Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERHITUNGAN, PELAPORAN, SPT PPH PASAL 22 DAN 23


Dosen Pengampu : Luhur Budi Priangga

Kelompok 12 :

1. Rizki Dwi Amalia Fernanda 1961122

2. As’arul Ainisah 1961123

3. Risma Adelia 1961140

4. Nur Annisa 1961199

5. Yonda Febriarlan Kusuma M 1961216

6. Ardilah Putri A.S 1961365

7. Iftakhul Mas’udah 1961401

8. Frida Andra Safira 1961410

Kelas :

Manajemen SDM KP-3 2019

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PGRI

DEWANTARA JOMBANG

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana berkat rahmat, taufiq
dan hidayahnya lah kami dapat menyelesaikan makalah dalam memenuhi tugas makalah
“Perhitungan, Pelaporan, SPT PPh Pasal 22 Dan 23” yang diberikan tepat pada waktunya.
Sholawat beriring salam senantiasa terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW, yang kita nanti-nantikan syafaatnya hingga hari kiamat. Amin.

Selanjutnya tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing
Bapak Luhur Budi Priangga yang telah memberikan kepercayaannya kepada kami dalam
menyampaikan makalah ini. Terakhir, kami tidak menutup mata jika dalam penulisan makalah
kami masih banyak terdapat kekurangan, karena kami juga masih dalam proses belajar. Untuk
itu, kritik dan saran yang membangun kami sangat harapkan.

Jombang, 30 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................2

A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)...................................................2

B. Tarif PPh Pasal 22............................................................................................................3

C. Pemungutan PPh Pasal 22.................................................................................................4

D. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan PPh Pasal 22................................10

E. Cara Menghitung PPh Pasal 22.......................................................................................11

F. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23)..................................................15

G. Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan......................................................................16

H. Tarif dan Objek PPh Pasal 23.........................................................................................16

I. Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan......................................................................17

J. Dikenakan PPh Pasal 23.................................................................................................18

K. Contoh Kasus dan Penyelesaian Masalah Pajak Penghasilan (PPh 23)..........................18

BAB III PENUTUP......................................................................................................................21

A. Kesimpulan.....................................................................................................................21

B. Saran................................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan sumber dana alamnya. Pada
saat ini, indonesia mengalami perkembangan yang mendorong pemerintah untuk melakukan
perubahan di segala sektor demi meningkatkan pendapatan atau kas negara guna membiayain
pembangunan dana biaya-biaya negara dalam rangka menyelenggarakan perubahan tersebut,
pastilah memerlukan dana yang tidak sedikit, dana tersebut berasal dari APBN dan APBD,
dimana sebagian besar bersumber pada penerimaan pajak. dalam hal ini menjelaskan bahwa
pajak memiliki peranaan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara
yang ada untuk membiayai pengeluaran termasuk pengeluaran untuk meningkatkan
pembangunan.

Pajak Penghasilan merupakan pajak yang di pungut oleh bendaharawan pemerintah  baik


pemerintah pusat maupun  pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah atau
lembaga lembaga negara lain berkenan dengan pembayaran atas penyerahan barang. Badan-
badan  tertentu yang berkenan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di
bidang lainnya . Dasar Hukum PPh Pasal 22  Adalah UU Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun
2008. Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah
dipotong PPh pasal 21.

B. Rumusan Masalah

1. Pajak penghasilan pasal 22


2. Pajak penghasilan pasal 23

C. Tujuan Penulisan

Menjelaskan tentang Pajak Penghasilan baik itu Pasal 22 maupun Pajak Penghasilan pasal
23.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22)

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan


Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan
satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Mengingat sangat bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan
PPh Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun
PPh 23.
Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang
dianggap "menguntungkan", sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima
keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik
saat penjualan maupun pembelian.
Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah pajak yang dipungut oleh
bendaharawan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah , instansi
atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga tinggi lainnya. PPh Pasal 22 dikenakan
terhadap pembayaran atas penyerahan barang kepada badan pemerintah atau kegiatan import
atau kegiatan di bidang usaha tertentu.
Dalam Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 22 ada tiga hal yang menjadi focus pemungutan
pajak, yaitu
a. Bendaharawan Pemerintahan Pusat atau daerah, instansi atau lembaga pemerintahan
dan lembaga-lembaga Negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan
barang biasa disebut sebagai PPh Pasal 22 Bendaharawan
b. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenan dengan kegiatan
dibidang import biasa disebut PPh Pasal 22 atas Import
c. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan
di bidang tertentu, yaitu industri semen, industri rokok kretek atau putih, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, penjualan hasil produksi pertamina, penyaluran oleh
bulog.

2
B. Tarif PPh Pasal 22

Berikut merupakan tariff PPH Pasal 22, antara lain :


No. Objek Tarif
Pembelian barang yang dilakukan oleh DPJB, Bendahara Pemerintah,
1 1,5%
BUMN/D, dan badan tertentu
Impor Barang:
- Yang menggunakan API 2,5%
2
- Yang tidak menggunakan API 7,5%
- Yang tidak dikuasai ( Lelang ) 7,5%
Pembelian bahan – bahan untuk keperluan industry / ekspor dari pedagang
3 2,5%
pengumpul
Penjualan oleh pertamina :
4 - Premium, Solar, Premix, Super TT 0,25%
- Minyak Tanah, LPG, Pelumas 0,3%
Penjualan oleh Selain Pertamina:
- Premium, Solar, Premix, Super TT 0,3%
5
- Minyak tanah, LPG, Pelumas
0,3%
Penjualan hasil industry tertentu :
- Kertas 0,1%
- Baja 0,3%
6
- Otomotif 0,45%
- Semen 0,25%

- Rokok 0,15%

Selain tarif di atas, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tanggal 31


Desember 2008 juga mengatur tentang wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut PPh
pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah yaitu wajib pajak badan yang
melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah, diantaranya :
a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (Dua Puluh
Miliar Rupiah)

3
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
(Sepuluh Miliar Rupiah)
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m2
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih
dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan/atau bangunan lebih dari 400
m2
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan. Jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle (MPV), minibus dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah) dan
dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak
termasuk PPN dan PPnBM.
Selain tarif pajak yang tercantum di atas, terdapat tariff sebagai berikut :
 Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importer yang menggunakan API
sebesar 0,5%
 Untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP maka pajak dipungut 100% lebih tinggi
dari tarif PPh pasal 22.

C. Pemungutan PPh Pasal 22

Tata cara Pajak Penghasilan Pasal 22 didasarkan atas suatu pemungutan , dalam arti
setiap terjadi transaksi maka Wajib Pajak akan di pungut PPh Pasal 22 oleh bendaharawan
pemerintah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga tinggi lainnya. Selanjutnya
pemungutan PPh Pasal 22 ini akan diserahkan pada kas Negara. Pemungutan PPh Pasal 22
dilakukan oleh :
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat
ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
c. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian
barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan/atau belanja
daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;

4
d. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik
Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan
bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari
APBN maupun non-APBN;
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas
penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan
bakar minyak, gas, dan pelumas.
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian,
dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 PPh Pasal 22


Bendaharawan Import Usaha Tertentu

Dirjen anggaran, Bank Devisa, Badan Usaha yang


Bendaharawan, Dirjen Bea Cukai ditunjuk Dirjen
BUMN dan BUMD pajak

Objek pemungutan PPh pasal 22 Bendaharawan adalah penyerahan barang dan jasa yang
dibiayai dari APBN atau APBD, wajib pajak yang termasuk sebagai Wajib pajak PPh pasal
22 dapat berupa badan usaha maupun perseorangan yang pada prinsipnya merupakan
rekanan pemerintah yang menerima pembayaran untuk penyerahan barang atau jasa yang
dibiayai oleh APBN atau APBD.
Pemungutan PPh Pasal Bendaharawan terjadi saat pembayarab oleh bendaharawan
pemerintah. Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerinta Pusat atau Daerah,
BUMN atau BUMD harus memungut atau menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor
Pos dan Giro atau Bank-bank persepsi pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah diisi oleh atas nama
rekanan (badan usaha yang menyerahkan barang) serta tandatangani oleh Bendaharawn. SSP

5
berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya
empat belas hari setelah masa pajak berakhir.
Besarnya pemungutan PPH Pasal 22 Bendaharawan adalah 1,5% dari harga penjualan.
Harga penjualan yang dimaksud adalah harga jual kepada bendaharawan pemerintah.
Apabila harga jual di dalamnya termasuk PPN dan atau PPNBM maka PPN dan atau
PPnBM ini harus dikeluarkan terlebih dahulu dari perhitungan PPh Pasal 22 Bendaharawan.
Hal yang dimaksudkan untu menghindari pemungutan pajak terhadap paak tertentu (Pajak
berganda).
Misalnya, PT Ady-Yuni melakukan penjualan kendaraan kepada Pemda Salatiga dengan
nilai transaksi sebesar Rp 130.000.000,00 dan dibayar melalui bendaharawan dinas.
a. Jika nilai transaksi sebesar Rp130.000.000,00 tidak termasuk PPN dan PPn BM, maka
pasal 22 bendaharawan adalah Rp1.950.000,00 (1,5% x Rp130.000.000,00)
Atas pemungutannya PPh Pasal 22 Bendaharawan ini, PT Ady-Yuni hanya
menerima kas sebesar Rp128.050.000,00 (Rp130.000.000,00 - Rp1.950.000,00).
Pemungutan PPh Pasal 22 ini selanjutnya oleh Pemda Salatiga diserahkan ke kas
Negara.
b. Jika nilai transaksi sebesar Rp130.000.000,00 termasuk PPN sebesar 10% dan PPn BM
sebesar 20% maka harus dihitung nilai jual di luar PPN dan PPnBM yaitu sebesar
Rp100.000.000,00 (100/130 x Rp130.000.000,00)
Pemungutan PPh Pasal 22 Bendaharawan adalah sebesar Rp1.500.000,00 (1,5% x
Rp100.000.000,00). Objek pemungutan PPh Pasal 22 Import adalah penghasilan netto dari
pemasukan barang ke dalam daerah pabean yang dilakukan oleh importir, importir di bagi
menjadi dua yaitu:
a. Import yang memiliki angka pengenal import (API)
b. Import yang tidak memiliki angka pengenal import (Non-API)
Perbedaan Importir berdasarkan API ini akan mempengaruhi tarif yang digunakan untuk
pemungutan PPh Pasal 22 Import. Untuk import yang memiliki API akan dikenakan
Tarif PPh Pasal 22 sebesar 2,5 % sedangka yang tidak memiliki API akan di pungut PPh
Pasal 22 sebesar 7,5%. Angka pengenal import adalah nomor identitas seorang importir
yang dikeluarkan oleh Dirjen Bea dan Cukai.

6
Dasar perhitungan PPh Pasal 22 adalah penghasilan netto dari pemasukan barang atau
biasa disebut sebagai nilai impor. Sebelum mempelajari tentang nilai impor perlu dipahami
istilah-istilah berikut di bawah ini.
a.Free On Board (FOB) yaitu harga perolehan barang berdasarkan nilai mata uang
pengekspor.
b. Cost (C) adalah harga perolehan harga barang yang telah disesuaikan dengan mata
uang Negara pengimport. Dihitung dari besarnya harga perolehan dikalikan Kurs yang
berlaku.
c.Freight (F) atau biaya tambang merupakan biaya pengiriman yang dinyatakan dalam
bentuk presentase. Dihitung dari presentase tertentu dikalikan dengan cost.
d. Insurance (I) yaitu nilai asuransi barang yang import yang dinyatakan dalam bentuk
presentase. Asuransi akan diperhitungkan sebagai nilai impor jika asuransi dibayar
diluar negeri sedangkan jika asuransi di bayar di dalam negeri asuransi tidak akan
diperhitungkan dalam nilai import. Besarnya Insurance dihitung dari presentase
tertentu dikalikan Cost + Freight
e.Bea masuk dan bea masuk tambahan dihitung dari presentase tertentu dikalikan Cost +
Insurance + Freight (CIF) atau Cost + Freight
Berdasarkan ketentuan ini yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah
bendaharawan pemerintah dan badan-badan tertentu misalnya Bendaharawan pemerintah.
Termasuk bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga
pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang. Tarif pemungutan PPh Pasal 22 oleh bendaharawan pemerintah adalah
1,5% dari pembelian.
Baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor, atau
kegiatan usaha di bidang lain. Tarif pemungutan PPh Pasal 22 yang berkenaan dengan
kegiatan impor ada dua, yaitu : 2,5% dari harga impor untuk impor yang dilakukan importer
yang memiliki Angka Pengenal Impor (API). Dan, 7,5% dari harga impor untuk impor yang
dilakukan importer yang tidak memiliki Angka Pengenal Impor (Non API). Selain itu,tariff
7,5% dari harga lelang juga dipungut PPh Pasal 22 untuk impor yang telantar atau tidak
dikuasai.Sedangkan badan-badan yang memiliki kegiatan usaha tertentu yang diwajibkan
memungut PPh Pasal 22 adalah:

