Anda di halaman 1dari 8

Nama : Agung Prasetyo

NIM: 18311055
Persepsi, Kognitif, dan Emosi
Perception, Cognition, and Emotion in Negotiation
Building Block dasar dari pertemuan social :
- Persepsi. Sudut pandang terkait objek masalah yang muncul
- Kognitif: pembelajaran, berkaitan informasi yang masuk, akan digunakan untuk
pengambilan keputusan.
- Framing : melakukan suatu rekayasa ketika ada masalah. Misalnya ada penjual dan
pembeli memiliki perbedaan kesepakatan harga, kualitas, dll. Sebagai seorang negosiator
mencoba untuk membuat rekayasa sehingga masalah itu terlihat mudah.
- Cognitive bias: basisnya adalah ketika dalam konteks pembelajaran akan mulai benturan-
benturan yang bias. Misalnya ada seorang pembeli yang ketika membeli barang ingin
membeli barang dengan harga murah dan kualitasnya bagus, sementara seorang penjual
ingin menjual dengan modal sedikit-dikitnya dan hasil yang maksimal.
- Emosi: biasanya disandingkan dengan mood, basis emosi dalam negosiasi adalah durasi
terkait suasana hati seseorang atau individu. Emosional adalah ketika basis durasinya
pendek, sedangkan mood itu durasinya panjang.
Persepsi
Persepsi adalah proses dimana individu itu terhubung dengan lingkungan mereka.
Contohnya ada orang yang introvert dan extrovert.
Persepsi dipandang sebagai bentuk atau bangunan yang wujudnya bisa diterima oleh
seseorang itu setelah menerima proses yang panjang, kemudian ia bisa memaklumi. Contohnya,
seorang karyawan menerima gaji 70% pada saat pandemic, sehingga karyawan harus menerima.
Kenapa itu bisa terjadi? Karena perusahaan tidak ada uang selama pandemic.
Semua proses yang terkait dengan kesimpulan atau bagaimana seseorang memiliki sudut
pandang terhadap suatu masalah itu ada alasannya. Harus ada alasan yang bisa diterima
masyarakat.
Perceptual Distortion
Stereotype adalah distorsi yang sangat umum dari proses persepsi. Ini terjadi ketika satu
individu memberikan atribut kepada orang lain semata-mata atas dasar keanggotaan orang lain
dalam kategori sosial atau demografis tertentu. stereotype terbentuk tentang berbagai kelompok
yang berbeda; contohnya termasuk generasi muda, pria atau wanita, orang Italia atau Jerman,
atau orang-orang dari ras, agama, atau orientasi seksual yang berbeda. Dalam setiap kasus,
stereotipe cenderung dibentuk dengan cara yang sama.
Halo Effect dalam persepsi mirip dengan Stereotype. Namun, alih-alih menggunakan
keanggotaan kelompok seseorang sebagai dasar untuk klasifikasi, Halo Effect terjadi ketika
orang membuat generalisasi tentang berbagai atribut berdasarkan pengetahuan tentang satu
atribut individu. Orang yang tersenyum dinilai lebih jujur daripada orang yang cemberut atau
cemberut, misalnya, meskipun tidak ada hubungan yang konsisten antara tersenyum dan jujur.
Halo efek mungkin positif atau negatif.
Selective Perception terjadi ketika pengamat memilih informasi tertentu yang mendukung
atau memperkuat keyakinan sebelumnya dan menyaring informasi yang tidak mengkonfirmasi
keyakinan itu. Selective Perception memiliki efek mengabadikan stereotype atau halo effect:
Setelah membentuk penilaian cepat tentang seseorang berdasarkan informasi yang terbatas,
orang kemudian dapat menyaring bukti lebih lanjut yang mungkin menyangkal penilaian.
