Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS IMPLEMENTASI EDUKASI KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI)

TERHADAP KEJADIAN STUNTING DI DESA SUKAMULYA KECAMATAN


SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA
Oleh : Subhan Fajri (0101190020)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sustainable Development Goals (SDGs) dicanangkan oleh negara yang
menjadi bagian dari PBB termasuk Indonesia pada tanggal dua Agustus 2015
dengan aklamasi “Transformasi : Tahun 2030 agenda untuk Sustainable
Development Goals” sebagai langkah pengganti berakhirnya Millenium
Development Goals (MDGs). SDGs memiliki 17 tujuan, 169 target, 241 indikator
dengan target pencapaian selama 15 tahun sampai dengan 2030.
Di Indonesia, SDGs fokus pada program kesehatan masyarakat,
mencerdaskan bangsa, kesetaraan gender, pendidikan berkualitas dan
pemberantasan kemiskinan. Untuk goal ke tiga dalam SDGs yaitu Good Health
and Well being dilaksanakan dengan program Indonesia sehat sebagai prioritas
nasional dimana hal ini merupakan salah satu program yang termaktum dalam
sembilan agenda prioritas (nawacita) presiden terpilih periode 2015 – 2019, pada
agenda kelima meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang
direalisasikan dengan tiga pilar Indonesia Sehat, yaitu penguatan pelayanan
kesehatan, paradigma sehat, dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
diharapkan akan tercapai dengan target global selama 10 tahun dan target RPJMN
selama lima tahun (Fornas JKKI, 2017).
Capaian pada pilar kedua yaitu penguatan pelayanan kesehatan yang memiliki
tiga urutan capaian. Pada capaian ketiga adalah penurunan angka balita pendek
(stunting) dan PMT yang lebih dikenal dengan nama Pemberian Makanan
Tambahan pada balita kurus dan ibu hamil. Indonesia memiliki angka prevalensi
stunting yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan beberapa negara
berpendapatan menengah lain. Bila kondisi ini tidak segera diperbaiki, maka akan
mempengaruhi kinerja pembangunan Indonesia baik dari sektor ekonomi dalam
hal pertumbuhannya, kemiskinan dan ketimpangan di masyarakat. Data
menunjukkan bahwa stunting dapat menurunkan dan menghambat produktif dari
pasar kerja dan menghilangkan 11 persen GDP Produk Domestik Bruto serta
mengurangi hingga 20 persen pendapatan pekerja. Selanjutnya, stunting juga
menyebabkan makin besarnya perbedaan yang mengurangi hingga 10 persen total
pendapatan seumur hidup yang menjadi penyebab kemiskinan antar generasi.
Selain itu, (Menurut World Health Organization (WHO) dalam Pusat Data dan
Informasi, Kemenkes RI (2018) dampak yang ditimbulkan Stunting dapat dibagi
menjadi dua, yaitu dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak
jangka pendek meliputi: Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian,
Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal, dan
Peningkatan biaya kesehatan. Sedangkan dampak jangka panjang yaitu: Postur
tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada
umumnya), meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya, menurunnya
kesehatan reproduksi, kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat
masa sekolah dan Produktivitas serta kapasitas kerja yang tidak optimal.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 melaporkan prevalensi
stunting pada tahun 2007 sebesar 36, 8%; tahun 2010 sebesar 34,6%; tahun 2013
sebesar 37,2%; dan pada tahun 2018 adalah 30,8%. Angka prevalensi stunting di
Indonesia masih cukup tinggi, artinya belum mencapai target presentase balita
stunting di Indonesia pada tahun 2020 yaitu 24,1%. Di tahun 2019 angka
prevalensi stunting nasional turun menjadi 27,67%. Meski terlihat ada penurunan
angka prevelensi, tetapi stunting dinilai masih menjadi permasalahan serius di
Indonesia karena angka prevalensi masih di atas 24,1%.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya didapatkan
bahwa kejadian stunting pada tahun 2013 yaitu 41.7% dan mengalami penurunan
pada tahun 2018 yaitu 33.8%. Kecamatan Singaparna menjadi salah satu lokasi
khusus yang ditetapkan oleh Bupati Tasikmalaya dengan prevalensi stunting pada
tahun 2020 adalah 5,2%. Salah satu Desa dengan di Kecamatan Singaparna adalah
Desa Sukamulya. Berdasarkan laporan PPGBM Dinas Kesehatan Kabupaten
Tasikmalaya pada tahun 2019 adalah 86 balita yang memiliki tinggi badan tidak
sesuai dengan umurnya. Berdasarkan hasil validasi tim petugas gizi Puskesmas
Singaparna pada bulan penimbangan pada bulan Agustus 2021 didapatkan data
42 balita stunting di Desa Sukamulya Kecamatan Singaparna Kabupaten
Tasikmalaya. Permasalahan stunting menunjukkan adanya pengaruh masalah
edukasi gizi mulai dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin dan masa bayi/balita,
juga berbagai penyakit yang dirasakan anak selama masa balita. Sama dengan
permasalahan gizi lainnya, tidak hanya berhubungan dengan kesehatan, juga
berpengaruh pada berbagai kondisi tidak langsung lainnya. Oleh karena itu perlu
dilakukan perbaikan seperti dalam hal pencegahan dan pengurangan gangguan
secara langsung salah satunya dengan program keluarga sadar gizi (KADARZI).
Perilaku KADARZI adalah kebiasaan ibu dalam mengimplementasikan
kepedulian gizi di keluarga. Perilaku gizi yang baik dan benar pada setiap individu
dapat mengacu pada pesan gizi seimbang dalam pedoman umum gizi seimbang
(PUGS) yang terdiri dari 13 pesan (Depkes, 2005), meskipun untuk mendukung
upaya penilaian dan pemantauan praktik pesan gizi seimbang perlu penelitian
lebih lanjut tentang penilaian penerapan pesan-pesan gizi seimbang untuk
kelompok ibu hamil, anak sekolah, remaja, dan usia lanjut (Hardinsyah 1998).
Salah satu sasaran prioritas rencana strategi departemen kesehatan dalam rangka
mencapai sasaran menurunkan prevalensi gizi kurang adalah keluarga sadar gizi
(KADARZI) yang merupakan penyederhanaan dari pesan gizi seimbang (Minarto,
2009).
Data perilaku KADARZI rumah tangga dikategorikan baik dan kurang baik
menggunakan indikator yang dipakai Depkes (2007) dengan empat dari lima
indikator pengukuran. Data status gizi menggunakan kategori buku Antopometri
WHO (2006) yang didasarkan pada nilai z-score berdasarkan BB/TB, TBU/U, dan
BB/U. Program KADARZI cenderung lebih aplikatif dan terukur dengan adanya
indikator KADARZI sebagaimana yang telah ditetapkan dengan Kepmenkes RI
No. 747/Menkes/SK/2007, meliputi menimbang berat badan balita secara teratur,
memberikan ASI eksklusif, makan aneka ragam makanan, menggunakan garam
beriodium, dan memberikan suplemen gizi sesuai anjuran. Hal ini juga didukung
dengan beberapa program lain seperti posyandu yang mempunyai 5 kegiatan
utama, yaitu kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi,
gizi dan pencegahan dan penanggulangan diare.
Perilaku KADARZI merupakan salah satu pendekatan yang sangat penting
dalam penanggulangan masalah gizi, tetapi pendekatan yang menyeluruh terhadap
berbagai faktor yang mempengaruhi masalah gizi sebagaimana konsep UNICEF
(1997) perlu menjadi pertimbangan. Melalui beberapa riset yang telah dilakukan,
terdapat pengaruh signifikan perilaku KADARZI rumah tangga terhadap status
gizi balita pada indeks TB/U (ρ < 0,05) . Rumah tangga dengan perilaku
Kesadaran Gizi (KADARZI) yang kurang baik berpeluang meningkatkan risiko
kejadian stunting pada anak balita 1.21 kali lebih besar daripada rumah tangga
dengan perilaku Kesadaran Gizi (KADARZI) yang baik.
Menilai kinerja SDM belum optimal terhadap penurunan angka stunting,
sebab ada faktor yang mempengaruhinya salah satunya belum optimalnya edukasi
gizi pada sejumlah keluarga di masyarakat. Efektivitas program edukasi keluarga
sadar gizi (KADARZI) tentu akan berperan penting dalam menurunkan angka
stunting di Kabupaten Tasikmalaya. Ketika faktor edukasi Kadarzi tersebut dikaji
lebih dalam, maka akan terlihat progresivitas yang baik untuk menekan kejadian
stunting di Desa Sukamulya Kabupaten Tasikmalaya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengkaji dan meneliti tentang
hal yang berkaitan dengan implementasi program keluarga sadar gizi
(KADARZI), sehingga hasil penelitian ini bisa memberikan informasi bermanfaat
kepada para pemangku kebijakan dalam penyusunan rencana strategis
penanggulangan stuntingdimasa yang akan datang.

