Anda di halaman 1dari 30

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROYEK INOVASI
PENGARUH AROMATERAPI PEPPERMINT TERHADAP
PENURUNAN MUAL MUNTAH PADA PASIEN YANG
MENJALANI KEMOTERAPI DI RUANG BEDAH SYARAF
(RUANG C) RSUD DR. SOEDARSO

Dosen Pembimbing Klinik: Titan Ligita, S.Kp., MN, PhD

Disusun Oleh

Melta Oktasari : I4051211006


Fikri Ashlinnur Maulana : I4051211007
Anggita Diah Hadi Ratnasari : I4051211008
Nunung Wahdania : I4051211010
Siti Aminah C.W : I4051211024
Siti Oktaviani : I4051211025
Siska Putri Ramadani : I4052211008
Rika Kurnia Sari : I4052211009
Iin Arbain : I4051121043
Devi Yesusi : I4051121044

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kanker adalah satu diantara penyakit tidak menular yang
menjadi beban di seluruh dunia. Kanker merupakan penyakit yang ditandai
dengan adanya sel yang abnormal yang bisa berkembang tanpa terkendali dan
memiliki kemampuan untuk menyerang dan berpindah antar sel dan jaringan
tubuh. Kanker merupakan pertumbuhan sel yang abnormal di dalam tubuh
manusia yang cenderung dapat menyerang organ tubuh yang lain.
Pertumbuhan penyakit kanker akan meningkat setiap tahunnya. Semua
penyakit kanker pasti diawali dengan gejala awal yang relatif ringan tetapi
banyak penderita yang mengabaikan gejala awal kanker yang muncul, sampai
pada gejala kanker dengan stadium lanjut yang parah (Kemenkes RI, 2019;
Nugroho & Sucipto, 2020).
Badan kesehatan dunia / World Health Organization (WHO)
menyebutkan kanker sebagai salah satu penyebab kematian utama di seluruh
dunia. Data dari Global Burden of Cancer (GLOBOCAN) yang dirilis oleh
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus dan
kematian akibat kanker sampai dengan tahun 2018 sebesar 18,1 juta kasus
dan 9,6 juta kematian di tahun 2018. Kematian akibat kanker diperkirakan
akan terus meningkat hingga lebih dari 13,1 juta pada tahun 2030. Kanker
paru menempati peringkat pertama dalam jumlah kasus baru sebesar 2,094
juta kasus di seluruh dunia. Jumlah kasus baru tertinggi berikutnya adalah
kanker payudara, kanker kolorektal, kanker prostat, dan kanker lambung.
Besarnya jumlah kasus baru yang ditemukan dapat dipengaruhi oleh kualitas
sistem deteksi dini tiap jenis kanker. Kematian akibat kanker tertinggi di
dunia adalah kanker paru sebesar 1,8 kematian (Kemenkes RI, 2019).
Beberapa pengobatan atau terapi untuk penderita kanker yaitu
pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan terapi biologis. Pembedahan
dilakukan bila tumornya terlokalisasi dalam keadaan anatomis yang terbaik.
Kemoterapi merupakan terapi sistemik pertama untuk setiap kanker.
Kemoterapi dapat menimbulkan mual dan muntah melalui beberapa
mekanisme yang bervariasi dan serangkaian yang komplek (Manurung &
Adriani, 2018). Mual merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan
dengan diawali perasaan ingin muntah, serta adanya gejalan otonom seperti
pucat, berkeringat, adanya peningkatan saliva dan takikardi. Sedangkan
muntah adalah pengeluaran paksa isi lambung melalui mulut. Dampak dari
mual dan muntah dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani
program kemoterapi, dan dikhawatirkan pasien menolak untuk melanjutkan
program kemoterapinya karena merasa tidak nyaman dengan dampak yang
ditimbulkan (Sagita, Neherta, & Huriani, 2021).
Satu diantara tindakan keperawatan mandiri seorang perawat yaitu
memberikan rasa nyaman untuk mengurangi atau menghilangkan
ketidaknyamanan akibat efek samping kemoterapi dengan pemberian terapi
komplementer. Aromaterapi sebagai bagian dari terapi komplementer dapat
digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien kanker. Aromaterapi
merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang
bermanfaat untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologi sehingga
menjadi lebih baik. Setiap minyak essensial memiliki efek farmakologis yang
unik, seperti antibakteri, antivirus, diuretik, vasodilator, penenang, dan
merangsang adrenal. Ketika minyak essensial dihirup, molekul masukke
rongga hidung dan merangsang sistem limbik di otak (Wiryani, Herniyatun, &
Kusumastuti, 2019).
Penelitian yang dilakukan Ayubbana dan Hasanah (2021),
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor nilai mual muntah antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p value = 0,008). Pada analisa
yang dilakukan menunjukkan bahwa skor mual muntah pada partisipan yang
diberikan
aromaterapi peppermint pada kelompok intervensi lebih rendah dari pada
diberikan intervensi standar rumah sakit pada kelompok kontrol. Hasil
penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh pemberian aromaterapi
pappermint terhadap mual muntah pasien kanker yang menjalani kemoterapi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah aromaterapi papermint untuk mengurangi mual dan muntah
pada pasien kanker yang sedang menjalani kemoterapi?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah mengetahui aromaterapi papermint untuk mengurang
mual dan muntah pada pasen kanker yang sedang menjalani kemoterapi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami definisi kanker.
b. Mengetahui klasifikasi kanker.
c. Mengetahui dan memahami etiologi etologi kanker.
d. Mengetahui dan memahami patofisiologi kanker.
e. Mengetahui dan memahami tanda dan gejala kanker.
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang kanker, baik itu pemeriksaan
diagnostik maupun laboratorium.
g. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan kanker.
h. Mengetahui komplikasi pada kanker.
i. Mengetahui dan memahami mual dan muntah.
j. Mengetahui dan memahami aroma terapi papermint.
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah referensi ilmu pengetahuan mengenai aromaterapi papermint.
untuk mengurang mual dan muntah pada pasen kanker yang sedang
menjalani kemoterapi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi perawat
Diharapkan dapat djadkan bahan masukan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi.
b. Bagi pasien
Diharapkan dapat sebagai pengetahuan bagi pasien kanker yang
menjalani kemoterapi dalam mengatasi mual dan muntah setelah
kemoterapi.
c. Bagi institusi pelayanan
Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai penanganan mual
dan muntah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi dalam
pemberian asuhan keperawatan dengan pengaplikasian aromaterapi
papermint. untuk mengurang mual dan muntah pada pasen kanker yang
sedang menjalani kemoterapi
BAB II
LANDASAN TEORI

