Anda di halaman 1dari 11

REVIEW MATERI BK KELOMPOK

Mata Kuliah : BK KELOMPOK


Dosen Pengampu : Prof. Dr. Syarifuddin Dahlan, M.Pd.

DISUSUN OLEH :

AGUSTINA ANGGIE PUSPITA (2013052001)

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021

1
Materi 1: Konsepsi Bimbingan dan konseling Kelompok, dan bentuk-bentuk kelompok
bantuan.

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling Kelompok

konseling kelompok merupakan salah satu layanan konseling yang di selenggarakan dalam
suasana kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok, serta terdapat hubungan
konseling yang hangat, terbuka, permisif dan penuh keakraban.hal ini merupakan upaya
individu untuk membantu individu agar dapat menjalani perkembangannya dengan lebih
lancar, upaya itu bersifat preventif dan perbaikan. Sebab, pada konseling kelompok juga ada
pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah,
upaya pemecahan masalah, kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.

B. Tujuan Bimbingan dan Konseling Kelompok

1) Tujuan Umum
Secara umum layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk pengembangan kemampuan
bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi perserta layanan (siswa).
2) Tujuan Khusus
Secara lebih khusus layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong
pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan
tingkah laku yang lebih efektif, yaitu peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal
maupun non verbal para siswa. Menurut Prayitno (1995 : 70) tujuan yang ingin dicapai
dalam bimbingan kelompok yaitu penguasaan informasi untuk tujuan yang lebih luas,
pengembangan pribadi, dan pembahasan masalah atau topik-topik umum secara luas dan
mendalam yang bermanfaat bagi para anggota kelompok. Menurut Mungin Eddy Wibowo,
(2005:17).Tujuan bimbingan kelompok adalah untuk memberi informasi dan data untuk
mempermudah pembuatan keputusan dan tingkah laku.

C. Tahap Bimbingan dan Konseling Kelompok

1. Tahap Pembentukan

Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan penjajakan, dimana para peserta diharapkan
dapat lebih terbuka menyampaikan harapan keinginan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai
oleh masing-masing anggota. Penampilan pemimpin kelompok pada tahap ini hendaknya
benar-benar bisa meyakinkan anggota kelompok sebagai orang yang bisa dan bersedia
membantu anggota kelompok mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam memulai pembentukan kelompok perlu adanya perencanaan yang matang. Oleh
karena itu keberhasilan kelompok yang dibentuk tidak terlepas dari perencanaan dan
pelaksanaan konseling kelompok itu sendiri. Berbagai ahli telah mengenali tahap-tahap
perkembangan itu. Mereka memakai istilah yang kadang-kadang berbeda namun pada
dasarnya mempunyai isi yang sama.

2. Tahap Peralihan atau Transisi

Tahap transisi adalah suatu tahap setelah proses pembentukan dan sebelu tahap kerja
kelompok. Dalam kelompok yang diperkirakan berakhir 12-15 sesi, tahap transisi terjadi
2
pada sesi kedua atau ketiga dan biasanya berlangsung satu samapai tiga pertemuan. Tahap
ini terdiri dari dua bagian proses yang ditandai dengan ekspresi, sejumlah emosi dan
interaksi anggota.
Tahap transisi dimulai dengan periode kekacauan (storming) ada beberapa hal yang menjadi
karakteristik dari storming yaitu berkaitan dengan hubungan antar teman, perlawanan, dan
pemrosesan antar tugas, norma dan norming, ada perbedaan sekaligus hubungan antara
konsep norma dan norming, norma adalah harapan-harapan tentang perilaku anggota
kelompok yang harus atau tidak harus dilakukan. Fungsi norma kelompok adalah untuk
mengatur penampilan kelompok sebagi unit yang terorganisir dan mengarahkannya dalam
tujuan-tujuannya. Norming adalah perasaan akan “kekitaan”, identitas, kekelompokan,
kesatuan yang muncul ketika individu-individu merasa sebagai anggota suatu asosiasi atau
organisasi yang besar dari dirinya.

