Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP BERSUMBER DARI


KEPENDUDUKAN

Diajukan Sebagai Tugas Ujian Tengah Semester (UTS)


Mata Kuliah Hukum Lingkungan
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Iskandar.,S.H.,M.Hum.

OLEH :
NAMA : VIDYADHARA PRAWIRATAMA NUGRAHA
NPM : B2A020071
SEMESTER : 2 (DUA)
JURUSAN : S-2 MAGISTER FAKULTAS HUKUM

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS HUKUM
BENGKULU
2021
BAB I

A.     Latar Belakang
Keberadaan sumber daya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan
aktivitas manusia sehari-hari. Kita tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula
aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di
sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak
contoh kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas
manusia seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan
yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan
manusia itu sendiri.
Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam; namun eksploitasi sumberdaya alam
yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya
kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta
kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan, oleh sebab itu
dalam makalah ini dicoba diungkap secara umum sebagai gambaran potret lingkungan hidup.
Globalisasi ekonomi, politik dan sosial membawa hubungan antar negara semakin dekat
dan erat serta membawa dampak yang positif maupun negatif bagi suatu negara. Salah satu
akibat yang paling nyata dari globalisasi adalah berkembangnya perusahaan-perusahaan
multinasional didunia. Prospektif bangsa pasar dan kemudahan-kemudahan lainya yang
mendorong perusahaan multinasional mencari negara-negara yang dapat dijadikan sasaran
investasinya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Indonesia mempunyai jumlah
penduduk yang sangat besar tidak lepas dari sasaran investasi perusahaan-perusahaan tersebut.
Tetapi dengan masuknya perusahaan-perusahaan tersebut membawa akibat yang positif maupun
negatif di indonesia.Salah satu akibat yang negatif hasil produksi dari perusahaan tersebut adalah
banyaknya hasil produksi yang diproduksi tanpa memikirkan kendala yang akan dihadapi
dikemudian hari. Pada dasarnya semua usaha dan pembangunan menimbulkan dampak
dikemudian hari. Perencananaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan sudah harus
memuat perkiraan dampaknya yang penting dikemudian hari, guna dijadikan pertimbangan
apakah rencana tersebut perlu dibuat penanggulangan dikemudian hari atau tidak.
Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana dalam rangka mengelola dan
memanfaatkan sumber daya alam, guna mencapai tujuan pembangunan yaitu meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa indonesia. Pembangunan tersebut dari masa kemasa
terus berlanjut secara berkesinambungan dan selalu ditingkatkan pelaksanaanya guna memenuhi
kebutuhan penduduk yang semakin meningkat.
Secara umum Perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya dibarengi
dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan-perkembangan tersebut
membawa perubahan dalam kehidupan di dunia. Disamping itu perkembangan teknologi yang
semakin pesat membawa manusia pada suatu masa dimana banyak barang dapat dibuat secara
sintesis. Hidup menjadi lebih praktis dan mudah, seolah-olah manusia tidak bergantung lagi pada
alam dan dapat memperlakukanya tanpa batas. Namun apa yang diperlakukan oleh manusia
terhadap alam akan berbalik kepada dirinya karena manusia adalah bagian dari alam. Alam
mempunyai hukumnya sendiri, segala sesuatu akan kembali kepada siklus alam walaupun bahan
sintesis hasil rekayasa manusia seperti plastik, tetapi akan menimbulkan masalah yang sangat
besar terhadap bahan tersebut dikemudian hari jika sudah tidak dimanfaatkan lagi.
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola hidup masyarakat, kecepatan teknologi
dalam menyediakan barang secara melimpah ternyata telah menimbulkan masalah-masalah baru
yang sangat serius yaitu adanya barang yang sudah terpakai dan sudah tidak digunakan lagi oleh
si empunya yang mengakibatkan timbulnya sampah.

B.      Pokok permasalahan
Dari penjelasan latar belakang diatas maka penulis menetapkan pokok permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Apa pengaruh kepadatan penduduk terhadap kerusakan lingkungan?
2. Bagaimana cara menanggulangi kerusakan lingkungan hidup yang bersumber dari
kependudukan?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengaruh Kepadatan Penduduk  Terhadap Lingkungan


1. Pengertian Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu
tempat atau ruang tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi
hidupnya. Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam
bahasa Belanda disebut dengan millieu atau dalam bahasa Perancis disebut dengan
l’environment.
Menurut Undang-Undang Rl Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Undang-
Undang 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa
lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Definisi lingkungan hidup menurut para ahli diantaranya adalah: 
a. St. Munajat Danusaputra
Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan
aktivitasnya, yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi
kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. (Darsono, 1995)
b. Emil Salim
  Lingkungan hidup adalah segala benda, kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat
dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan
manusia
c. Otto Soemarwoto
Mengemukakan bahwa dalam bahasa Inggris istilah lingkungan adalah environment.
Selanjutnya dikatakan, lingkungan atau lingkungan hidup merupakan segala sesuatu yang ada
pada setiap makhluk hidup atau organisme dan berpengaruh pada kehidupannya. Contoh,
pada hewan seperti kucing, segala sesuatu di sekeliling kucing dan berpengaruh pada
keberlangsungan hidup kucing tersebut maka itulah lingkungan hidupnya. Demikian pula
pada suatu jenis tumbuhan tertentu, misalnya pohon mangga atau padi di sawah, segala
sesuatu yang mempengaruhi pertumbuhan atau kehidupan tanaman tersebut itulah ling
kungan hidupnya.
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Unsur hayati (biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup,
seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika kalian berada di kebun
sekolah, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam
kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.
b. Unsur sosial budaya
Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang
merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial.
Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang
diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.
c. Unsur Fisik (Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak
hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar
peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Bayangkan, apa yang
terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi asap? Tentu saja
kehidupan di muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana
kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur,
munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.1

2. Pengertian Perusakan dan Kerusakan Lingkungan Hidup


Perusakan  lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau
tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan hayati lingkungan, yang mengakibatkan
lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang
berkesinambungan.