7
a. Industri Semen, tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari penjualan
b. Industri Rokok, tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,15% dari harga banderol [final]
c. Industri Kertas, tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,1% dari penjualan
d. Industri Baja, tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,3% dari penjualan
e. Industri Otomotif, tarif PPh Pasal 22 sebesar 0,45% dari penjuala
f. Industri Migas, terdiri dari [final]
g. BBM jenis Premium, untuk SPBU swasta tarifnya 0,3% dan untuk SPBU Pertamina
tarifnya 0,25%;
h. BBM jenis Solar, untuk SPBU swasta tarifnya 0,3% dan untuk SPBU Pertamina tarifnya
0,25%;
i. BBM jenis Pertamax / Pertamax plus, untuk SPBU swasta tarifnya 0,3% dan untuk
SPBU Pertamina tarifnya 0,25%;
j. BBM jenis Minyak Tanah, untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,3%;
k. BBM jenis gas / LPG, untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,3%;
l. Pelumas Pertamina di SPBU Pertamina, tarifnya 0,3%
Maksud pemungutan ini untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan
dana melalui sistem pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan
pengenaan pajak yang tepat waktu. Tetapi harus diingat bahwa kesederhanaan pemungutan
pajak selalu berlawanan dengan keadilan. Sebagai contoh pengenaan PPh Final untuk
industri migas. Objek PPh Pasal 22 usaha tertentu adalah penjualan hasil produksi atau
penyerahan barang yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di indusrtri semen,
industri rokok, industri kertas, industri baja, industri otomotif, industri perdagangan minyak
dan gas, usaha perdagangan gula pasir dan tepung terigu. Adapun bentuk-bentuk Industri
sebagai Objek PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut :
1. Indusrtri semen
Tariff PPh Pasal 22 untuk industry semen sebesar 0.25% dari dasar pengenaan pajak
(DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pemungutan untuk industri semen dilakukan
pada saat terjadinya penjualan semen atau penyerahan semen.
2. Industri rokok
Untuk industri rokok kretek/putih, tarif PPh Pasal 22 adalah sebesar 0,1% dari harga
bandrol dan bersifat final. Final yang dimaksud adalah bahwa PPh Pasal 22 tidak bisa

8
dikreditkan dalam surat pemberitahuan Pajak Penghasilan yang terhutang. Pemungutan
dilakukan pada saat terjadi penjualan dan dipungut oleh badan usaha yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak

3. Industri kertas
Tarif industry kertas sebesar 0,1% dari DPP PPN. Pemungutan dilakukan pada saat
terjadinya penjualan dan dipungut oleh badan badan usaha yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak
4. Industri baja
tarif pemungutan PPh pasal 22 untuk industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN. Pajak
akan dipungut atas penjualan hasil produksi antara hilir, untuk industri baja. Jika badan
usaha yang bersangkutan akan ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22.
5. Industri Otomotif
Tarif PPh Pasal 22 untuk industri otomotif sebesar 0.45% dari DPP PPN. Pemungutan
dilakukan pada saat terjadi Penjualan kendaraan bermotor baik kendaraan bermotor roda
dua maupun lebih yang terjadidi dalam negeri.
6. Pertamina dan minyak
Atas penjualan hasil produksi Pertamina dan Badan usaha selain Pertamina yang
bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas kepada penyalur dan atau
agennya dipungut PPh pasal 22 Sebesar yang tercantum dalam Tabel 5.1di Bawah ini.
7. Penyerahan oleh Bulog
Tarif PPh pasal 22 atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog berupa:
a. Gula pasir kepada penyalur, maka akan dipungut PPh Pasal 22 sebesar Rp.
380,-/kuintal, jika kepada grosir maka akan dipungut PPh Pasal 22 sebesar Rp.
270,-/ kuintal. Untuk penjualan kepada pembeli lainnya dipungut PPh Pasal 22
sebesar Rp.650.-/kuintal.
b. Tepung terigu kepada penyalur, maka akan dipungut PPh Pasal 22 sebesar
Rp.53,-/zak, jika kepada grosir maka akan dipungut PPh Pasal 22 Rp.38,-/zak.
Untuk Penjualan kepada Pembeli lainnya dipungut Pasal PPh 22 sebesar Rp.
91,-/zak.

9
Bulog (Badan Urusan Logistik) akan memungut PPh Pasal 22 terhadap setiap penyerahan
gula dan atau tepung terigu kepada penyalur atau grosir Bulog, PPh pasal 22 ini bersifat tidak
final.

D. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22

1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 1) disetor
oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean
(SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke
bank devisa, atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara
mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk
dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus
dilunasi saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP
paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2)
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak rekanan ke bank persepsi atau
Kantor Pos pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan
barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke
KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah masa pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 3)
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau
Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 4 )
disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau
Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan

10
menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua
puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah (Lihat Pemungut dan Objek
PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau
Kantor Pos paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan
menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat
20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal
10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan
bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling
lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22 bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan
dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

E. Cara Menghitung PPh Pasal 22

1. Cara menghitung PPh pasal 22 atas kegiatan Impor Barang


Besarnya PPh pasal 22 atas impor :
Yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif pemungutannya sebesar 2,5%
dari nilai impor.

PPh Pasal 22 = 2,5% x Nilai Importir

Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Imortir (API), tarif pemungutannya sebesar
7,5% dari nilai impor

11
        PPh Pasal 22 = 7,5% x Nilai Importir

Yang tidak dikuasai,tarif pemungutannya sebesar 7,5% dari harga jual lelang.

        PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang

Catatan :
Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai
dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor dihitung sebesar Cost Insurance Freight (CIF)
+Bea Masuk+ Pungutan pabean lainnya.
Contoh 1:
PT ANGGARA, memiliki nomor API, melakukan impor komputer dari Amerika
Serikat dengan perincian sbb:
Harga Komputer (Cost)……………………US$ 20,000.00
Asuransi (Insurance) ………………………US$   1,000.00
Biaya angkut (Freight) …………………….US$   4,000.00
Harga Pabean ……………………………..US$ 25,000.00
Pungutan :
- Bea Masuk 20% …………………………US$   5,000.00
- Bea Masuk Tambahan 10% ……………US$   2,500.00
NILAI IMPOR ………………………………US$ 32,500.00
Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor:pemberitahuan impor barang) nilai
kurs US $ 1.00= Rp 10.000,00 maka:
— Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-
— PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 2,5% = Rp 8.125.000,00
Contoh 2:

12
Seperti soal nomor diatas, tetapi PT ANGGARA tidak memiliki API, maka perhitungan
PPh Pasal 22 adalah :
Dasar pengenaan PPh Pasal 22: US$ 32,500.00 x Rp 10.000,00= Rp 325.000.000,-
PPh Pasal 22 yang harus dipungut :Rp 325.000.000,00 x 7,5% = Rp 24.375.000,-
2. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai dengan
APBN/ APBD

PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Perolehan

Atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara atau belanja daerah dikenakan
pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian.
Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah)
yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1.000.000,00.
Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air minum/PDAM, dan
benda-benda pos.
Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor Perbendaharaan
dan Kas Negara.
Contoh 3 :
PT Jayadi Maju melakukan penjualan lemari arsip kepada Departemen Dalam Negri
senilai Rp 220 juta. Pembayaran dilakukan oleh Bendaharawan Depdagri. Dalam
kontrak penjualan dengan pemerintah yang didanai dari APBN/APBD, biasanya harga
jual sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
Diminta : Hitunglah PPh Pasal 22 PT Jayadi Maju
Jawab :
- Dasar Pengenaan PPh Pasal 22: (100/110 x Rp 220 juta)= Rp200.000.000,00.
- PPh Pasal 22 yang dipungut Bendaharawan Pemerintah dari transaksi pembayaran:
Rp 200.000.000,00 x 1,5%= Rp 3.000.000,00
3. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Otomotif
di Dalam Negeri.
Besarnya PPh Pasal 22 atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau
lebih di dalam negeri adalah 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai.
13
PPh Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN
Penjualan kendaraan bermotor yg dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas industry
otomotif ini adalah penjualan kendaraan bermotor kepada:
- Instansi pemerintah
- Korps diplomatic
- Bukan subjek pajak
4. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi industri Rokok di
dalam negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri rokok pada saat penjualan
rokok di dalam negeri adalah 0,15% dari harga bandrol (pita cukai), dan bersifat final.
5. Ca

PPh Pasal 22 (Final)= 0,15% x Harga Bandrol ra

Menghitun PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Kertas di Dalam
Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri kertas pada saat penjualan kertas di
dalam negeri adalah 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.
6. Car

PPh Pasal 22 = 0,1% x DPP PPN a

Menhitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen di Dalam
Negeri
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industri semen pada saat penjualan semen di
dalam negeri adalah 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai.
PPh Pasal 22= 0,25% x DPP PPN
 Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah penjualan semen dalam
negeri oleh PT Indocemen, PT Semen Cibinong dan PT Semen Nusantara kepada
Distributor utama / tunggalnya.
7. Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja di
Dalam Negeri.

14
 Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh industry baja pada saat penjualan
hasil produksinya di dalam negeri adalah 0.3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai

8. Ca
PPh Pasal 22 = 0,3% x DPP PPN
ra
Menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha Selain
Pertamina
 Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh Pertamina dan badan usaha lainnya
yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas
penjualan hasil produksinya adalah sbb:
1. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU  swastanisasi adalah
0,3% dari penjualan

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

2. Atas penebusan premium, solar, premix/super TT oleh SPBU Pertamina adalah


0,25% dari penjualan
 

PPh Pasal 22 = 0,25% x Penjualan

3. Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari penjualan.

PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan

F. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23)

Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas


penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah

15
atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Subjek Pajak atau penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah
Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
1. Badan pemerintah;
2. Subjek pajak badan dalam negeri;
3. Penyelenggara kegiatan;
4. Bentuk Usaha Tetap;
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
6. Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23, yaitu :
a. akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali
Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang
melakukan pekerjaan bebas; atau
b. orang pribadi yagn menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran beruapa sewa.
Pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh dari:
 Penyerahan jasa
 Penggunaan modal

G. Saat Terutang, Penyetoran dan Pelaporan:

a. Terutang pada akhir bulan dilakukan pembayaran


b. Disetor paling lambat tgl 10 setelah Masa Pajak dilakukan pemotongan berakhir
c. Pelaporan ke KPP paling lambat tgl 20 setelah Masa Pajak berakhir
d. Pihak pemotong wajib memberi tanda bukti pemotongan kepada Orang Pribadi atau
Badan yang terbebani
H. Tarif dan Objek PPh Pasal 23
  1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :
a. dividen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "g" Undang-
undang PPh;

16
b. bunga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "f";
c. royalti;
d. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 21 Ayat (1) huruf "e" Undang-undang PPh. Hadiah dan penghargaan
yang dipotong  Pajak Penghasilan 21 adalah hadiah dan penghargaan
dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan yang
diselenggarakan, misalkan kegiatan olah raga, keagamaan, kesenian, dan
kegiatan lainnya. Adapun hadiah dan penghargaan yang dipotong  Pajak
Penghasilan 23 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri berkenaan dengan
suatu kegiatan yang diselenggarakan.
Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang
2.
dibayarkan oleh koperasi.
3. Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto atas :
a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau
bangunan yang dikenakan PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996;
b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan
hukum, jasa konsultan pajak, dan jasa lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 Ayat (1) huruf "c" Undang-undang Pajak Penghasilan, yang
dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap selain
jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.

