Anda di halaman 1dari 3

TUGAS

HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSEKULER

Nama: Chrisanty Eveliska Desi Riry


Nim: 202021044
Kelas: R4A
Sejarah Hukum Diplomatik

Diawali oleh hubungan antara manusia, kemudian berkembang kepada kebutuhan suatu kelompok
dengan kelompok lainnya dan semakin meluas menjadi hubungan yang lebih luas antara satu negara
dengan negara lain sebagai kelompok manusia yang paling besar.
Hubungan diplomatik berkembanng sesuai perkembangan zaman sebagai suatu lembaga yang
mempunyai tujuan berorganisasi dengan negara lain. Perkembangan ini dapat dilihat melalui contoh-
contoh pengiriman perwakilan diplomatik bangsa-bangsa.

Sebelum bangsa-bangsa di dunia mengenal dan menjalankan praktek hubungan diplomatik, Di zaman
India kuno telah dikenal ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara raja
maupun kerajaan, dimana hukum bangsa-bangsa pada waktu itu telah mengenal pula apa yang
dinamakan duta.
Pengiriman duta Negara di Asia serta Arab sejak sebelum negara-negara barat mengetahuinya. Di benua
Eropa baru pada abad ke-16 masalah pengiriman dan penempatan duta-duta itu diatur menurut hukum
kebiasaan.

Pada zaman Mesir, India dan Cina kuno sudah ditemukan beberapa bukti tentang adanya utusan dan
konsuler yang memiliki berbagai fungsi dan keistimewaan. Pada tahun 1179 SM, sudah ada perjajian
perdamaian yang dibuat oleh Ramses II dari Mesir dengan Hattusili II dari Kerajaan Kheta (Asia Kecil)
dengan menggunakan Bahasa Akkadi/Babylon.

Raja Iskandar Agung (Alexander The Great) juga pernah menjalin hubungan diplomatik dengan
kerajaan Maurya di India. Disaat yang bersamaan, beberapa duta besar dari Yunani ditempatkan atau
dipercayakan pada Raja Patali Putra. Kemudian ada pula pertukaran utusan antara Maharaja Ashoka
dengan pemerintah di negara-negara seperti Syria, Macedonia, Cyprus dan juga Mesir.

Kaidah-kaidah Hukum Diplomatik dibentuk oleh negara-negara seperti Romawi, Perancis, Yunani dan
Turki. Selain itu, kerjaan-kerajaan di wilayah Indonesia juga telah sejak lama melakukan hubungan
diplomatik dimulai dengan hukum kebiasaan yang berlaku sebelumnya. Contohnya adalah sebuah
kebiasaan yang telah menjadi ketentuan mengenai keistimewaan dan kekebalan para duta besar.

Hal ini dikarenakan Duta Besar dianggap orang suci, yamg perlu diperlakukan secara istimewa. Duta
Besar mempunyai kekebalan hukum. Kekebalan hukum ini hendaknya tidak disalahartikan dan
disalahgunakan sehingga bebas melakukan berbagai kejahatan demi kepentingan diri sendiri.

Pada masa keemasan kerajaan Romawi di Eropa dan di Afrika Utara, untuk keperluan tentaranya,
Kerajaan Romawi telah membangun jalan-jalan tersebut sangat penting, tidak hanya untuk keperluan
militer, tetapi juga diperlukan oleh kaum pedagang pada masa itu.
Pemerintah juga mengizinkan para pedagang tersebut untuk melintasi jalan-jalan yang mereka buat,
asal menunjukan surat yang dibuat untuk itu (surat izin). Dan surat yang dikeluarkan oleh kerajaan
Romawi tersebut disebut Diploma.

Demikianlah para pedagang melintasi jalan melalui pos-pos tentara dengan membawa diploma.
Diploma yang berbentuk logam tipis bundar diberi cap dan disebutkan keahlian/kepandaian serta bakat
orang yang membawanya, dan orang yang membawa diploma itu disebut Diplomat. Kemudian diploma
yang berbentuk logam tipis itu disempurnakan menjadi passport (to pass to port/izin untuk melintas
portal).

Untuk mencegah kepalsuan keterangan yang tercantum dalam diploma (passport) itu, diadakanlah
kantor-kantor perwakilan yang disebut res diplomatica untuk memeriksa apakah passport itu benar-
benar asli atau palsu. Kantor perwakilan itu lebih popular dikenal dengan sebutan kedutaan (embassy).

Sejarah tentang hukum diplomatik kemudian bergulir dengan adanya perjanjian Whespalia, yang
merupakan awal perkembangan hukum diplomatik, sebab saat itu pula perwakilan-perwakilan
diplomatik kemudian bersifat permanen, utusan-utusan diplomatik mulai diangkat, dikirim dan
dipercayakan pada negara lain.

Westphalia sovereignty yang memperkokoh bahwa suatu negara memiliki kedaulatan eksklusif atas
urusan internalnya, batas-batas wilayah, larangan melakukan penyelesaian sengketa secara damai.
Pasca runtuhnya kekuasaan Napoleon, negara-negara Eropa melakukan Konferensi Wina 1815 yang
memperkokoh lagi posisi diplomat namun terhalang pada konferensi ini.

Setelah terbentuknya PBB, hukum diplomatik dan konsuler beerhasil dikodifikasi menjadi dua
perjanjian; Vienna Convention on Consular Relations 1961dan 1963. Indonesia baru meratifikasi
perjanjian-perjanjian tersebut pada tahun 1982 dan Indonesia menggunakan hukum kebiasaan yakni
asas timbal balik dalam hubungan diplomatik.

Anda mungkin juga menyukai