Projection terjadi ketika orang menugaskan kepada orang lain karakteristik atau perasaan
yang mereka miliki sendiri. Proyeksi biasanya muncul dari kebutuhan untuk melindungi konsep
diri sendiri—untuk melihat diri sendiri sebagai orang yang konsisten dan baik. Negosiator dapat
berasumsi bahwa pihak lain akan merespons dengan cara yang sama jika posisi dibalik.
Peran presepsi yang pertama adalah proses pemberian makna. Ada pemicu bisa suatu
informasi yang kemudian akan diolah oleh seseorang melalui unsur kognitif. Basisnya adalah
mempengaruhi pikiran, kemampuan komunikasi, peran, dll.
Ketika ada permasalah pasti ada kompleksitas factor-faktor pada suatu lingkungan.
Misalnya mahasiswa yang terlambat memiliki berbagai alasan. Sehingga harus dipahami semua
informasi yang ada. Seorang negosiator harus tahu apa yang terjadi.
Seseorang negosiator harus memahami bahwa individu melakukan shortcut/ ingin
menyelesaikan dengan cepat. Berusaha untuk memproses informasi. Jalan pintas bisa
memunculkan sebuah kesalahan. Misalnya kenapa penjual menaikkan harga, lalu pembeli harus
tahu kenapa harga bisa naik.
Stereotyping and Halo effect
Stereotyping adalah distorsi yang paling umum. Ketika seseorang mempunyai sebuah
atribut, identk dengan identitas. Misalnya ada orang yang berjenggot dan celananya cingkrang,
maka orang akan stereotype bahwa orang tersebut radikal.
Halo effect hanya mendasarkan diri pada satu atribut. Sehingga ketika atribut yang ada
tadi banyak sekali faktornya dan kemudian disimpulkan menjadi satu. Misalnya, perkenalan
sebentar, bertanya beberapa pertanyaan, lalu menggolongkan seseorang disatu golongan tertentu.
Efek dari selective perception bisa mempertahankan apa stereotype dan halo effect yang melekat
pada seseorang. Ketika ada proses pemilihan persepsi, cenderung memilih-memilih.
Konsep diri actual itu adalah seperti apa orang itu ingin dilihat. Proyeksi muncul ketika ia
ingin melindungi orang tersebut. Misalnya orang simbolis adalah orang yang hidupnya mewah.
Framing
Pembingkaian adalah mekanisme subjektif di mana orang mengevaluasi dan memahami
situasi, mengarahkan mereka untuk mengejar atau menghindari tindakan selanjutnya.
Pembingkaian adalah tentang memfokuskan, membentuk, dan mengatur dunia di sekitar kita—
memahami realitas yang kompleks dan mendefinisikannya dalam istilah yang berarti bagi kita.
Pembingkaian mendefinisikan seseorang, peristiwa, atau proses dan memisahkannya dari dunia
kompleks di sekitarnya. Contohnya apa yang mendasari Halo Effect.
Lebih cenderung memilih fokus. Agar berbagai factor yang terjangkau untuk dilakukan
kita fokuskan. Ketika kita mencoba mengakomodasi semuanya biasanya cenderung akan gagal.
Type of Frames
Substantive adalah dasar basis penyelesaian framing suatu pandangan itu berdasarkan
hal-hal yang mendasar. Misalnya, isu terkini dampak dari krisis sekarang ini itu dasarnya dari
kondisi ekonomi, covid-19 yang berkepanjangan harus di framing karena berdampak pada
hasilnya.
Basis framing yaitu outcome, hasil yang ingin dicapai. Contohnya hasil yang ingin dicapai dari
UU cipta kerja. Gunanya framing adalah agar mereka memiliki pemikiran yang sama.
kecenderungan suatu pihak untuk mencapai hasil atau hasil tertentu dari negosiasi. Sejauh
seorang negosiator memiliki hasil yang spesifik dan disukai yang ingin dia capai, kerangka yang
dominan mungkin adalah memfokuskan semua strategi, taktik, dan komunikasi untuk
mendapatkan hasil tersebut.