3. Tahap Kegiatan

Tahapan kegiatan merupakan tahap inti dari proses suatu kelompok dan merupakan
kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Tahapan kegiatan selalu dianggap sebagai
tahapan yang selalu produktif dalam perkembangan kelompok yang bersifat membangun
(contructive nature) dan dengan pencapaian hasil yang baik (achievement of results) selama
tahapan kerja hubungan anggota kelompok lebih bebas dan lebih menyenangkan. Hubungan
antar anggota berkembang dengan baik (saling tukar pengalaman, membuka diri secara
bebas, saling tanggap dan tukar pendapat, dan saling membantu).
Dalam perkembangan kelompok, tahapan kegiatan merupakan kekuatan therapeutik seperti
keterbukaan terhadap diri sendiri dan orang lain dan munculnya ide-ide baru yang
membangun. Apapun yang menjadi tujuan, suatu kelompok yang sehat akan menampilkan
keakraban, keterbukaan (self disclosure), umpan balik, kerja kelompok, konfrontasi dan
humor. Perilaku-perilaku positif yang dinyatakan dalam hubungan interpersonal antar
anggota akan muncul dalam hubungan sebaya (peer relationships). Tahap ini sangat
menentukan keberhasilan kegiatan kelompok. Jika tahap sebelumnya berhasil dengan baik,
maka tahap ini akan berlangsung dengan lancar.

4. Tahap Pengakhiran

Tahap pengakhiran secara keseluruhan merupakan akhir dari serangkaian pertemuan


kelompok. Keseluruhan pengalaman yang diperoleh anggota selama proses kerja ini
memerlukan perhatian khusus dari pimpinan kelompok, terutama ketika kelompok hendak
dibubarkan. Pembubaran kelompok secara keselruhan idealnya dilakukan setelah tujuan
kelompok tercapai. Tetapi adakalanya terjadi lebih cepat dari yang direncanakan atau yang
disebut pembubaran dini. Sesungguhnya pembubaran kelompok dalam proses layanan
kelompok bimbingan dan konseling adalah proses alamiah yang harus disadari oleh
pimpinan dan anggotaanggotanya, dan mereka diharapkan dapat mempersiapkan diri dengan
sebaik mungkin untuk menghadapi pembubaran itu.
Oleh karena itu kegiatan utama anggota kelompok, menjelang kelompok dibubarkan adalah
(1) membayangkan kembali pengalaman mereka selama kerja kelompok berlangsung. (2)
memproses kembali ingatannya. (3) mengevaluasi. (4) mengakui dan mengakomodasikan
perasaan-perasaan anggota kelompok dan mengakomodasikan perasaan-perasaan anggota
yang saling bertentangan dan (5) membantu anggota dalam membuat keputusannya secara
kognitif untuk menghadapi masa depan. Oleh karena itu untuk mencapai sasaran
pembubaran kelompok perlu diperhatikan beberapa hal diantaranya menyangkut persiapan
dampak pembubaran terhadap anggota, kemungkinan pembubaran dini, prosedur

3
pembubaran, masalah-masalah yang terkait dengan pembubaran dan hal-hal lain yang
menyangkut tindak lanjut.

5. Evaluasi Kegiatan

Penilaian terhadap kegiatan konseling kelompok dapat dilakukan secara tertulis dimana para
peserta diminta mengungkapkan perasaannya, harapannya, minat dan sikapnya terhadap
berbagai hal, baik yang telah dilakukan selama kegiatan kelompok (yang menyangkut isi
maupun proses) maupun kemungkinan keterlibatan mereka untuk kegiatan serupa
selanjutnya.
Pada tahap ini dilakukan tinjauan terhadap kualitas kegiatan kelompok dan hasil-hasilnya
melalui pengungkapan kesan-kesan peserta. Kondisi UCA (Understanding Comfort Action)
menjadi fokus penilaian hasil-hasil konseling kelompok. Penilaian dilakukan dalam tiga
tahap yaitu penilaian segera (laiseg) dilakukan pada akhir setiap sesi layanan, penilaian
jangka pendek (laijapen) dan penilaian janka panjang (laijapang).