1
Afand, Pengertian Lingkungan dan Pelestarian Lingkungan,
http://afand.abatasa.com/post/detail/2405/linkungan-hidup-kerusakan-lingkungan-pengertian-kerusakan-
lingkungan-dan-pelestarian-lingkungan, diakses pada Tanggal 14 Oktober 2021
Sedangkan Kerusakan lingkungan hidup adalah deteorisasi lingkungan dengan
hilangnya suber daya air, udara, dan tanah. Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari
sepuluh ancaman yang secara resmi diperingatkan oleh High Level Threat Pan dari PBB
kerusakan lingkungan terdiri dari beberapa tipe. Ketika alam rusak dihancurkan oleh sumber
daya menghilang, maka lingkungan sedang mengalami kerusakan. Environmental change and
human health, bagian khusus dari laporan World Resources 1998-1999 menjelaskan bahwa
penyakit yang dapat dicegah dan kematian dini masih terdapat pada jumlah yang sangat
tinggi. Jika perubahan besar dilakukan demi kesehatan manusia, jutaan warga dunia akan
hidup lebih lama. Dinegara termiskin satu dari lima anak tidak bisa bertahan hidup hingga
usia lima tahun terutama disebabkan oleh penyakit yang hadir karena keadaan lingkungan
yang tidak baik. Sebelas juta anak-anak meninggal setiap tahunnya, terutama disebabkan oleh
malaria, diare, dan penyakit-penyakit pernapasan akut, penyakit yag sesungguhnya sangat
mungkin untuk dicegah.2

3. Pengaruh Kepadatan Penduduk Bagi Kehidupan


Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi kualitas penduduknya. Pada daerah yang
kepadatannya tinggi, usaha peningkatan kualitas penduduk lebih sulit dilaksanakan. Hal ini
menimbulkan permasalahan social, ekonomi, keamanan, kesejahteraan, ketersediaan lahan, air
bersih, kebutuhan pangan, dan dapat berdampak pada kerusakan lingkungan. Coba perhatikan
tingkat pencemaran yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor antara daerah pedesaan
dengan daerah perkotaan. Tentu tingkat pencemaran udara di kota lebih tinggi.
Kepadatan penduduk mempengaruhi beberapa aspek yang berkaitan dengan kehidupan
penduduk berikut ini:
a. Ketersediaan Udara Bersih
Udara bersih merupakan kebutuhan mutlak bagi kelangsungan hidup manusia. Udara
bersih banyak mengandung oksigen. Semakin banyak jumlah penduduk berarti semakin
banyak oksigen yang diperlukan. Bertambahnya pemukiman, alat transportasi, dan kawasan
industri yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak bumi, bensin, solar, dan batu bara)
mengakibatkan kadar CO2 dan CO di udara semakin tinggi. Berbagai kegiatan industri juga

2
John Salideho, Undang-undang Gangguan dan Masalah Lingkungan, Penerbit Sinar Grafika : Jakarta, hlm183-185
menghasilkan gas-gas pencemar seperti oksida nitrogen (NOx) dan oksida belerang (SOx) di
udara. Zat-zat sisa itu dihasilkan akibat dari pembakaran yang tidak sempurna.
b. Ketersediaan Pangan
Jadi dapat dipahami bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk, maka kebutuhan oksigen
semakin banyak. Oleh karena itu pemerintah kota di setiap wilayah gencar mengkampanyekan
penanaman pepohonan. Selain sebagai penyejuk dan keindahan, pepohonan berfungsi sebagai
hutan kota untuk menurunkan tingkat pencemaran udara.
Untuk bertahan hidup, manusia membutuhkan makanan. Dengan bertambahnya jumlah
populasi penduduk, maka jumlah makanan yang diperlukan juga semakin banyak.
Ketidakseimbangan antara bertambahnya jumlah penduduk dengan bertambahnya produksi
pangan sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Akibatnya penduduk dapat kekurangan
gizi atau bahkan kurang pangan. Sebagian besar lahan pertanian di kota digunakan untuk
lahan pembangunan pabrik, perumahan, kantor, dan pusat perbelanjaan. Untuk memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat kota sangat tergantung dengan tersedianya pangan dari desa.
Jadi kenaikan jumlah penduduk akan meningkat pula kebutuhan pangan dan lahan.
Thomas Robert Maltus seorang sosiolog Inggris, mengemukakan teori yang berjudul Essay
on The Principle of Population. Maltus menyimpulkan bahwa pertambahan penduduk
mengikuti deret ukur, sedangkan pertambahan produksi pangan mengikuti deret hitung. Jadi
semakin meningkat pertumbuhan penduduk, semakin tinggi pula kebutuhan pangan. Oleh
karena itu peningkatan produksi pangan perlu digalakkan. Penduduk yang kekurangan
makanan akan menyebabkan gangguan pada fungsi kerja tubuh dan dapat terjangkit penyakit
seperti busung lapar, anemia, dan beri-beri.
c. Ketersediaan Lahan
Kepadatan penduduk mendorong peningkatan kebutuhan lahan, baik lahan untuk tempat
tinggal, sarana penunjang kehidupan, industri, tempat pertanian, dan sebagainya. Untuk
mengatasi kekurangan lahan, sering dilakukan dengan memanfaatkan lahan pertanian
produktif untuk perumahan dan pembangunan sarana dan prasarana kehidupan. Selain itu
pembukaan hutan juga sering dilakukan untuk membangun areal industri, perkebunan, dan
pertanian. Meskipun hal ini dapat dianggap sebagai solusi, sesungguhnya kegiatan itu
merusak lingkungan hidup yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Jadi peluang
terjadinya kerusakan lingkungan akan meningkat seiring dengan bertambahnya kepadatan
penduduk.
d. Ketersediaan Air Bersih
Meskipun 2/3 dari luasan bumi berupa air, namun tidak semua jenis air dapat digunakan
secara langsung. Oleh karena itu persediaan air bersih yang terbatas dapat menimbulkan
masalah yang cukup serius. Air bersih dibutuhkan oleh berbagai macam industri, untuk
memenuhi kebutuhan penduduk, irigasi, ternak, dan sebagainya. Jumlah penduduk yang
meningkat juga berarti semakin banyak sampah atau limbah yang dihasilkan.
Pembuatan sumur artesis untuk keperluan industri dan kompleks perumahan
mengakibatkan sumur-sumur tradisional mengering. Selain itu, kawasan pemukiman padat
penduduk sering hanya menyediakan sedikit kawasan terbuka sebagai daerah serapan air
hujan. Kawasan yang tertutup rapat oleh aspal dan beton membuat air tidak dapat meresap ke
lapisan tanah, sehingga pada waktu hujan air hanya mengalir begitu saja melalui permukaan
tanah. Akibatnya cadangan air di dalam tanah semakin lama semakin berkurang sehingga
pada musim kemarau sering kekurangan air bersih.
e. Pencemaran lingkungan
Aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sering menimbulkan dampak
buruk pada lingkungan. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan bahan bangunan dan kertas,
maka kayu di hutan ditebang. Untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian, maka hutan
dibuka dan rawa/lahan gambut dikeringkan. Untuk memenuhi kebutuhan sandang, didirikan
pabrik tekstil. Untuk mempercepat transportasi, diciptakan berbagai jenis kendaraan
bermotor. Apabila tidak dilakukan dengan benar, aktivitas seperti contoh tersebut lambat laun
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem. Misalnya penebangan
hutan yang tidak terkendali dapat mengakibatkan berbagai bencana seperti banjir dan tanah
longsor, serta dapat melenyapkan kekayaan keanekaragaman hayati di hutan tersebut. Apabila
daya dukung lingkungan terbatas, maka pemenuhan kebutuhan penduduk selanjutnya menjadi
tidak terjamin.
Pertumbuhan penduduk adalah peningkatan atau penurunan jumlah penduduk suatu daerah
dari waktu ke waktu. Pertumbuhan penduduk yang minus berarti jumlah penduduk yang ada
pada suatu daerah mengalami penurunan yang bisa disebabkan oleh banyak hal. Pertumbuhan
penduduk meningkat jika jumlah kelahiran dan perpindahan penduduk dari luar ke dalam
lebih besar dari jumlah kematian dan perpindahan penduduk dari dalam ke luar. Dinamika
kependudukan adalah perubahan kependudukan untuk suatu daerah tertentu dari waktu ke
waktu.

