Anda di halaman 1dari 31

KEPEDULIAN LINGKUNGAN

(ENVIRONMENT AWARENESS)
UNTUK PROGRAM DIKLAT D – IV

Disunting oleh:
Lussy Cahya P,M.Mar., MMTr.

SEKOLAH TINGGI ILMU PELAYARAN


JAKARTA – 2021
1
TUJUAN :
❑ Memahami penyebab timbulnya
pencemaran dilaut
❑ Mengetahui cara mencegah
timbulnya pencemaran dilaut
❑ Mengetahui cara Menanggulangi
terjadinya pencemaran di laut

2
3
4
UU NO 32 TAHUN 2009
TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 1 Ayat 14:


Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan

Pasal 1 Ayat 24:


Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang,
menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan
dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan
persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu
5
PENCEGAHAN PENCEMARAN DI LAUT

Penyebab:
❖ Pengeboran minyak (drilling oil)
❖ Kecelakaaan kapal (collusion, grounding, fire, etc).
❖ Operasional kapal tanker maupun non tanker melalui pembersihan
tanki atau pembuangan air ballast.
❖ Sampah dipelabuhan.
❖ Limbah pabrik (factory industry).
❖ Sumber sumber dari darat : minyak lumas bekas,atau cairan yang
mengandung hydrocarbon.

Tujuan:
❑ Menjaga kelestarian lingkungan laut.
❑ Mencegah tumpahan minyak masuk ke daerah daerah yang
dilindungi.
❑ Mengambil atau menyelamatkan tumpahan minyak tsb
semaksimal mungkin untuk mengurangi kerugian yang di
6 timbulkan
MARINE POLLUTION (MARPOL 73/78)

❑ Konvensi Internasional untuk


pencegahan Pencemaran dari Kapal
diadopsi oleh Konvensi internasional
tentang Pencemaran laut yang
diadakan oleh IMO dari tanggal 8
Oktober - 2 Nopember 1973.
❑ Sidang Protokol oleh IMO dari
tanggal 6 - 17 Pebruari 1978.
❑ Dikenal dgn MARPOL 73/78

7
MARINE POLLUTION (MARPOL 73/78)

I - Pencemaran oleh Minyak


II - Pencemaran oleh Zat Cair
Beracun dalam bentuk Curah
III - Pencemaran oleh Zat-Zat yang
Merugikan dalam Bentuk
Kemasan
IV - Pencemaran oleh Kotoran
Manusia dari Kapal
V - Pencemaran oleh Sampah dari
Kapal
VI - Pencemaran udara oleh kapal

8
ANNEX – I
PENCEMARAN OLEH MINYAK
Minyak yaitu minyak bumi dalam bentuk apapun termasuk minyak mentah,
minyak bahan bakar, minyak kotor, kotoran minyak dan hasil-hasil olahan
pemurnian seperti berbagai jensi aspal, bahan bakar diesel, minyak pelumas,
minyak tanah, bensin, minyak suling, naptha dan sejenisnya.

Kapal tangki minyak yaitu kapal yang dibangun atau yang diutamakan untuk
mengangkut minyak dalam bentuk curah dalam ruang - ruang muatnya,
termasuk pengangkut- pengangkut kombinasi.

Jenis – jenis kapal tanker :


1. Oil Tanker khusus untuk mengangkut minyak curah.
2. Product Tanker khusus untuk mengangkut hasil produk minyak dari pengolahan
minyak mentah yang berasal dari kilang pengolahan.
3. Crude Tanker khusus untuk mengangkut minyak mentah, yang biasanya bersifat
homogen.
4. Chemical Tanker khusus untuk mengangkut bahan kimia cair curah.
9
JENIS-JENIS KAPAL TANKER

10
ANNEX – I
PENCEMARAN OLEH MINYAK

Kapal selain kapal tanker dengan ukuran isi kotor 400 GRT atau lebih,
haru memiliki :
➢ Oil Water Separator (OWS)
➢ Tangki minyak kotor (Sludge Tank)
➢ Standar sambungan pembuangan (standard discharge connection)
➢ Pemisah bahan bakar dan air ballast (Segregation of fuel oil/Ballast
Water)
➢ Buku catatan minyak (Oil Record Book)
➢ Shipboard Oil Pollution Emergency Plan (SOPEP)