D. Bentuk-bentuk Kelompok Bantuan

1. Kelompok Bimbingan

Kelompok bimbingan merupakan suatu cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada


individu (klien) melalui kegiatan kelompok. Dalam layanan bimbingan kelompok dibahas
topic-topik utama yang menjadi kepedulian bersama anggota kelompok. Masalah yang
menjadi topic pembicaraan dalam layanan bimbingan kelompok, dibahas melalui suasana
dinamika kelompok secara intens dan konstruktif diikuti oleh semua anggota kelompok di
bawah bimbingan pemimpin kelompok (pembimbing atau konselor).

2. Kelompok konseling

Suatu upaya pemberian bantuan kepada individu (klien) yang mengalami masalah-masalah
pribadi melalui kegiatan kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal. Layanan
kelompok konseling merupakan salah satu upaya pembimbingan atau konselor membantu
memecahkan masalah-masalah pribadi yang dialami oleh oleh masing-masing anggota
kelompok melalui kegiatan kelompok.

3. Terapi Kelompok

Merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan
berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas
kesehatan jiwa yang terlatih. Terapi psikologi yang dilakukan secara berkelompok untuk
memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal.

4. Kelompok Pertemuan

Kelompok pertemuan muncul dari kelompok T dalam usaha untuk memfokuskan diri pada
pertumbuhan anggota kelompok secara individu, bukan kelompok itu sendiri. kelompok
pertemuan ini, ditujukan pada orang-orang "berfungsi normal" yang menginginkan
pertumbuhan, perubahan, dan perkembangan.

5. Kelompok Tugas
4
Kelompok yang diberi tugas dari pemimpin kelompok kepada para anggota kelompok.
pemimpin kelompok mengemukakan suatu tugas yang harus dibahas dan diselesaikan oleh
anggota kelompok. penelitian ini, mempergunakan layanan bimbingan kelompok dengan
model kelompok tugas, dimana permasalahan yang dibahas telah ditentukan oleh pemimpin
kelompok

6. Kelompok Psikoedukasi

Mengajarkan kepada peserta kelompok bagaimana menghadapi ancaman potensial, episode


perkembangan hidup atau krisis hidup yang terjadi secara tiba-tiba. Jenis kelompok ini
sering ditemukan di lingkungan pendidikan atau di lingkungan lain seperti lembaga
kesehatan, lembaga layanan sosial, dll.

Materi 2: Peranan konselor kelompok sebagai pribadi dan profesional

A. Tugas Pemimpin / Konselor Kelompok

Kelompok merupakan suatu sistem. Sebagai sistem dalam kelompok ada beberapa
komponen yang tersusun dalam suatu struktur yang teratur. Struktur kelompok mengacu
kepada bagaimana susunan kelompok itu, yang meliputi : jenis kelompok, tujuan kelompok,
peranan anggota kelompok, pemimpin kelompok, aturan-aturan dasar kelompok, pokok-
pokok pembicaraan yang akan didiskusikan dalam kelompok (Romlah, 1989:41). Jadi
pemimpin kelompok merupakan komponen yang penting dalam suatu kelompok. Namun
demikian, peran seorang pemimpin itu penting bagi keseluruhan fungsi kelompok. Sebuah
kelompok merupakan cerminan pemimpinannya. Sebuah kelompok menggambarkan