B. Dampak Negatif Masalah Kependudukan Terhadap Lingkungan


1. Masalah kependudukan yang dapat merusak lingkungan
Pengertian lingkungan hidup bisa dikatakan sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar
manusia atau makhluk hidup yang memiliki hubungan timbal balik dan kompleks serta saling
mempengaruhi antara satu komponen dengan komponen lainnya. Pada suatu lingkungan
terdapat dua komponen penting pembentukannya sehingga menciptakan suatu ekosistem
yakni komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik pada lingkungan hidup
mencakup seluruh makluk hidup di dalamnya, yakni hewan, manusia, tumbuhan, jamur dan
benda hidup lainnya. Sedangkan, komponen abiotik adalah benda-benda mati yang
bermanfaat bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di sebuah lingkungan yaitu mencakup
tanah, air, api, batu, udara, dan lain sebagainya.
Kerusakan pada lingkungan hidup terjadi karena dua faktor, baik faktor alami dari
lingkungan itu sendiri ataupun akibat dari tingkah laku manusia. Pentingnya lingkungan hidup
yang terawat terkadang dilupakan oleh manusia, dan hal ini bisa menjadikan ekosistem serta
kehidupan yang tidak maksimal pada lingkungan tersebut.
Sekarang kita mencoba mengidentifikasi kerusakan lingkungan yang disebabkan tingkah
laku manusia yaitu masalah kependudukan. Berikut identifikasi masalah kependudukan yang
dapat merusak lingkungan :
a. Jumlah penduduk yang meningkat tiap tahun, baik secara kelahiran maupun arus
urbanisasi/imigrasi, menyebabkan banyaknya lahan untuk dijadikan pemukiman sehingga
lahan hijau terutama di daerah perkotaan semakin sempit.
b. Penduduk suku-suku primitif yang masih memakai sistem berpindah tempat tinggal
menyebabkan banyak lahan hutan yang dibuka sebagai pemukiman penduduk menjadi
gundul karena tidak adanya penggantian pohon kembali (reboisasi).
c. Meningkatnya jumlah penduduk berarti juga peningkatan produksi sampah harian atau
limbah. Limbah-limbah itu ada kalanya berupa sampah biologis manusia (feses), sampah
rumah tangga, pertanian, industri, transportasi, dan lain-lain. Sampah-sampah tersebut
merupakan sumber polusi, baik polusi tanah, air, maupun udara dan ini sangat berpengaruh
pada kesehatan.
d. Tuntutan bahan pangan yang terus meningkat menyebabkan pengalihfungsian suatu lahan
menjadi tempat penghasil bahan pangan tersebut, seperti penggundulan bukit resapan air
menjadi lahan bercocok tanam sayur dan akibatnya terjadi longsor.
e. Terjadinya ekplorasi ataupun eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan maupun
sumber daya alam, seperti kegiatan pertambangan, penimbunan rawa-rawa untuk
pemukiman, dan pendirian bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
f. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya jumlah kebutuhan air tanah
yang berarti meningkatnya jumlah sumur untuk memenuhi jumlah kebutuhan air tersebut
dan berarti akan terjadi peningkatan perusakan permukaan bumi karenanya.
g. Pada suatu lingkungan padat penduduk berarti semakin banyak dilakukan pembangunan
tempat tinggal yang berarti dilakukan pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut yang mengakibatkan menurunya tingkat produktivitas tanah, yang tadinya subur
menjadi gersang karena berkurangnya tumbuhan penghasil zat hara.
h. Pada lingkungan padat penduduk di hasilkan banyak gas buang seperti gas karbon
monoksida (CO) maupun gas karbon dioksida (CO2) yang tidak diimbangi dengan
berlimpahnya O2 karena berkurangnya jumlah tanaman di lahan tersebut sehingga hal ini
menyebabkan menurunya kualitas udara.3

2. Dampak Sampah Kepada Lingkungan Masyarakat 


Masalah pertumbuhan penduduk sesungguhnya tidak terlalu mendasar andaikata semua
faktor-faktor kebutuhan selalu siap(tumbuh) mengikuti perkembang laju pertumbuhan
penduduk. Faktor-faktor pangan, air minum, lahan, pemukiman, pendidikan, angkatan kerja,
dan lain-lainnya, pertmbuhannya terlalu terbatas terutama bagi mereka yang hidup dinegara-
negara sedang berkembang. Lebih-lebih lagi bila dihubungkan dengan pengadaan energi alam
seperti minyak, gas bumi, barang-barang tambang dan mineral, karena sifatnya nonrenewable,
atau tidak dapat dierbaharui lagi.
Sebelumnya setiap terjadi pertumbuhan penduduk selalu menuntut penuntut pertumbuhan
faktor-faktor persediaan kebutuhan (supply). Karena, kecenderungan pertumbuhan penduduk