Aspirasi, suatu kecenderungan untuk memuaskan serangkaian kepentingan atau
kebutuhan yang lebih luas dalam negosiasi.
Proses, bagaimana para pihak akan menyelesaikan perselisihan mereka. Negosiator yang
memiliki kerangka proses yang kuat kurang peduli tentang isu-isu negosiasi tertentu tetapi lebih
peduli tentang bagaimana musyawarah akan dilanjutkan, atau bagaimana sengketa harus
dikelola. Ketika perhatian utama sebagian besar bersifat prosedural daripada substantif, kerangka
proses akan menjadi kuat.
Identity, bagaimana para pihak mendefinisikan “siapa mereka”. Partai adalah anggota
dari sejumlah kelompok sosial yang berbeda—jenis kelamin (pria), agama (Katolik Roma), asal
etnis (Italia), tempat lahir (Brooklyn), tempat tinggal saat ini (London), dan sejenisnya. Ini
hanyalah beberapa dari banyak kategori yang dapat digunakan orang untuk membangun bingkai
identitas yang mendefinisikan mereka dan membedakan diri mereka dari orang lain.
Characteristic, bagaimana para pihak mendefinisikan pihak lain. Kerangka karakterisasi
dapat dengan jelas dibentuk oleh pengalaman dengan pihak lain, oleh informasi tentang sejarah
atau reputasi pihak lain, atau dengan cara pihak lain muncul di awal pengalaman negosiasi.
Dalam konflik, bingkai identitas (diri) cenderung positif; bingkai karakterisasi (dari orang lain)
cenderung negatif.
Gainloss, bagaimana para pihak mendefinisikan risiko atau imbalan yang terkait dengan
hasil tertentu. Misalnya, pembeli dalam negosiasi penjualan dapat melihat transaksi dalam istilah
kerugian (biaya moneter pembelian) atau dalam istilah keuntungan (nilai barang). Bentuk
kerangka ini dibahas secara lebih rinci nanti dalam bab ini ketika kita membahas bias kognitif.
How Frames Work in Negotiation
1. Negosiator dapat menggunakan lebih dari satu frame. Misalnya terkait UU cipta kerja
yang mendiskusikan konflik tentang buruh, preferensinya tentang bagaimana para buruh
diberikan gaji yang layak, dan berapa jam seorang buruh bekerja dalam satu harinya.
2. Ketidaksesuaian bingkai antar pihak merupakan sumber konflik. Dua negosiator mungkin
berbicara satu sama lain dari bingkai yang berbeda (misalnya, satu memiliki kerangka
hasil dan yang lain memiliki kerangka prosedural), menggunakan konten yang berbeda
dalam kerangka yang sama (misalnya, mereka berdua memiliki kerangka prosedural
tetapi memiliki preferensi yang kuat untuk prosedur), atau menggunakan tingkat abstraksi
yang berbeda (misalnya, kerangka aspirasi yang luas versus kerangka hasil tertentu).
Ketidaksesuaian tersebut menyebabkan konflik dan ambiguitas, yang dapat menciptakan
kesalahpahaman, menyebabkan eskalasi konflik dan bahkan jalan buntu, atau
menyebabkan salah satu atau kedua belah pihak untuk "membingkai ulang" konflik ke
dalam bingkai yang lebih kompatibel dan yang dapat mengarah pada penyelesaian. Untuk
perselisihan yang sangat terpolarisasi, pembingkaian ulang bersama tidak dapat terjadi
tanpa bantuan pihak ketiga.
3. Para pihak bernegosiasi secara berbeda tergantung pada bingkai. Bingkai dapat
membangkitkan strategi tertentu atau tanggapan kognitif dan emosional dari negosiator.
Misalnya, ketika para pihak diminta untuk membingkai negosiasi dalam istilah
emosional, mereka cenderung lebih terlibat dan berperilaku kompetitif, yang mengarah
ke tingkat kebuntuan yang lebih tinggi.
4. Bingkai tertentu mungkin akan digunakan dengan jenis masalah tertentu. Dalam
negosiasi atas tawaran pekerjaan, misalnya, pihak yang mendiskusikan gaji mungkin
akan menggunakan kerangka hasil, sementara pihak yang mendiskusikan masalah
hubungan mungkin akan menggunakan kerangka karakterisasi.
5. Jenis kerangka tertentu dapat menghasilkan jenis perjanjian tertentu. Misalnya, pihak-
pihak yang mencapai kesepakatan integratif kemungkinan besar akan menggunakan
kerangka aspirasi dan mendiskusikan sejumlah besar masalah selama musyawarah
mereka. Sebaliknya, pihak yang menggunakan kerangka hasil atau karakterisasi negatif
mungkin cenderung
6. memiliki pandangan negatif dari pihak lain dan preferensi yang kuat untuk hasil tertentu,
yang pada gilirannya dapat menyebabkan konflik intensif dan hasil distributif (atau tidak
ada kesepakatan sama sekali).
7. Para pihak cenderung mengambil kerangka tertentu karena berbagai faktor. Perbedaan
nilai di antara para pihak, perbedaan kepribadian, perbedaan kekuasaan, dan perbedaan
latar belakang dan konteks sosial para negosiator dapat menyebabkan para pihak
mengadopsi bingkai yang berbeda.
Another Approach to Frames: Interests, Rights, and Power
Interest, Orang sering khawatir tentang apa yang mereka butuhkan, inginkan, atau
inginkan. Orang berbicara tentang "posisi" mereka, tetapi seringkali yang dipertaruhkan adalah
kepentingan mendasar mereka. Seseorang mengatakan bahwa dia “membutuhkan” ponsel pesan
teks baru, tetapi yang sebenarnya dia inginkan adalah mainan elektronik baru karena semua
temannya memilikinya. Pihak-pihak yang berfokus pada kepentingan dalam suatu sengketa
seringkali dapat menemukan cara untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
Rights, Orang mungkin juga khawatir tentang siapa yang “benar”—yaitu, siapa yang
memiliki legitimasi, siapa yang benar, atau apa yang adil. Perselisihan tentang hak sering
diselesaikan dengan membantu para pihak menemukan cara yang adil untuk menentukan siapa
yang "benar", atau bahwa mereka berdua bisa "benar". Resolusi ini sering membutuhkan
penggunaan beberapa standar atau aturan seperti "bergiliran", "membaginya di tengah", atau
"usia sebelum kecantikan" untuk menyelesaikan perselisihan. Sengketa atas hak kadang-kadang
dirujuk ke arbiter formal atau informal untuk memutuskan standar atau hak siapa yang lebih
tepat.
Power, Orang dapat memilih untuk membingkai negosiasi atas dasar kekuasaan.
Negosiasi yang diselesaikan dengan kekuasaan kadang-kadang didasarkan pada siapa yang lebih
kuat secara fisik atau mampu memaksa pihak lain, tetapi lebih sering, ini tentang memaksakan
jenis biaya lain—tekanan ekonomi, keahlian, otoritas yang sah, dan sebagainya. Perselisihan
yang diselesaikan dengan kekuasaan biasanya menciptakan pemenang dan pecundang yang jelas,
dengan semua konsekuensi yang berasal dari mempolarisasi perselisihan dan menyelesaikannya
dengan cara ini.
The Frame of an Issue Changes as the Negotiation Evolves
Negosiator cenderung berdebat untuk masalah saham, atau masalah yang muncul setiap
saat para pihak bernegosiasi. Misalnya, masalah upah atau kondisi kerja mungkin selalu
didiskusikan dalam negosiasi perburuhan; serikat pekerja selalu membesarkan mereka, dan
manajemen selalu mengharapkan mereka untuk dibesarkan dan siap untuk merespon. Negosiasi
atas masalah saham dapat direstrukturisasi untuk memasukkan lebih banyak atau lebih sedikit
masalah, meningkatkan kemungkinan penyelesaian dapat ditemukan.