3.1 KANKER
2.1.1 Definisi

Kanker merupakan satu di antara penyakit yang tidak menular yang


menjadi beban kesehatan terutama bagi yang di diagnose menderita kanker.
Kanker ditandai dengan adanya sel abnormal yang bisa berkembang tanpa
terkendali dan memiliki kemampua untuk menyerang dan berpindah antar
sel dan jaringan tubuh (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI, 2019).

2.1.2 Etiologi
Segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya kanker disebut
karsinogen.Karsinogen menimbulkan perubahan pada DNA yang satuan
terkecilnya adalah gen; sehingga sering karsinogen disebut bersifat
mutagenik. Dari berbagai penelitian dapat diketahui bahwa karsinogen dapat
dibagi ke dalam 4 golongan, yaitu karsinogen kimia, virus, radiasi (ion dan
non-ionasi) dan agen biologic (Guru Besar Patologi Anatomik FKUI
Jakarta, 2002).
1. Karsinogen kimia
Kebanyakan karsinogen kimia ialah pro-karsinogen, yaitu
karsinogen yang memerlukan perubahan metabolis agar menjadi
karsinogen aktif (ultimate carcinogen), sehingga dapat menimbulkan
perubahan pada DNA, RNA atau protein sel tubuh. Beberapa karsinogen
kimia dapat bekerja bersama-sama atau dengan jenis karsinogen lain
seperti virus atau radiasi mempengaruhi terbentuknya neoplasma.
2. Karsinogen virus
Virus yang bersifat karsinogen disebut virus onkogenik. Dari
berbagai penelitian diketahui bahwa baik virus DNA maupun virus RNA
dapat menimbulkan transformasi sel.
3. Karsinogen Radiasi
Radiasi dari manapun sumbernya : UV sinar matahari , sinar X, fisi
nuklir, radionuklida sudah dibuktikan merupakan karsinogen. Radiasi
UV menimbulkan pyrimidine dimer yang merusak rangka fosfodiester
DNA.
4. Agen Biologi
a. Hormon
Beberapa hormon yang bekerja sebagai ko-faktor pada karsinogenesis
adalah estrogen yang menyebabkan pembentukan kanker
endometrium dan payudara. Hormon steroid merangsang
pembentukan karsinoma sel hati.
b. Mitotoksin
Mitotoksin adalah toksin yang dibuat oleh jamur. Aspergilus flavus
ialah jamur yang terdapat pada kacang-kacangan yang kurang baik
pengolahan dan penyimpanannya, membuat aflatoksin terutama
aflatoksin B1. Aflatoksin B1 bersifat karsinogenik kuat dan berkaitan
dengan terjadinya karsinoma sel hati. Apabila aflatoksin tercerna,
maka akan dioksidasi di sel hati dan menimbulkan hasil antara yang
kemudian berikatan dengan guanin pada DNA.
c. Parasit
Yaitu Schistoma dan Clonorchis sinensis. Infeksi schistoma
dihubungkan dengan terjadinya kanker kandung kemih (karsinoma sel
skuamosa) dan infeksi Clonorchis sinensis dihubungkan dengan
terjadinya adenokarsinoma kandung empedu
2.1.3 Patofisiologi

