Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM METALOGRAFI

TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

Penyusun:

ADDIE RESTU F
1421600013
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM METALOGRAFI

Disusun Oleh :
Addie Restu Firmansyah
(1421600013)

Telah Disetujui,
Surabaya , 28 Juni 2021

Dosen Pembimbing
GATUT PRIYO UTOMO, IR, MSC
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan berkat dan rahmadnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum ini.Lappran ini kami susun
berdasarkan data-data yang kami dapatkan dari buku panduan praktikum
metalografi.Praktikum metalografi adalah salah satu kurikulum yang harus dipenuhi
oleh tiap mahasiswa jurusan Teknik mesin untag Surabaya, dimana mahasiswa
diharapkan dapat membandingkan teori yang diperoleh selama kuliah dengan
praktikum yang ada di laporan metalografi.

Kami sadar bahwa laporan ini masih banyak kekurangan-kekurangna karena


itu bagi para pembaca kami harapkan untuk dan saran yang bersifat membangun demi
sempurnanya tulisan ini.

Surabaya 27 Juni 2021…

(Addie Restu Firmansyah)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Logam umumnya sudah menjadi konsumsi masyarakat. Oleh karenanya,
industri-industri logam membuat produk logam sesuai sifat-sifat logam yang
diinginkan oleh konsumen. Sifat-sifat khas bahan industri perlu dikenal secara baik
karena bahan tersebut dipergunakan untuk berbagai macam keperluan dalam berbagai
keadaan. Untuk mengetahui dan mendapatkan suatu sifat logam yang diinginkan
maka perlu dilakukan pengujian. Salah satunya dalam praktikum ini ingin mengetahui
sifat mekanik logam. Banyak cara pegujian sifat mekanik logam diantaranya uji tarik,
uji impak, uji kekerasan serta pengujian metalografi. Pada praktikum ini dilakukan
pengujian metalografi. Metalografi adalah termasuk salah satu jenis pengujian yang
merusak, karena didalam prosesnya dilakukan preparasi spesimen untuk mengetahui
struktur butir specimen yang diuji dalam mikroskop. Dengan cara metalografi ini
dapat diketahui struktur butir, bentuk dan ukuran butir, batas butir serta warna butir.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari praktikum pengujian metalografi ini adalah untuk mempelajari
hubungan antara struktur mikro dari suatu logam dengan sifat mekanisnya, dengan
menggunakan bantuan mikroskop optik.

1.3 Batasan Masalah


1.3
Batasan Masalah pada pengujian metalografi yaitu grinding dengan grid 400,
600, 800, 1000 dan 1200 mesh. Polishing dengan bahan kain poles serta pasta
alumina. Pembersihan dengan menggunakan alkohol. Etsa dengan menggunakan
larutan nital 3%.
BAB II
Dasar Teori

2.1 Metalografi
Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempalajari karakteristik
mikrostruktur dan makrostruktur suatu logam, paduan lgam dan material lainnya serta
hubungannya dengan sifat-sifat material atau biasa juga dikatakan suatu proses
mengukur suatu material bahan secara kualitatif maupun kuantitatif berdasarkan
informasi-informasi yang didapatkan dari material yang diamati. Dalam ilmu
metalurgi struktur mikro merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari karena
struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat-sifat mekanik suatu logam. Struktur
mikro yang kecil akan membuat kekerasan logam meningkat dan juga sebaiknya,
struktur mikro yang besar akan membuat logam menjadi ulet atau kekerasannya
menurun. Struktur mikro itu sendiri dipengaruhi oleh komposisi kimia dari logam
tersebut serta yang dialaminya. Metalografi bertujuan mendapatkan struktur makro
dan mikro dari suatu logam sehingga dapat dianalisa sifat mekanik dari suatu logam
tersebut. Pengamatan metalografi dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Metalografi makro
2. Metalografi mikro

