No. : 31 Tanggal : 6 Oktober 2020 Tugas : Membuat artikel opini
Kejenuhan belajar Di Rumah
Oleh : Safina Puti Chairandy Salah satu sektor yang terkena dampak cukup signifikan di masa pamdemi Covid-19 adalah sektor pendidikan. Covid-19 telah mengubah secara sistemik bagaimana model dan pola pembelajaran dari model tatap muka menjadi daring. Pembelajaran secara daring tidak sepenuhnya bisa mengontrol kualitas pembelajaran secara optimal. Ini dikarenakan keterbatasan teknologi dan juga keterbatasan kemampuan guru atau murid dalam menggunakan tekonologi. Semua murid dituntut untuk menjadi mandiri? Bagaimana lagi? “Selama belajar daring ini seperti minim sekali materi yang masuk ke otak saya. banyak sekali tugas yang diberikan sehingga mengerjakan ya bisa dengan asal copy paste tanpa memahami materinya,” begitu kata salah satu siswa SMAN 10 Malang. Jadi, tugas-tugas yang diberikan guru dinilai terlalu membebani anak dan dikhawatirkan bisa menimbulkan masalah psikologis. Tugas yang dberikan harian sesuai dengan jadwal mata pelajaran hari itu dan jam-jam yang sudah ditentukan guru. Siswa mempelajari materi yang diberikan secara mandiri kemudian mengerjakan tugas dan dilaporkan pada hari yang sama. Hari berikutnya materi dan tugas akan berganti lagi. Ada beberapa guru yang memberi tugas tidak pada jam pelajarannya. Misalnya pelajaran hari senin adalah Matematika, Bahasa Indonesia dan Fisika. Tetapi tiba tiba ada notifikasi bahwa ada tugas pelajaran lain, belum termasuk ulangan daring. Jangka waktu pengumpulan yang seharusnya bisa memiliki waktu lebih panjang ketika sekolah tatap muka. Sekarang waktu pengumpulan tugas lebih cepat dibandingkan sekolah tatap muka, sehingga siswa menjadi terbebani tugas yang menumpuk. Siswa mengerjakan tugas hingga larut malam, jam tidur juga terganggu. Saya sebagai angkatan kelas 12 juga perlu mempersiapkan untuk ujian ke jenjang berikutnya. Siswa membutuhkan waktu eksklusif untuk belajar UTBK, tidak bisa diganggu karena ini sangat penting. Dari sekolah juga tidak ada fasilitas bimbel untuk belajar UTBK. “Pada saat sekolah daring seperti ini, murid lebih mementingkan nilai, yang penting tugas selesai, urusan paham atau tidak itu belakangan,” ujarnya. Banyak diantara teman saya yang meremehkan tugas, saat mendekati batas pengumpulan, mereka hanya menyontek pekerjaan teman sekelas. Hal ini mengakibatkan siswa lebih mementingkan nilai daripada pemahaman materi. “Tidak semua pelajaran menggunakan media pembelajaran yang efektif, seperti mengadakan zoom atau google meet. Tetapi tidak berbicara tentang materi pelajarannya,” ujar teman saya. Ada guru yang sama sekali tidak pernah menerangkan, sehingga pembelajaran secara mandirinya sulit karena kurangnya pengarahan materinya. Materi yang diberikan kurang dari ekspetasi . Saya kira akan dijelaskan panjang lebar terlebih dahulu seperti sekolah, namun ternyata tidak. Kalau ada guru yang memberi penjelasan itu saja, saya sudah sangat bersyukur. Sering sekali pembelajaran mengharuskan siswanya menonton video Youtube. Padahal tidak semua orang punya wifi dirumahnya kan? Jadi kuota siswa banyak yang cepat habis kuotanya. Sedangkan pasak lebih besar daripada tiang. “Sejak sekolah daring saya sering merasakan pusing bagian mata karena terlalu sering menatap layar. Tidak sedikit siswa yang sejak ini memiliki mata minus,”ujarnya. Jadi murid harus stay tune di depan HP/ laptop untuk menuruti perintah gurunya yang akan memberikan tugas pada pukul terebut. Bukan hanya satu tugas, guru-guru lainnya pun memberikan tugas yang berbeda dengan waktu pengerjaan yang singkat. Siswa memang suka bermain Hp. Tetapi ini beda, siswa juga lelah kalau harus nonstop di depan laptop/hp. Siswa juga baru bisa makan pada siang hari nya. Orang tua juga khawatir karena teknik semacam itu malah menurunkan imun sang anak gara gara lelah dan telat makan. “Suasana belajar dirumah tidak mendukung,” begitu kata salah satu teman saya. Karena suasana di rumah tidak kondusif. Misalnya kebetulan dirumah sendirian,tiba- tiba ada tamu yang membutuhkan bantuan kita. Sehingga kita merasa sungkan dengan tamu apabila kita tidak menemuinya. Terpaksa meninggalkan kegiatan belajar, tentu ini sangat mengganggu. Saya harap pemerintah mempertimbangkan lagi. Aktifitas kami dibatasi dengan ancama covid. Pasar, Mall ramau berkerumun, pantai dan tempat wisata di buka, tempat hiburan di buka, tapi mengapa sekolah di tutup? Setidaknya kami yang kelas 12 butuh bantuan bimbel gratis dari sekolah, karena UTBK semakin dekat, juga siswa tidak paham penuh terkait materinya. Bukan sekedar memberi tugas tugas online. Bukan itu yang diharapkan siswa dan orang tua. Saya harap para guru harus keluar dari kebiasaan bahwa tugas ke siswa sama dengan memberi soal, banyak kreativitas lain yang justru menimbulkan semangat daripada terus menerus memberi tugas berupa soal.