Kerusakan genetik nonletal merupakan hal sentral dalam


karsinogenesis. Kerusakan (mutasi) genetik ini didapat akibat pengaruh
lingkungan seperti zat kimia, radiasi, atau virus atau diwariskan dalam sel
germinativum.
2.1.4 Manifestasi
Baik tumor jinak maupun tumor ganas dapat menimbulkan masalah
bagi penderitanya, yang dibedakan atas : (1) akibat lokal, (2) akibat umum,
(3) aktivitas fungsi (Chang et al., 2010).
1. Akibat lokal
Massa jaringan tumor yang tumbuh menimbulkan tekanan pada alat-alat
penting disekitarnya, misalnya pembuluh darah, saraf, saluran viseral,
duktus dan alat padat yang menimbulkan berbagai komplikasi. Pada
tumor ganas terjadi infiltrasi pada alat sekitarnya, menimbulkan
kerusakan alat-alat tersebut atau sumbatan. Nekrosis yang sering terjadi
pada tumor ganas yang terletak pada kulit atau mukosa, menimbulkan
ulserasi sehingga terjadi perdarahan dan infeksi oleh bakteri. Infeksi
langsung atau penekanan syaraf oleh sel-sel tumor menimbulkan rasa
sakit hebat. Infiltrasi atau penekanan pembuluh darah atau pembuluh
limfe menimbulkan bendungan iskemik dan edema setempat.
2. Akibat umum
Umumnya penderita kanker menjadi kurus diikuti oleh badan lemah ,
anoreksi dan anemia. Kumpulan gejala-gejala ini disebut kaheksi.
Kaheksi pada penderita kanker disebabkan oleh kelainan metabolisme.
Pada penderita kanker, pengeluaran kalori tetap tinggi BMR (basal
metabolic rate) tinggi, meskipun makanan masuk berkurang. Namun
kaheksi bukan disebabkan karena kebutuhan makanan oleh tumor,
melainkan sebagai akibat dari kerja faktor terlarut seperti sitokin yang
diproduksi oleh tumor atau pejamu, sebagai respon terhadap tumor.
3. Aktivitas fungsi
Pada penderita kanker, ada kumpulan gejala yang tidak dapat diterangkan
oleh tumor lokal/penyebaran jauh/oleh timbulnya hormone yang dibentuk
pada jaringan dimana tumor timbul yang disebut “sindroma
paraneoplastik”. Sindroma ini terjadi pada 10-15% penderita kanker.
Sindroma yang paling sering sering adalah hiperkalsemia, sindroma
cushing, dan nonbacterial thrombotic endocarditis. Neoplasma yang
paling sering berhubungan dengan sindroma ini dan sindroma yang lain
ialah karsinoma bronkogenik, karsinoma payudara, dan keganasan
hematologic.
2.1.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kanker menurut Broudher K, (2020), terapi pada kanker


merupakan tindakan untuk melakukan pengobatan selanjutnya setelah di
diagnosa kanker. Sebelum dilakukan terapi pada penderita kanker,
terlebih dahulu bagaimana prinsip-prinsip pengelolaan kanker.
Penatalaksaan kanker membunyai beberapa tujuan yaitu :

1. Kuratif (Penyembuhan) Terapi kuratif ialah tindakan untuk


menyembuhkan penderita yaitu membebaskan penderita dari kanker
yang dideritanya untuk selamalamanya.
2. Paliatif (Meringankan) Terapi paliatif ialah tindakan aktif guna
meringankan beban penderita kanker terutama bagi yang tidak
mungkin disembuhkan lagi. Tujuan paliatif ialah untuk :
1) Memperbaiki kualitas hidup
2) Mengatasi komplikasi yang terjadi
3) Mengurangi dan meringankan keluhan
Ada beberapa terapi kanker yaitu terapi utama,terapi tambahan,terapi
komplikasi,terapi bantuan serta terapi sekunder.
1. Terapi Utama
Terapi utama adalah terapi yang ditujukan kepada penyakit kanker itu
sendiri. Terapi utama dapat dengan cara :
a. Bedah
b. Radioterapi
c. Kemoterapi
d. Hormonterapi
e. Bioterapi Pada umumnya terapi utama ini yang dilakukan sesuai
dengan karakteristik kanker seperti :
1) Masih local atau lokoregional yang operable, risiko operasi
kecil, mutilasi atau defek minimal dengan cara pembedahan.
2) Masih local atau lokoregional yang radiosensitive, yang
operasinya sukar, inoperable, komplikasi radioterapi kecil,
dengan cara radioterapi.
3) Telah menyebar luas yang hormone dependen dengan cara
hormonterapi.
2. Terapi Tambahan ( adjuvant)
Terapi tambahan ialah terapi yang ditambahkan pada terapi
utama untuk menghancurkan sisa sel-sel kanker yang mikroskopik
yang mungkin masih ada. Tidak jarang walaupun pada terapi utama
penderita kelihatan bebas kanker, setelah beberapa lama timbul residif
atau metastase. Ini berarti waktu selesai terapi utama masih ada sisa
kanker yang mikroskopik. Terapi tambahan berupa :
1) Adjuvant kemoterapi
2) Adjuvant hormonterapi
3) Adjuvant radioterapi
4) Adjuvant operasi
3. Terapi Komplikasi
Terapi komplikasi ialah terapi terhadap komplikasi kanker baik yang
terjadi karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan kanker,
seperti :
1) Fraktur : Reposisi-fiksasi-immobilisasi
2) Obstruksi :
a) Usus (1) Reseksi Usus-anastomose (2) Operasi terobosan
(bypass operation)
b) Trachea tracheostomy
c) Urethra : (1) Dauercatheter (2) Kistostomi
3) Pendarahan :
a) Transfuse darah
b) Ligase arteri
c) Tampon, dsb.
4) Depresi sumsum tulang: transplantasi sumsum tulang.
a) Anemia : hematinic, tranfusi
b) Leukopenia : GSF (granulosit colony stimulating Factor)
c) Pansilopenin : transplantasi sumsum tulang
5) Infeksi : Antibiotika
6) Nyeri :
a) Analgesic
b) Narkotika
c) Hypnose
d) Akupuntur
e) Manipulasi saraf : 1) Blok saraf. 2) Stimulasi sraf. 3) Ablasi
saraf
4. Terapi Bantuan
Terapi bantuan ialah untuk membantu tubuh tetap dapat
mempertahankan kekuatannya, seperti :
1) Nutrisi, untuk memperbaiki keadaan fisik penderita
2) Transfuse darah, untuk koreksi anemia
3) Fisioterapi untuk memperbaiki keadaan fisik penderita
4) Psychoterapi untuk menguatkan mental penderita terhadap
menghadapi stress agar terapi dapat dilakukan dengan efektif.
5. Terapi Sekunder
Terapi sekunder adalah terapi untuk mengatasi penyakit-penyakit
yang menyertai (co-morbiditas)
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi akibat penyakit kanker secara umum menurut rasjidi, (2019)
disebabkan oleh 4 faktor, yaitu :
1. komplikasi akibat pertumbuhan kanker yang merusak sekitarnya,
2. komplikasi sebagai akibat tidak langsung dari kanker,
3. komplikasi yang tidak ada kaitannya dengan kanker dan
4. komplikasi akibat pemberian sitostatika atau kemoterapi, radioterapi
maupun tindakan pembedahan.

Komplikasi akibat tindakan pemberian kemoterapi, radioterapi


maupun bedah. Radiasi maupun kemoterapi dapat menyebabkan terjadinya
penurunan kadar darah putih akibat penekanan fungsi sumsum tulang yang
bisa menyebabkan infeksi dan kematian. Tindakan bedah juga dapat
mengakibatkan komplikasi seperti perdarahan, infeksi terutama pada
penanganan kanker stadium lanjut, tergantung lokasi ,  jenis , ukuran
kanker dan jenis operasi serta daya tahan penderita. Diantara semua
komplikasi tersebut, infeksi merupakan penyabab kematian paling utama
pada penderita kanker disamping perdarahan. (Rasjidi 2020).

