Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kata abalon dalam bahasa Inggris ditulis ‘Abalone’, yang berasal dari
bahasa Spanyol ‘Aulon’ atau ‘Aulone’, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan
telinga. Abalone disebut sebagai siput laut purba karena cangkangnya dari
beberapa species di lautan bebas terlihat sudah langka. Silsilah salah satu moluska
ini berasal dari famili Haliotidae genus Haliotis. Kata Haliotis berarti “kuping
(telinga) laut” melihat kepada bentuk cangkang abalone yang relatif datar
menyerupai daun telinga manusia (Warta Pasar Ikan, April 2006).

Abalone merupakan kelompok molusca laut. Di Indonesia dikenal dengan


“kerang mata tujuh” atau “siput lapar kenyang”, dan beberapa jenis merupakan
komoditas ekonomis. Nama lokal abalon lainnya adalah ormer dalam bahasa
Guernsey, perlemoen (Afrika Selatan), abalon (Australia dan Amerika Serikat),
aulone (Meksiko), dan paua (Selandia Baru).

Abalone tergolong dalam kelas Gastropoda yang besar. Terdapat hanya


satu genus dalam famili Haliotidae dan kira-kira 4-7 subgenus. Taksonominya
agak membingungkan. Spesiesnya berjumlah antara kira-kira 100 hingga 130.

Abalone (Haliotis) merupakan kekerangan dari jenis Gastropoda, yang


hidup di daerah pantai yang berbatu-batu dengan gelombang besar. Kerang jenis
ini merupakan salah satu sumber protein hewani yang berasal dari laut. Di
Indonesia, abalone dikenal sebagai kerang balik karang atau kerang mata tujuh.
Abalone terkenal sebagai suatu bahan makanan tradisional yang populer dan
mempunyai nilai pasar yang tinggi, Distribusi abalone hampir keseluruh dunia
dan Internasional karena dagingnya yang lezat (Najmudeen dan Victor, 2004).

1
2

1.2 Biologi Abalone


Abalone termasuk ke dalam grup primitif dari moluska, dengan klasifikasi
sebagai berikut : 

Kingdom : Animalia
Fillum : Mollusca
Class : Gastropoda
Sub Class : Orthogastropoda
Ordo : Vetigastropoda
Super Famili : Pleurotomarioidea
Famili : Haliotidae
Genus : Haliotis
Species : Haliotis squamata

(a) (b)

Gambar 1. (a) Abalone Tokobushi, (b) Abalone Asinina


Sumber : Dokementasi Pribadi, 2010 dan google.co.id,2011

Abalone menyukai daerah bebatuan di pesisir pantai, terutama pada daerah


yang banyak ditemukan alga. Perairan dengan salinitas yang tinggi dan suhu yang
rendah juga merupakan syarat hidup abalon. Abalone dewasa lebih memilih hidup
di tempat – tempat dimana banyak ditemukan makroalga. Di daerah utara (Alaska
sampai British Columbia), abalone umumnya berada pada kedalaman 0 – 5 m,
tetapi di California abalon berada pada kedalaman 10 m (Lepore, 1993 dalam
Octaviany, 2007).
3

Bagian-bagian tubuh dari kerang abalone dapat dilihat pada (Gambar 2)

Gambar 2. Struktur Tubuh Kerang Abalone


Sumber : google.co.id, 2011
Ciri-ciri morfologis abalone sebagai berikut :
1. Bentuk cangkang lebih bulat/ cembung dengan lubang terbuka berjumlah
lima lubang.
2. Cangkang lebih tebal dengan alur garis yang dalam sehingga terasa kasar.
3. Warna cangkang dominan coklat kehitaman terkadang seperti ditempeli
kapur berwarna putih atau merah.
4. Otot kaki/ badan lebih sedikit, terlihat saat jalan dengan ciliata yang
mengelilingi tepi otot kakinya.
5. Bagian dalam cangkang memiliki nacre yang lebih tebal/ bersinar.
6. Sungut panjang berwarna hitam, ciliata lebih jelas terlihat (saat bergerak
dalam air).
7. Menempel pada substrat dengan posisi tidak menumpuk dan lebih soliter.