3
Harjasumantri Kusnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi.7, Penerbit Gajah Mada University Press (2000), hlm 20
yang kian pesat, akan pula diikuti dengan pengurasan kemampuan-kemampuan alam;
pengorbanan sumber daya alam berupa lingkungan (natural resources).
Kita seingkali menyaksikan kemerosotan ekosistem disuatu tempat. Misalnya disekitar
DAS Ciliwung atau Kali Brantas yang kondisinya sudah mengalami penurunan mutu; air
mengalami penurunan debit, tercemar dan kotor. Kondisi ini merupakan salahsatu dampak
kecenderungan pertumbuhan penduduk yang begitu cepat. Benturan  ekologi bersumber dari
kenyataan ekosistem, dimana disekitar DAS-DAS itu berpemukim penduduk secara ilegal
karena tidak tertampung lagi ke pemukiman-pemukiman yang layak sehat; masyarakat
sekitarnya banyak memanfaatkan sungai secara tidak wajar: membuang sampah, mengeruk
pasir dan erikil, menebang pepohonan, mendirikan rumah-rumah secara liar di bntaran sungai
dan lain sebagainya.4
Sampah sebagai barang yang masih mempunyai nilai tidak seharusnya diperlakukan
sebagai barang yang menjijikan, melainkan harus dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah
atau bahan yang berguna lainya. Prinsip asal buang tanpa memilah-milah dan mengolahnya
terlebih dahulu selain akan menghabiskan lahan yang sangat luas sebagai tempat pembuangan
ahir juga merupakan pemborosan energi dan bahan baku yang sangat terbatas tersedia di alam.
sebaliknya mengolah sampah dan menggunakan sampah sebagai bahan baku skunder dalam
proses produksi adalah suatu penghematan bahan baku, energi dan sekaligus mengurangi
pencemaran lingkungan.
Sebagai contoh nyata lainnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kependudukan
adalah kota Jakarta yang diakibatkan oleh  sampah. Bahwa,di kawasan Bantar Gebang Bekasi
menyebutkan, akibat dijadikan kawasan tersebut sebagai TPA, warga sekitar menuai derita
yang tiada berujung. Dampak, seperti Penyakit ISPA, Gastritis, Mialgia, Anemia, Infeksi
kulit, Kulit alergi, Asma, Rheumatik, Hipertensi, dan lain-lain merupakan hasil penelitian
selama kawasaan tersebut dijadikan TPA.
Dilihat dari komposisi sampah di DKI Jakarta terlihat bahwa secara umum sampah terdiri
dari sampah organik (65,05 %) dan unorganik (34.95 %). Dari perbandingan komposisi
sampah pada tahun 1996 dan 2001 terlihat adanya kenaikan jenis sampah plastik, kayu dan
kain sedangkan sampah organik menurun.

4
N, H. T. Silalahi, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pemangunan, Penerbit Erlangga (2004), hlm 108
Hasil perhitungan berdasarkan jumlah penduduk dan tingkat pendidikan, jumlah limbah
domestik dari rumah tangga adalah sebesar 2.915.263.800 ton/tahun atau 5900 – 6000
ton/hari; lumpur dari septic tank sebesar 60.363,41 ton/tahun dan yang bersumber dari
industri pengolahan sebesar 8.206.824,03 ton/tahun. Penanganan kebersihan di wilayah DKI
Jakarta dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, dengan jumlah sarana dan prasarana
yang terdiri dari tonk sebanyak 737 buah (efektif : 701 buah); alat-alat besar : 128 buah
(efektif : 121 buah); kendaraan penunjang : 107 buah (efektif : 94 buah), sarana
pengumpul/pengangkutan sampah dari rumah tangga : gerobak sampah : 5829 buah; gerobak
celeng : 1930 buah, galvanis : 201 buah.5
Bahwa, produksi sampah di kota Jakarta mencapai 7.500,58 m3 / hari. Sumber sampah
terbesar adalah sampah domestik atau pemukiman yang mencapai 4.951,98 m3 / hari. Disusul
sampah dari pasar sekitar 618,50 m3, komersial 302,80 m3, jalan 452,30 m3, industri 798 m3,
non komersial 363 m3, dan sampah saluran 12,90 m3 / hari. Akumulasi dari sampah yang
tidak terangkut sejak 15 April lalu diperkirakan sekitar 225.017,4 m3 sampah.
Hasil estimasi jumlah sampah di DKI Jakarta berkisar antara 5.900 – 6.000 ton/hari atau
25.000 m3/hari dan berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sampah yang dapat
tertangani ± 87,72 persen dan sisanya masih dibuang ke sungai, dibakar atau dipakai untuk
menimbun.
Sampah yang diangkut dari Lokasi Penampungan Sementara (LPS) akan diolah di Tempat
Pemusnahan Akhir (TPA). TPA yang sekarang adalah TPA Bantar Gebang, Bekasi dengan
luas yang direncanakan 108 Ha. Status tanah adalah milik Pemda DKI Jakarta dan sistim
pemusnahan yang dilaksanakan adalah “sanitary landfill”. Luas tanah yang sudah
dipergunakan sebesar 85 persen, sisanya ± 15 persen diperkirakan dapat menampung sampah
sampai tahun 2004, sehingga Pemda DKI Jakarta saat ini sudah mencari alternatif-alternatif
lain sistim penanganan sampah melalui kerjasama dengan pihak swasta.
Akibat operasional yang tidak sempurna, maka timbul pencemaran terhadap badan air di
sekitar LPA dan air tanah akibat limbah serta timbulnya kebakaran karena terbakarnya gas
methan. Untuk mengatasi hal ini Dinas Kebersihan telah melakukan kegiatan-kegiatan antara
lain :

5
Sudrajat H.R, Solusi Mengatasi masalah Sampah kota Dengan Manajemen Terpadu dan Mengolahnya Menjadi
Energi Listrik dan Kompos., Cet.1., (Jakarta: Penebar Swadaya, 2006).
a. Menambah fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan efisiensi pengolahan
sehingga kualitas limbah memenuhi persyaratan untuk dibuang.
b. Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai dengan prosedur “sanitary
landfill”.
c. Membantu masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air bersih, Puskesmas dan
ambulance.
d. Mengatur para pemulung agar tidak mengganggu operasional LPA.
Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan sampah dari sumber
penghasil dan di tempat pembuangan sementara (TPS) sampah. Baru sekitar 75 m3 yang
didaur ulang atau dibuat kompos. Sementara itu, sisanya sekitar 60% dibuang begitu saja
tanpa pengolahan ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dan, 30% dibiarkan di TPS.
Tak heran bila sampah akan menumpuk di TPA. Akibatnya, daya tampung TPA akan menjadi
cepat terpenuhi. Besarnya volume sampah di TPA juga mempengaruhi biaya pengelolaan.
Tahun 2005, sedikitnya dibutuhkan Rp 8 milyar untuk mengelola sampah. Tanpa  adanya
kebijakan penanganan sampah terpadu, sampah akan terus menjadi masalah.