3.2 Mual dan Muntah


2.2.1 Definisi
Mual merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan dengan
diawali perasaan ingin muntah, serta adanya gejalan otonom seperti pucat,
berkeringat, adanya peningkatan saliva dan takikardi. Sedangkan muntah
adalah pengeluaran paksa isi lambung melalui mulut (Sagita, Meri, & Emil,
2021). Mual muntah adalah efek samping yang ditakuti pasien maupun
keluarga. Kondisi ini mengakibatkan gangguan psikologi pasien ataupun
keluarga sehingga menimbulkan perasaan ingin menghentikan pengobatan.
Mual adalah sensasi yang dirasakan pada tenggorokan dan epigastrum yang
menyebabkan keluarnya isi lambung. Muntah adalah keluarnya makanan
dari lambung melalui mulut yang disebabkan oleh reflek motorik. Mual
muntah setelah kemoterapi terdiri dari akut, lambat, dan antisipatori
(Rahmah & Dera, 2021).
2.2.2 Etiologi
Mual dan muntah merupakan gejala yang bisa disebabkan oleh banyak
hal. Kondisi ini adalah cara tubuh untuk membuang materi yang mungkin
berbahaya dari dalam tubuh. Obat-obatan tertentu seperti kemoterapi untuk
kanker dan agen anestesi sering menyebabkan mual muntah. (Potter &
Perry, 2010).
Penyakit gastroenteritis adalah penyebab paling umum yang
mengakibatkan terjadinya mual dan muntah. Gastroenteritis adalah infeksi
yang disebabkan oleh bakteri atau virus di perut. Selain menyebabkan mual
dan muntah, gastroenteritis biasanya juga menyebabkan diare (Potter
&Perry, 2010).
Mual muntah merupakan salah satu efek samping yang sering terjadi
pada penggunaan sitostatika. Mual muntah termasuk dalam efek samping
dini karena sering terjadi dalam satu sampai dua puluh empat jam setelah
pemberian sitostatika, meskipun juga dapat terjadi pada waktu lebih dari dua
puluh empat jam. Risiko mual muntah dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti potensi emetogenik dan regimen sitostatika serta faktor spesifik dari
pasien (Shinta & Surarso, 2016).
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi
Mual dan muntah akibat kemoterapi atau Chemotherapy induced
nausea and vomiting (CINV) dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko, yaitu
diantaranya faktor obat dan faktor pasien. Faktor obat meliputi jenis obat
kemoterapi, dosis obat dan cara pemberian obat kemoterapi. Obat golongan
emetogenik tinggi beresiko besar terhadap terjadinya CINV. Pemberian
dosis yang tinggi pada obat kemoterapi lebih sering menyebabkan mual-
muntah post kemoterapi. Obat kemoterapi yang diberikan melalui intravena
dapat menyebabkan terjadinya mual muntah yang lebih cepat daripada
diberikan melalui oral, karena obat kemoterapi yang diberikan melalui
intravena diabsorbsi lebih cepat (Shinta R, 2016).
Pasien dengan usia muda lebih memungkinkan untuk muntah. Resiko
ini mungkin sebuah masalah psikologis secara langsung atau tidak langsung
bagi pasien usia muda. Usia muda secara tidak langsung sering mengalami
reaksi distonik akut ketika menerima anti-muntah. Anti-muntah memiliki
reseptor dopamin sebagai penghalang mekanisme aksi. Menurut Chan and
Yeo (2011), pasien yang menjalani kemoterapi pada usia kurang dari 50
tahun memiliki faktor risiko mengalami efek samping mual muntah yang
lebih besar dibandingkan pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun. Hal
tersebut dikuatkan oleh Turnheim dalam Utaminingrum (2013) yang
menyatakan bahwa usia dapat berhubungan dengan penurunan respon dan
jumlah reseptor obat yang akan mempengaruhi efek obat. Pada usia lanjut,
terjadi penurunan jumlah neuron dan reseptor yang berperan dalam proses
terjadinya CINV, sehingga pada usia lanjut memiliki risiko mengalami mual
muntah lebih kecil (Shinta R, 2016).
2.2.4 Tanda dan Gejala
Motion sickness sangat sering terjadi seperti mabuk laut, mabuk
udara, dan lainnya. Tandanya adalah pucat, keringat dingin, mual, dan
muntah. Tanda dan gejala yang timbul relatif bertahap, tetapi pada saat
tertentu akan memuncak sehingga terjadi mual dan muntah. Motion sickness
dipercaya merupakan respon terhadap informasi sensoris yang bermasalah.
Pasien yang mengalami motion sickness biasanya lebih mudah mengalami
mual-muntah akibat kemoterapi (Solimando, 2003 dalam Shinta R, 2016).
Siklus kemoterapi adalah waktu yang diperlukan untuk pemberian
satu kemoterapi. Satu siklus umumnya setiap 3 atau 4 minggu sekali, namun
ada juga yang setiap minggu. Siklus kemoterapi memberikan pengaruh
terhadap gejala mual-muntah. Semakin tinggi siklus kemoterapi, maka
semakin berat gejala mual-muntahnya (McRonald & Fleisher, 2005 dalam
Shinta R, 2016).