Untuk mengamati struktur mikro yang terbentuk pada logam yang diamati
biasanya memakai mikroskop optik. Sebelum benda uji diamati dengan mikroskop
optik, benda uji terebut harus melewati tahap-tahap preparasi. Tujuannya agar pada
sat mengamati benda yang diuji, struktur mikronya terlihat dengan jelas. Semakin
sempurna preparasi benda yang akan diuji, semakin sempurna gambar yang akan
diperoleh. Mekanisme terjadinya perlit dapat dijelaskan dengan menggunakan  Gambar
1 di bawah. Pertumbuhan perlit meliputi pertumbuhan ferit dan sementit sekaligus
secara besamaan. Pertumbuhan dimulai dengan terjadinya pengintian sementit pada
batas-batas butir austenite. Sementit ini kemudian tumbuh dengan didahului oleh difusi
atom-atom karbon. Sehingga di sekitar pelat atau lapisan sementit merupakan daerah
kekurangan karbon, maka bagian ini terjadi pelat-pelat ferit yang mempunyai kelarutan
karbon maksimum 0.025 persen.  Petumbuhan sementit terjadi di mana-mana yang
diikuti oleh pertumbuhan ferit, sehingga akhirnya seluruhnya berubah menjadi perlit.

Struktur mikro meliputi fasa yang setimbang. Fasa yang setimbang adalah fasa yang
terbentuk dari fasa cair ke fasa padat dengan laju pendinginan sangat lambat. Jenis
fasa ini terdiri dari perlit, ferit, austenit dll. yang dapat dianalisis dengan
menggunakan diagram fasa (Fe-C). Fasa yang tidak seimbang adalah fasa yang
terbentuk akibat pendinginan cepat. Jenis ini terdiri atas martensit, bainit, yang dapat
dianalisis dengan menggunakan diagram CCT (Continous-Cooling Tansformation).
Sedangkan ditinjau dari bentuk butir logam memiliki dua bentuk butir, yaitu equxial
dan elongation. Terdapat dua skala pengamatann yaitu:

1. Skala pengamatan makro, yaitu pengamatan dengan perbesaran 10 kali atau


lebih kecil. Yang diamati: Porositas, segregasi pada produk cor, pengotor,
jennis perpatahan, dan homogenitas struktur las.
2. Skala pengamatan mikro yaitu pengamatan 100 kali atau lebih besar. Yang
diamati: fasa, besar butir dan endapan.

Alat yang digunakan: Mikroskop optik (sampai dengan 1000 kali), Scanning Electron
Microscope (SEM); (sampai dengan 300000 kali), Transmission Electron
Microscope (TEM); (sampai dengan 1000000 kali). Pada metalografi yang diperoleh
dengan suatu analisa kimia dan metalografi logam atau paduannya dan potongannya.
Disebabkan oleh pembawan heteroen dari logam tersebut. Pembawaan ketidak
homogenan dalam suatu logam lebih ditentukan dengan macroetching dan
pemasarannya dapat dilakukan dengan menggunakan luas power mikropis, ini
dinotasikan olah jenis metalografi data yang diperlukan atau dibutuhkan. Pengamatan
microetching dapat memberikan gambaran kondisi dalam mental yang berhubungan
dengan satu arah lebih. Untuk hal-hal berikut:

1. Crystalin Heterogencity, hadir dan meluas yang tergantung pada jalannya


solidifikasi akan tumbuhnya kristalin dari logam atau paduannya.
2. Chemicalin Heterogencity, disebabkan oleh tidak berisinya logam atau
padannya dan lokasi pemisah dari susunan kimia tertentu. Pemisah serupa
dapat dengan sengaja (karbon dalam permukaan baja selama proses
karburasi).
3. Mechanical Heterogencity, timbul dari Cold working atau setiap proses yang
menimbulkan tegangan-tegangan permanen dalam logam yang dituangi.

Sebelum dilakukan pengamatan mikrostruktur dengan mikroskop maka


diperlukan preparassi sampel. Tahapan kerja preparasi sampel:

1. Penentuan wilayah kerja sampel


Dalam pemotongan dan pengambilan sampel, perlu diperhatikan wilayah daerah kerja
sampel yang akan diamati yang biasanya disebut sebagai bidang orientasi dasar,
yaitu:

 Bidan transversal: tegak lurus terhadap sumbu deformasi panas.


 Bidang planar: sejajar dengan sumbu pengerjaan dan memiliki luas
permukaan yang paling besar dan yang paling sering bersinggungan dengan
rol.
 Bidang longitudinal: tegak lurus terhadap bidang planar dan sejejar dengan
arah pengerjaan.
2. Pemotongan sampel
Teknik pemotongan sampel dapat dilakukan dengan:

 Pematahan: untuk bahan getas dan keras


 Pengguntingan: untuk baja karbon rendah yang tipis dan linak
 Penggergajian: untuk bahan yang lebih lunak dari 350 HB
 Pemotongan abrasi

3. Electric discharge machining


Untuk bahan dengan konduktivitas baik dimana sampel diremdam dalam fluida di
elektrik lebih dahulu sebelum dipotong dengan memasang catu daya listrik  antara
elektroda dan sampel.
4. Pemasangan sampel (mounting)
Prosedur mounting dilakukan apabila sampel terlalu kecil, tak beraturan, sangat lunak
mdah pecah dan berongga. Caranya adalah dengan meletakkan sampel ke dalam
cetakan mounting, lalu masukkan resin yang telah dicampur dengan hardener.
Larutan mounting harus memiliki sifat:

 Tidak beraksi denngan sampel.


 Kekentalannya sedang dalam bentuk cair dan bebas udara pada bentuk
padatnya
 Adhesi yang baik dengan sampel
 Kekuatan dan ketahanan yang sama besar dengan sampel
 Kemampuan susut yang rendah permukaan sampel yang akan diuji harus ada
dibagian bawah. Setelah dibiarkan selama 15 menit maka bahan mounting
telah siap dan sampel telah siap dipreparasi dengan langkah berikutnya.

5. Pengamplasan
Pengamplasan bertujuan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan
sampel yang akan diamati. Pengamplasan ini dilakukan secara berurutan yaitu dengan
memakai amplas kasar hingga amplas halus. Pemngamplasan kasar dilakukan dengan
menggunakan amplas dengn nomor dibawah 180#, sedangkan pengamplasan halus
menggunakan amplas dengan nomor lebih tinggi dari 180#. Pengamplasan dimulai
dengan meletakkan sampel pada kertas amplas dengan permukaan yang aka diamati
bersentuhan langsung dengan bagian kertas amplas tang kasar, kemudian sampel
ditekan dengan gerakan searah. Selama pengamplasan terjadi gesekan antara
permukaan sampel dan kertas amplas yang memungkinkan terjadinya keaikan suhu
yang dapat mempengaruhi mikrostruktur sampel sehingga diperlukan pendinginan
dengan cara dialiri air. Apabila ingin mengganti arah pengamplasan, Sampel
diusahakan berada pada kedudukan tegak lurus terhadap arah mula-mula.
Pengamplasan selesai spabila tidak teramati lagi adanya goresan-goresan pada
permukaan sampel, selanjutnya sampel siap dipoles.
6. Pemolesan
Pemolesan bertujuan untuk lebih menghaluskan dan melicinkan permuaan
sampel yang akan diamati setelah pengamplasan. Seperti halnya pengamplasan,
pemolesan dibagi dua yaitu pemolesan kasar dan halus. Pemolesan kasar
menggunakan abrasive dalam range sekitar 30 - 3 µm, sedangkan pemolesan halus
menggunakan abrasive sekitar 1 µm atau dibawahnya. Sebelum pemolesan
dilakukan, sampel terlebih dahulu dibersihkan dengan air. Pemolesan dimulai dengan
menyalakan mesin poles sambil dialiri air. Sampel digerakkan secara radial dengan
bagian permukaan sampel yang telah dipoles harus dilihat secara berkala. Berikutnya
dilakukan pemolesan halus dengan cara yang sama seperti di atas tetapi dengan
mennganti air dengan autosol.
7. Etsa (etching)
Etsa/etching dilakukan dengan mengikis daerah batas butir sehingga struktur
bahan dapat diamati dengan jelas dengan bantuan mikroskop optik. Zat etsa bereaksi
dengan sampel secara kimia pada laju reaksi yang berbeda tergantung pada batas
butir, kedalaman butir dan komposisi dari sampel. Sampel yang akan dietsa haruslah
bersih dan kering. Selama etsa, permukaan sampel diusahakan harus selalu erendam
dalam etsa. Waktu etsa harus diperkirakan sedemikian sehingga permukaan sampel
yang dietsa tidak sampai gosong karena pengikisan yang terlalu lama. Oleh karena itu
sebelum dietsa, sampel sebaiknya diolesi alkohol untuk memperlambat reaksi. Pada
pengetsaan masing-masing zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri
sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Zat etsa yang
umum digunakan untuk baja ialah nitral dan prical. Setelah reaksi etsa selesai, zat esta
dihilangkan dengan cara mencelukan sampel ke dalam air panas. Seandainya tidak
memungkinkan dapat digunakan air bersuhu ruang dan dilanjutkan dengan
pengeringan dengan alat pengering. Permukaan sampel yang telah dietsa tidak boeh
disentuh untuk mencegah permukaan menjadi kusam. Setelah dietsa, sampel siap
untuk diperiksa dibawah mikroskop.