3. Sistem Pengelolaan Sampah Dan Kebijakan Pemerintah.


Manusia hidup di dunia menentukan lingkunganya atau ditentukan oleh lingkunganya.
Perubahan lingkungan sangat ditentukan oleh sikap maupun perlindungan manusia pada
lingkungannya. Alam secara fisik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dalam
mengupayakan kehidupan yang lebih baik dan sehat menjadi tidak baik dan tidak sehat dan
dapat pula sebaliknya, apabila pemanfaatanya tidak sesuai dengan kemampuan serta melihat
situasinya.
Begitu pula dengan sampah, dapat membuat hidup jadi tidak sehat. Karena itu sampah
harus dapat diolah dengan baik agar tidak menimbulkan berbagai penyakit. Dengan
menumpuknya sampah dibandung dan menggunungnya sampah di TPA leuwigajah perlu
diambil langkah-langkah yang efektif dalam menanggulagi masalah sampah tersebut.
Langkah Pertama, faktor penyebab secara INTERNAL. Dilihat dari sudut pandang
internal, faktor penyebab mencuatnya masalah sampah antara lain adalah minimnya kesadaran
warga untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan sampah di lingkungan rumah
tangganya sendiri. Banyak warga yang merasa bahwa dengan membayar retribusi sampah
berarti tanggung jawab sampah menjadi tanggung jawab PD Kebersihan.
Faktor internal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah minimnya kualitas SDM
yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah
tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya
adalah selama ini pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe
solution, bukan mengacu pada pendekatan sumber.
Kedua, faktor penyebab secara EKSTERNAL. Faktor penyebab eksternal yang paling
klasik terdengar adalah minimnya lahan TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala
umum bagi kota-kota besar. Akibatnya, sampah dari kota-kota besar ini sering dialokasikan
ke daerah-daerah satelitnya seperti TPA Jakarta yang berada di daerah Bekasi, Depok, dan
Tangerang serta TPA Bandung yang berada di Cimahi atau di Kabupaten Bandung. Alasan
eksternal lainnya yang kini santer terdengar di media massa adalah aksi penolakan keras dari
warga sekitar TPA yang merasa sangat dirugikan dengan keberadaan TPA di wilayahnya.
Faktor lain adalah tidak adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) melalui kajian
geologi, hidrogeologi, transportasi, sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya
AMDAL membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi akibat
kerusakan lingkungan. yang mendukung masalah AMDAL sehingga seringkali kita temui
TPA yang berada di tempat tinggi meskipun struktur tanah di sebagian besar Jawa Barat
bersifat labil. Faktor eksternal dominan lainnya adalah pengelolaan sampah / kebersihan kota
yang belum dimasukkan ke dalam prioritas pembangunan perkotaan sehingga alokasi
anggaran yang ada sama sekali kurang.
Salah satu kelemahan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah minimnya kualitas
SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti
sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar.
 Penyebab utamanya adalah selama ini pengelolaan sampah cenderung menggunakan
pendekatan end of pipe solution, bukan mengacu pada pendekatan sumber.Sistem pengelolaan
sampah yang selama ini berjalan pada TPA-TPA di Indonesia adalah :
a. OPEN DUMPING SYSTEM
Sampah diturunkan dari DAM (Kendaran pengangkut sampah) dan dibiarkan saja
terbuka di lokasi tanpa penimbunan. Cara ini merupakan cara yang sangat tradisional,
ketinggalan zaman dan sudah lama ditinggalkan oleh negara-negara lain. Pak Nu’man
Abdul Hakim bahkan pernah memaparkan bahwa teknologi semacam ini merupakan
warisan lama yang telah berkembang sejak tahun 1970-an. Meskipun demikian, cara
inilah yang justru digunakan oleh mayoritas TPA pada saat ini padahal dampak yang
ditimbulkan sangat besar dan beresiko tinggi seperti yang terjadi pada kasus TPA Bantar
Gebang. Penggunaan teknologi ini menjadi sumber malapetaka di sana di mana timbunan
sampah yang dibiarkan menggunung secara terbuka dalam jangka waktu lama, pada suatu
fase tertentu menghasilkan gas metana yang terus-menerus terakumulasi dan akhirnya
meledak. Gas metana yang berdekomposisi biasanya menghasilkan panas yang sangat
tinggi ketika tekanan udara datang dari atas sementara bagian sampah di bawah
mengandung bakteri anaerob yaitu bakteri yang tidak bisa bersenyawa dengan udara.
Akibatnya, tekanan udara berbalik ke atas yang hasilnya berupa ledakan besar mirip bom
berkekuatan tinggi.
b. LANDFILL SYSTEM
Landfill pun bukan merupakan alternatif yang sesuai karena landfill tidak
berkelanjutan, membutuhkan lahan yang sangat luas dan menimbulkan masalah
lingkungan.
1). Sanitary Landfill
Sampah diratakan dan ditimbun dengan menggunakan lapisan tanah dan pasir.
2). Reusable Sanitary Landfill
Sampah diratakan dan ditimbun dengan menggunakan lapisan tanah dan pasir dengan
dilengkapi pipa untuk menyalurkan gas yang dihasilkan selama proses pembusukkan
sampah menjadi humus.
3). Controlled Landfill
Sampah diratakan di lokasi dan dilakukan kontrol secara periodik.
Dengan menggunakan landfill system maka akan membutuhkan lahan pembuangan
sampah yang sangat luas, Oleh karena itu pengolahan sampah yang baik di indonesia
masih ketinggalan dengan negara-negara maju yang telah merubah sistem seperti diatas.
Secara umum, pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah sampah seharusnya
mempunyai rencana pengelolaan lingkungan hidup yang baik bagi warga sekitar. Dimana
