2.1.1 Pengertian Lansia Lansia atau usia lanjut adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang telah menyenangkan, atau beranjak dari waktu. Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.1 Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan- tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living.2 2.1.2 Batasan-batasan usia lanjut Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi:1 1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun 2) Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun 3) Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun 4) Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan lansia menjadi:3 1) Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun) 2) Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun) 3) Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia>65 tahun) 2.1.3 Proses menua Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Menua bukanlah suatu penyakit melainkan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi stresor dari dalam maupun luar tubuh. Banyak faktor yang mempengaruhi penuaan seseorang seperti genetik (keturunan), asupan gizi, kondisi mental, pola hidup, lingkungan, dan pekerjaan sehari-hari.4 Pertama, komplikasi kronis yang dialami dalam hubungannya dengan fungsi penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan perkemihan dapat lebih menambah beban pada sistem tubuh yang telah mengalami penurunan akibat penuaan. Kedua, sindrom hiperglikemi hiperosmolar nonketotik, suatu komplikasi Diabetes Mellitus yang dapat mengancam jiwa meliputi hiperglikemia, peningkatan osmolaritas serum dan dehidrasi, terjadi perubahan pada sistem endokrin akibat proses menua4: 1) Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah Glukosa darah puasa 125 mg/dL dianggap normal. 2) Penurunan fungsi pankreas. 3) Perubahan produksi hormon insulin. 4) Penurunan kemampuan tubuh menyerap karbohidrat. Prevalensi Diabetes Mellitus pada lanjut usia cenderung meningkat, hal ini dikarenakan Diabetes Mellitus pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik.Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Umumnya pasien Diabetes dewasa 90% termasuk Diabetes tipe 2, dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur ≥ 60 tahun.5 2.1.4 Teori menua 2.1.4.1 Teori proses menua Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Dengan adanya penuruan fungsi akibat penyakit degeneratif seperti, hipertensi, aterosklerosis, Diabetes Militus dan kanker yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti stroke, Infrak Miokard Akut (IMA), rematoid artritis dan sebagainya.3 2.1.4.2 Perubahan fisik Pada sistem endokrin produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya progesteron, estrogen, dan testosteron.3 2.1.4.3 Perubahan psikologis Proses menua akan mengalami perubahan struktural dan fisiologis, begitu juga otak. Perubahan ini disebabkan karena hilangnya fungsi neuron di otak secara progresif. Kehilangan fungsi ini akibat menurunnya aliran darah ke otak, lapisan otak terlihat berkabut dan metabolisme di otak lambat. Pada perubahan fungsi kognitif usia lanjut dapat mempengaruhi tingkat emosi, tingkat emosi yang tinggi mengakibatkan gangguan fungsi pangkreas karena gangguan fungsi neuron dalam otak. Salah satu akibat dari hal tersebut, terjadinya resistensi insulin sehingga jaringan perifer terhambat dalam proses glukosa oleh hati. Penyakit Diabetes Mellitus dapat memberikan beban psikososial bagi penderita. Respon emosional negatif dapat menghambat upaya penurunan glukosa darah oleh karena timbulnya reaksi negatif, misalnya tidak mau melakukan olah raga, tidak mengkonsumsi obat,diit makan, serta dapat pula berperilaku tidak sehat misalnya mengkonsumsi minuman beralkohol, merokok, dll.6 2.2 Diabetes Mellitus 2.2.1 Pengertian diabetes melitus Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi.7 Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.4 2.2.2 Etiologi Lansia yang mengalami Diabetes Mellitus, biasanya tergolong tipe II, NIDDM (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan kelenjar pankreas dalam memproduksi insulin dan/atau terjadinya resistensi insulin baik pada hati maupun ada jaringan sasaran. Kedua hal tersebut mengakibat kegagalan hati dalam meregulasi pelepasan glukosa dan menyebabkan ketidakmampuan jaringan otot serta jaringan lemak dalam tugas ambilan glukosa. Diabetes mellitus yang timbul pada lanjut usia belum dapat diterangkan seluruhnya, namun dapat didasarkan atas faktor-faktor yang muncul oleh perubahan proses menuanya sendiri.7 Faktor-faktor penyebab diabetes meliputi5: 1) Genetik Faktor genetik merupakan faktor yang penting pada Diabetes Mellitus yang dapat mempengaruhi sel beta dan mengubah kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan sel rangsang sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta pankreas. 