3.3 Aromaterapi Papermint


2.3.1 Definisi
Aromaterapi peppermint adalah salah satu aromaterapi yang dapat
digunakan untuk melemaskan otot-otot yang kram, memperbaiki gangguan
ingestion, digestion, menurunkan terjadinya mual dan muntah serta
mengatasi ketidakmampun flatus. Aromaterapi peppermint berasal dari daun
peppermint yang bersifat menghangatkan dan meringankan sesak napas saat
pemakaian dengan menghirup. Aromaterapi jenis peppermint ini adalah
salah satu dari terapi non farmakologi (komplementer) yang dapat
digunakan untuk mengatasi mual muntah pada pasien post operasi. Dengan
metode yang diberikan adalah secara inhalasi sebab aromaterapi yang
digunakan dengan metode inhalasi memiliki rute yang jauh lebih cepat
penanggulannya dibandingkan metode lain (Rihiantoro, Oktavia, & Udani,
2018).
2.3.2 Kandungan
Aromaterapi peppermint mengandung menthol (35-45%) dan
menthone (10%-30%) sehingga dapat bermanfaat sebagai antiemetik dan
antispasmodik pada lapisan lambung dan usus dengan menghambat
kontraksi otot yang disebabkan oleh serotonin dan substansi lainnya.
Aromaterapi peppermint yang mengandung minyak atsiri menthol memiliki
efek karnimatif dan antispasmodik yang bekerja di usus halus pada saluran
pencernaan sehingga mampu mengatasi ataupun menghilangkan mual
muntah. Peppermint termasuk dalam marga labiate yang memiliki tingkat
keharuman yang sangat tinggi, aroma yang dingin menyegarkan dan bau
mentol yang mendalam. Peppermint mengandung khasiat anti kejang dan
penyembuhan yang andal untuk kasus mual, salah cerna, susah membuang
gas diperut, diare, sembelit, sakit kepala dan pingsan (Lubis, Sonya, &
Yusniar, 2019).
2.3.3 Manfaat
Aromaterapi merupakan tindakan terapautik dengan menggunakan
minak esensial yang bermanfaat untuk meningkatkan keadaan fisik dan
psikologi sehingga menjadi lebih baik. Ketika esensial dihirup. Maka
molekul akan masuk ke rongga hidung dan merangsang sistem limbik
adalah daerah yang mempengaruhi emosi dan memori serta secara langsung
terkait dengan adrenal, kelenjar hipofisis, hipotalamus, bagian-bagian tubuh
yang mengatur denyut jantung, tekanan darah, stress memori, keseimbangan
hormon, dan pernafasan. Aromaterapi peppermint dapat mengurangi rasa
mual muntah pada pasien. Aromaterapi peppermint yang secara khusu
bekerja di otot halus saluran gastrointesnal dan seluruh empedu, selain itu
peppermint juga mengandung aromaterapi dan minyak esensial yang
memiliki efek farmakologis. Selain itu essensial oil peppermint juga
mengandung 50% bahan aktif menthol yang berguna sebagai bahan
antiseptic dan penyegar mulut serta pelega tenggorokan yang mampu
meningkatkan kenyamanan ibu serta melegakan pernafasan dan
meningkatkan pasokan oksigen ke paru-paru sehingga mampu
meningkatkan proses relaksasi tubuh (Zuraida & Elsa, 2018).
2.3.4 Peppermint untuk mual muntah
Keunggulan pertama peppermint adalah mengandung essensial
menthol dan menthone yang mampu mengatasi atau menghilangkan mual
dan muntah. Mual muntah pada kehamilan dapat menurunkan kemampuan
dan stamina ibu hamil dalam porsi besar. penelitian Eghbali, et al (2017)
menyatakan bahwa penggunaan aromaterapi peppermint dapat
menyebabkan penurunan mual muntah pada pasien kemoterapi kanker
payudara yang mengalami mual dan muntah. Penggunaan inhalasi
aromaterapi peppermint inhalasi selama 5 menit dapat berpengaruh terhadap
penurunan skala mual pada pasien (Tiran, 2008).
Rasa mual pada awal kehamilan dapat juga ditanggulangi dengan
menggunakan terapi pelengkap antara lain dengan aromaterapi, Aromaterapi
memberikan ragam efek bagi penghirupnya. Seperti ketenangan, kesegaran,
bahkan bisa membantu ibu hamil mengatasi mual. Selain itu peppermint
telah lama di kenal memberi efek karnimatif dan antispsamodik, yang secara
khusus bekerja di otot halus saluran gastrointesnal dan seluruh empedu,
selain itu peppermint juga mengandung aromaterapi dan minyak esensial
yang memiliki efek untuk mengatasi mual dan muntah. Kligler, dkk (2007)
dengan judul Peppermint Oil dalam Jurnal Complementary and
Alteranative Medicine menyatakan bahwa kandungan peppermint oil
memberikan efek positif bagi tubuh dimana peppermint oil mengandung
menthol, menthone, cineol dan viltaile oil yang memberikan efek melegakan
mulut serta memberikan efek nyaman, rileks serta meningkatkan kondisi
gastrointestinal (Zuraida & Elsa, 2018).
Terapi komplementer yang dapat digunakan untuk mencegah dan
mengurangi mual muntah post operasi salah satunya yaitu menggunakan
aromaterapi. Salah satu sumber minyak harum yang digunakan sebagai
aromaterapi antara lain berasal dari peppermint, bunga lavender, bunga
mawar, papermint. dan lemon. Aromaterapi peppermint adalah salah satu
aromaterapi yang dapat digunakan untuk melemaskan otot-otot yang kram,
memperbaiki gangguan ingestion, digestion, menurunkan terjadinya mual
dan muntah serta mengatasi ketidakmampun flatus. Aromaterapi peppermint
mempunyai fungsi salah satunya dalam menurunkan terjadinya mual dan
muntah. Peppermint juga telah lama dikenal memberi efek karminatif dan
antispasmodik, secara khusus bekerja diotot halus saluran gastrointestinal
dan saluran empedu. Aromaterapi inhalasi mengirimkan pesan ke bagian
olfaktorius, yang kemudian proses ini dilanjutkan dengan pengelolaan
impuls pada sistem limbik otak. Aromaterapi menimbulkan persepsi yang
segar, relaksasi dan nyaman bagi pasieen. Kondisi ini dapat menekan
stimulasi stress yang menyebabkan tubuh merasa nyaman serta dapat
menekan reflek mual dan muntah. Aromaterapi jenis peppermint ini adalah
salah satu dari terapi non farmakologi (komplementer) yang dapat
digunakan untuk mengatasi mual muntah pada pasien post operasi
(Rihiantoro, Oktavia, & Udani, 2018).
BAB III
METODE

