PENDAHULUAN
Ovum yang telah dibuahi oleh sperma (blastokista) secara normal akan
berimplantasi pada lapisan endometrium di dalam kavum uteri. Pada kehamilan
ektopik, ovum yang telah dibuahi berimplantasi di luar kavum uteri. Menurut
American Collage of Obstreticans and Ginecologists Sekitar 2% dari seluruh
kehamilan pada trimester pertama di Amerika Serikat adalah kehamilan ekstopik
dan sekitar 95% pada tuba fallopii. Kehamilan ektopik mengambil peran sebesar
9% terhadap kematian maternal di Amerika Serikat. Di Indonesia sekitar 5-6 dari
1000 kehamilan merupakan kehamilan Ektopik. Insidensi kehamilan ektopik
sering terjadi pada wanita berusia 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.
Pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan
haid yang disertai nyeri perut yang hebat bagian bawah, perlu dipikirkan
kehamilan ektopik terganggu.1
1
Prognosis keberhasilan kehamilan setelah mengalami kehamilan ektopik
sebelumnya menurun pada wanita yang pernah menderita kehamilan ektopik.
Hanya 1 dari 2 wanita yang kemudian dapat melahirkan janin hidup, sebagian
tidak pernah hamil dan hingga 14,6% mengalami kehamilan ektopik lagi.2
2
BAB II
2.1 Definisi
Pada normal konsepsi, telur akan dibuahi oleh sperma di tuba falopii,
kemudian hasil konsepsi akan melewati tuba menuju uterus selama 3-4 hari.
Kehamilan ektopik terjadi ketika ovum yang telah dibuahi oleh sperma
(blastokista) berimplantasi dan tumbuh di luar atau selain di endometrium kavum
uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sama dengan kehamilan ektopik karena
kehamilan pada pars interstisial tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam
uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.1
3
Gambar 1. Lokasi implantasi dari kehamilan ektopik
2.2 Epidemiologi
4
mencegah secara efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak mempengaruhi
kejadian kehamilan ektopik.
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berusia antara 20-
40 tahun dengan usia rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%. 4,5
2.3 Etiologi
Sebagian besar penyebab belum diketahui sepenuhnya. Insiden terjadinya
kehamilan ektopik meningkat dengan adanya beberapa faktor, termasuk riwayat
infertilitas, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, operasi pada tuba, infeksi
pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES), dan penggunaan IUD. Faktor-faktor
tersebut dipengaruhi mekanisme umum yang dapat berupa mekanisme anatomis,
fungsional, atau keduanya. Kenyataannya sangat sulit untuk menilai penyebab
dari implantasi ektopik dengan tidak adanya alat pendeteksi kelainan tuba. 1
5
Pada kehamilan ovarium, spermatozoa memasuki folikel de Graaf yang
baru pecah dan membuahi ovum yang masih tinggal dalam folikel, atau apabila
ovum yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium. Kemudian
kehamilan intraligamenter biasanya terjadi secara sekunder dari kehamilan tuba
atau kehamilan ovarial yang mengalami ruptur dan mudigah masuk di antara 2
lapisan ligamentum latum. Sedangkan pada kehamilan servikal berkaitan dengan
faktor multiparitas yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada
rahim termasuk seksio sesarea. Lalu kehamilan abdominal biasanya terjadi secara
sekunder dari kehamilan tuba, walaupun ada yang primer terjadi di rongga
abdomen.2
6
Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
prematur
b) Fertilisasi in vitro, yakni penyatuan ovum dan spermatozoa terjadi di
ampulla tuba, dari sini ovum yang telah dibuahi digerakkan ke kavum uteri
dan di tempat yang akhir ini mengadakan implantasi di endometrium.
Keadaan pada tuba yang menghambat atau menghalangi gerakan ini dapat
menjadi sebab terjadinya implantasi pada endosalping dan bila ada
kelainan pada ovum, maka akan memberi predisposisi terjadinya
implantasi di luar kavum uteri.5
2.4 Patofisiologi
Ovum di tuba bernidasi secara kolumner atau intrakoluumner. Pada kolumner,
ovum berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan ovum
selanjutnya terganggu oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya ovum mati
secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner ovum bernidasi antara
2 jonjot endosalping. Kemudian setelah tempat nidasi tertutup, ovum dipisahkan
dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan disebut
pseudokapsularis. Pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan dan
tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke
dalam lapisan otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Selanjutnya perkembangan janin bergantung pada beberapa faktor seperti, tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh
invasi trofoblas.1
Estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis dan trofoblas
mempengaruhi perkembangan uterus menjadi lebih besar dan lembek, dan
endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Terjadi perubahan-perubahan
pada endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar
dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur.
Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang
ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.2
Tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil konsepsi,
tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar
7
kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10
minggu. Kemungkinan itu antara lain :
1. Kehamilan tuba
Fertilisasi dapat terjadi semua bagian tuba fallopi, sekitar 95-96%
terjadi di ampulla, 25% di ismus, dan 17% di fimbrae. Karena lapisan
submukosa dari tuba fallopi tipis memungkinkan ovum yang telah dibuahi
dapat menembus ke lapisan epitel, zigot akan terimplantasi sampai lapisan
muskuler. Kemudian trofoblas akan berprolifreasi dengan cepat dan
menginvasi daerah sekitarnya. Pembuluh darah maternal menjadi ruptur
dan menyebabkan perdarahan di ruang antara trofoblas, atau antara
trofoblas dengan jaringan di bawahnya. Pada dinding tuba fallopi yang
merupakan tempat implantasi zigot mempunyai ketahanan yang rendah
terhadap invasi trofoblas. Embrio pada kehamilan ektopik sering kali tidak
berkembang.6
2. Ruptur Tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya, ruptur pada pars intertisial
terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan
ruptur ialah penembusan villi korialis ke dalam lapisan muskularis tuba
kemudian ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena
trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan
terjadi perdarahan dalam rongga perut dengan jumlah sedikit sampai
banyak, yang dapat menimbulkan syok sampai kematian. Bila
pseudokapsularis ikut pecah maka terjadi pula perdarahan dalam lumen
tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba
abdominal.5
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan
ostium tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis
karena invasi dari trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba.
Kadang-kadang ruptur terjadi pada daerah ligamentum latum dan
terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat
kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin
8
dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi
tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Perdarahan dapat berlangsung
terus sehingga penderita akan mengalami anemia atau syok karena
hemoragia. Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir ke cavum
Douglas yang akan semakin banyak dan akhirnya dapat memenuhi rongga
abdomen. Bila pasien tidak dioperasi dan tidak meninggal karena
perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan
tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi
kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Bila
janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh kantong
amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam
rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder. 5,10
3. Abortus ke dalam lumen tuba
Abortus tuba ialah gangguan yang umumnya tidak begitu
mendadak, dan dapat memberi gambaran yang beraneka ragam. Timbul
perdarahan dari uterus yang berwarna hitam, dan rasa nyeri di samping
uterus bertambah keras. Perdarahan yang terjadi karena pembukaan
pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat
implantasi dapat melepaskan mudigah dari koriales pada dinding tersebut
bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat
terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat perdarahan yang
timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah
ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada
implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada
kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh
villi koriales kearah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars
isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars ampullaris lebih
luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi
dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit.5
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,
perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai
9
berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae
dan masuk rongga abdomen dan terkumpul secara khas di kavum Douglas
dan akan membentuk hematokel retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba
fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk hemato
retrouterina.2
10
trimester pertama. Namun sayangnya, hanya 20% pasien dengan kehamilan
ektopik ini yang menampilkan gejala-gejala tersebut secara khas. Pasien yang lain
mungkin muncul gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa kehamilan awal
termasuk mual, lelah, nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan riwayat disparenoe
baru-baru ini. Sedangkan gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, seperti
tersebut diatas, dapat berbeda-beda, dari yang khas sampai tidak khas sehingga
sukar untuk mendiagnosisnya.2
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu.Sekitar
75% pasien yang datang mengeluh nyeri terutama di daerah abdomen. Pada ruptur
tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai
dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan jatuh ke dalam
syok. Rasa nyeri berawal pada satu sisi, setelah darah masuk ke dalam rongga
perut rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah
dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri
bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan nyeri defekasi.1
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan
ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum
uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan jumlahnya tidak banyak dan berwarna
coklat tua. Frekuensi perdarahan dikemukakan dari 51 – 93%. Perdarahan berarti
gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin.
Amenorea merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Periode
amenorea umumnya 6-8 minggu, tetapi dapat lebih lama jika implantasi terjadi di
pars interstisial atau kehamilan abdominal. Sebagian penderita tidak mengalami
amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Frekuensi
amenorea dikemukakan dari 23 – 97%.4
Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal
bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri , yang disebut
dengan nyeri goyang (+) atau slinger pijn (bahasa belanda). Demikian pula kavum
Douglasi menonjol dan nyeri pada perabaan karena terisi darah. Pada abortus
tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai
ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapat diraba
sebagai tumor di kavum Douglasi. Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak
11
tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat, bila perdarahan banyak dapat
terjadi syok.5
Pada pemeriksaan bimanual, teraba massa pelvik dengan ukuran 5 sampai 15
cm, yang mana teraba pada sekitar 20% wanita hamil. Massa tersebut terdapat
pada posterior atau lateral dari uterus dan biasanya lembek dan elastis. Tetapi
dengan adanya infiltrasi darah ke dinding tuba, massa tersebut dapat menjadi
keras.
Adanya tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri lateral atau
bilateral abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan kehamilan
ektopik dan merupakan temuan yang bermakna.6
2.6 Diagnosis
Penegakan diagnosis pasti pada kehamilan ektopik yang belum terganggu
sangat sulit, sehingga pasien harus mengalami ruptur atau abortus dahulu
sehingga menimbulkan gejala.1
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan umum.
12
3. Pemeriksaan ginekologi
Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda kehamilan
muda. Perabaan serviks dan gerakannya menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat
diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor
disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas juga
teraba menonjol dan nyeri raba yang menunjukkan adanya hematokel
retrouterina. Kadang terdapat suhu yang naik, sehingga menyulitkan
perbedaan dengan infeksi pelvik.4
4. Pemeriksaan laboratorium
13
Algoritma : Diagnosa dan Penanganan Kehamilan Ektopik 7
14
merupakan acuan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik adalah Transvaginal
Ultrasonography dan pemeriksaan kadar hCG serial. Transvaginal
Ultrasonography sekarang ini telah menggantikan posisi Laparaskopi karena lebih
menguntungkan.8
1. Tes kehamilan
Yang dimaksud dengan tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi
imunologik untuk mengetahui ada atau tidaknya hormon human chorionic
gonadotropin (hCG) dalam air kemih, dimana juga dapat membantu
menentukan potensi pasien mengalami kehamilan ektopik.
2. Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini sangat berguna
dalam membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu.5
15
Gambar 3. Kuldosentesis
Teknik
a. Positif, apabila dikeluarkan darah tua berwarna coklat sampai hitam yang
tidak membeku, atau yang berupa bekuan kecil-kecil. Darah ini
menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
b. Negatif, apabila darah yang diisap bersifat:
- Cairan jernih, yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau
kista ovarium yang pecah;
- Nanah, yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang
apendiks yang pecah (nanah harus di kultur);
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku,
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
c. Nondiagnostik, apabila pada pengisapan tidak berhasil dikeluarkan darah
atau cairan lain.
Hasil positif palsu dijumpai pada 5-10% kasus yang disebabkan oleh
karena korpus luteum yang ruptur, abortus inkomplit, menstruasi
retrograd, atau endometriosis. Hasil negatif palsu dijumpai pada 11-14%
kasus, oleh karena banyaknya darah dalam kavum Douglas sangat sedikit.6
3. Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada penderita
yang diduga mengalami kehamilan ektopik ialah evaluasi uterus. Atas dasar
pertimbangan bahwa kemungkinan kehamilan ektopik yang terjadi bersama-
sama kehamilan intrauterin adalah 1:30000 kasus, maka dalam dalam segi
praktis dapat dikatakan bahwa apabila dalam pemeriksaan ultrasonografik
16
ditemukan kantung gestasi intrauterin, kemungkinan kehamilan ektopik dapat
disingkirkan.10
17
meragukan. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum
douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis
mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi
dilakukannya laparotomi.10
5. Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38
hari, atau serum kadar progesteron kurang dari 5 mg/ml dan tidak ada kantong
gestasi interauterin yang terlihat dengan transvaginal USG, kuretase kavum
endometrial dengan pemeriksaan histologi pada jaringan yang dikerok, dengan
potong beku bila mau, dapat dikerjakan untuk menentukan apakah ada
jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan bahwa potong beku 93 % akurat
dalam mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan villi koriales yang
terlihat pada jaringan yang diangkat, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat
dibuat dan dilakukan tindakan.11
2.9 Penatalaksanaan
Banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu
terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa
dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya
ruptur atau ketidakstabilan hemodinamik.9
Terapi bedah:
18
Gambar 5. Teknik Salpingostomi, insisi 1-2 cm dibuat di bagian antimesenterik tuba
menggunakan jarum elektroda.
Gambar 6. Teknik Salpingektomi. Pedicel di potong dan diligasi dengan ligase sutura9
Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih
baik dari reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika
diagnosis ditegakkan lebih awal, maka pada tempat isthmus dapat dilakukan
19
salpingotomi. Pada kehamilan ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat
dilakukan gerakan seperti memeras (milking) untuk mengeluarkan jaringan
trofoblastik melalui fimbriae.9
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu
yang hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total
salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat
penyakit tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk
kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang paling sering adalah kehamilan
ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang tidak
komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post operasi sebagai
profilaksis para pasien resiko tinggi.10
Terapi Obat:
METHOTREXATE
20
direkomendasikan bahwa methotrexate tidak digunakan pada massa kehamilan
jika ukuran lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik bila usia gestasi kurang dari 6
minggu, massa tuba kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah mati, dan β-hCG
kurang dari 15.000 mIU. Menurut American College of Obstetricians and
Gynaecologist (1998), kontraindikasi lainnya termasuk menyusui,
imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan
ulkus peptik.
2.10 Prognosis
21
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
No RM : 01377774
Nama : Ny. SH
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 35 tahun 11 bulan
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Agama : Islam
Suku : Betawi
Alamat : JL. Pejaten Raya No.51
C. Riwayat Menstruasi
Menarche : 15 tahun
22
Siklus haid : teratur, 30 hari
Lama haid : 7 hari
Banyaknya : 3 x/ hari ganti pembalut
Dismenorea : (-)
HPHT : 20 Juni 2015
TP : 27 Maret 2015
D. Riwayat Pernikahan
Menikah 1x, usia pernikahan 7 tahun, masih menikah
E. Riwayat Kehamilan
Status obstetrik : G2P0A1
1. Keguguran
2. Hamil ini
F. Riwayat KB
Pasien tidak mengikuti program KB
23
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Kondisi umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi badan : 152 cm
Berat badan : 50 kg
Tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 110 x /menit
Frekuensi napas : 30 x /menit
Suhu : 36.5°C
24
VT : CUT ukuran dan bentuk normal, parametrium lemas, nyeri
goyang portio (+), massa adnexa sulit dinilai, cavum Douglassi
menonjol
IV. LABORATORIUM
PEMERIKSAAN 02/08/15 NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 8.2 g/dl 11.7-15.5
Hematokrit 26 % 33-34
Lekosit 33.1 ribu/ ul 5.0-10.0
Trombosit 499.000 ribu/ ul 150-440
Eritrosit 2.83 juta/ul 3.80-5.20
VER 90.9 fl 80.0-100.0
HER 28.9 pg 26.0-34.0
KHER 31.8 g/dl 32.0-34.0
RDW 13.8 % 11.5-14.5
Kimia Klinik
Fungsi Hati
SGOT 38 U/I 0-34
SGPT 35 U/I 0-40
Fungsi Ginjal
Ureum darah 34 mg/dl 20-40
Kreatinin darah 2.8 mg/ dl 0.6-1.5
Diabetes
Gula Darah Sewaktu 276 mg/dl 70-140
Elektrolit Darah
Natrium 134 mmol/l 135-147
Kalium 4.32 mmol/l 3.10-5.10
Klorida 99 mmol/l 95-108
Golongan Darah O/ Rh +
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Plano test Positif
25
USG (Minggu, 02 Agustus 2015)
Uterus antefleksi , miometrium homogen, ukuran 62 x 42 x 10 mm
Endometrial line positif, endometrial thicnes tipis, tidak tampak massa
Adneksa kanan: bentuk dan ukuran normal, tidak tampak massa
Adneksa kiri: tampak massa hiperekoik ukuran 37 x 23 mm
Kesan kehamilan ektopik terganggu
Rongga pelvik: tampak cairan bebas
Kesan: hematokel pada adneksa kiri e.c ruptur tuba kiri sesuai kehamilan
ektopik terganggu
26
Kesimpulan : Nyeri akut abdomen e.c hemoperitoneum ec ruptur tuba kiri
e.c kehamilan ektopik terganggu pada G2 A1 hamil 7-8 minggu
VI. RESUME
Pasien wanita, 35 tahun, G2A1, menikah, datang dengan nyeri ulu hati sejak
1 hari SMRS. Mengaku hamil 7 minggu. Test kehamilan positif.
Perdarahan pervaginam (+)
27
VII. DIAGNOSIS
Akut abdomen ec hemoperitonium ec ruptur tuba kiri ec KET pada G2A1
hamil 7-8 minggu
VIII. PENATALAKSANAN
Rencana laparatomi salphingektomi sinistra cito
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad fungsionam : dubia
Ad sanationam : dubia
X. LAPORAN OPERASI
Diagnosis pre op : Akut abdomen ec hemoperitoneum ec suspek KET
pada G2A1 hamil 8 minggu
Diagnosis post op : P0A2 post salphingectomy sinistra ec ruptur tuba
fallopi sinistra ec KET
Tanggal : 02 Agustus 2015
Operasi : Laparotomi salfingektomi
Lokasi insisi/eksisi : Tuba kiri
Laporan operasi :
- Pasien berbaring telentang dalam anestesi umum.
- A dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
- Dilakukan insisi Pfannenstiel
- Saat peritoneum dibuka, tampak darah dan bekuan darah,
Hemoperitoneum dievakuasi kira-kira 750 cc
- Pada eksplorasi, uterus kesan normal
- Tuba kanan dan ovarium kanan dalam batas normal, tampak ruptur tuba
kiri compang camping dilakukan salpingectomy sinistra
- Ovarium kiri dalam batas normal
- Dilakukan eksplorasi lebih lanjut, tidak tampak sumber perdarahan aktif
- Tuba kiri dan ovarium kiri dan kanan dalam batas normal
28
- Abdomen dicuci berulang kali dengan NaCl 0,9% 2000 cc sampai bersih
dari darah
- Abdomen ditutup lapis demi lapis
- Perdarahan intraop 200 cc urin 500 cc jernih.
29
XII. FOLLOW UP POST OPERASI
3 Agustus 2015
Subyektif Nyeri (+) VAS 2, perdarahan masih keluar sedikit, BAK
normal, BAB belum
RTh/ Ranitidin 2 x 50 mg IV
SF 1 x 1
Cefixim 2 x 500 mg
4 Agustus 2015
Subyektif Nyeri (+) VAS 3, perdarahan (+), BAK normal, BAB belum
30
Obyektif KU TSR , kesadaran CM
RTh/ Ranitidin 2 x 50 mg IV
SF 1 x 1
Doksisiklin 2 x 100 mg
5 Agustus 2015
Subyektif Nyeri (+) VAS 3, BAK normal, BAB normal
31
DPL= 10,6/31/15.100/205.000 (3 Agustus 2015)
RTh/ Ranitidin 2 x 50 mg IV
SF 1 x 1
Doksisiklin 2 x 100 mg
32
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada anamnesis didapatkan bahwa nyeri ulu hati sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit dan perdarahan pervaginam yang menandakan kematian janin,
dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua yang mana didukung
dengan pemeriksaan fisik yaitu didapatkan adanya nyeri goyang portio dan cavum
douglasi menonjol. Kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan oleh
karena terisi darah. Berdasarkan letak nyeri tersebut dapat dipikirkan diagnosa
banding appendisitis, namun saat dilakukan anamnesa, pasien mengaku tidak ada
nyeri yang pada awalnya berasal dari pusat, mual dan muntah, ditambah pula
dengan hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan adanya KET di tuba kanan.
Terdapat 3 kemungkinan yang dapat menyebabkan timbulnya nyeri pada
pasien ini, yaitu:
1. Adanya kerusakan pada otot tuba akibat desakan kehamilan ektopik
2. Adanya peregangan ligamen sekitar tuba akibat pembesaran tuba akibat
kehamilan ektopik
3. Adanya rangsangan pada peritoneum akibat tumpahan darah dari
kerusakan jaringan yang dihasilkan oleh kehamilan ektopik.
Pada pasien ini diperkirakan telah terjadi ketiganya. Penatalaksanaan
pada pasien ini direncanakan laparastomi cito di karenakan keluhan nyeri
pada pasien, penurunan Hb akibat perdarahan intraabdomen, dan untuk
mencegah terjadinya pemburukan dari keadaan pasien.. Kemudian pada saat
dilakukan laparotomi, diketahui telah terjadi ruptur pada tuba kiri sehingga
diputuskan untuk dilakukan salpingektomi sinistra.
33
BAB V
KESIMPULAN
34