Abalone tergolong hewan berumah dua atau diocis, yaitu betina dan jantan
terpisah. Kematangan gonad induk jantan maupun betina berlangsung sepanjang
tahun dengan puncak musim memijah terjadi pada bulan-bulan Juli dan Oktober.
Telur yang siap dipijahkan berdiameter 100 µm, di laboraturium telur yang
dipijahkan berdiameter rata-rata 183 µm (Cholik et al., 2005).
4

Abalone merupakan hewan yang tergolong dioecious (jantan dan betina


terpisah) seperti moluska lainnya. Abalone memiliki satu gonad, baik jantan
maupun betina yang terletak di sisi kanan tubuhnya. Abalon jantan dan betina
dewasa mudah dibedakan, karena testis menampakkan warna krem sedangkan
ovarium menampakan warna kehijau-hijauan saat gonad matang. Pembuahan
terjadi di luar (fertilisasi eksternal). Gamet jantan dan betina dilepaskan ke suatu
perairan, kemudian terjadi pembuahan. Dalam penelitian telah ditemukan teknik
reproduksi biologi dan produksi benih untuk Haliotis asinina yang hidup di
daerah tropis. Akuakultur bagi abalon yang hidup di daerah tropis memiliki
prospek yang cerah dan Haliotis asinina tumbuh lebih cepat daripada abalon yang
tumbuh di daerah beriklim empat musim (Setyono, 2004 dalam Octaviany, 2007).

Abalone mempunyai situ cangkang yang terletak pada bagian atas. Pada.
Cangkang tersebut terdapat lubang-lubang dengan jumlah yang sesuai dengan
ukuran abalon. Semakin besar ukuran abalon, semakin banyak lubang yang
terdapat pada cangkang. Cangkang berbentuk telinga, rata, dan tidak memiliki
overculum. Bagian cangkang sebelah dalam berwarna putih mengkilap, seperti
perak. Siput ini memiliki mata tujuh. Abalon banyak bergerak dan berpindah
tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat
lambat sangat memudahkan predator untuk memangsanya.
BAB II
ISI

2.1 Pembenihan
Abalone merupakan komoditas perikanan bernilai tinggi, khususnya di
negara-negara maju di Eropa dan Amerika Utara. Di Indonesia, spesies ini belum
banyak dikenal masyarakat dan pemanfaatannya baru terbatas di daerah-daerah
tertentu, khususnya di daerah pesisir. Daging abalone mempunyai nilai gizi yang
cukup tinggi dengan kandungan protein 71,99%, lemak 3,20%, serat 5,6%, atau
11,11% dari kadar air 0,06%, serta cangkangnya mempunyai nilai estetika yang
dapat digunakan sebagai perhiasan, kancing, dan kerajinan lainnya. Hal yang juga
menarikdari budidaya Abalone bersifat “Low Tropic Level” (hamanya memakan
bentik diatom dan dewasa memakan rumput laut / mikro algae) sehingga dapat
dikatakan produksinya relatif murah (Sudrajat, 2008).

Permintaan pasar yang tinggi menyebabkan populasi abalone terus


menerus dieksploitasi sehingga mengalami penurunan di beberapa tempat
eksploitasi bahkan pada daerah tertentu yang sebelumnya mudah ditemukan dan
sekarang sudah sulit didapatkan dan lokasi penangkapan juga semakin dalam
(Maliao et. al., 2004).

Guna menjaga kelestarian sumberdaya abalon tersebut diperlukan upaya-


upaya pengelolaan antara lain adalah pengaturan penangkapan, penutupan daerah
dan musim penangkapan, pembatasan jumlah usaha dan hasil tangkapan, atau
sistim kuota (Rounsefell 1975, Gulland 1977). Usaha lain yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan usaha budidaya. Budidaya abalone dapat dilaksanakan
apabila tersedia benih secara kontinyu. Untuk mendapatkan benih abalon secara
kontinyu, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
pembenihan. Pembenihan abalon akan berhasil apabila induk tersedia baik
kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas suatu induk abalon dapat diketahui
melalui informasi aspek biologinya.

5
6

Pemeliharaan induk merupakan tahap awal dalam pembenihan abalone.


Kualitas indukan sangat mempengaruhi baik atau tidaknya benih abalone yang
dihasilkan. Hal yang perlu dipersiapkan dalam pemeliharaan induk yaitu jumlah
dan ukuran abalone, tempat atau wadah pemeliharaan induk, penyeleksian induk,
manajemen pakan serta manajemen kualitas air.

2.2 Pengadaan Induk


2.2.1 Alam

Indukan abalone berasal dari alam, banyak ditemukan di perairan


Lombok (NTB) di daerah Banten dan Pantai Pelabuhan Ratu, Jawa Barat
yang diperoleh langsung dari nelayan setempat. Induk dari alam biasanya
diambil dengan cara melepaskan dari subtratnya berupa karang dengan
menggunakan alat kait yang terbuat dari kawat. Untuk itu perlu
diperhatikan luka pada organ tubuh dan cangkang sebelum dijadikan
induk.