3.1 Cara Pemberian


Tehnik aromaterapi inhalasi dapat digunakan untuk meningkatkan
relaksasi dan kenyamanan. Pemakaian minyak esensial secara inhalasi
merupakan metode yang dinilai paling efektif, sangat praktis dan memiliki
khasiat yang langsung dapat dirasakan efeknya dibanding dengan tehnik
yang lain, tehnik inhalasi ini lebih mudah untuk masuk ke dalam tubuh
tanpa melalui proses absorbsi membran sel, molekulmolekul uap akan
langsung mengenai reseptor penghidu yang berada pada rongga hidung dan
langsung terhubung dengan saraf olfaktorius (Manurung & Adriani, 2018).
Cara pemberian aroma terapi peppermint dalam penelitian Ayubbana
& Hasanah (2020) yaitu dengan metode inhalasi dimana kelompok
intervensi mendapatkan aroma terapi peppermint sebanyak 3 kali yaitu 30
menit sebelum kemoterapi dimulai, intervensi selanjutnya pada 2 jam
setelah pemberian obat kemoterapi pertama dan terakhir pada saat
kemoterapi selesai. Kelompok intervensi diberikan aroma terapi peppermint
dengan 6-8 tetes essensiall oil peppermint dilarutkan dalam 100 cc air dan
menggunakan alat diffusser. Klien dianjurkan untuk rileks dan menghirup
napas normal selama 10 menit (Ayubbana & Hasanah, 2020). Selain dengan
menggunakan alat diffuser, dapat juga diberikan dengan peppermint
essensial oil diteteskan pada cotton bud kemudian dihirup selama beberapa
menit. Penggunaan cotton bud sebagai modifikasi untuk penggunaan terapi
aromaterapi lebih ekonomis (Setyawan & Oktavianto, 2020).
Cara dalam pemberian terapi pada pasien kanker dengan efek mual
dapat diberikan dengan peppermint. Peppermint yaitu dengan memberikan
aroma bau-bauan untuk mengurangi efek mual pasca kemoterapi. Adapun
cara pemberian perpemint dapat diberikan secara secara mudah dan tidak
rumit, yaitu dengan cara inhalasi atau dihirup. Aromaterapi dapat dihirup
melalui hidung, kemudian molekul yang mudah menguap akan membawa
unsure aromatic yang terdapat dalam kandungan minyak aromaterapi pada
puncak hidung. Rambut yang terdapat dalam rongga hidung akan bergetar
dan berfungsi sebagai rseptor atau pengantar pesan elektrokimia ke pusat
emosi dan daya ingat seseorang yang selanjutnya akan mengantarkan pesan
balik ke seluruh tubuh melalui system surkulasi. Pada pesan yang
dihantarkan tersebut akan di hantarkan kembali keseluruh tubuh dan
dikonversikan menjadi suatu aksi dengan pelepasan subtansi neurokimia
berupa perasaan senang, rileks dan tenang. Respon bau yang dihasilkan
akan meransang kerja pada sel neurokimia otak. Karena pada dasarnya bau
yang menyenangkan dapat menimbulkan hipotalamus untuk mengeluarkan
enkafalin yang berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami dan
menghasilkan rasa senang (Wulandari dkk, 2015).
3.2 Proses Pelaksanaan
Pemberian aromaterapi menggunakan cotton bud yang sudah
diteteskan dengan minyak essential oil peppermint sebanyak 1 tetes, dengan
cara cotton bud didekatkan ke lubang hidung dengan jarak sekitar 3-5 cm.
Setelah itu aromaterapi dihirup napas dalam selama 3 detik, kemudian diberi
jeda selama 5 detik dan dilanjutkan lagi penghirupan napas dalam
aromaterapi selanjutnya, maksimal 5-10 menit (Setyawan & Oktavianto,
2020; Sagita, Meri & Huriani, 2021).
BAB IV
HASIL

4.1 Kontrak Waktu


Pada hari kamis, 4 November 2021, terdapat 4 pasien yang akan
menjalani kemoterapi di Ruang Bedah Syaraf RSUD dr. Soedarso, yaitu 2
wanita dan 2 laki-laki. Setelah dilakukan konfirmasi kembali terkait kontrak
waktu pada pukul 12.15, hanya 1 pasien yang menyetujui untuk diberikan
terapi aromaterapi pepermint, yaitu pasien Tn.D. Tiga pasien lainnya tidak
dapat diberikan terapi aromaterapi dengan alasan sebagai berikut:
1. Pasien Ny.A menolak untuk diberikan terapi aromaterapi karena takut
akan muncul efek samping lain.
2. Pasien Ny.B sedang istirahat
3. Pasien Tn.C sedang istirahat
4.2 Pengkajian
Pengkajian dengan wawancara dilakukan pada pre dan post pemberian
terapi untuk mengukur apakah ada efek dari pemberian terapi aromaterapi
pepermint pada pasien. Pengukuran skala tingkat mual menggunakan
Numeric Rating Scale (NRS). Saat pengkajian dan pemberian terapi, pasien
sedang menjalani kemoterapi yang dimulai sejak pukul 20.00 (03 Nov 2021)
dan akan selesai pada pukul 18.00 (04 Nov 2021).