5
definisi dari pemimpinnya. Hanya akan ada hasil yang bagus sesuai pemimpinnya, hasil
yang bagus sesuai keterampilannya dan hasil yang bagus sesuai diri pemimpin itu sendiri.
Contohnya seorang pemimpin transformasional (misalnya orang yang memperkuat anggota
kelompok dan membagi kekuatan kepada mereka dalam bekerja untuk memperbaharui
sebuah kelompok) mungkin diperlukan ketika sebuahkelompok tengah sekarat. Sebaliknya
seorang pemimpin tradisional (misalnya seorang yang mengendalikan dan melatih kekuatan
dari atas ke bawah sebagai seorang pakar) mungkin cocok di dalam menjalankan kelompok
hierarkis yang bermacam-macam dan yang para anggotanya secara fisik terpisah.
1. Tugas-Tugas Pemimpin Kelompok
Konselor sebagai pemimpin kelompok mempunyai tugas yang tidak ringan, jika
menginginkan dalam melaksanakan pekerjaan benar-benar profesional dan efektif. Menurut
Yalom (1985) tugas-tugas pemimpin kelompok adalah membuat dan mempertahankan
kelompok, membentuk budaya dalam kelompok, dan membentuk norma-norma dalam
kelompok.
a. Membuat dan Mempertahankan Kelompok
Pemimpin kelompok mempunyai tugas untuk membuat dan mempertahankan kelompok.
Melalui wawancara awal dengan calon anggota dan melalui seleksi yang baik, pemimpin
kelompok membentuk kelompok konseling. Begitu kelompok dimulai, pemimpin harus
bertindak sebagai penjaga gawang, yaitu mempertahankan agar anggota tetap hadir dan tetap
mengikuti kelompok yang dibuatnya. Sebab gagalnya salah seorang anggota untuk
mengikuti kelompok dapat mempengaruhi anggota lain ataupun jalannya kelompok.
b. Membentuk Budaya
Setelah kelompok terbentuk, pemimpin kelompok mengupayakan agar kelompok menjadi
sistem sosial yang terapeutik. Pemimpin kelompok mencoba untuk menumbuhkan norma
yang akan dipakai sebagai pedoman interaksi kelompok. Pada pendekatan individual agen
perubahan satu-satunya adalah konselor. Pada konseling kelompok, yang menjadi agen
perubahan adalah kelompok. Di dalam konseling kelompok pemimpin adalah agen
perubahan secara tidak langsung, sedangkan pada konseling individual, konselor adalah
agen perubahan secara langsung. Dalam kelompok, pemimpin mempunyai tugas untuk
membawa kelompok dari satu faktor kuratif ke faktor kuratif yang lainnya melalui
pembentukan budaya kelompok, la akan membentuk budaya yang dapat menimbulkan
interaksi yang tepat di dalam kelompok.

c. Membentuk Norma-Norma
Norma-norma di dalam kelompok dibentuk berdasarkan harapan anggota kelompok
terhadap kelompok dan pengarahan langsung maupun tidak langsung dari pemimpin dan
anggota-anggota yang lebih berpengaruh. Apabila harapan anggota tidak jelas, maka
pemimpin mempunyai banyak kesempatan untuk membuat desain budaya kelompok yang
menurut pandangannya akan memberikan suasana terapeutik optimal. Pemimpin kelompok
adalah pusat perhatian kelompok dan anggota akan mengharapkan arahan darinya.
d. Tuntutan Terhadap Pemimpin Kelompok
Pemimpin kelompok dituntut untuk pandai memperhatikan setiap tingkah laku (baik ucapan,
tindakan, maupun isyarat) yang ditampilkan oleh setiap anggota kelompok, dan
memperhatikan keikutsertaan anggota-anggota kelompok dalam memecahkan masalah-
masalah yang timbul. Kelincahan dan keterlibatan pemimpin kelompok dalam hal ini amat
menentukan keberhasilan kelompok. Secara ringkas tuntutan terhadap pemimpin kelompok
adalah kesanggupan merangsang diawalinya kegiatan-kegiatan kelompok. Pemimpin
kelompok dapat bersifat dan bersikap “tutwuri handayani” mengayomi atau mengawasi”,
dan menjadi tokoh bagi para anggota kelompok. Ciri kepemimpinan ini akan mempunyai
pengaruh besar terhadap kehidupan kelompok.
6
B. Pemimpin/ Konselor Kelompok sebagai Pribadi dan Profesional