2.2 Perlakuan Panas


Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinnginan sebuah logam
dalam keadaan padat untuk mendapatkan perubahan sifat fisik yang diinginkan pada
logam. Satu yang terpenting sifat-sifat mekanik pada baja adalah kemampuan baja
untuk dikeraskan agar tahan karat dan aus atau dilunakkan untuk menigkatkan
kelenturan dan kemampuan pada permesinan. Baja juga mendapatkan perlakuan
panas untuk menghilangkan tegangan dalam, mengurangi ukuran butir-butir atau
meningkatkan kekuatan pada baja. Selama pembuatan, unsur-unsur tertentu
ditambahkan ke baja untuk menghasilkan baja khusus ketika logam mendapatkan
perlakuan panas dengan semestinya. Perlakuan panas pada logam dilakukan dalam
tanur pengatur khusus yang menggunakan gas, minyak atau dengan listrik untuk
memberikan panas. Tanur ini juga harus dilengkapi alat keselamatan tertentu, seperti
pengatur dan alat penunjuk untuk memelihara suhu yang dibutuhkan dalam
pekerjaan. Semua pemasanhan tanur harus dilengkapi tutup uap dan kipas
pembuangan untuk membuang asap hasil dari operasi perlakuan panas atau dalam hal
pemasangan gas untuk pembuangan uap gas. Aplkikasi yang dpaling umum adalah
untuk material logam walaupun perlakuan panas juga digunakan dalam pembuatan
berbagai materi lain, seperti kaca.
Secara umum perlakuan panas adalah memanaskan atau dendinginkan
materia, biasanya dalam suhu ekstrem, untuk mencapai hasil yang diinginkan seperti
pengerasan atau pelunakan material. Yang termasuk teknik perlakuan panas adalah
annealing, case hardening, precipitation strengthening, tempering dan quenching.
Perlu dicatat bahwa walaupun perlakuan panas sengaja dilakukan untuk tujuan
mengubah sifat, pemanasan dan pendinginan sering terjadi secara kebetulan selama
proses manufaktur lain seperti pembentukan panas (hot forming) atau pengelasan.
2.3 Jenis-jenis Perlakuan Panas
Adapun jenis-jenis perlakuan panas, yaitu:
1. Normalisasi (normalizing)
Pengerjaan ini dilakukan dengan memanaskan baja hingga menjadi
fasa austenite penuh dan didinginkan di udara (pendinginan tungku) hingga
mencapai suhu kamar. Fasa yang dihasilkan berstruktur ferrite dan pearlite
tergantung komosisi unsur karbon. Proses normalizing bertujuan untuk
memperbaiki dan menghilangkan struktur butiran kasar dan ketidak
seragaman struktur dalam baja manjadi berstruktur yang normal kembali yang
otomatis mengembalikan keuletan baja lagi. Struktur butiran kasar terbentuk
karena waktu pemanasan dengan temperatur tinggi atau austenite yang
menyebabkan baja berstruktur butiran kasar. Pada proses normalizing ini baja
dipanaskan secara pelan-pelan sampai suhu 20˚C sampai 30˚C diatas suhu
pengerasan, ditahan sebentar lalu didinginkan dengan perlahan dan kontinue.
Proses normalizing ini dilakukan juga sebelum kita melakukan proses soft
annealing.

2. Annealing
Annealing adalah proses pemanasan baja yang diikuti dengan pendinginan
lambat didalam tungku yang dimatikan. Tujuan dari annealing untuk
memperbaiki; mampu mesin, mampu bentuk, keuletan, kehomogenan
struktur, menghilangkan tegangan dalam, dan lain sebagainya.

3. Pengerasan (quenching)
Perlakuan baja ini dilakukan dengan memanaskan baja hingga fasa menjadi
austenite dan didinginkan secara cepat. Media pendinginan cepat seperti air,
oli, garam atau mesia pendinginan lainnya. Tujuan utama perlakuan ini untuk
meningkatkan kekerasan baja. Pengerjaan temper (tempering treatment)
dengan pencelupan cepat. Suhu pemanasan adalah agak rendah dibawah suhu
transformasi eutectoid. Tujuan utama yaitu mengurangi nilai kekerasan logam
sehingga keuletan (ductility) logam akan naik. Beberapa variabel penting
dalam perlakuan temper adalah temperatur, waktu pemanasan dan lain-lain.

4. Pembebasan tegangan (stress relieving)


Perlakuan ini bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa di dalam
logam baja akibat perlakuan logam seperti proses las, produk cor-coran,
pengerjaan dingin, pencelupan cepat dan sebagainya. Proses ini dengan
memanaskan hingga temperatur mendekati suhu temperatur, ditahan untuk
beberapa saat kemudian didinginkan di udara.

5. Speroidisasi (speroidizing)
Perlakuan ini bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa di dalam
logam baja akibat perlakuan logam seperti proses las, produk cor-coran,
pengerjaan dingin, pencelupan cepat dan sebagainya. Proses ini dengan
memanaskan hingga temperatur mendekati suhu temperatur, ditahan untuk
beberapa saat kemudian didinginkan di udara. Perlakuan pemanasan untuk
menghasilkan karbida yang berbentuk bulat (globular) di dalam logam baja.
BAB III
DATA PRAKTIKUM

3.1 DATA HASIL UJI KEKERASANPROSES HARDENABILITY


3.2 DATA HASIL PERCOBAAN METALUGRAFI
Tabel 3.3 Data Hasil Pengamatan Struktur Mikro – Raw Materials
Tabel 2 Data Hasil Pengamatan Struktur Mikro S45C – After Heat Treatment Process
III. DATA HASIL PERCOBAAN PERLAKUAN
PANAS

Metode Penelitian Praktikum diawalai dengan melakukan preparasi spesimen


yang akan digunakandengan ukuran panjangnya 1.5 cm dan diameter 2.5 cm.
Spesimen tersebut kemudiamdipanaskan sampai temperatur 800oC dengan diholding
selama 60 menit, dan dilanjutkandengan quenching dengan media air tanpa agitasi.
Dari hasil quenching tersebut laludilakukan uji kekerasan.Setelah didapatkan nilai
kekerasan tertentu, maka dilakukan perhitungan untuk mencari temperatur temper
dengan waktu holding 60 menit agar nilai kekerasannya turun sebesar 10.
Penemperan kemudian dilakukan dengan menggunakan hasil perhitungan yang telah
dilakukan dimana pendinginannya dilakukan dengan media udara. Yang terakhir
dilakukan uji kekerasan sekali lagi untuk mengetahui hasil penemperan dandilakukan
analisa data serta pembahasan.

Material

Baja AISI 1045 1 buah

Alat
1. Furnace 1 buah
2. Alat uji kekerasan 1 buah
3. Penjepit 1 buah
4. Sarung tangan 1 pasang
5. Kikir 1 buah
6. Amplas secukupnya

Prosedur Percobaan
1. Mempersiapkan alat dan bahan
2. Memanaskan spesimen sampai temperatur 800 C dan melakukan holding
selama 60menit
3. Melakukan quenching dengan media air tanpa agitasi
4. Melakukan uji kekerasan Rockwell C pada specimen
5. Menghitung temperatur temper dari spesimen uji untuk waktu 60 menit
untukmenghasilkan penurunan kekerasan sebesar 10
6. Melakukan tempering sampai temperatur 162 °C dengan diholding selama 60
menit
7. Mendinginkan spesimen dengan media udara
8. Melakukan uji kekerasan Rockwell C pada specimen.
Perhitungan Temperatur Temper

Rumus Perhitungan Temperatur TemperRumus perhitungan temperatur temper


(berlaku
untuk waktu temper 4 jam)

Tc= 16,67 (Hc-Ha)-17,8 ...................................................................................(1)

dimana,Tc = temperatur temper (°F)


Hc = kekerasan sebelum ditempering (HRc)
Ha = kekerasan setelah tempering (HRc)

Perhitungan Temperatur Temper


Dari praktikum ini diharapkan kekerasannya turun sebesar 10, maka dilakukan
perhitungansebagai berikut
Tc = 16,67 (Hc– Ha) – 17,8Tc = 16,67 (10)– 17,8
Tc = 148,9 °C
T = 421,9°K

Jadi temperatur yang dipakai agar kekerasannya turun sebesar 10 yaitu 148,9 °C.

Rumus Parameter Temper


P = T(k+Log T)................................................................................................(2)
dimana,
P = parameter temper
T = temperatur temper (°K)
k = konstanta ( 20 untuk temperatur °K)
t = waktu temper (jam)

Perhitungan Parameter Temper


Dari nilai temperatur temper yang sudah didapat dilakukan perhitungan
nilaiparametertemper, karena temperatur tersebut berlaku untuk waktu holding 4 jam.
Perhitungannya yaitusebagai berikut:

P = T (k + log t)
P = 421,9 (20 + log 4)
P = 8.692
Ketika nilai parameter tempernya sama maka diasumsikan bahwa kekerasan
yangdidapatkansama. Maka dari itu dilakukan perhitungan temperatur untuk waktu
holding 1 jam
sebagai berikut;

P = T (k + log t)
8692 = T (20 + log 1)
T = 434,6 °K
T = 162 °C

Jadi untuk menghasilkan penurunan kekerasan sebesar 10, spesimen dipanaskan


sampai
temperatur 162 °C dengan diholding selama 1 jam
3.3 Kesimpulan
1. Proses Hardening dan Tempering pada bahan S45C dengan menggunakan 1
macam media pendingin,semua mengalami Penurunan tergantung dari suhu
temperingnya semakin besar suhu temperingnya semakin turun kekerasan dari
bahan . seperti, pada suhu tempering 100oC dengan waktu penahanan 30
menit nilai kekerasan pada bahan S45C adalah 42,8 HRC sedangkan pada
suhu tempering 300 oC nilai kekerasan menjadi 36,9 HRC. Dan nilai
kekerasan pada bahan S45C tanpa melalui proses tempering adalah 86,6 HRB.

2. Pada Spesimen 2 (Quenching Air) memiliki kekerasan bagian atas 41,8 HRC
struktur mikro martensit dan bainite

3. Pada Spesimen 3 (Quenching air dan Tempering air) memiliki kekerasan


42,8 HRC struktur mikro bainte dan martensit

4. Pengaruh Tempering pada temperatur 200ºC-300ºC pada spesimen 4 dan 5


adalah penurunan nilai kekerasan dan menghasilkan struktur bainite dan
martensite (martensite temper) yang lebih halus dibandingkan dengan
spesimen sebelum Tempering (spesimen 2 ).
25

Anda mungkin juga menyukai