Keunggulan indukan abalone yang diperoleh dari alam adalah kematangan


gonad yang penuh, sehingga peluang memijah lebih tinggi bila akan langsung
dipijahkan. Namun terdapat pula kelemahannya yaitu sering terjadi kematian
akibat mishandling saat penangkapan seperti stress dan luka. Secara kasat mata
cukup sulit membedakan abalone betina dan jantan, namun kita dapat
membedakannya dengan melihat warna gonad abalone tersebut.

2.2.2 Hatchery
Pengadaan indukan yang berasal dari hatchery banyak dibudidayakan di
BBPBL Lampung. Kualitas indukan yang dihasilkan di hatchery cukup baik,
karena makanannya pun disesuaikan dengan makanan yang ada di alam. Abalone
yang dibudidayakan dari telur hingga berumur 2-3 tahun, pada usia tersebut
abalone dapat dijadikan indukan baru yang siap dikawinkan dengan abalone
jantan.
2.2.3 Karamba Jaring Apung
7

Kuantitas Induk dalam jumlah yang memadai merupakan salah satu kunci
keberhasilan dalam suatu usaha pembenihan abalone (Haliotos asinina). Hal ini
dikarenakan sintasan larva abalone yang masih rendah, sehingga untuk
memperoleh benih dalam jumlah yang banyak harus dilakukan pemijahan dengan
frekuensi yang banyak dan berkesinambungan.
Pengadaan induk yang berasal dari Karamba Jaring Apung (KJA) banyak
dibudidayakan di Balai Budidaya Laut Lombok. Balai ini tidak lagi tergantung
dengan induk yang berasal dari alam, teknologi budidaya abalone di karamba
jaring apung mampu menyuplai induk untuk dipijahkan dalam skala laboratorium.
Kualitas dari induk budidaya tidak kalah dengan induk yang berasal dari alam,
dengan keberhasilan ini balai budidaya laut lombok mampu melakukan pemijahan
secara kontinyu dan berkesinambungan.
Hal-hal yang dilakukan dalam pemilihan induk abalone hasil budidaya di karamba
jaring apung :
a) Ukuran Induk.

Abalone mulai dewasa pada ukuran (panjang cangkang) 3cm.


Sehingga pastikan abalone yang akan kita gunakan sebagai induk memiliki
panjang cangkang minimal 7cm. Semakin besar ukuran induk yang kita
gunakan akan semakin baik karena fekunditasnya juga semakin tinggi.

b) Membedakan jenis kelamin induk

Jenis kelamin induk harus diperhatikan karena dalam kegiatan


pemijahan diperlukan jumlah induk betina yang lebih banyak
(perbandingan 2:1). Pastikan induk dalam kondisi yang benar-benar
matang gonad Kelamin abalone dapat ditentukan dengan melihat warna
gonadnya. Bagian gonad dapat dilihat dengan cara mengangkat cangkang
bagian bawah. Pada Induk jantan warna gonad gading kecoklatan atau
kuning kemerahan, pada induk betina warna gonad hijau kebiruan.

c) Memilih Induk Yang Sehat.


8

Induk sehat adalah syarat mutlak dalam kegiatan pemeliharaan induk dan
pemijahan abalone. Induk hasil tangkapan dikatakan sehat bila:

1. Tidak cacat/terluka

Dalam pengambilan abalone terkadang kita tidak memperhatikan letak dan


posisi menempel sehingga sering kali mengakibatkan luka pada induk yang akan
kita pijahkan untuk itu perlu adanya langkah- langkah sebelum dilakukan
pemijahan yaitu:

2. Dapat melekat dengan kuat dan aktif bergerak

Abalone yang baru diambil dari KJA biasanya dalam keadaan


lemah/pingsan karena cara pengangkutan yang tidak benar. Tidak jarang
abalone yang tidak cacat/luka tetapi tidak dapat diambil sebagai induk
karena kondisinya yang terlalu lemah. Oleh karena itu dalam pemilihan
induk diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
- Sediakan wadah berisi air laut dan airator di tempat penampung abalone
- Masukan induk yang tidak luka/cacat (hasil seleksi pertama) kedalam wadah
berisi air laut. Biarkan selama beberapa menit sampai kondisi induk benar-
benar pulih
- Pilih induk yang dapat menempel dengan kuat dan bergerak secara aktif. Induk
yang tidak bergerak atau tidak menempel secara kuat berarti kondisinya terlalu
lemah.