dalam menyusun pengelolaan lingkungan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan dan tidak dapat
dipisahkam yaitu:
1). Siapa yang akan melakukan pengelolaan lingkungan dan pengelolaan lingkungan apa yang
harus dilakukan
2). Sesuai dengan dampak yang diduga akan terjadi, maka akan ditetapkan cara pengelolaan
yang bagaimana yang akan dilakukan atau teknologi apa yang akan digunakan agar
hasilnya sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah
3). Karena berbagai institusi termasuk pemilik proyek yang akan melakukan pengelolaan
lingkungan hidup secara terpadu, maka teknologi yang akan digunakan tergantung pada
kemampuan biaya yang akan dikeluarkan, terutama kemampuan dari pemilik proyek
sebagai sumber pencemar.
Permasalahan umum yang terjadi pada pengelolaan sampah kota di TPA , khususnya
kota-kota besar adalah adanya keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial dan lain-lain. Karena
itu pengelolaan sampah di TPA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Memanfaatkan lahan yang terbatas dengan efektif
2) Memilih teknologi yang mudah, dan aman terhadap lingkungan
3) Memilih teknologi yang memberikan produk yang bisa dijual dan memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi masyarakat
4) Produk harus dapat terjual habis.
Karena itu, untuk memenuhi kriteria tersebut diatas, teknologi yang layak dalam
pengelolaan sampah di TPA bantar gebang dan untuk diterapkan adalah kombinasi dari
berbagai teknologi serta penunjang lainya yaitu :
1) Teknologi landfill untuk produksi kompos dan gas metan
2) Teknologi anaerobik komposting dranco untuk produksi gas metan dan kompos
3) Incinerator untuk membakar bahan anorganik yang tidak bermanfaat serta pengeringan
kompos
4) Unit produksi tenaga listrik dari gas metan
5) Unit drainase dan pengolah air limbah
6) Unit pemasaran (kompos,listrik,limbah laku jual).
Dalam menangani masalah sampah dikota jakarta, pemerintah dalam hal ini membuat
kebijakan-kebijakan, dimana masalah sampah tersebut juga merupakan masalah lingkungan
hidup. Permasalahan lingkungan hidup merupakan masalah pemerintah dan juga masyarakat,
namun perlu disadari untuk semua hal yang berkaitan dengan jenis pencemaran (sampah) atau
perusakan lingkungan telah dijadikan permasalahan, dimana faktor penyebabnya antara lain:
1) Kurangnya kesadaran masyarakat.
2) Kurangnya masyarakat dalam melakukan tindakan.
3) Kurangnya pengetahuan masyarakat untuk menangani masalah lingkungan.
4) Keterbatasan sarana dan prasarana dari pemerintah.
Dengan mencermati permasalahan yang terjadi maka pemerintah mencoba berbagai
terobosan yang efektif dan efisien (tepat guna dan tepat sasaran). Sejauh ini, berbagai solusi
terus-menerus diupayakan meskipun dalam perkembangannya berbagai kendala kerapkali
dijumpai. Solusi-solusi yang sejauh ini telah diupayakan melalui sejumlah program kerja
antara lain dalah pelaksanaan regionalisasi pengelolaan sampah melalui program GBWMC
(Great Bandung Waste Management). Terdapat 4 poin dalam nota kesepahaman itu, yaitu:
1) pengelolaan sampah bersama secara terpadu di kawasan Bandung metropolitan
2) membentuk wadah yang mandiri dalam pengelolaan sampah terpadu
3) percepatan pembentukan wadah mandiri dengan membentuk tim perumus yang terdiri
dari 5 wilayah tersebut
4) nota kesepahaman ini berlaku hingga terbentuknya wadah yang mandiri tersebut
Upaya lain yang telah ditempuh adalah melalui EPR (Extended Producer Responsibility)
atau perluasan tanggung jawab produsen. EPR adalah suatu pendekatan kebijakan yang
meminta produsen menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. Kebijakan ini
memberikan insentif kepada mereka untuk mendesain ulang produk mereka agar
memungkinkan untuk didaur ulang tanpa material-material yang berbahaya dan beracun.
Banyak komunitas yang telah mampu mengurangi 50% penggunaan landfill dan incenerator
(incenerator = alat pembakar sampah untuk membakar sampah non organik yang tidak
memiliki nilai jual hingga menjadi bubuk terkecil yang tidak berbahaya bagi manusia.
Dalam hal ini pemda DKI Jakarta seharusnya melakukan seperti apa yang diuraikan
diatas agar permasalahan sampah dapat ditanggulangi. Selama ini pengelolaan sampah DKI
jakarta yang dilakukan oleh pengelola tidak dilakukan dengan profesional seolah-olah
menutupi anggaran yang dikeluarkan yang akibatnya membuat pencamaran lingkungan
semakin menjadi-jadi didaerah bantar gebang.
Sebenarnya untuk menangulangi permasalahan-permasalahan tersebut, pemerintah
melalui PP No. 16 tentang Air Minum dan Sanitasi, salah satunya menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah dibenarkan menerbitkan Perda tentang persampahan. Perda ini
menjelaskan tata cara masyarakat dalam upaya mengurangi volume sampah sejak dari
sumbernya. Pengurangan sampah juga dapat dilakukan dengan cara inovasi teknologi dalam
komposting misalnya, pemanfaatan limbah dan gas hasil pembakaran untuk berbagai
keperluan, dalam upaya menerapkan 3 R (reduce, reuse dan recycling). 3 R perlu
disosialisasikan kepada masyarakat. ”Penanganan sampah tidak memerlukan teknologi tinggi,
melainkan kepedulian semua pihak”. Dengan adanya pengaturanyang dilakukan oleh
pemerintah baik pusat maupun daerah, dari segala bentuk pelanggaran dan kejahatan, bagi
pelaku baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum dengan upaya pencegahan
(preventif) maupun penindakanya(represif). Untuk tindakan represif ada beberapa jenis
instrumen yang diterapkan antara lain melihat dampak yang ditimbulkan.6