2) Usia Diabetes Mellitus tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50- 92%. Umur sangat erat kaitannya dengan terjadinya kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang dapat mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan target yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa. 3) Jenis kelamin Jenis kelamin laki-laki memiliki risiko Diabetes meningkat lebih cepat. Diabetes tipe II pada umumnya memiliki indeks massa tubuh (IMT) di atas batas kegemukan. Laki-laki terkena Diabetes pada IMT rata-rata 31,83 kg/m2 sedangkan perempuan baru mengalaminya pada IMT 33,69 kg/m2. Perbedaan risiko ini dipengaruhi oleh distribusi lemak tubuh. Pada laki-laki, penumpukan lemak terkonsentrasi di sekitar perut sehingga memicu obesitas sentral yang lebih berisiko memicu gangguan metabolisme. 4) Obesitas Obesitas adalah berat badan yang berlebihan minimal 20% dari BB ideal atau indeks massa tubuh lebih dari 25Kg/m2. Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap peningkatan glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel di seluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlahnya dan kurang sensitif. 5) Aktifitas fisik Kurangnya aktifitas merupakan salah satu faktor yang ikut berperan dalam menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe II.8 Lebih lanjut Stevenson dan Lohman menyatakan mekanisme aktifitas fisik dapat mencegah atau menghambat perkembangan DM tipe II yaitu: a. Penurunan resistensi insulin b. Peningkatan toleransi glukosa c. Penurunan lemak adiposa Pengurangan lemak sentral karena perubahan jaringan otot. Semakin jarang kita melakukan aktivitas fisik maka gula yang dikonsumsi juga akan semakin lama terpakai, akibatnya prevalensi peningkatan kadar gula dalam darah juga akan semakin tinggi. 6) Pola makan Penurunan kalori berupa karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, merupakan faktor eksternal yang dapat merubah integritas dan fungsi sel beta individu yang rentan. 7) Stres Stres menyebabkan kelebihan produksi kortisol, hormon yang menetralkan efek dari insulin dan hasil kadar gula darah tinggi. Kortisol bersifat antagonis, jika seseorang lebih banyak stres, kortisol akan mengurangi sensitivitas tubuh terhadap insulin dan membuat glukosa lebih sulit untuk masuk kedalam sel sehingga akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah. 2.2.3 Patofisiologi Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan di pecah menjadi bahan dasar dari makanan itu sendiri. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makan itu akan diserap oleh usus, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk terlebih dahulu ke dalam sel agar dapat diolah. Di dalam sel, zat makan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme ini, insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya dapat dipergunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas.5 Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Reseptor insulin dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi lubang kuncinya yang kurang, tetapi anak kuncinya (insulin) banyak, sehingga glukosa yang masuk sel akan sedikit, menjadikan sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat.5 Efek samping insulin adalah penambahan berat badan yang mungkin diduga karena tiga penyebab:8 1) Insulin memiliki efek anabolik (pembentukan tubuh). 2) Ketika kontrol terdapat glisemia yang baik mulai dicapai karena adanya terapi insulin, sedikit gula yang hilang di dalam urin. 3) Pengobatan insulin membuat orang merasa lebih baik. 2.2.4 Diagnosis diabetes melitus Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadarglukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.10
Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl.
Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl
2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban 75 gram
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan
klasik
Atau
Pemeriksaan HbA1c > 6,5%
Dengan menggunakan metode High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National Atau Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP). Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik, seperti:10 1) Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. 2) Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT).10 1) Glukosa darah puasa terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl 2) Toleransi glukosa terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c 5,7-6,4%. 2.2.5 Penatalaksanaan diabetes melitus Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes, yang meliputi:11 1) Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut 2) Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati. 3) Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif. Langkah-langkah penatalaksanaan diabetes mellitus : 11 2.2.5.1 Evaluasi medis pertemuan pertama : 1) Riwayat Penyakit a. Gejala yang dialami oleh pasien. b. Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah. c. Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain). d. Riwayat penyakit dan pengobatan. e. Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi. 2) Pemeriksaan Fisik a. Pengukuran tinggi dan berat badan. b. Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru dan jantung c. Pemeriksaan kaki secara komprehensif 3) Evaluasi Laboratorium a. HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang mencapai sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil dan 4 kali dalam 1 tahun pada pasien dengan perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi. b. Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan. 4) Penapisan Komplikasi Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan: a. Profil lipid dan kreatinin serum. b. Urinalisis dan albumin urin kuantitatif. c. Elektrokardiogram. d. Foto sinar-X dada e. Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh dokter spesialis mata atau optometris. f. Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk mengenali faktor risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh darah kaki, tes monofilamen 10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI). 2.2.5.2 Lima pilar diabetes mellitus12 1) Edukasi Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. 2) Terapi Nutrisi Medis (TNM) Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan dan kebutuhan masing-masing individu. Pada prinsipnya, pada penderita diabetes melitus diperlukan makanan yang seimbang (karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin dan mineral) dan sesuai dengan kebutuhan kalori pasien. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes Melitus: a. Hindari biskuit dan kue sebagai camilan. b. Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan minuman berkalori rendah lainnya pada waktu makan. c. Makanlah dengan waktu yang teratur. d. Hindari makanan manis dan gorengan. e. Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan. f. Jadikan nasi, roti, kentang atau sereal sebagai menu utama setiap makan. g. Minum air atau minuman bebas gula. h. Daging atau telur dengan porsi lebih kecil. i. Kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil. 3) Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur 3-5 hari seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara = 220-usia pasien. 4) Intervensi Farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Penatalaksaan secara farmakologi farmakologi bagi penderita diabetes melitus antara lain:8,11 a) Obat Hipoglikemia Oral (OHO) Secara umum diabetes melitus dapat diatasi dengan obatobat antidiabetes yang secara medis disebut obat hipoglikemia oral (OHO). Obat ini tidak boleh sembarangan dikonsumsi karena dikhawatirkan penderita menjadi hipoglikemia. Obat-obat hipoglikemik oral dibagi atas 5 golongan: Golongan Sekretagok Insulin Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik. Golongan ini meliputi sulfonilurea dan glinid. Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau Langerhans, sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Di samping itu kepekaan sel- sel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transpor glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup baik. Ada indikasi bahwa obat-obat ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati. Golongan Biguanid Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Metformin bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Obat ini hanya efektif bila terdapat insulin endogen. Kelebihan dari golongan biguanid adalah tidak menaikkan berat badan, dapat menurunkan kadar insulin plasma, dan tidak menimbulkan masalah hipoglikemia. Penghambat Alfa Glukosidase Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150- 600 mg/hari. Bekerja dengan cara menghambat alfa-glukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang nantinya akan mempengaruhi digesti sukrose dan karbohidrat kompleks. Obat ini efektif pada pasien dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Contoh obat ini adalah acarbose yang mampu memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat. Golongan Glitazone Thiazolidindion memiliki efek farmakologi berupa penurunan kadar glukosa darah dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan insulin dari otot, jaringan lemak dan hati. Zat ini tidak mendorong pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin seperti pada sulfonilurea. Glinid Mekanisme glinid juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan memiliki struktur yang mirip dengan sulfonilurea, perbedaannya adalah pada masa kerjanya yang lebih pendek. Repaglinid dan nateglinid diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati sehingga dapat diberikan dua sampai tiga kali sehari. b) Insulin Insulin tergolong hormon polipeptida yang awalnya diekstraksi dari pankreas babi maupun sapi, tetapi kini telah dapat disintesis dengan teknologi rekombinan DNA menggunakan E. Coli. Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal dan otot. 5) Pemantauan Penderita diabetes melitus harus dipantau secara menyeluruh dan teratur. Hal ini bertujuan untuk memantau apakah dosis pengobatan sudah cukup dan apakah target pengobatan yang berikan sudah tercapai. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan HbA1C, dan beberapa pemeriksaan lain. Pemeriksaan HbA1C dimaksudkan untuk menilai kadar gula darah selama 3 bulan terakhir. Pemeriksaan dianjurkan untuk dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. Penderita diabetes melitus yang menggunakan insulin atau obat untuk meningkatkan sekresi insulin juga disarankan untuk melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM). PGDM dilakukan dengan menggunakan alat pengukur yang sederhana dan mudah untuk digunakan. Waktu pemeriksaan PGDM ini ditentukan oleh dokter dan tergantung kebutuhan pasien. 2.2.6 Komplikasi Komplikasi Diabetes Mellitus terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronik5,6 2.2.6.1 Komplikasi akut 1) Hipoglikemia yang ditandai dengan badan gemetaran, cemas, bingung dan rasa lapar yang timbul dengan tiba-tiba. 2) Ketoasidosis Diabetik (KAD) yang biasanya ditandai dengan nafas berbau aseton, mual muntah serta dehidrasi. 3) Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non-ketotik (HHNK) yaitu suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemi berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai dengan menurunnya kesadaran. 2.2.6.2 Komplikasi kronik 1) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar) yang meliputi sirkulasi koroner, vaskular perifer, dan vaskular serebral. 2) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil) yang menyerang mata atau retinopati serta menyerang ginjal atau nefropati. 3) Penyakit neuropati yang menyerang saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki. Pasien Diabetes Mellitus mempunyai risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih besar, kematian akibat penyakit jantung 16,5% dan kejadian komplikasi ini terus meningkat. Kualitas pembuluh darah yang tidak baik ini pada penderita Diabetes Mellitus diakibatkan beberapa faktor diantaranya stres yang dapat merangsang hipotalamus dan hipofisis untuk peningkatan sekresi hormon-hormon kontra insulin, Akibatnya hal ini akan mempercepat terjadinya komplikasi yang buruk bagi penderita Diabetes Mellitus. 2.2.7 Pencegahan komplikasi Komplikasi adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami dua penyakit atau lebih secara bersamaan yang kebanyakan penyakit yang kedua atau seterusnya muncul sebagai tambahan atau lanjutan penyakit yang terdahulu. Pencegahan DM dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier:7,8,11 2.2.7.1 Pencegahan primer Pencegahan primer ditujukan pada faktor-faktor risiko terhadap patogenesis dasar dari DM tipe 2 yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Usaha-usaha untuk menurunkan resistensi insulin antara lain mencegah atau memperbaiki adanya obesitas, menghindari diet tinggi lemak, mengkonsumsi sumber karbohidrat yang diolah tidak terlalu bersih (unrefined), menghindari obat-obat yang bersifat diabetogenik dan meningkatkan aktivitas fisik yang berpengaruh menurunkan resistensi insulin terlepas dari penurunan berat badan. 1 Usaha-usaha tersebut tidak lain adalah perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup tersebut dapat menurunkan berat badan, memperbaiki distribusi lemak tubuh (menurunkan lingkar pinggang) dan dengan demikian dapat mencegah atau menunda manifestasi dari Diabetes Mellitus tipe 2. 2.2.7.2 Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder bertujuan menemukan diagnosis DM sedini mungkin dengan cara skrining. Hasil tes penyaring normal bila glukosa darah sewaktu atau puasa < 110 mg%. Bila didapatkan kadar glukosa darah puasa antara 110 – 125 mg/dl dinamakan glukosa darah puasa terganggu dan bila ≥ 126 mg/dl atau glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl maka diagnosis DM sangat mungkin dan bila tanpa gejala DM perlu dilakukan tes pada waktu yang lain untuk memastikan diagnosis. 2.2.7.3 Pencegahan tersier Pencegahan tersier adalah usaha untuk mencegah terjadinya ginjal atau nefropati. Penyakit neuropati yang komplikasi pada DM. Komplikasi akut Hipoglikemia yang ditandai dengan badan gemetaran, cemas, bingung dan rasa lapar yang timbul dengan tibatiba, Ketoasidosis Diabetik (KAD) yang biasanya ditandai dengan nafas berbau aseton, mual muntah serta dehidrasi. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non-ketotik (HHNK) yaitu suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemi berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai dengan menurunnya kesadaran dan komplikasi kronik: 1) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar) yang meliputi sirkulasi koroner, vaskular perifer, dan vaskular serebral. 2) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil) yang menyerang mata atau retinopati serta menyerang menyerang saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki. Usaha terhadap timbulnya komplikasi ini antara lainpengendalian yang ketat dari kelainan metabolik pada Diabetes Mellitus (glukosadarah, lipid) dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kerusakan pembuluh darah misalnya tekanan darah, merokok dan sebagainya. Hal-hal yang perlu diperhatikan: mengaturpola makan, kontol gula darah, olah raga dan faktor psikososial. Penyakit Diabetes Mellitus dapat memberikan beban psikososial bagi penderita. Respon emosional negatif dapat menghambat upaya penurunan glukosa darah karena timbulnya reaksi negatif misalnya : tidak mengubah gaya hidup yang sehat seperti: melakukan olah raga, mengkonsumsi obat, mengatur pola makan, serta dapat berperilaku tidak sehat (merokok, mengkonsumsi minuman beralkohol, dll).