2.3 Seleksi Induk

Menurut Aan (2007), induk dapat berasal dari alam atau pemeliharaan.

Induk yang berasal dari alam memiliki kelebihan dalam hal tingkat kematangan

gonad dan peluang pemijahan yang lebih besar, sedangkan kekurangannya adalah

tingginya kematian karena stres atau luka akibat penangkapan. Adapun

karakteristik induk abalon yang baik adalah tingkat kematangan gonad cukup, otot
9

kaki terlihat segar dengan warna gelap dan tidak lembek, melekat kuat pada

substrat, dapat membalikkan tubuhnya sendiri jika diletakkan dalam keadaan

terbalik, sehat, dan organ tubuh tidak luka, ukuran panjang cangkang sekitar 5 cm,

merayap atau berjalan jika dilepaskan dari tangan.

Indukan abalone yang baik adalah sebagai berikut :


- Otot kaki/daging terlihat segar dengan warna yang gelap dan tidak
lembek/lemas
- Melekat kuat pada subtrat
- Dapat membalikkan tubuhnya segera bila diletakkan dalam air dengan posisi
terbali
- Sehat/organ tubuh tidak luka dan utuh
- Ukuran panjang cangkang ≥ 5 cm, dan
- Merayap/berjalan bila dilepaskan dari genggaman.

Pemilihan induk yang siap untuk dipijahkan dapat berdasarkan

penampakan eksternal dari induk yang telah dewasa, dimana kriteria utama yang

digunakan adalah: ukuran, warna, dan bentuk gonad (Haw, 1989; Setyono, 2004

dalam Letaay, 2005). Namun demikian induk pilihan berdasarkan kriteria tersebut

tetap memperlihatkan variabilitas reproduksi. Misalnya variasi yang cukup besar

pada tingkat fertilitas telur, persentase keberhasilan penetasan dan keberhasilan

menempel pada substrat. Pada abalone yang berukuran besar dengan telur yang

berdiameter rata-rata 250 µm diharapkan memperlihatkan karakter reproduksi

yang baik. Variabel kualitas telur merupakan salah satu faktor pembatas pada

keberhasilan produksi massal dari benih dan spesies kultur lainnya untuk tumbuh

mencapai ukuran pasar (Ktorsvik et al., 1990 dalam Letaay, 2005).


10

Kematangan gonad dapat dilihat dari persentase penutupan gonad terhadap


hepatopankreas yang lebih dari 50%. Kematangan gonad dapat terjadi sepanjang
tahun dan dapat memijah 2 - 3 kali dalam setahun (Fallu, 1991 dalam Setiawati,
1995).

Adapun tahap tingkat kematangan gonad, yaitu :


a. Gonad belum berkembang.

b. Gonad muda sebagian kecil menutupi hepatopankreas.

c. Gonad muda menutupi kira-kira 25% hepatopankreas.

d. Gonad menutupi kira-kira 50% hepatopankreas.

e. Gonad menutupi lebih dari 50% hepatopankreas.

Selain tingkat kematangan gonad, ukuran cangkang pun merupakan salah satu
parameter bahwa induk tersebut siap untuk memijah.

2.4 Fasilitas Pembenihan


Pada proses pembenihan fasilitas yang menunjang proses tersebut harus
dipersiapkan yaitu :

1. Persiapan wadah
Persiapan wadah merupakan kegiatan awal yang dilakukan sebelum
menebar induk ke dalam bak. Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan kondisi
lingkungan yang nyaman bagi abalone serta menghilangkan hama yang dapat
mengganggu saat proses pemelihaaan. Kegiatan ini dimulai dari membersihkan
bak fiber ukuran (3x1x0,6) m³ dari kotoran-kotoran yang menempel. Bak dikuras
dengan mengeluarkan air seluruhnya dari dalam bak kemudian digosok dengan
lap atau spons kasar sehingga kotoran seperti lumut dan teritip yang menempel
dapat terlepas. Setelah itu, dilakukan sterilisasi menggunakan kaporit dengan
dosis 10-20 ppm/1.5 m3 air tawar, dan dibiarkan selama 2-3 hari agar bak steril
kemudian dikeringkan lalu diisi dengan air dan diberi aerasi.
Setelah dilakukan sterilisasi, dilakukan pemasangan cartridge filter
dengan serat polipropilen (pp) berpori 10 µm pada saluran inlet, selanjutnya bak
11