1. Pemimpin Kelompok Sebagai Pribadi


Pemimpin-pemimpin yang menggunakan teknik-teknik kelompok tidak dapat dipisahkan
dari ciri-ciri pribadi pemimpin. Pemimpin yang lebih memperhatikan pada teknik-teknik dan
tidak memberikan cukup perhatian akan pengaruh mereka sendiri yang sangat kuat sebagai
pribadi-pribadi, akan menghadapi resiko menjadi teknisi belaka. Pemimpin kelompok
memiliki pengaruh pada proses kelompok bukan hanya lewat penggunaan kemahiran teknik-
teknik kelompok tetapi juga melalui ciri-ciri dan perilaku-perilaku pribadi mereka. Jadi
pemimpin yang menghubungkan keberhasilan atau kegagalan dari sebagian besar kelompok,
semata-mata kepada ciri-ciri peserta atau kepada teknik-teknik spesifik yang digunakan
untuk menggerakan semangat kelompok, variabel-variabel peserta dan teknik-teknik,
barulah beberapa faktor yang menentukan hasil-hasil kegiatan kelompok.
Pemimpin-pemimpin kelompok dapat memperluas pengetahuan teoritis dan praktis tentang
dinamika kelompok dan menjadi terampil dalam teknik diagnostik dan prosedur-prosedur,
namun tidak efektif dalam merangsang pertumbuhan dan perubahan anggota-anggota
kelompok mereka. Pemimpin-pemimpin membawa ke setiap kelompok kualitas-kualitas
pribadi, nilai-nilai, dan pengalaman-pengalaman hidup mereka. Untuk meningkatkan
pertumbuhan dan meningkatkan peranan anggota, pemimpin perlu hidup berorientasikan
pertumbuhan kehidupan mereka sendiri. Untuk membantu mengembangkan kejujuran
memeriksa diri di antara orang lain, pemimpin-pemimpin perlu memiliki keberanian untuk
terlibat dalam menilai diri mereka sendiri. Secara singkat, kelompok yang paling efektif
ditemukan dalam jenis kehidupan anggota-anggota kelompok yang melihat pemimpin
mendemonstrasikan anggota-anggota kelompok dan bukan dengan kata-kata pemimpin yang
mereka dengar.
Tentu saja tidak tepat mengatakan bahwa pemimpin-pemimpin kelompok yang dirinya
diaktualisasikan, harus berhasil mengatasi semua masalah mereka. Persoalan pokok
bukanlah apakah pemimpin-pemimpin memecahkan atau tidak mempunyai masalah pribadi
tetapi apakah mereka mau melakukan usaha yang sungguh-sungguh menentukan arah bagi
anggota-anggota kelompok yang mendorong untuk berkembang. Yang lebih penting dari
pada hasil akhir adalah kemauan untuk secara terus menerus merangsang diri sendiri melihat
apakah kehidpan seseorang mencerminkan nilai-nilai yang berlaku. Kunci keberhasilan
sebagai pemimpin kelompok adalah komitmen terhadap perjuangan yang tidak pernah
berakhir menuju pembentukan mahluk manusia yang lebih efektif.