11
ANNEX – I
PENCEMARAN OLEH MINYAK

Kapal tanker dengan ukuran isi kotor 150 GRT atau lebih, haru
memiliki :
➢ Oil Water Separator (OWS)
➢ Oil discharge monitor (ODM)
➢ Tangki minyak kotor (Sludge Tank)
➢ Pemisah bahan bakar dan air ballast (Segregation of fuel oil/Ballast
Water)
➢ Buku catatan minyak (Oil Record Book)
➢ Shipboard Oil Pollution Emergency Plan (SOPEP)
➢ Dedicated Clean Ballast Tank (CBT)
➢ Segregated Ballast Tank (SBT)
- Crude Oil Tanker (baru) ≥ 20.000 DWT
- Product Oil Tanker ≥ 30.000 DWT
➢ Crude Oil Washing (COW)
- Crude Oil Tanker ≥ 20.000 DWT
12
ANNEX – I
PENCEMARAN OLEH MINYAK

Oil Water Separator

Oil Discharge Monitoring (ODM)


13
SHIPBOARD OIL POLLUTION EMERGENCY PLAN
(SOPEP)

Isi SOPEP minimum;


❑ Prosedur yang diikuti oleh Nakhoda atau orang lain yang
bertugas untuk melaporkan kejadian kejadian pencemaran.
❑ Daftar pejabat atau orang yang akan dihubungi bila terjadi
pencemaran.
❑ Perincian tindakan yang aakan diambil segera oleh orang-orang
dikapal untuk mengurangi atau mengontrol tumpahan minyak
sesudah kecelakaan.
❑ Prosedur dan titik penghubung dikapal untuk koordinasi dengan
pejabat lokal dalam rangka penanggulangan pencemaran.

14
SHIPBOARD OIL POLLUTION EMERGENCY PLAN
(SOPEP)

Peralatan Penanggulangan Pencemaran;


❑ Bak atau bejana untuk menampung tetesan minyak.
❑ Pasir atau serbuk gergaji.
❑ Sekop.
❑ Majun.
❑ Karet busa untuk absorber
❑ Dispersant
❑ Spray applicator
❑ Oil boom yang berfungsi untuk melokalisasi tumpahan supaya
tidak menyebar.
❑ Oil skimmer untuk menyedot minyak yang ada dipermukaan.

15
SOPEP

16
OIL BOOM

17
SLOP TANK DAN SLUDGE TANK

SLOP TANK
❑ Setiap kapal harus dilengkapi dengan slop tank untuk
menampung ballast kotor dengan kapasitas minimum 3% dari
kapasitas muatan kapal, kecuali pemerintah dapat menyetujui.
❑ 2% untuk tanker yang air pencuci tankinya dapat digunakan lagi
untuk mencuci tanki lain atau yang dilengkapi COW dan SBT.
❑ 1% tanker kombinasi.

SLUDGE TANK
Untuk menampung minyak kotor.

18
PEMBUANGAN MINYAK/CAMPURAN MINYAK
HANYA DIBOLEHKAN, JIKA:
❑ Tidak pada spesial area (Laut Mediteranian, Laut Baltik, Laut
Hitam, Laut Merah, Laut Antartika, TelukPersia & Teluk Aden)
❑ Jarak lebih dari 50 mil laut dari daratan/pantai
❑ Tidak boleh lebih dari 30 liter/mil laut
❑ Tidak boleh lebih dari 1:30.000 liter jumlah muatan
❑ Khusus kapal tanker, memiliki OWS dan ODM

Pengumpulan sisa minyak bagi kapal non tanker :