diisi dengan air laut setinggi 50 cm disertai dengan sistem pergantian air mengalir
( flow  through ) selama 24 jam  yang dilengkapi dengan pemasangan aerasi pada
4 titik dengan jarak masing-masing aerasi 75 cm. Pada bak ini dipasang 3 buah
kotak industri berukuran (0.6×0.5×0.4) m3 yang dirangkai menjadi satu sebagai
wadah induk. Kotak industri digunakan agar induk tidak merayap keluar dari bak.
Di dalam kotak industri diletakkan shelter yang terbuat dari  pipa PVC
berdiameter 6 inci dengan panjang 30 cm yang dibelah menjadi dua bagian.
2. Pengontrolan Kualitas Air

Kualitas air pada bak pembenihan harus baik karena benih abalone masih

sangat rentan terhadap serangan penyakit. Oleh karena itu, kualitas air disini

sangat menentukan kelangsungan hidup dari benih tersebut. Air harus mengalami

proses filterisasi terlabih dahulu dan disterilkan dengan sinar ultraviolet sebelum

dimasukkan ke dalam bak. Setiap hari, bak harus dibersihkan dari kotoran dan sisa

pakan dan air dalam bak diganti 100%. Pada saat outlet dibuka, air harus tetap

mengalir ke dalam bak. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas air dalam bak

pendederan tetap terjaga dan tidak terjadi fluktuasi suhu.

2.5 Teknologi Pembenihan


2.5.1 Alami

Abalone dapat memijah sepanjang tahun. Sebelum terjadi pemijahan induk


jantan terkebih dahulu melepaskan sperma untuk merangsang induk betina
melepaskan telur. Pemijahaan lazimnya terjadi pada pagi hari antara pukul satu
hingga tiga dini hari. Kerang bercangkang tunggal ini siap untuk berkembang biak
saat berumur sekitar delapan bulan dengan diameter cangkang yang telah
mencapai ukuran 35 cm-40 cm. Perbedaan betina dan jantannya bisa diketahui
melalui warna gonadnya (alat kelamin). Bila berwana hijau berarti betina dan bila
menyerupai putih susu bisa dipastikan itu adalah jantan.
12

Kerang yang siap memijah dapat dimasukkan ke dalam bak pemijahan.


Selama proses perkawinan ini air di bak pemijahan tersebut diturunkan pelan-
pelan, hingga sang jantan mengeluarkan spermanya. Sementara induk betina dapat
menghasilkan telur seratus ribu hingga satu juta telur setiap kali pemijahan.
Setelah itu induk betina dapat memijah kembali selang 37 hari kemudian. Induk
betina yang lebih muda dapat memijah dengan frekuensi yang lebih sering
ketimbang yang lebih tua. Rasio antara induk jantan dan betina adalah 1: 3.
Setelah proses pemijahan, penetasan telur dapat dilakukan di bak yang
terbuat dari fiberglass atau bisa juga tetap menggunakan bak pemijahan yang
berkapasitas satu ton. Air di dalam bak tersebut wajib menggunakan air laut
dengan kondisi yang mengalir. Air ini terlebih dahulu ditreatment agar terbebas
dari hama dan penyakit. Persediaan telur dan larva akan terjamin sepanjang tahun
dengan 10 bak pemijahan.
Larva yang telah menetas dari telur yang dihasilkan dikumpulkan antara
pukul 6 – 7 pagi. Hal ini dilakukan setelah larva mengeluarkan veliger atau kaki
renang. Saat ini larva memiliki sifat fototeksis positif atau senang bergerak
mendekati sumber cahaya. Larva Abalone dapat bergerak (mencari makan)
dengan cara merayap. Oleh sebab itu sebelumnya harus disiapkan dulu wadah
atau bak yang telah dibersihkan terlebih dahulu. Media air laut yang digunakan
harus disaring (difilter) terlebih dahulu dengan menggunakan saringan air laut
yang berukuran 0,5 mickron.
2.5.2 Buatan (Artificial Breeding)
Ada cara buatan atau biasa disebuat artificial breeding apabila abalone
tidak mau memijah secara alami yaitu dengan menggunakan teknik kejut suhu.
Ada dua cara kejut suhu yang biasa dilakukan yaitu dengan menjemur abalone
diruangan terbuka dengan bantuan sinar matahari, selain itu adapula cara kejut
suhu yang menggunakan alat yang disebut heater. Kedua hal tersebut diyakini
dapat membantu proses pemijahan.

2.6 Prinsip Reproduksi


Abalone (Haliotis) biasanya memijah 2 kali dalam setahun atau bahkan
lebih. Proses pemijahan Abalone Tokobushi (Haliotis) ditandai dengan keluarnya
13

sperma yang berwarna putih susu dari induk jantan (Gambar 3). Bau sperma yang
menyengat merangsang induk betina untuk mengeluarkan telur yang berwarna
hijau kekuning-kuningan. Pemijahan dilakukan secara masal dan alami tanpa
ransangan maupun kejut suhu. Dalam 1 bulan, waktu pemijahan bisa berlangsung
2 kali. Hal ini dikarenakan pemijahan yang dilakukan secara masal sehingga
induk tidak akan memijah secara bersamaan dalam satu waktu.

Gambar 3. Sel Sperma


Induk Abalone
Sumber : Dokumentasi Pribadi, BBPBL 2010

2.7 Teknik Penanganan Telur - Larva


2.7.1 Penanganan Telur Abalone
Pemanenan telur dilakukan saat abalone telah memijah yang ditandai
dengan bau amis dari air di dalam bak. Telur yang telah terbuahi akan berada di
dasar bak dan kemudian akan menetas menjadi trochopore yang melayang di
permukaan air dan akan keluar melalui outlet. Trochopore yang keluar melalui
outlet akan terkumpulkan ke dalam saringan penampung telur (egg collector)
yang diikatkan pada wadah kotak plastik (egg collector box) berdimensi 55 x 40 x
33 cm yang terdapat di luar pipa outlet bak dan dilengkapi dengan plankton net
dengan mesh size 60 µm. Telur atau trochopore yang telah terkumpul di dalam
egg collector box diambil dengan menggunakan gayung dan disaring. Proses
penyaringan trochopore menggunakan 2 tingkat penyaringan. Penyaringan
pertama melalui plankton net dengan mesh size 200 µm, untuk menyaring kotoran
yang terbawa. Penyaringan kedua melalui plankton net dengan mesh size 60 µm,
untuk menyaring telur atau trochopore. Saat proses penyaringan harus tetap
14

terendam oleh air. Telur atau trochopore yang terkumpul pada plankton net
dengan mesh size 60 µm akan terlihat dengan mata telanjang.

Proses pembuahan abalone terjadi di luar tubuh (external


fertilization). Betina dan jantan yang berdekatan akan mengeluarkan telur
dan sperma kemudian bercampur di dalam air. Telur abalon tidak
mengapung tetapi tenggelam, namun karena ukuran dan masa jenisnya
sangat kecil dan tidak berbeda jauh dengan masa jenis air menyebabkan
telur-telur ini terangkat ke kolom air oleh gerakan air. Selama 4 jam telur
akan mengapung di permukaan selanjutnya memasuki kolom air dan
melayang mengikuti arus (Fallu, 1991).
Telur ini kemudian keluar melalui saluran pembuangan (outlet)
sehingga tertampung di egg colector serta menempel di tepian plankton
net. Setelah dihitung kepadatannya dengan metode sampel, telur ditebar ke
dalam bak fiber kapasitas 1,5 m3 yang telah dilengkapi 20 unit rearing
plate bersih dalam posisi berjajar memanjang di kedua sisi panjang bak.
Telur yang menetas menjadi larva terus berubah bentuk menjadi larva
trocophore dan stadia veliger. Setelah satu minggu, larva tenggelam untuk
menempati subtrat (tempat menempel). Pada stadia ini abalon disebut
stadia spat dengan ukuran 5 mm (Fallu, 1991).
Proses embriogenesis pada telur abalone tokobushi akan berlangsung
selama ± 6 jam dari mulai pembuahan. Proses embriogenesis diawali dengan
pembelahan I selama 1 jam 45 menit, pembelahan II selama 45 menit,
pembelahan III selama 2 jam, pembelahan IV selama 3 jam 45 menit, pembelahan
V selama 5 jam 45 menit, trochophore berputar selama, trochophore selama 14
jam 45 menit, veliger awal , veliger selama 24 jam 45 menit, dan spat 144 jam 45
menit. Pada fase veliger kandungan kuning telurnya sudah berkurang sehingga
diberi pakan Nitzchia sp.