B. Perumusan Masalah
Permasalahan stunting memiliki perhatian khusus di bidang kesehatan,
terutama dalam hal rencana penurunan bahkan penuntasannya. Keadaan balita
stunting menunjukkan tidak memadainya nutrisi dan peluang terjadinya kejadian
infeksi berulang selama 1000 hari pertama kehidupan si balita. Efeknya
berkurangnya perkembangan fisik dan kognitif pada anak.
Berdasarkan kondisi tersebut maka diambil rumusan masalah yaitu “Faktor
apa saja yang mempengaruhi implementasi edukasi program keluarga sadar gizi
masyarakat Desa Sukamulya dalam penyelesaian permasalahan balita stunting di
Kabupaten Tasikmalaya.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dibagi atas dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus.
Tujuan umum. Tujuan umum penelitian adalah mengidentifikasi yang
mempengaruhi implementasi edukasi program keluarga sadar gizi masyarakat Desa
Sukamulya dalam penyelesaian permasalahan balita stunting di Kabupaten
Tasikmalaya.
Tujuan khusus. Tujuan khusus penelitian adalah melakukan analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi implementasi edukasi program keluarga sadar gizi
masyarakat Desa Sukamulya dalam penyelesaian permasalahan balita stunting di
Kabupaten Tasikmalaya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dibagi atas dua bagian yaitu manfaat teoritis dan manfaat
aplikatif.
Manfaat teoritis. Manfaat teoritis penelitian untuk menambah kepustakaan
tentang pelaksanaan program kegiatan di dinas kesehatan sehingga dapat memberi
masukan bagi peneliti dimasa mendatang mengenai angka stuntingpada balita di
kabupaten langkat.
Manfaat aplikatif. Manfaat aplikatif penelitian adalah sebagai bahan
pertimbangan bagi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya dalam
mengambil rencana strategis yang mendukung pelaksanaan implementasi program
KADARZI di Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya dan sebagai rekomendasi
bagi pemerintah kabupaten Tasikmalaya, khususnya bagi jajaran birokrasi
pemerintah kabupaten Tasikmalaya sehingga dapat menjadi bahan perbaikan
dalam pelaksanaan program gizi di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai