan
dating3

4. Masyarakat belajar (learning community)

Dalam pendekatan pembelajaran kontekstual pengembangan masyarakat


belajar dapat dilakukan dengan cara: pertama, membentuk kelompok kecil atau besar;
kedua, mendatangkan ahli ke kelas; ketiga, bekerja dengan kelas sebaya; keempat,
bekerja dengan kelas di atasnya; kelima, bekerja dengan masyarakat. Apabila dikaitkan
dengan pembelajaran PAI, maka ada beberapa hal yang penting dan yang perlu
dilakukan oleh guru PAI. Di antara hal tersebut adalah: (1) seorang guru PAI perlu
mengaktifkan kelasnya dengan cara meminta siswa untuk bekerja secara berkelompok.
(2) guru PAI perlu menghadirkan tokoh atau ahli yang dianggap tepat untuk membantu
hal-hal yang tidak diketahuinya secara persis. (3) guru PAI perlu melakuakan proses
belajar bersama antara siswa kelas yang lebih rendah dengan siswa kelas yang lebih
tinggi. (4) untuk memberikan pengalaman yang lebih luas guru PAI perlu melakukan

3
Abdul Majid, S.Ag., Dian Andayani, S.Pd., Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep
Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 78-79.

8
bimbingan kepada siswa untuk mengunjungi tempat-tempat yang memiliki nilai-nilai
intelektual dan religius (karya wisata)

5. Pemodelan (modelling)

Dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, pemodelan tidak hanya


dapat diperankan oleh guru, tetapi dapatpula dilakukan oleh peserta didik. Dalam
pembelajaran PAI secara umum, pemodelan sering kali menjadi strategi pembelajaran
yang cukup efektif. Peserta didik yang memiliki akhlak terpuji lantaran menyaksikan
sikap dan perilaku sopan, santun, arif, perhatian, tawadu’ dan lain sebagainya yang
ditampilkan oleh para guru atau ustadznya. Cara-cara seperti ini diprediksi sebagai
suatu kekuatan pembelajaran di sekolah atau madrasah.

6. Refleksi (reflection)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke
belakang tentang apa yang sudah dilakukan pada masa yang lalu. Jika berfikir reflektif
ini dikaitkan dengan pembelajaran PAI, maka ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh guru PAI: pertama, dalam pembelajaran PAI di kelas, bahan ajar
tentunya harus mengandung muatan yang secara langsung dapat dikaitkan dengan
realitas kehidupan, sehingga dapat direfleksikan langsung dengan pengalaman
pribadinya; kedua, sebelum penyampaian materi yang baru, maka perlu adanya
pengulangan materi yang lalu, agar peserta didik dapat berfikir secara tepat dengan
pengetahuan yang baru; ketiga, model pendekatan perilaku terpuji yang ditampilkan
oleh sejumlah tokoh perlu disampaikan secara intensif, agar perkembangan moral dapat
selalu dijaga dan diprotek

7. Authentic Assesment (Penilaian Authentik)

Penilaian autentik adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat


memberikan informasi tentang perkembangan pengalaman peserta didik. Penilaian
autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisi, dan menafsirkan data yang
terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran sedang berlangsung, bukan semata
mata pada hasil pembelajarannya saja.4

4
Ramayulis, metodologi Pendidikan agama islam, kalam mulia (Jakarta 2018), hal. 331

9
D. Langkah-langkah pembelajaran Contextual Theaching Learning adalah sebagai
berikut
1. Pengembangan pikiran bahwa siswa bisa belajar lebih berkualitas dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri, pengetahuan
dan ketramilan barunya.
2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Menciptakan masyarakat belajar.
5. Menghadirkan model sebagai contoh belajar.
6. Melakukan refleksi diakhir pertemuan
7. Melakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara

E. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran berbasis kontekstual

Kelebihan:

a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil (nyata). Siswa dituntut untuk
dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata, sehingga materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam
memori siswa dan lebih sulit untuk dilupakan.
b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep
kepada siswa karena CTL menganut aliran kontruktivisme. Siswa dituntut untuk
menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
kontruktivisme, siswa diharapkan belajar melalui “ mengalami” dan bukan dari
“menghafal”.
c. Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental.
d. Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk
memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan
di lapangan.
e. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa bukan hasil pemberian
guru.
f. Penerapan pembelajaran kontekstual bisa menciptakan suasana pembelajaran
yang bermakna.

10
Kekurangan:

a. Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran kontekstual


berlangsung.
b. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas, maka bisa menciptakan situasi kelas
yang kurang kondusif.
c. Guru lebih intensif dalam membimbing, karena dalam CTL guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan
keterampilan yang baru.
d. Guru memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ide-ide serta mengajak siswa menggunakan strateginya sendiri dalam
belajar. Namun, tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang
ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diterapkan
semula.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran kontekstual


merupakan konsep belajar yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan realitas
dunia siswa sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya. Pembelajaran bahasa bukan hanya memberikan
pemahaman berupa definisi melainkan siswa dituntut untuk dapat menemukan
pengetahuannya sendiri. Guru harus memiliki strategi yang memacu siswa untuk
dapat berpikir kritis dan kreatif

B. Saran

Guru harus dapat menjadi model pada kompetensi tertentu, sehingga siswa
mendapatkan contoh atau model untuk mengambangkan konsep yang didapat.
Pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode CTL akan membuat pembelajaran
semakin menarik dan kreatif tanpa menghilangkan tujuan pembelajaran. Guru
seharusnya dapat menciptakan berbagai strategi pembelajaran yang inovatif sehingga
siswa semakin berantusias mengikuti pembelajaran. Kerjasama yang baik antara para
pelaksana pendidikan dengan masyarakat akan memperlancar proses pendidikan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kardi, S. & Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya : Unesa


University Press.

Wasis, dkk. (2002). Beberapa Model Pengajaran dan Strategi Pembelajaran


IPA Fisika. Jakarta : Depdiknas.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi


Konstruktifistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Ramayulis, metodologi Pendidikan agama islam, kalam mulia (Jakarta 2018)

Abdul Majid, S.Ag., Dian Andayani, S.Pd., Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi, Konsep Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005

13

Anda mungkin juga menyukai