2. Pemimpin Kelompok sebagai Seorang Profesional


Pada bagian terdahulu telah ditekankan pentingnya kepribadian dan kerakteristik pemimpin
kelompok dan hal penting bahwa kepemimpinan yang efektif bukan hanya persoalan
penggunaan teknik-teknik dengan cara yang mahir. Bagaimanapun ciri-ciri positif pribadi
adalah tidak cukup, dan bahwa akan menimbulkan kekeliruan dengan menganggap bahwa
seseorang dengan kualitas pribadi tertentu dan suatu keinginan untuk membantu akan
menjadi pemimpin kelompok yang efektif. Keberhasilan kepemimpinan menghendaki
keterampilan-keterampilan kepemimpinan kelompok yang spesifik dan penampilan yang
sesuai pada fungsi-fungsi tertentu. Sebagaimana sebagian besar keterampilan, keterampilan-
keterampilan kepemimpinan perlu dipelajari dan dipraktekkan, walaupun mereka tidak dapat
dipisahkan dari kepribadian pemimpin.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa syarat pemimpin kelompok akan dilihat dari
keterampilannya dalam memimpin kelompok. Ini tidak hendak mengabaikan hal-hal lain
yang penting, tetapi pada hematnya segala aspek kognitif dan afektif dari pemimpin akan
nampak dalam keterampilan yang diperlihatkannya dalam praktek. Lewat keterampilannya
7
pula akan terlihat keeefktifannya sebagai pemimpin, gaya-gaya kepemimpinannya, dan
peranannya sebagai pemimpin kelompok.

Materi 3: Isu-isu etik dan legal dalam konseling kelompok.

A. Isu-Isu Etik dalam Bimbingan dan Konseling


Etika dalam suatu profesi akan selalu memandang keberadaan profesilain, seperti halnya
profesi lain yang mempertimbangkan profesi Konselor. Artinya kode etik yang dirancang
dalam tatanan keprofesian tidak muncul dengan begitu saja. Standar etika itu muncul dari
pengakuan individu yang mewakili profesi dan melakukan upaya-upaya sebagai bentuk
penghormatan para anggota profesi tersebut melalui asosiasi yang menaunginya. Fungsi
asosiasi sebagai organisasi profesi juga menyediakan forum pertemuan bagi para praktisi
dan peneliti, mereka juga memainkan peran politik dalam advokasi untuk profesi tersebut.
Komunikasi dan kinerja yang ada di dalam tubuh organisasi profesi dikawal dan dipandu
oleh standar (kodeethical) yang bertindak untuk meminimalkan atau mencegah hal-hal yang
merugikan organisasi profesi itu sendiri, para praktisi profesi, akademisi atau ilmuwan, serta
individu yang dilayani profesi tersebut. Sebuah profesi tanpa standar etika justru perlu di
pertanyakan kredibilitasnya. Oleh karena itu, konselor harus peka terhadap isu-isu yang
berkembang dari ranah politik dan birokrasi yang mengatur profesionalisasi dalam
konseling.
Keefektifan konselor berhubungan dengan pengetahuan etik dan tingkah laku mereka
(Welfel dalam Gladding, 2012). Kinerja konselor tercermin pada seberapa besar konselor
tersebut mengamalkan pemahaman etik yang mereka miliki. Sering kali konselor
dihadapkan dengan dilema etis, kontraversi yang muncul akibat perbedaan pemahaman
mengenai standar moralitas sering kali mewarnai praktik konseling. Konselor perlu menaruh
kepedulian lebih terhadap standar etika profesional. Konselor perlu di didik seperti apa
praktik yang dianggap diterima dan kompeten dalam bidang konseling secara umum,
8
maupun praktik konseling secara khusus. Konselor harus tahu kapan dilema etika timbul
sehingga mereka dapat membuat keputusan dan etis dalam praktek konseling tersebut, hal
ini berarti seorang konselor harus sejak awal mengenali kode etik dalam bertindak sehingga
melahirkan perilaku yang etis pula dalam setiap pengambilan keputusan.
Asosiasi Konseling Amerika (ACA dalam counselingfa, diakses pada tanggal 30 April
2017) menjabarkan lebih lengkap mengenai kode etik yangharus dijalani seorang konselor:
~Bagian A: Hubungan dalam Konseling
Hubungan dalam konseling merupakan satu kesatuan antara konselor dan konseli yang
memiliki tujuan untuk memecahkan permasalah yang dihadapi. Konselor memiliki peran
untuk membantu konseli, sedangkan konseli memiliki peran sebagai individu yang sedang
memerlukan bantuan. Proses konseling akan menyangkut hubungan dari peran konselor itu
sendiri. Kontek hubungan dalam proses konseling menyangkut hal-hal sebagai berikut : (a)
kesejahteraan klien, (b) hak-hak klien, (c) klien dilayani oleh orang lain, (d) kebutuhan
pribadi dan nilai-nilai, (e) hubungan ganda, (f) keintiman seksual dengan klien, (g) banyak
klien, (h) kerja, (i) kelompok, (j) biaya dan barter, (k) terminasi dan rujukan, (l) dan
teknologi komputer.
~Bagian B: Kerahasiahan
Kerahasiahan merupakan kunci untuk memberikan kenyamanan terhadap klien. Konselor
dituntut untuk mampu memegang teguh informasi yang disampaikan oleh klien sehingga
klien merasa nyaman dalam melakukan konseling dengan konselor. Jika klien memberikan
kepercayaan penuh terhadap konselor, maka keterbukaan klien akan semakin mudah. Hal
inilah yang akan memberikan dampak yang positif terhadap proses konseling. Kepercayaan
dari klien terhadap konselor menjadi mutlak untuk dipertimbangkan sehingga menjadi kode
etik yang sangat krusial. Beberapahal yang perlu diperhatikan dalan menjadi kerahasiahan
konseli meliputi hal-hal sebagai berikut: (a) hak privasi, (b) kerahasiahan kelompok dan
keluarga,(c) kecenderungan kompetensi klien, (d) catatan-catatan konseling, (e) hasil analisa
dan pelatihan, (f) dan hasil konsultasi dengan konselor.
~Bagian C: Tanggung Jawab
Konselor memiliki tanggung jawab yang penuh terhadap klien, orang tua, organisasi, serta
terhadap diri konselor itu sendiri. Tanggung jawab yang diemban konselor merupakan hal
yang harus mendapatkan perhatian yang serius, sebab tanggung jawab ini akan berdampak
pada keberhasilan suatu pola kerja dari konselor. Tanggung jawab profesional menyangkut:
(a) standar-standar pengetahuan, (b) kompetensi profesional, (c) identitas klien, (d) tanggung
jawab publik, dan (e) tanggung jawab profesional lain.
~Bagian D: Hubungan dengan Profesional Lain
Hubungan dengan profesi lain, hal ini menunjukan bahwa permasalahan yang harus
diselesaikan oleh konselor mengenai permasalahan klien tentu akan berhubungan dengan
profesi lain. Profesi lain dalan konteks ini adalah lembaga-lembaga atau profesi yang ada
kaitannya dengan permasalahan yang dihadapi oleh klien. Profesi lian dalam kaitannya
dengan siswa bisa saja pihak kesehatan (dokter) atau psikolog/psikiater. Konteks hubungan
dengan teman sejawat konselor di sekolah bukan individu yang berdiri sendiri melainkan
merupakan team work di antara personel sekolah. Demikian hubungan dengan profesional
lain menjadi komponen penting dalam membina hubungan sosial dalam konteks kerja
profesonal.

Hoose dan Kottler (dalam Gladding, 2012) memaparkan alasan pentingnya kode etik dalam
sebuah profesi:

1. Kode Etik melidungi profesi dari pemerintah. Poin ini menjelaskan bahwa sebuah profesi
diperbolehkan secara mandiri dalam independensinya untuk mengelola profesi tersebut agar
berfungsi sebagaimana mestinya.
9
2 Kode etik membantu mengontrol ketidak sepakatan internal dan pertengkaran, sehingga
memelihara kestabilan dalam profesi.

3. Kode etik melindungi praktisi dari publik, terutama untuk pengaduan malpraktik. Jika
konselor telah bertindak sesuai batas-batas kode etik, tingkah lakunya akan di nilai telah
mematuhi standar umum.

B. Isu-isu Legal dalam Bimbingan dan Konseling


Secara eksplisit maupun implisit dikemukakan bahwasannya seorang konselor harus
senantiasa berpedoman pada aspek-aspek etis dalam bertindak. Menjadi hal yang sangat
urgen, seorang konselor perlu dibekali pemahaman mengenai legalitas posisi atau segala
bentuk tindakan di bawah naungan profesi, karena tidak menutup kemungkinan dalam
perjalanannya konselor akan berada pada situasi yang tidak hanya bersinggungan antara
hubungan konseli dan konselor, namun juga hal-hal yang bersinggungan dengan dunia
hukum. Aspek etik yang perlu ditempuh konselor saat menghadapi situasi ini diantaranya
komunikasi kerahasiaan (konfidensial), privasi, dan hak istimewa(Gladding, 2012).
Kerahasiaan diartikan sebagai jaminan konselor terhadap konseli bahwa segala macam
informasi yang terkait konseli dan telah dikantongi konselor sebagai data, tidak akan
dipubilkasikan atau dibagikan secara tidak sah dan tanpa ijin. Privasi merupakan sebuah
konsep legal yang mengakui hak-hak individu untuk memilih waktu, keadaan dan
banyaknya informasi pribadi yang ingin atau tidak ingin mereka bagikan (Herlihy
danSheeley, dalam Gladding, 2012). Sedangkan komunikasi atau hak istimewa adalah hak
legal klien yang dijamin oleh undang-undang untuk tidak mengungkapkan komunikasi
rahasia di pengadilan tanpa izin dari konseli(Gladding, 2012). Situasi tertentu seperti hak
kerahasiaan, privasi, serta komunikasi istimewa klien menjadi sebuah pengecualian, yaitu
ketika:
1. Adanya kasus pertentangan antara konselor dan klien.
2. Ketika klien memunculkan masalah mengenai kondisi mental dalamtuntutan legal.
3. Ketika kondisi klien menghadirkan bahaya untuk dirinya sendiri atauorang lain.
4. Kasus pelecehan anak
5. Ketika konselor memperoleh informasi bahwa klien akan melakukantindakan kejahatan.
6. Selama pengadilan meminta evaluasi psikologis.
7. Untuk tujuan pertolongan spontan.
8. Ketika konselor memiliki informasi bahwa klien telah menjadi korban kejahatan.
9. Kasus kekerasan pada orang yang rentan.

Konseling yang dilakukan secara online terdapat banyak masalahnya dan berikut ini tipe-
tipe permasalahannya, yaitu:

1. Caveat merupakan dimana konselor dengan sertifikasi tidak jelas atau tidak memiliki
jaminan keamanan yang tidak memadai,
2. Closed merupakan konselor yang sudah tidak menggunakan situsnya untuk melakukan
konseling online akan tetapi masih tetap online untuk keperluan lain dan juga tidak pernah
melakukan up-dating secara berkala,
3. Gone merupakan situs-situs yang sudah kadaluarsa yang pernah dilakukan untuk proses
konseling online dan sudah ditutup.
Isu permasalahan bahasa dan budaya ketika melakukan layanan BK online. Dikarenakan
layanan BK via online tidak mengenal letak geografis dan waktu maka tidak menutup
kemungkinan bahwa konselor mendapati konseli lintas budaya dan bahasa. Hal ini dapat
bermasalah jika konselor tidak dapat memahami seluruhnya tentang bahasa dan budaya
10
konseli sehingga terjadi miss-comunication antara konseli dan konselor. Alhasil pelayanan
BK pun tidak menghasilkan hasil yang memuaskan bagi konseli.
Isu kompetensi konselor dalam menggunakan TI dalam melayani konseli yaitu konselor
terkadang belum banyak menguasai TI dan permasalahan ini sudah sangat klasik terjadi,
yaitu konselor yang gagap teknologi sehingga konselor tidak dapat melakukan pelayanan
berbasis TI.

11

Anda mungkin juga menyukai