4. Keterkaitan Kependudukan dengan Undang-Undang Tata Ruang


Landasan konstitusional hukum tata ruang indonesia didasarkan pada pasal 33 ayat 3
UUD 1945 yang menetapkan bahwa bumi dan air beserta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 
Pasal 2 UUPA No. 5 tahun 1960 memuat wewenang untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarkan peruntukan penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan
bumi, air, dan ruang angkasa
b. Menentukan dn mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi,
air, dan ruang angkasa
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan-
perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
Tata ruang berarti susunan ruang teratur, yakni serasi dan sederhana sehingga mudah
dipahami dan dilaksanakan. Karena itu pada tata ruang yang ditata adalah tempat berbagai
kegiatan serta sarana dan prasarananya. Perwujudan tata ruang merupakan kegiatan
dilapangan untuk menetapkan bagian-bagian ruang yang diperlukan untuk berbagai kegiatan

6
Subagyo.P.Joko., Hukum Lingkungan: Masalah dan penanggulanganya., cet.3., (jakarta:Rineka Cipta,2002).
sesuai dengan perencanaan tata ruang. Kegiatan itu antara lain mematok dilapangan untuk
menunjukkan batas-batas ruang untuk pemanfaatan yang berbeda-beda.
Makin tinggi taraf hidup manusia, makin bertambah pula macam ragam dan
kebutuhannya. Hal ini ditambah pula dengan tersedianya ilmu dan teknologi yang
memungkinkan ragam dan macam kebutuhan itu dipenuhi. Upaya untuk memenuhi kebutuhan
dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam yang tersedia disekitarnya
dengan berbagai kegiatan baik langsung maupun tidak.
Pada umumnya suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai alternatif kegiatan
seperti pemukiman, industri, pertanian, dan sebagainya. Apabila suatu kegiatan tertentu telah
dilakukan disuatu ruang tertentu pada waktu yang sama tidak dapat dilakukan sutu kegiatan
yang lain. Karena itu dapat terjadi konflik atau persainagn dalam pemanfaatan ruang antar
berbagai macam kegiatan.
Masalah tata ruang dikota-kota besar sepeupakan contoh yang dapat disaksikan setiap
hari. Berbaurnya kegiatan primer dan kegiatan sekunder sekitar pusat kota menyebabkan
campur baurnya lalu-lintas antarkota dengan lalu-lintas lokal menimbulan kemacetan dan
berbagai gangguan kegiatan lainnya.  Oleh karena itu kebijakan penataan ruang harus
memperhatikan aspek lingkungan hidup.7
Kepadatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan manusia akan
lahan, baik untuk lahan pertanian, maupun lahan untuk pemukiman. Kenyataan ini akan
diperparah dengan kekurangmampuan pemerintah di dalam membuat tata ruang yang baik,
sehingga akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan menempatkan manusia pada
ancaman bahaya bencana.
Alih fungsi kawasan hutan untuk penyiapan lahan pertanian dan pemukiman telah
berdampak pada munculnya bencana banjir, tanah longsor dimusim hujan, dan kekeringan di
musim kemarau, serta terbongkarnya ekosistem hutan yang berdampak pada meningkatnya
hama dan penyakit, serta berubahnya tatanan iklim dan hilangnya keanekargaman hayati yang
terkandung didalam hutan.
Alih fungsi kawasan hutan untuk keperluan pertambangan dan industry telah berdampak
pada hilangnya keanekaragaman hayati sumberdaya hutan, fungsi hutan sebagai pengendali

7
Prof. Dr. M. Daud silalahi, S.H, Hukum Lingkungan dan Sistem Penegakan hukumLlingkungan Indonesia, Penerbit
Alumni, Bandung (2001), hlm 80-87
tata air menjadi tidak optimal, dan masyarakat terancam oleh datangnya bencana tanah
longsor atau kekeringan.
Fungsi hutan sebagai pengendali banjir, kekeringan dan longsor menjadi tidak  optimal
sejalan dengan kerusakan yang terjadi didalam hutan itu sendiri. Catatan yang dikumpulkan
KLH (2004) menunjukan bahwa selama tahun 2003 telah terjadi 366 kali bencana banjir di
136 kabupaten di 26 propinsi serta 111 kali bencana tanah longsor di 48 kabupaten di 13
propinsi. Dalam tahun yang sama juga tercatat 78 bencana kekeringan di 36 kabupaten di 11
propinsi. Jumlah lahan sawah yang terendam banjir dan gagal panen mencapai 263.071 Ha
dan sawah puso mencapai 66.838 Ha, tersebar di 19 propinsi.
Pemanfaatan lahan-lahan yang memiliki fungsi ekologis untuk kawasan pemukiman
seperti daerah dataran banjir, sungai, dan rawa, juga akan berdampak pada munculnya
ancaman bencana banjir di musim hujan atau kekuarangan air bersih dimusim kemarau.
Prawirodirjo dkk., (1988) mengatakan bahwa, Masalah lingkungan hidup pada hakekatnya
adalah masalah kemanusiaan yang erat hubungannya dengan sistem nilai, adat istiadat, sosial,
dan agama. Oleh karena itu, cara mengatasi masalah lingkungan hidup tidak dapat hanya
dengan melakukan usaha–usaha yang bersifat teknis semata, tetapi harus ditunjang dengan
upaya yang bersifat edukatif dan persuasif.
Karena semakin mendesaknya keperluan penanganan masalah pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup, maka pada tahun 1972 PBB mengadakan konferensi tentang
lingkungan hidup manusia di Stockholm, yang melahirkan 26 azas tuntunan pelestarian dan
perbaikan lingkungan hidup. Pada azas ke 19 dikatakan bahwa “Mengenai hal-ikhwal
pendidikan lingkungan hidup, baik untuk generasi muda maupun kaum dewasa, dilakukan
dengan cara memberikan perhatian yang lebih layak kepada mereka yang kurang
mendapatkan kesempatan. Hal ini penting dilakukan untuk memperluas dasar pemikiran, dan
tindak-tanduk yang bertanggungjawab dari orang perorangan, perusahaan atau masyarakat
dalam melindungi dan memperbaiki lingkungan hidup menurut ukuran manusia sepenuhnya”
(Soerianegara, 1997).
Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa,
dan sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi lingkungan hidup di Stockholm,
memiliki kewajiban untuk ikut menyelamatkan kelestarian lingkungan hidup yang dari waktu
kewaktu semakin memprihatinkan, dengan tetap memikirkan upaya peningkatan
kesejahteraan penduduknya melalui pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di bumi
ibu pertiwi ini. Serta mencari solusi terbaik untuk mengatasi konflik kepentingan antara
lingkungan fisik dengan lingkungan social.

5.  Cara Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Hidup yang Bersumber dari


Kepadatan Penduduk
Adapun solusi yang bisa ditempuh untuk menangani permasalahan lingkungan yang
bersumber dari kepadatan penduduk diantaranya adalah :
a. Menggalakan program keluarga kecil bahagia sejahtera yang tidak bertentangan dengan
kehidupan beragama, dan kondisi social budaya masyarakat.
b. Mensosialisasikan arti pentingnya program keluarga kecil bahagia sejahtera secara jelas
dan transparan.
c. Meningkatkan kualitas pendidikan manusia Indonesia
d. Menciptakan lapangan pekerjaan
e. Membuat peraturan perundangan pengelolaan sumber daya alam yang berpihak pada
kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat
f. Mensosialisasikan peraturan perundangan itu kepasa seluruh lapisan masyarakat
g. Melaksanakan peraturan perundangan itu secara konsekwen
h. Menerapkan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan
i. Menselaraskan pembangunan ekonomi dan lingkungan
j. Merencanakan tata ruang yang lebih optimal dan tidak memihak.8