I. Saat Terutang, Penyetoran, Dan Pelaporan

1. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya


pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan;
Yang dimaksud dengan saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan adalah
saat pembebanan sebagai biaya oleh pemotong pajak sesuai dengan metode

17
pembukuan yang dianutnya.
2. Pajak Penghasilan Pasal 23 harus disetor oleh Pemotong Pajak selambat-
lambatnya tanggal 10 takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
3. Pemotong PPh Pasal 23 diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
4. Pemotong PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada
orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang
dipotong.

J. Dikenakan PPh Pasal 23 

1. Dikenakan PPh Pasal 23 atas sewa sehubungan dengan penggunaan harta selain
kendaraan dan tanah dan atau bangunan , yaitu atas jasa pelayanaan (sewa) alat-alat
yang terdiri dari:
   jasa kran darat,
   jasa kran apung,
   jasa forklift,
   jasa head truck,
   jasa chasis,
   jasa tongkang,
   jasa BKMP (Kapal Motor Penggandeng Tipe B),
   jasa towing tractor,
   jasa timbangan dan 
   jasa pemadam kebakaran; 
2. Dikenakan PPh Pasal 23 atas jasa sehubungan dengan jasa perawatan atau reparasi
(docking) kapal.

K. Contoh Kasus dan Pemecahan Masalah Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23)
Contoh : Jasa Pelabuhan
Pada tanggal 10 Oktober 2016, PT. ABC. NPWP : 01.234.445.6-623.000,
mengadaan perjanjian dengan PT. XYZ yang merupakan penyelenggaraan pelabuhan untuk
memberikan jasa bongkar muat barang, penimbunan barang dan terminal peti kemas dengan

18
nilai kontak sebesar Rp. 40.000.000,00. PT. ABC membayar kepada PT. XYZ sebesar Rp.
40.000.000,00 pada tanggal 20 Oktober 2016
Jawaban :
Jasa bongkar muat barang, penimbunan barang dan terminal peti kemas merupakan
bagian dari jasa kepelabuhan sesuai aturan pelabuhan. Jasa kepelabuhan tidak masuk dalam
jenis jasa lain yang yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 sehingga atas jasa
tersebut tidak dilakukan pemotongan PPh pasal 23 PT. ABC.
Contoh : Jasa Perantara / Agen
PT. XYZ diperintah oleh PT. ABC, NPWP:01.234.445.6-623.00, untuk mencarikan
perusahaan pengangkutan barang. Pada tanggal 10 Oktober 2016, PT. ABC membayar
kepada PT. XYZ atas jasa tersebut sebesar Rp. 30.000.000,00.
Jawaban :
Jasa tersebut termasuk jasa perantara/keagenan sehingga merupakan objek pemotongan PPH
Pasal 23 PT. ABC wajib memotong PPh pasal 23 kepada PT. XYZ sebesar 2% x Rp.
20.000.000,- = Rp. 400.000,-
Kewajiban PT. ABC adalah :
1. Memberikan Bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT. XYZ
2. Melakukan penyetoran pajak tersebut paling lambat tanggal 10 Nopember 2016
3. Melaporkan SPT Masa PPH pasal 23 Pajak Oktober 2016 paling lambat tanggal 20
Nopember 2016
Contoh : Jasa Perhotelan
PT. ABC, NPWP : 01.234.445.6-623.000 mengadakan pelatihan dan menyewwa ruang serba
guna dan termasuk fasilitas kamar suatu hotal dengan pola paket full board sehingga Rp.
300.000,- per paket yang dibayar tanggal 10 Oktober 2016.
Jawaban:
Jasa tersebut termasuk kategori jasa perhotelan sesuai peratuan di bidang perhotelan dan jasa
perhotelan tidak termasuk sebagai jenis jsaa yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23, sehigga
PT. ABC tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh pasal 23.
Contoh : Jasa Tenaga Kerja

19
PT. ABC, NPWP : 01.234.445.6-623.000, menyediakan tenaga kerja untuk menjadi
karyawan PT. XYZ, selanjutnya membayar kepada PT. ABCsebesar p. 25.000.000,- pada
tanggal 20 Oktober 2016
Jawaban :
Jasa tersebut termasuk jasa penyediaan tenaga kerja yang merupakan jenis jasa lain dan
dikenakan pemotongan PPh Pasal 223 sebesar 2% x Rp. 25.000.000,- = Rp. 500.000,-
Contoh : Jasa Tenaga Kerja
PT. XYZ menyediakan tenaga kerja sesuai dengan persyaratan tertentu kepada PT. ABC,
NPWP : 01.234.445.6-623.000, dan tenaga kerja tersebut tetap karyawan PT. XYZ.
Atas penyediaan tenaga kerja tersebut PT. XYZ berhak mendapat pembayaran sebear Rp.
30.000.000,- per bulan dan dibayar tiap-tiap tanggal 15 dengan perincian :
- Jasa penyediaan tenaga kerja sebesar Rp. 5.000.000,-
- Pembayaran gaji tenaga kerja Rp. 25.000.000,-
Jawaban :
Jasa tersebut termasuk jasa penyediaan tenaga kerja yang termasuk dalam kelompok jenis
jasa lain dan wajib dipotong PPh pasal 23 dengan tarif 2% (dua persen)dari jumlah bruto
pembayaran. Dalam tagihan telah dipisahkan hak tenaga kerja, maka PT. ABC wajib
memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp. 5.000.000,- = Rp. 100.000,- PT. XYZ
mempunyai kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 pada saat pembayaran gaji kepada
pegawainya
Contoh : hadiah perlombaan
PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan distributor produk PT. ABC, NPWP :
01.234.445.6-623.000. pada bulan oktober 2016. PT. ABC melakukan penilaian terhadap
seluruh distributor produknya dan PT XYZ terpilih sebagai distributor terbaik dan
menerima hadiah sebesar Rp. 20.000.000,- pada tanggal 15 Oktober 2016.
Jawaban:
Hadiah perlombaan yang diterima oleh PT. XYZ merupakan objek PPh pasal 23 sehingga
PT. ABC wajib memotong PPh pasal 23 sebesar 15% x Rp. 20.000.000,- = Rp. 3.000.000,-

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1) PPh pasal 22 merupakan pembayaran PPh dalam tahun berjalan yang dipungut oleh:
b. Bendaharawan pemerintah baik pusat atau daerah, instansi atau lembaga pemerintah
dan lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas
penyerahan barang.
c. Badan-badan tertentu, baik badan pemrintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lainnya.
d. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.
2) PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’,
karena itu PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian. 
3) Tarif PPh Pasal 22 bervariasi tergantung dari objek pajaknya, yaitu berkisar antara
0,25%-1,5%
4) PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa,
atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
5) Tarif PPh 23 ada dua yaitu 15% dan 2% tergantung pada objek pajaknya. 
B. Saran
Setelah penulis memaparkan hal – hal yang berkaitan dengan PPh pasal 22 dan 23,
penulis menyarankan kepada pembaca untuk lebih taat melakukan pembayaran pajak guna
membantu meningkatkan APBN dan APBD khususnya pada PPh pasal 22 dan 23.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://pajak.go.id/id/pph-pasal-22.
https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/buku%20pph%20upload.pdf.
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-22.
https://www.online-pajak.com/pph-pajak-penghasilan-pasal-23.
https://www.scribd.com/document/416470578/MAKALAH-PPh-Pasal-22-Dan-23
https://www.academia.edu/8697787/Makalah_PPh_Pasal_22

22

Anda mungkin juga menyukai