2.3 Tingkat Pengetahuan
2.3.1 Definisi pengetahuan Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui. Pengetahuan juga merupakan hasil dari tahu. Hal ini dapat terjadi setelah individu melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian penginderaan diperoleh melalui mata maupun melalui telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan unsur yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga tehadap objek tertentu. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indra atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.13 2.3.2 Tingkat pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu:14 2.3.2.1 Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2.3.2.2 Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara pengendalian kadar gula darah pada penyakit Diabetes Mellitus dan bisa menjelaskan dan mengubah gaya hidup yang sehat. 2.3.2.3 Aplikasi (application) Aplikasi adalah kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode-metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitunganperhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip- prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 2.3.2.4 Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, atau mengelompokkan, dan membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. 2.3.2.5 Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, merencanakan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada. 2.3.2.6 Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma- norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya, seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana, dan sebagainya.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden. 2.3.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dibedakan menjadi 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.13 2.3.3.1. Faktor Internal 1) Umur Menurut Elisabeth BH yang dikutip oleh Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat lahir sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclock (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. 2) Media Massa Adalah semua penyebaran berita sebagai surat kabar dan majalah Media Elektronika merupakan sarana penyebaran berita seperti radio dan televise,internet dan media informasi lainnya seiring perkembangan teknologi media elektronika saat. 2.3.3.2. Faktor Eksternal 1) Lingkungan Lingkungan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan. Lingkungan memberikan pengaruh sosial terutama bagi seseorang dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk. 2) Budaya Tingkah laku manusia atau kelompok dalam memenuhi pengetahuan kebutuhan yang memiliki sikap dan kepercayaan. 3) Pekerjaan Pekerjaan atau lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.Mengukur tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari suatu obyek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur, dapat kita sesuaikan dengan tingkattingkatan pengetahuan di dalam domain kongnitif. 4) Pengalaman Sesuatu yang dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat non formal. Pengalaman merupakan sesuatu yang diperoleh dari pemikiran kritis seseorang dan kejadian yang belum tentu memiliki tujuan dan keteraturan. Pengalaman artinya berdasarkan pikiran kritis, akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan betujuan. Mungkin pengalaman tersebut hanya untuk dicatat saja. 2.3.4 Manfaat pengetahuan Manfaat dari pengetahuan adalah sebagai berikut:13 1) Meningkatkan tingkat pendidikan seseorang 2) Meningkatkan derajat seseorang 3) Menjadi pegangan bagi orang yang mempunyainya 4) Menjadi kebanggaan tersendiri 5) Bisa menciptakan rasa kepuasan tersendiri 2.3.5 Pengukuran tingkat pengetahuan Mengukur tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari suatu obyek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur, dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkatan pengetahuan di dalam domain kongnitif, dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas. 14 Tingkat pengetahuan dibedakan atas: 1) Baik : 76 – 100 % 2) Cukup : 56 – 75 % 3) Kurang : < 56 % DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Definition of an Older or Elderly Person. Tersedia dari http://www.who.int/. Diakses tanggal 2 Juni 2018 2. Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Erlangga. 3. Depkes. 2016. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 4. Darmojo & Martono. 2004. Beberapa Aspek Gerontologi dan Pengantar Geriatri,Buku Ajar Geriatri FKUI. Jakarta: EGC. 5. Suyono (2009). Penyakit Diabetes mellitus. Tersediadarihttp://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/pdf.Diakses pada tanggal 30 Mei 2018 6. Rochmah, Wasilah (2006) Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Volume 3. Jakarta : EGC. 7. Brunner & Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume2, Jakarta, EGC. 8. Soegondo (2007). Diabetes Melitus, Penatalaksanaan Terpadu, Balai PenerbitanFKUI, Jakarta. 9. Kriska, S.(2007). Cara Mudah Nencegah Dan Mengatasi Diabetes Mellitus,Yogyakarta:Aulia Publising. 10. American Diabetes Association. 2015. Classification and Diagnosis of Diabetes. Diabetes Care; Vol 38(Suppl. 1): S8-16 11. Boedisantoso, R.A., Soegondo, S., Suyono, S., Waspadji, S., Yulia, Tambunan dan Gultom. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: FKUI. 12. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Petunjuk Praktis: Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus, PB. PERKENI. Jakarta. 2015 13. Notoadmojo, S. (2003). Metodologi Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta. 14. Riyanto, A. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: NuhaMedika. 15.