2.7.2 Penanganan Larva Abalone


15

Pemeliharaan larva hingga spat bisa dikatakan fase-fase kritis. Selama


pertumbuhan, larva mengalami 3 kali periode kritis. Pertama, pada saat larva
pertama kali mulai makan. Kedua, pada saat kondisi larva sangat sensitif karena
mengalami metamorfosis. Ketiga, pada fase dimana larva mengalami perubahan
kebiasaan hidup dari sifat planktonis (spatfall) menjadi spat yang hidupnya
menetap di dasar (Winanto, 2004).

Proses pemeliharaan larva berawal dari penebaran larva dalam bak


pemeliharaan bisa mencapai 150 ribu hingga 300 ribu setiap bak yang
berkapasitas satu ton. Permukaan air di bak harus tenang, agar larva tidak mudah
stress. Bak diaerasi selama 5 hari berturut-turut dengan kekuatan aerasi yang kecil
(lembut). Bak harus ditempatkan di tempat yang cukup menerima cahaya dan
pada malam hari harus dibantu penerangan-nya dengan lampu TL ber-kekuatan 40
watt. Lampu ini diletakkan sekitar 50 cm dari permukaan air bak. Setelah hari ke
sepuluh air, di bak pemeliharaan harus lebih sering di saring dan ukuran areasi di
perbesar. Selama 60 hari pemeliharan larva normalnya larva akan tumbuh
sepanjang 5-10 cm. Pada saat itu larva sudah memasuki ukuran juve-nil dan telah
dapat mengkonsumsi macro algae. Memasuki masa juvenil ini, pemeliharaan
memasuki tahap pembesaran (pemeliharan tahap II). Bayi Abalone sudah dapat
dipindahkan ke dalam keranjang dan dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan
dengan memberikan pakan rumput laut dari jenis Gracilaria Sp.
Pada tahap ini pemeliharaan II ini, kepadatan pemeliharaan abalone sekitar
600-1000 ekor per meter persegi. Pemeliharan menggunakan lembaran plastik
(yang bentuknya mirip lembaran seng). Lembaran plastik ini dilubangi dan
dihubungkan dengan pipa paralon dan diletakkan di dalam bak pemeliharaan.
Juvenil dianggap berkembang dengan baik bila selama umur 80 hari cangkangnya
bertambah panjang menjadi 30 mm. Selain rumput laut makanan buatan sudah
bisa diberi asupan pakan buatan. Formulanya 27% protein kasar, 5% lemak dan
40% karbohidrat. Pemeliharan abalone dari ukuran 30 mm sampai berukuran siap
panen sekitar 60 mm dapat dilakukan di karamba. Tingkat kepadatannya adalah
16

60-100 ekor per meter persegi. Setelah 8 bulan kemudian kerang ini pun siap
untuk dipanen.

Weaning atau proses pembiasaan pakan dilakukan pada saat larva sudah
benar-benar dapat terlihat oleh mata dengan ukuran cangkang 2 cm. Selain pakan
alami Nitzchia sp, larva juga diberi sedikit pakan rumput laut (Gracillaria sp)
agar tidak kaget ketika Nitzchia sp tidak diberikan lagi dan hanya Gracillaria sp
yang diberikan. Jika proses waening telah dilakukan maka larva siap dipindahkan
ke bak pemeliharaan benih atau bak pendederan. Pakan larva pada (Gambar 4).

(a) (b)
Gambar 4. (a) Nitzchia sp dan (b) Gracillaria sp
Sumber : Dokumentasi Pribadi, BBPBL 2010

Menurut FAO (1990), Keberhasilan dalam pemeliharaan abalone sangat


dipengaruhi oleh suhu, makanan dan kepadatan. Salah satu kegagalan dalam
pemeliharaan larva ini diduga dipengaruhi oleh suhu. Bila dilihat pada Tabel 8,
suhu pada bak pemeliharaan larva berkisar 25-26 0 C. Menurut Fallu (1991), suhu
merupakan faktor yang sangat mendukung perkembangan metabolisme abalone.
Suhu yang baik dalam pemeliharaan larva adalah berkisar antara 29 – 31 0C.
Variabel kualitas air merupakan salah satu faktor pembatas pada keberhasilan
produksi massal dari benih atau nener ikan dan spesies kultur lainnya untuk
tumbuh mencapai ukuran pasar (Ktorsvik et al., 1990). Observasi tentang kualitas
air dalam hubungannya dengan keberhasilan larva yang dihasilkan akan
memberikan kontribusi pada keberhasilan menghasilkan benih.
17