Dalam upaya membuat kasus terbaik untuk perspektif pilihannya, satu pihak dapat
mengumpulkan fakta, angka, kesaksian, atau bukti lain untuk meyakinkan pihak lain tentang
validitas argumen atau perspektifnya. Di awal negosiasi, tidak jarang para pihak “berbicara
melewati satu sama lain,” dengan masing-masing mencoba mengendalikan percakapan dengan
kerangka atau perspektif tertentu daripada mendengarkan dan terlibat dengan kasus pihak lain.
Akhirnya, argumen dan kerangka mulai bergeser ketika pihak-pihak tersebut fokus untuk
menyangkal kasus pihak lain atau memodifikasi argumen mereka sendiri atas dasar pihak lain.
Bingkai dapat menentukan pergeseran besar dan transisi dalam keseluruhan negosiasi yang
kompleks.
Dalam negosiasi diplomatik, perundingan yang berhasil dihasilkan dari proses dua tahap
yang disebut “formula/detail.” Dalam proses ini, para pihak mulai dengan mengembangkan
kerangka kerja prinsip dan tujuan yang luas yang dapat mereka setujui. Hanya setelah itu
tercapai barulah mereka bekerja menuju poin-poin kesepakatan yang terperinci. Model formula-
detail memiliki tiga tahap: (a) diagnosis, di mana para pihak mengenali kebutuhan untuk
perubahan atau perbaikan, meninjau riwayat yang relevan, dan menyiapkan posisi; (b) rumus, di
mana
para pihak berusaha untuk mengembangkan persepsi bersama tentang konflik, termasuk
istilah umum, referensi, dan kriteria keadilan; dan (c) detail, di mana para pihak mengerjakan
detail operasional yang konsisten dengan rumus dasar.
Meskipun pihak biasanya memiliki satu atau dua tujuan utama, prioritas, atau masalah
inti, seringkali ada sejumlah item yang lebih rendah atau sekunder. Ketika dibawa ke dalam
percakapan, kekhawatiran sekunder ini sering mengubah percakapan tentang masalah utama.
Menganalisis negosiasi terkait UU cipta kerja yang membahas bagaiaman pemerintah
menerapkan jam kerja untuk para buruh. Lalu, pemerintah membingkai ulang percakapan
mereka menjadi memberikan upah yang sepadan kepada para buruh,
Some Advice about Problem Framing for Negotiators
Frame membentuk apa yang didefinisikan oleh para pihak sebagai isu utama dan
bagaimana mereka membicarakannya. Kedua belah pihak memiliki frame mereka masing-
masing. Frame juga dapat dikontrol. Percakapan mengubah dan mengubah kerangka dengan cara
yang mungkin tidak dapat diprediksi oleh negosiator tetapi mungkin dapat dikendalikan
Bias Kognitif dalam Negosiasi
Kesalahan ini, yang secara kolektif disebut bias kognitif, cenderung menghambat kinerja
negosiator; mereka termasuk (1) eskalasi komitmen yang tidak rasional, (2) kepercayaan mitos
bahwa masalah yang dinegosiasikan semuanya sudah pasti, (3) proses penahan dan penyesuaian
dalam pengambilan keputusan, (4) pembingkaian isu dan masalah , (5) ketersediaan informasi,
(6) kutukan pemenang, (7) negosiator terlalu percaya diri, (8) hukum angka kecil, (9) bias
mementingkan diri sendiri, (10) efek abadi, (11) kecenderungan untuk mengabaikan kognisi
orang lain, dan (12) proses devaluasi reaktif.

Anda mungkin juga menyukai