-Hasil Purifikasi Minyak


TANGKI
pelumas
-Bocoran Sistem Bahan SLOP TANK PENAMPUNGAN
Bakar DARAT

19
TANGGUNG JAWAB
❑ Kapal yang mengangkut bahan cair pencemar selain minyak,
bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang disebabkan
karena pencemaran diperairan yang berasal dari kapalnya.
❑ Pemilik atau operator kapal bertanggung jawab terhadap
pencemaran yang diakibatkan dari kapalnya sebesar nilai nominal
dana penjamin ganti rugi pencemaran yang di pertanggungjawabkan

20
ANNEX – II
PENCEMARAN OLEH ZAT CAIR BERACUN DALAM
BENTUK CURAH (NOXIOUS LIGUID SUBTANCES)
❑ Kapal-kapal pengangkut NLS sesudah disurvey diberikan sertifikat
International Pollution Prevention Certificate For The Carriage Of
Noxious Liquid Substance in Bulk.
❑ Sertifikat berlaku untuk 5 tahun dengan persyaratan harus diendors
tiap tahun.
❑ Survey-survey yang dilaksanakan sehubungan dengan sertifikat
tersebut:
1) Initial survey sebelum kapal dioperasikan untuk pertama
kali.
2) Annual survey dalam waktu 3 bulan sebelum atau sesudah
Anniversary data dari sertifikat.
3) Intermediate survey dalam 3 bulan sebelum atau sesudah
Anniversary date ke 2 atau ke 3.
4) Renewell survey setiap 5 tahun atau sesuai masa berlaku
sertifikat.
21 5) Additional survey apabila dibutuhkan.
ANNEX – II
PENCEMARAN OLEH ZAT CAIR BERACUN DALAM
BENTUK CURAH (NOXIOUS LIGUID SUBTANCES)

❑ Bagi kapal-kapal yang sudah disurvey dan diberikan sertifikat


berdasarkan International Bulk Carrier Chemical Code (IBC Code)
atau Bulk Chemical Code (BCH Code) tidak perlu disurvey lagi untuk
mendapatkan NLS Certifikat.
❑ Disamping itu kapal ini juga harus dilengkapi dengan IOPP Certificate.

22
PEMBAGIAN ZAT CAIR BERACUN

Terbagi dalam 4 katagori yaitu :


1. Katagori A : zat cair beracun yang apabila dibuang kelaut dari
pencucian tanki muatan atau dari ballast yang dimuat ditanki
muatan akan menimbulkan bahaya yang besar (major hazard)
baik terhadap sumber hayati laut atau kesehatan manusia
atau menimbulkan ancaman serius terhadap penggunaan laut
secara sah lainnya sehingga mengharuskan penggunaan alat-
alat penanggulangan yang lebih kuat untuk membersihkan.
Contoh : Aceton Cyanohydrin, Acrolein, Dicio ro Benzenes,
Carbnon disulphida, Cresols, Phosphours dll.

23
PEMBAGIAN ZAT CAIR BERACUN
2. Katagori B yaitu zat beracun yang apabila dibuang kelaut akan
menimbulkan bahaya (hazard) baik terhadap sumber hayati
laut atau kesehatan manusia atau menimbulkan ancaman
terhadap penggunan laut secara sah sehingga mengharuskan
penggunaan alat anti polusi khusus. Contoh : Ammonia,
Benziene Clhoride, Carbon tetra chlorida, Chloroform, Ally I
Alcohol, dll
3. Katagori C yaitu zat cair yang apabila dibuang kelaut akan
menimbulkan bahaya kecil (minor hazard) sehingga
membutuhkan operasi khusus untuk menaggulanginya.
Contoh :Acetic Aceid, Iso Amy I Acetate, Amiline, Ethyl
Acetate, Silicon Tetrachloride, dll
4. Katagori B Katagori D yaitu zat cair beracun yang apabila
dibuang kelaut memperlihatkan bahaya yang dapat diketahui
(recognized hazard) sehingga memerlukan perhatian. Contoh :
Acetone, Benzy I Alcohol, Calcium Hydroxida, Ethyl
24
Acetate, Sillicon Tetraclhoride, dll
PENGAWASAN ZAT CAIR BERACUN

❑ Pemerintah tiap negara harus menunjuk surveyor untuk mengawasi


pelaksanaan dari aturan ini dan mengawasi sesuai guide line dari
IMO.
❑ Nakhoda kapal yang mengangkut zat cair beracun harus menjamin
bahwa semua ketentuan-ketentuan telah dipenuhi dan Cargo Record
Book diisi sesuai ketentuan.

25
PENGAWASAN ZAT CAIR BERACUN
KATEGORI – A
❑ Sesudah selesai pembongkaran sebelum kapal berangkat tanki
harus diadakan pencucian pendahuluan (Pre wash) dan air
pencucian dibuang ke receiption facility sampai konsentrasi zat
cair beracun dalam aliran kurang dari 0.1 % dalam berat kemudian
dipompa sampai kosong kecuali untuk jenis pospor konsentrasi
dalam aliran kurang dari 0.01 % dalam berat.
❑ Bila kemudian air ditambahkan kedalam tanki, air pencucian dapat
dibuang kelaut sesuai dengan persyaratan :
1) kapal berada di luar daerah khusus.
2) kapal sedang berlayar dengan kecepatan 7 knots utk yang
gerakkan mesin dan 4 knots utk yang ditunda.
3) lubang pembuangan berada dibawah garis air.
4) pembuangan pada jarak tidak kurang dari 12 mil dari daratan
dengan kedalaman tidak kurang dari 25 m.
26
PENGAWASAN ZAT CAIR BERACUN
KATEGORI – B
❑ Sesudah selesai pembongkaran tanki dicuci ( pre wash ) sampai
sisa muatan dalam tanki tidak lebih dari 1 m3 atau 1/3000
kapasitas tanki dan dibuang ke receiption fasility. Kemudian
apabila ditambahkan air dapat dibuang kelaut dengan persyaratan
:
1) kapal sedang berada diluar daerah khusus
2) kapal sedang berlayar dengan kecepatan 7 knots utk yang
bermesin dan 4 knots bagi kapal yang digandeng
3) konsentrasi zat beracun diatas baling-baling tidak melebihi 1
ppm
4) pembuangan dilaksanakan tidak kurang dari 12 mil dari
daratan pada kedalaman lebih dari 25 m.
27
PENGAWASAN ZAT CAIR BERACUN
KATEGORI – C
❑ Selesai bongkar sebelum meninggalkan pelabuhan tanki harus
dicuci (pre wash) sampai sisa muatan tidak lebih dari 3 M3 atau
1/1000 kapasitas tanki.
❑ Kemudian apabila ditambahkan air dapat dibuang kelaut dengan
persyaratan :
1) kapal berada diluar daerah diluar daerah khusus.
2) kapal sedang berlayar dengan kecepatan 7 knot untuk Yang
bermesin dan 4 knot untuk yang di gandeng.
3) pembuangan dibawah garis air.
4) kapal berada lebih dari 12 mill dari daratan pada kedalaman
25 m atau lebih.

28
PENGAWASAN ZAT CAIR BERACUN
KATEGORI – C

❑ Atas permintaan nahkoda pre wash dpt ditiadakan dengan syarat:


1) tanki bekas pembongkaran tidak akan dicuci karena akan
dimuat jenis yang sama atau yang dapat digabungkan.
2) tanki bekas pembongkaran tidak akan dicuci dilaut dan akan
dicuci dipelabuhan lain asal ada jaminan tertulis dari
pelabuhan tersebut.
3) sisi muatan dihilangkan dengan sistem ventilasi yang disetujui
pemerintah berdasarkan standar IMO.

29
PENGAWASAN ZAT CAIR BERACUN
KATEGORI – D

❑ Tidak perlu diadakan pre wash dan dapat dibuang kelaut dengan
syarat :
1) Kapal sedang berlayar diluar daerah khusus
2) Kecepatan tidak kurang dari 7 knot bagi yang bermesin dan 4
knot bagi yang di gandeng.
3) konsentrasi tidak lebih dari 1/10
4) pembuangan pada jarak 12 mil dengan kedalam tidak kurang
dari 25 meter.

30

Anda mungkin juga menyukai