Faktor kegagalan lain diduga karena banyaknya cacing dan copepoda yang
menempel pada spat kolektor dan pada bak pemeliharaan. Serangan kompetitor
maupun predator di bak pemeliharaan larva atau induk seperti teritip, cacing,
kepiting, dan hewan laut lainnya :

- Terjadi kematian yang berturut-turut pada induk yang baru diperoleh dari
pengumpul karena stress akibat penanganan atau pengambilan dari
habitatnya.
- Serangan protozoa pada stadia telur dan trochophore

Ada dua macam penyakit pada Abalone Tokobushi (Haliotis


squamata), yaitu penyakit infeksius dan penyakit non infeksius. Penyakit
infeksius merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen dan
hewan parasit. Penyakit ini dibedakan menjadi :

a. Penyakit Bakterial pada mollusca


b. Penyakit parasit pada mollusca, contohnya Penyakit Jamur pada mollusca
Penyakit Viral pada mollusca, contohnya American Oyster
Sedangkan penyakit non infeksius ialah penyakit yang disebabkan oleh
faktor lingkungan, nutrisi, dan genetika :
- Lingkungan : disebabkan oleh faktor abiotik (suhu, pH, salinitas, DO).
- Genetika : perubahan genetika (inbreeding).
- Nutrisi : kekurangan vitamin, protein, asam lemak essensial, dan lipoid liver
degeration.

Cara Penanggulangan Penyakit

Serangan penyakit dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan


antara organisme yang dipelihara, tempat budidaya, dan bakteri. Penyakit
dapat menyerang jika kondisi induk lemah akibat stress, terluka akibat
handling dan tidak segera ditangani ataupun kurang pakan. Penyakit juga
dapat menyerang bila kondisi lingkungan di perairan maupun lingkungan
budidaya dalam kondisi buruk, sehingga memungkinkan untuk
18

perkembangan patogen. Biosecurity (keamanan biologi) adalah usaha


untuk mengurangi masukkan patogen ke lingkungan budidaya dan
mencegah penyebarannya ke tempat lain.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

1. Lokasi dan desain wadah budidaya


- Sistem tertutup dan resirkulasi
- Treatment air sisa budidaya
2. Filter pada inlet
- Tandon
- Sterilisasi air atau media budidaya
- Kontrol pakan alami
3. Seleksi induk dan benih (broodstock center)
- Unggul secara genitis dan bebas virus
- Monitoring kesehatan abalone :
Diagnosa berkala 2-4 minggu sekali bila
Infeksi berat : panen
Infeksi ringan : perbaikan kualitas budidaya
- Menghindari stress, antara lain :
Fluktuasi kualitas air (suhu, pH, dan salinitas)
Bahan organik tinggi (DO, amonia, dan media bakteri).

Selain itu kualitas air pada saat pemeliharaan larva sangatlah penting, jika
air pada bak pemeliharaan ataupun di KJA kotor atau tercemar maka akan
mengganggu kelangsungan hidup abalone.
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah pembenihan abalone ini adalah :


1. Abalone merupakan salah satu komoditi yang banyak dilirik karena
kandungan proteinnya tinggi dan harga jualnya pun cukup. Oleh karena itu
banyak orang yang berminat untuk membudidayakannya.
2. Pemeliharaan induk merupakan tahap awal dalam pembenihan abalone.
Pengadaan induk berasal dari alam, pemeliharaan di hatchery maupun di
KJA
3. Pemijahan abalone bisa dilakukan secara alami ataupun buatan, yaitu
dengan kejut suhu
4. Saat pemeliharaan telur dan larva ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu pemberian pakan yang tepat, mengontrol kualitas air
serta hama penyakit yang menyerangnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://docs.google.com/ lemlit.unila.ac.id/file/arsip/PROSIDING-dies-ke-UNILA-
ARTIKEL-muntisarida
Diakses : 11 April 2011, Jam 17.30

http://kekerangan.blogspot.com/2008/09/teknik-budidaya-abalone-haliotis.html

Diakses : 13 April 2011, jam 21.15

http://viracwantik.wordpress.com/category/job-at-university/
Diakses : 12 April 2011, Jam 20.01

http://menthul46.blogspot.com/2008/10/cara-pemilihan-induk-abalone-hasil.html
Diakses : 12 April 2011, Jam 20.15

http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/30/teknik-budidaya-si-telinga-laut-
abalone/
Diakses : 13 April 2011, Jam 21.07

Sudrajat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Depok: Penabar


Swadaya : 135-138.

20

Anda mungkin juga menyukai