BAB III
8
Intan Ghina, Solusi Terhadap Lingkungan Hidup, www.intanghina.wordpress.com, Diakses pada Tanggal 14
Oktober 2021
PENUTUP

Kesimpulan

Penduduk adalah mereka yang berada di dalam dan bertempat tinggal atau berdomisili di
dalam suatu wilayah negara (menetap)-lahir secara turun-temurun dan besar di negara tersebut.
Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan
ruang tertentu
Menurut Undang-Undang Rl Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya.
lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kondisi yang terdapat dalam suatu
tempat atau ruang tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi
hidupnya
Kerusakan lingkungan hidup adalah deteorisasi lingkungan dengan hilangnya suber daya
air, udara, dan tanah. Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara
resmi diperingatkan oleh High Level Threat Pan dari PBBkerusakan lingkungan terdiri dari
beberapa tipe. Ketika alam rusak dihancurkan oleh sumber daya menghilang, maka lingkungan
sedang mengalami kerusakan
Kepadatan penduduk mempengaruhi beberapa aspek yang berkaitan dengan kehidupan
penduduk berikut ini:
1. Ketersediaan Udara Bersih
2. Ketersediaan Pangan
3. Ketersediaan Lahan
4. Ketersediaan Air Bersih
5. Pencemaran lingkungan
Berikut identifikasi masalah kependudukan yang dapat merusak lingkungan :
1. Jumlah penduduk yang meningkat tiap tahun, baik secara kelahiran maupun arus
urbanisasi/imigrasi, menyebabkan banyaknya lahan untuk dijadikan pemukiman sehingga
lahan hijau terutama di daerah perkotaan semakin sempit.
2. Penduduk suku-suku primitif yang masih memakai sistem berpindah tempat tinggal
menyebabkan banyak lahan hutan yang dibuka sebagai pemukiman penduduk menjadi gundul
karena tidak adanya penggantian pohon kembali (reboisasi).
3. Meningkatnya jumlah penduduk berarti juga peningkatan produksi sampah harian atau limbah.
Limbah-limbah itu ada kalanya berupa sampah biologis manusia (feses), sampah rumah
tangga, pertanian, industri, transportasi, dan lain-lain. Sampah-sampah tersebut merupakan
sumber polusi, baik polusi tanah, air, maupun udara dan ini sangat berpengaruh pada
kesehatan.
4. Tuntutan bahan pangan yang terus meningkat menyebabkan pengalihfungsian suatu lahan
menjadi tempat penghasil bahan pangan tersebut, seperti penggundulan bukit resapan air
menjadi lahan bercocok tanam sayur dan akibatnya terjadi longsor.
5. Terjadinya ekplorasi ataupun eksploitasi besar-besaran terhadap lingkungan maupun sumber
daya alam, seperti kegiatan pertambangan, penimbunan rawa-rawa untuk pemukiman, dan
pendirian bangunan liar di daerah aliran sungai (DAS).
6. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya jumlah kebutuhan air tanah
yang berarti meningkatnya jumlah sumur untuk memenuhi jumlah kebutuhan air tersebut dan
berarti akan terjadi peningkatan perusakan permukaan bumi karenanya.
7. Pada suatu lingkungan padat penduduk berarti semakin banyak dilakukan pembangunan
tempat tinggal yang berarti dilakukan pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan tersebut
yang mengakibatkan menurunya tingkat produktivitas tanah, yang tadinya subur menjadi
gersang karena berkurangnya tumbuhan penghasil zat hara.
8.  Pada lingkungan padat penduduk di hasilkan banyak gas buang seperti gas karbon monoksida
(CO) maupun gas karbon dioksida (CO2) yang tidak diimbangi dengan berlimpahnya
O2 karena berkurangnya jumlah tanaman di lahan tersebut sehingga hal ini menyebabkan
menurunya kualitas udara
Kepadatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan manusia akan lahan,
baik untuk lahan pertanian, maupun lahan untuk pemukiman. Kenyataan ini akan diperparah
dengan kekurangmampuan pemerintah di dalam membuat tata ruang yang baik, sehingga akan
berdampak pada kerusakan lingkungan dan menempatkan manusia pada ancaman bahaya
bencana.
Alih fungsi kawasan hutan untuk penyiapan lahan pertanian dan pemukiman telah
berdampak pada munculnya bencana banjir, tanah longsor dimusim hujan, dan kekeringan di
musim kemarau, serta terbongkarnya ekosistem hutan yang berdampak pada meningkatnya hama
dan penyakit, serta berubahnya tatanan iklim dan hilangnya keanekargaman hayati yang
terkandung didalam hutan.

Saran
Seperti kita ketahui bahwa salah satu sumber kerusakan lingkungan hidup adalah
kependudukan yang mana dengan adanya penduduk dapat mengakibatkan mencemaran
lingkungan yang diakibatkan oleh sampah dari kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk.
Maka dari itu kita sebagai bagian dari penduduk harus dapat menjaga alam sekitar kita
atau lingkungan kita agar tetap bersih agar kita dapat menghirup udara yang bersih tanpa
tercemar oleh sampah ataupun polusi. Kita dapat menjaga lingkungan hidup dengan mengurangi
tingkat pertumbuhan penduduk dengan cara melaksanakan program pemerintah seperti Keluarga
Berencana (KB) dan dengan tidak membuang sampah sembarangan.

Daftar Pustaka
Harjasumantri Kusnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi.7, Gajah Mada University Press-2000
John Salideho, Undang-Undang Gangguan dan Masalah Lingkungan, Penerbit Sinar Grafika,
Jakarta.
M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dan Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,
Penerbit Alumni, Bandung 2001
N, H. T. Silalahi, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pemangunan, Erlangga-2004
Subagyo.P.Joko., Hukum Lingkungan: Masalah dan Penanggulanganya., cet.3., (Jakarta :
Penerbit Rineka Cipta,2002)
Sudrajat H.R.., Solusi Mengatasi Masalah Sampah Kota Dengan Manajemen Terpadu dan
Mengolahnya Menjadi Energi Listrik dan Kompos., Cet.1., (Jakarta: Penebar Swadaya,
2006).
http://afand.abatasa.com/post/detail/2405/linkungan-hidup-kerusakan-lingkungan-pengertian-
kerusakan-lingkungan-dan-pelestarian-
http://www.artikelbiologi.com/2012/05/pengaruh-kepadatan-populasi-terhadap-lingkungan.html
Intanghina’s weblog ruang-terhadap-lingkungan-hidup, intanghina.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai