Anda di halaman 1dari 12

FIQIH IBADAH

PAI SEMESTER 3

RESUME

Resume ini dibuat untuk memenuhi tugas mandiri


Mata Kuliah “Fiqih Ibadah”
Dosen Pengampu : Drs. H. Sunata, M.Pd

Ditulis oleh :

Solikhin Aji Saputra (19.01.3626)

Program Studi : Pendidikan Agama Islam


Jurusan : Tarbiyah
Semester :3

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BREBES


TAHUN AKADEMIK 2020/2021
1. Fiqih Ibadah
A. Pengertian Fiqih Ibadah
Kata fiqh / ُ‫ه‬++‫(الفِ ْق‬fiilnya ُ‫ه‬++َ‫يَ ْفق‬-َ‫ه‬++ِ‫ ) فَق‬secara bahasa berarti :‫ ال ِع ْل ُم‬atau
(pengetahuan) atau ‫( الفَ ْه ُم‬pemahaman) saja, baik pemahaman itu secara
mendalam ataupun dangkal. Sementara itu Abu Zahrah mengatakan bahwa arti
ُ ++ْ‫ الفَ ْه ُم ال َع ِمي‬yaitu
al-fiqh secara bahasa tidak sekadar pemahaman saja tapi ‫ق‬
pemahaman yang mendalam. Adapun pengertian fiqh menurut istilah adalah :
“Ilmu tentang hukum-hukum syar`i yang praktis yang diambil dari dalil-dalilnya
yang terperinci.” Atau ”Ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syar`i
yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan para mukallaf yang dikeluarkan dari
dalil-dalilnya yang terperinci.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fiqh bukanlah hukum syar`i itu
sendiri, tetapi interpretasi terhadap hukum syar`i (baca: syari`ah).
B. Pembagian Fiqih Ibadah
Fiqib dibagi menjadi dua macam, yaitu:
 Fiqih Ibadah (dalam arti sempit = `ibâdah mahdlah/`ibâdah khâshshah) yaitu:
perkataan dan perbuatan para mukallaf yang berhubungan langsung dengan
Allah SWT. Hal yang dibahas dalam fiqh ibadah adalah masalah-masalah
thaharah, shalat, zakat, puasa dan haji.
 Fiqih Mu`amalat (dalam arti luas) yaitu perkataan dan perbuatan para
mukallaf yang berkaitan dengan sesamanya. Lingkup pembahasan
 Fiqih mu‘amalah sekitar masalah bisnis dan jual-beli, masalah perkawinan
dan perceraian, waris, peradilan, hukum pidana, masalah kenegaraan, dan
hubungan internasional. Mu’amalat dalam arti luas ini sering disamakan
dengan ibadah umum (‘ibâdah ‘âmmah), sedangkan mu’amalat dalam arti
sempit lebih dikenal dengan masalah ekonomi, bisnis dan jual-beli saja.

2. Wudhu dan Tayamum


A. Pengertian Wudhu
Menurut bahasa, Wudhu artinya Bersih dan Indah. sedangkan menurut istilah
(syariah islam) artinya menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan
cara tertentu yang dimulai dengan niat guna menghilangkan hadast kecil. Wudhu
merupakan salah satu syarat sahnya sholat (orang yang akan sholat, diwajibkan
berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah.
B. Pengertian Tayamum
Tayamum adalah pengganti wudhu yang seharusnya menggunakan air bersih
digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih. Yang boleh
dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya. Dilarang
bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah.
Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum.
Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia
tidak wajib mengulang shalatnya. Namun untuk menghilangkan hadas, harus
tetap mengutamakan air daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah
tersedia. Tayamum untuk hadast hanya bersifat sementara dan darurat hingga air
sudah ada.

3. Sholat Fardhu
Shalat lima waktu adalah salat fardhu (salat wajib) yang dilaksanakan lima kali
sehari. Hukum salat ini adalah Fardhu ‘Ain, yakni wajib dilaksanakan oleh setiap
Muslim yang telah menginjak usia dewasa (pubertas), kecuali berhalangan karena
sebab tertentu.Salat Fardu adalah salat dengan status hukumFardu, yakni wajib
dilaksanakan. Salat Fardhu sendiri menurut hukumnya terdiri atas dua golongan
yakni:

 Fardhu ‘Ain yakni yang diwajibkan kepada individu. Termasuk dalam salat ini
adalah salat lima waktu dan salat Jumat untuk pria.
 Fardhu Kifayah yakni yang diwajibkan atas seluruh muslim namun akan gugur
dan menjadi sunnat bila telah dilaksanakan oleh sebagian muslim yang lain.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah salat jenazah.
 Salat lima waktu merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Allah
menurunkan perintah salat ketika peristiwa Isra’ Mi’raj.salat lima waktu tersebut
adalah:
1. Subuh, terdiri dari 2 rakaat. Waktu Shubuh diawali dari munculnya fajar
shaddiq, yakni cahaya putih yang melintang di ufuk timur. Waktu shubuh
berakhir ketika terbitnya Matahari.
2. Zuhur, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Zhuhur diawali jika Matahari telah
tergelincir (condong) ke arah barat, dan berakhir ketika masuk waktu Ashar.
3. Asar, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang
benda melebihi panjang benda itu sendiri. Khusus untuk madzab Imam
Hanafi, waktu Ahsar dimulai jika panjang bayang-bayang benda dua kali
melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Asar berakhir dengan
terbenamnya Matahari.
4. Magrib, terdiri dari 3 rakaat. Waktu Magrib diawali dengan terbenamnya
Matahari, dan berakhir dengan masuknya waktu Isya.
5. Isya, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Isya diawali dengan hilangnya cahaya
merah (syafaq) di langit barat, dan berakhir hingga terbitnya fajar
shaddiq keesokan harinya. Menurut Imam Syi’ah, Salat Isya boleh dilakukan
setelah mengerjakan Salat Magrib.

4. Sholat Sunnah Rawatib


Yakni shalat yang dikerjakan sebelum ataupun sesudah shalat fardhu (shalat lima
waktu). Nabi Muhammad SAW diketahui selalu melaksanakan shalat sunah rawatib
ini. Sejumlah hadis juga menyebutkan keutamaan shalat sunat rawatib.

Imam Muslim meriwayatkan hadis yang mengatakan bahwa, Ummu Habibah RA


berkata: 'Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang shalat
12 rakaat di dalam sehari semalam maka dibangunkan baginya sebuah rumah di
dalam surga." (HR Muslim no 728). 

Dalam hadis riwayat Muslim nomor 725, juga disebutkan keutamaan shalat sunat
rawatib. Rasulullah bahkan menyebut bahwa, dua rakaat sebelum Shubuh lebih baik
dari dunia dan seisinya dan dua rakaat sebelum shubuh lebih dia cintai daripada
dunia seisinya.
Begitupun shalat sunat rawatib sebelum Zhuhur. Nabi Muhammad bersabda,
sebagaimana tercantum dalam hadis at-Tirmidzi Nomor 428, “Barangsiapa yang
menjaga empat rakaat sebelum zhuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah
haramkan api neraka.

Adapun shalat sunat rawatib terbagi dalam dua jenis. Yakni yang dikerjakan
sebelum shalat fardhu disebut qabliyah dan yang dilaksanakan sesudah shalat fadhu
disebut ba'diyah.

Sedangkan berdasarkan anjuran untuk melaksanakannya, shalat sunat ini juga dibagi
menjadi dua. Yakni, shalat rawatib muakkad atau sangat dianjurkan dan ghairu
muakkad atau tidak terlalu ditekankan untuk dilaksanakan.

Untuk shalat rawatib muakkad, sebgaiman tertulis dalam hadist riwayat at-Tirmidzi
nomor 414, berikut jumlah rakaat dan waktu pelaksanaannya:

1. 2 rakaat sebelum shalat Shubuh


2. 4 rakaat sebelum shalat Zhuhur
3. 2 rakaat sesudah shalat Zhuhur
4. 2 rakaat sesudah shalat Maghrib
5. 2 rakaat sesudah shalat Isya

Sedangkan untuk shalat sunat rawatib yang ghairu muakkad, berikut jumlah rakaat
dan waktu pelaksanaannya: 

1. 2 atau 4 rakaat sebelum shalat Ashar (dikerjakan dua kali salam jika 4
rakaat)
2. 2 rakaat sebelum shalat Maghrib
3. 2 rakaat sebelum shalat Isya

Syekh Muhammad bin Utsaimin berkata: "Shalat sunat rawatib terdapat di dalamnya
salam. Seseorang yang shalat rawatib empat rakaat maka dengan dua salam bukan
satu salam, karena sesungguhnya Nabi bersabda: Shalat (sunah) di waktu malam dan
siang dikerjakan dua rakaat salam dua rakaat salam.” (Majmu' Fatawa, al-Utsaimin
14/288).

Adapun waktu pelaksanaan shalat sunat rawatib ini dijelaskan hadis riwayat al-
Mughni 2/554, yang berbunyi sebagai berikut. 

Ibnu Qudamah berkata: "Setiap sunah rawatib qabliyah maka waktunya dimulai dari
masuknya waktu shalat fardhu hingga shalat fardhu dikerjakan, dan shalat rawatib
ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya shalat fardhu hingga berakhirnya
waktu shalat fardhu tersebut".
5. Jama’ dan Qashar
Shalat jama’ artinya shalat yang dikumpulkan, dilaksanakandalam satu waktu
diantara dua waktu shalat. Shalat jama’ itu ada dua macam, yaitu jama’ taqdim dan
jama’ takdir.
Shalat qashar artinya shalat yang diperpendek atau diringkas. Mengqashar
shalathanya diperbolehkan bagi orang yang bepergian jauh memenuhi musafat
(jarak) untuk mengqashar shalat. Bepergian jauh yang memenuhi musafat qashar
tidak terpancang pada jalan darat saja melainkan termasuk perjalanan laut dan udara.
Jadi tidak hanya pejalan kaki, tetapi yang mengenakan kendaraan baik di laut
maupun di udara. Baik perjalanan itu sebentar atau lama asal sudah memenuhi
musafat qashar dan masih dalam bepergian diperbolehkan mengqashar shalat.

6. Sholat ‘Id
Salat Id adalah ibadah salat sunah yang dilakukan setiap hari raya Idul Fitri dan Idul
Adha. Salat Id termasuk dalam salat sunah muakkad, artinya salat ini walaupun
bersifat sunah, tetapi sangat penting sehingga sangat dianjurkan untuk tidak
meninggalkannya.
Tata Cara Solat ‘Id :
1. Niat sholat idul fitri.
2. Takbiratul ihram.
3. Membaca Doa Iftitah.
4. Takbir (takbir zawa-id) sebanyak tujuh kali.
5. Setelah akhir takbir ke tujuh, membaca surat Al Fatihah.
6. Dilanjutkan dengan membaca surat lainnya.
7. Ruku' dengan tuma'ninah.
8. I'tidal dengan tuma'ninah.

7. Tata Cara Sholat bagi Orang yang Sakit


Shalat adalah ibadah yang berhukum wajib. Wajib untuk dilaksanakan oleh setiap
kaum muslim, baik laki- laki mau pun perempuan, yang telah terhukum I wajib
untuk melaksanakan. Oleh sebab itu. Sholat harus dilaksanakan, meskipun itu dalam
kondisi tidak sehat atau sakit. Karna disaat sakit dan tidak bisa berdiri atau tidak
sanggup berdiri maka diperbolehkan untuk sholat dengan duduk, begitu juga jika
tidak mampu dengan duduk, maka boleh dilaksanakan dengan berbaring dan jika
bebaring tak mampu untuk melaksanakan maka diperbolehkan dengan
berbaring.karna agama islam adalah agama yang mudah dan tidak pernah
mempersulit pemeluknya.
Orang sakit yang khawatir akan bertambah parah sakitnya atau memperlambat
kesembuhannya atau sangat susah berdiri, diperbolehkan shalat dengan
duduk,  Orang yang sakit apabila mengerjakan shalat dengan duduk sebaiknya
duduk bersila pada posisi berdirinya berdasarkan hadîts ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha
yang berbunyi:

‫َرَأيْ ُت النَّيِب َّ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ يُ َصيِّل ُمرَت َ ِب ّ ًعا‬

“Aku melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dengan bersila"


Orang sakit yang tidak mampu melakukan shalat berdiri dan duduk, cara
melakukannya adalah dengan berbaring, boleh dengan miring ke kanan atau ke kiri,
dengan menghadapkan wajahnya ke arah kiblat
Orang sakit yang tidak mampu berbaring, boleh melakukan shalat dengan terlentang
dan menghadapkan kakinya ke arah kiblat, karena hal ini lebih dekat kepada cara
berdiri.

8. Keutamaan Sholat Berjama’ah dan Tata cara Sholat Masbuk


Banyak sekali fadhilah atau keutamaan shalat yang dilakukan secara berjamaah. Di
antara keutamaannya adalah menjadi washilah terhindar dari api neraka sekaligus
bisa menyelamatkan kita dari sifat munafik. Shalat berjamaah juga mampu semakin
meningkatkan peluang diterimanya shalat dibanding dengan shalat sendiri. Sampai-
sampai ada ulama yang menyatakan bahwa tidak ada alasan Allah tidak menerima
shalatnya orang yang berjamaah.
Selain itu, shalat juga membutuhkan keikhlasan dan kekhusuan di dalamnya
sehingga mampu menyambung dengan sang khalik. Peluang diterimanya shalat
dengan berjamaah sangat tinggi karena satu saja jamaah bisa memenuhi unsur-unsur
tersebut, maka shalat seluruh jamaah akan diterima Allah SWT.   Fadhilah lain dari
shalat berjamaah adalah diampuninya segala dosa dan dibalasnya ibadah shalat
tersebut dengan pahala yang berlipat derajatnya. Sebagaimana hadits yang
diriwayatkan Imam Bukhari yang menyatakan bahwa shalat berjamaah lebih utama
dari shalat sendirian dengan mendapatkan 27 derajat dibanding shalat sendiri.  

Tata Cara sholat Masbuk yaitu :


 Apa bila ketika itu mendapati imam hendak melaksanakan posisi gerakan shalat
rukuk. Maka hendaknya mengucapkan bacaan rukun shalat membaca Surat Al-
Fatihah dengan sedapatnya. Tanpa membaca Surat Iftitah pun tidak apa-apa lalu
lakukan gerakan rukuk sebagaimana mengikuti gerakan imam tersebut. Karena
ketidak sempurnaan dalam membaca Al_Fatihah tadi maka akan ditanggung
oleh imam shalat.
 Apa bila saat itu makmum masbuq tertinggal satu rakaat atau pun lebih. Maka
hendaklah sempurnakan setiap gerakan tersebut sebagaimana aturan serta
ketentuan rukun shalat.
 Jika pada saat itu hendak melaksanakan shalat subuh berjamaah akan tetapi saat
itu tertinggal beberapa rakaat. Maka hendaknya sempurnakan, semisal jika
hendak membaca doa qunut padahal sudah mengikuti imam hendaknya dibaca
ulang lagi.
 Untuk shalat Magrib jika saat itu sudah tertinggal dua rakaat. Maka segeralah
sempurnakan rakaat yang tertinggal tadi dengan melakukan gerakan tahiyat
awal. Pada rakaat pertama yang tertinggal serta lakukan gerakan tahiyat akhir
pada saat akhir gerakan shalat.
 Lalu apabila imam menyelesaikan shalat serta melakukan gerakan salam. Maka
hendaknya jangan mengikuti salam segeralah lakukan gerakan berdiri lalu
menyempurnakan rakaat yang tertinggal sebelumnya.

9. Puasa
Menurut bahasa puasa berarti “menahan diri”.Menurut syara’ ialah menahan diri
dari segala sesuatu yang membatalkanya dari mulai terbit fajar hingga terbenam
matahari, karena perintah Allah semata- mata, serta disertai niat dan syarat-syarat
tertentu.

Sedangkan arti shaum menurut istilah syariat adalah menahan diri pada siang hari
dari hal-hal yang membatalkan puasa, disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya
fajar sampai terbenamnya matahari. Artinya ,puasa adalah penahanan diri dari
syahwat perut dan syahwat kemaluan, serta dari segala benda konkret yang
memasuki rongga dalam tubuh (seperti obat dan sejenisnya), dalam rentang waktu
tertentu yaitu sejak terbitnya fajar kedua (yaitu fajar shadiq) sampai terbenamnya
matahari.

Syaratnya yaitu beragama islam, berakal, dan tidak sedang dalam haid dan nifas,
disertai niat yaitu kehendak hati untuk melakukan perbuatan secara pasti tanpa ada
kebimbangan agar ibadah berbeda dari kebiasaan.

10. I’tikaf
Itikaf berarti berhenti atau diam di dalam masjid dengan niat semata untuk
beribadah kepada Allah SWT. I'tikaf bisa dilakukan kapan saja dan hukumnya
sunah bagi seluruh umat Islam. I'tikaf harus dilakukan di masjid dan lebih utama
dilakukan pada seppuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana yang telah
dilakukan Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana yang tercantum pada sebuah
hadits:
Dari Ubay bin Ka’ab dan A’isyah, Rasulullah saw beritikaf pada sepuluh hari
terakhir di bulan Ramadhan, hingga Allah menjemputnya (wafat).

Melaksanakan i'tikaf di masjid pada malam hari merupakan harapan dan semangat
dalam menunggu turunnya lailatul qadar dengan membaca Al-Quran dan
melantunkan berbagai doa malam lailatul qadar. Karena adanya keutamaan malam
lailatul qadar inilah orang berbondong-bondong melakukan i'tikaf di sepuluh hari
terakhir bulan Ramadan di malam hari. Padahal sebenarnya Itikaf juga bisa
dilaksanakan pada siang hari bulan Ramadan.

Rukun i'tikaf:
 Niat.
Adapun niat saat mengerjakan iktikaf adalah seperti berikut:
Nawaitu an i’tikafa fi hadzal masjidi sunnatal lillaahi ta’ala
Artinya: “ Saya niat berdiam diri di dalam masjid, sunah karena Allah ta’ala”
 Berdiam diri di masjid sekurang-kurangnya selama tumaninah shalat.
 Masjid sebagai tempat iktikaf.
 orang yang beriktikaf.
Syarat i'tikaf:
 beragama Islam
 berakal sehat
 bebas dari hadas besar.
Hal-hal yang membatalkan i'tikaf:
 berhubungan suami-istri,
 mengeluarkan sperma,
 mabuk yang disengaja,
 murtad,
 haid, selama waktu i’tikaf cukup dalam masa suci biasanya,
 nifas,
 keluar tanpa alasan,
 keluar untuk memenuhi kewajiban yang bisa ditunda,
 keluar disertai alasan hingga beberapa kali, padahal keluarnya karena
keingingan sendiri.
Adab saat mengerjakan I’tikaf:
 Berdoa.
 Membaca dzikir.
 bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW.
 Membaca Al Quran ataupun Hadis.
 Jangan menyibukkan diri dengan perkataan dan perbuatan tidak bermanfaat.
 Mengharap ridho dari Allah disertai niat yang bersih.
 Sedikit makan, minum, dan tidur agar lebih khusyu’.
 Menjaga kebersihan dan kesucian diri serta tempat itikaf.

11. Zakat
Zakat adalah suatu ibadah umat Islam yang dilaksanakan dengan cara memberikan
sejumlah kepemilikan harta setelah kadarnya terpenuhi kepada orang yang berhak
menerimanya sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Menurut istilah bahasa
(etimologi), kata zakat berasal dari kata zaka yang artinya tumbuh, berkah, bersih
dan berkembang.

Jenis-jenis Zakat 
Zakat dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu zakat fitrah dan zakat maal
(harta). Penjelasan keduanya adalah sebagai berikut:
 Zakat Fitrah 
Zakat fitrah itu adalah zakat diri atau pribadi dari setiap muslim yang
dikeluarkan menjelang hari raya Idul Fitri. Zakat fitrah diwajibkan pada tahun
kedua hijriah yaitu pada bulan ramadhan diwajibkan untuk mensucikan diri dari
orang yang berpuasa dari perbuatan dosa, Zakat fitrah itu diberikan kepada
orang miskin untuk memenuhi kebutuhan mereka agar tidak sampai meminta-
minta pada saat hari raya (Hasan, 2006).
 Zakat Maal 
Zakat maal adalah zakat yang boleh dikeluarkan pada waktu yang tidak tertentu,
mencakup hasil perniagaan, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan,
emas dan perak serta hasil kerja (profesi) yang masing-masing memiliki
perhitungan sendiri-sendiri yang dikeluarkan dari harta atau kekayaan serta
penghasilan yang dimiliki oleh seorang muslim yang telah mencapai nishab dan
haulnya. Perhitungan zakat maal menurut nishab, kadar, dan haul yang
dikeluarkan ditetapkan berdasarkan hukum agama (Nurhayati dan Wasilah,
2011).

Syarat dan Rukun Zakat 


Zakat memiliki beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut kesepakatan para
ulama syarat wajib zakat ialah merdeka, muslim, kepemilikan harta yang penuh
bukan dari utang, mencapai nisab, mencapai hawl dan harta yang dizakati melebihi
kebutuhan pokok.
Syarat sah dalam pelaksanaan zakat adalah niat dan Tamlik (pemindahan
kepemilikan harta kepada pemiliknya). Niat dilaksanakan ketika dilakukan
penyerahan zakat kepada pihak yang berhak menerimanya, apabila penyerahan
tersebut tidak disertai dengan niat maka dinyatakan tidak sah, karena zakat
merupakan ibadah sedangkan salah satu syarat dari ibadah adalah adanya niat.
Rukun zakat merupakan sebagian dari nisab (harta) dengan melepaskan kepemilikan
terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir dan menyerahkan kepadanya,
ataupun harta tersebut diserahkan kepada wakilnya yakni imam atau orang uang
bertugas untuk memungut zakat (amil).

12. Haji dan Umrah


Haji menurut lughah atau arti bahasa (etimologi) adalah “ al-qashdu” atau “
menyengaja” sedangkan arti haji dilihat dari segi istilah (terminology) berarti
bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah
dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut
syarat-syarat yang di tentukan Mengunjungi Makkah untuk mengajarkan ibadah
thawaf , Sa’i , Wuquf di ‘Arafah dan serangkaian ibadah lain nya dalam rangka
memenuhi perintah Allah dan karena mengharapkan keridhoan-nya.

Adapun syarat wajib haji dan umrah yaitu: 1. Beragama islam, 2. Baligh, 3. Berakal,
4. Merdeka, 5. Berkesanggupan. Menurut golongan Imam Syafi’i, Maliki dan
ahmad rukun haji itu terdiri dari : Ihrom, Wuquf di Arafah, Thawaf, Sa’i antara Safa
dan Marwah. Dalam madzhab Syafi’i di tambahkan lagi : Bercukur dan bergunting,
Tertib, berturut menunaikan rukun. Sedangkan menurut golongan Hanafi, rukun haji
itu hanya dua, yaitu : Wuquf di ‘Arafah dan Thowaf haji. Dan rukun umrah itu
terdiri dari : 1. Ihram, niat untuk umrah, 2. Thawaf di keliling Ka’bah, 3. Sa’i antara
Shafa dan Marwah, 4. Tahallul dengan bergunting/bercukur.

13. Do’a
Doa adalah ibadah yang paling utama. Barangsiapa yang berdoa maka dia sedang
meniti keselamatan. Ibadah doa sangat berpengaruh pada kehidupan lahir dan batin,
dunia dan akhirat. (Efri Aditia, 2011:3)

Manusia sebagai seorang hamba mesti berdoa karena manusia lemah dan fakir.
Orang yang tengah mengalami kesulitan akan sangat tahu keadaan ini karena ia
merasakannya. Tak ada manusia di dunia yang tak mengalami kesulitan, tak ada
manusia yang kebal penyakit. Bahkan hanya dengan sebuah virus yang tak terlihat
pun manusia bisa binasa. (Efri Aditia, 2011:5)

Menurut bahasa doa berasal dari kata da’a yang artinya memanggil. Sedangkan


menurut istilah syara’ doa berarti memohon sesuatu yang bermanfaat dan memohon
terbebas atau tercegah dari sesuatu yang memudharatkan.

Manusia dianjurkan untuk tadharu’ seperti yang dilakukan oleh orang-orang sahih


dimana mereka selalu memanjatkan doa dalam keadaan apapun (tidak hanya berdoa
ketika sedang susah saja). Tadharu’ juga dapat menambah kemantapan jiwa seorang
hamba.Sebagaimana firman Allah SWT. dalam Q.S. Al-Kahfi/18:28 yang
Artinya : “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharapkan keridhaan-Nya, dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan
kehidupan dunia, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami
lalaikan dari mengingati Kami serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya
itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi : 28).

Macam-macam Doa
Doa terbagi menjadi beberapa macam, adapun macam-macam Doa adalah sebagai
berikut :
a. Doa untuk kebutuhan sehari-hari, seperti doa makan, doa mau tidur, dan lain
lain. Doa untuk meminta keselamatan dunia dan akhirat.
b. Doa untuk orang tua
c. Dan Lain-lain

Anda mungkin juga menyukai