Pengkajian pre Terapi dilakukan pada pukul 12.30


1. Pasien mengatakan sebelum dimulai kemoterapi pada pukul 20.00,
pasien mengatakan merasa mual kadang-kadang.
2. Sebelum memulai kemoterapi, pasien mengatakan ada muntah makanan
sekali, namun tidak banyak.
3. Pasien mengatakan mual meningkat saat sebelum makan, dan akan
berkurang setelah makan.
4. Pada pukul 12.30, pasien masih menjalani kemoterapi. Pasien
mengatakan merasa mual yang lumayan hebat. Pada 1 jam terakhir
pasien mengatakan merasakan mual sebanyak 4x.
5. Pasien tampak agak gelisah karena menahan rasa mual.
6. Saat ditanyakan tingkat rasa mual menggunakan NRS, pasien
mengatakan saat ini (12.30) tingkat mualnya pada skala 7 (mual hebat
dan mengganggu).

Pengkajian Post Terapi dilakukan pada pukul 12.45


1. Pasien mengatakan rasa mual berkurang, nafas terasa lebih segar.
2. Pasien tampak lebih tenang.
3. Saat ditanyakan tingkat rasa mual menggunakan NRS, pasien mengatakan
saat ini (12.45) tingkat mualnya menurun pada skala 4 (mual sedang).

Pengkajian Post Terapi 2 dilakukan pukul 18.00


1. Pasien mengatakan mual cukup hebat kembali.
2. Pasien mengatakan efek dari aromaterapi sudah hilang
3. Saat ditanyakan tingkat rasa mual menggunakan NRS, pasien
mengatakan saat ini (18.00) tingkat mualnya meningkat kembali pada
skala 7 .
4. Saat ditawarkan kembali untuk diberikan terapi aromaterapi pepermint,
pasien menolak karena sedang mual muntah hebat. Pasien mengatakan
takut tidak bisa fokus untuk mendapatkan terapi yang akan diberikan.
4.3 Pembahasan
Dari hasil pengujian pemberian aroma terapi peppermint pada pasien
yang mengalami mual muntah, dengan menggunakan NRS didapatkan skala
mual muntah sebelum diberikan aroma terapi peppermint berada di skala 7,
namun setelah diberikan aroma terapi peppermint terjadi penurunan mual
muntah menjadi skala 4, yang berarti hasil uji ini sangat signifikan
perubahannya. Hasil ini relevan dengan penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa terdapat perbedaan skor mual muntah yang berarti
aroma terapi peppermint efektif menurunkan mual mual muntah pada pasien
yang menjalani kemoterapi (Ayubbana & Hasannah, 2021). Hasil penelitian
relevan lainnya menyatakan bahwa pemberian terapi komplementer aroma
terapi peppermint pada pasien kanker efektif dalam menurunkan mual
muntah (Nuriya. Alvian & Taufik, 2021).
Mual muntah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi terjadi
karena obat kemoterapi dapat mempengaruhi fungsi neuroanatomi,
neurotransmiter dan reseptor pada pusat muntah (Janelsins, Tejani, Kamen,
Peoples, Mustian, & Morrow, 2013). Struktur ini meliputi : neuron dalam
medulla oblongata, chemoreceptor trigger zone (CTZ) di area postrema di
dasar ventrikel keempat otak, aferen nervus vagus; dan sel enterokromafin
pada saluran gastrointestinal dan secara patofisiologi obat-obatan
kemoterapi dapat secara langsung merangsang CTZ dan memulai muntah
(Mustian, et al, 2011; Jenelsin, et al, 2013; Guyton & Hall, 2012; Neylon,
Butzen, Converse, Cook, Halsema, Koomen, & Sherwood, 2016).
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi mual muntah dengan
pemberian aromaterapi peppermint. Suatu bahan aroma dapat terhirup oleh
seseorang maka bahan aroma tersebut cukup mudah menguap dan cukup
larut air. Bahan aroma yang mudah menguap memudahkan molekul aroma
dapat masuk ke hidung melalui udara inspirasi dan seseorang menghirup
aroma bahan tersebut. Bahan aroma yang cukup larut air memudahkan
molekul aroma masuk lapisan mukus yang menutupi mukosa olfaktorius
sehingga mempercepat proses penghiduannya.
Molekul-molekul aroma ditransmisikan ke sinyal kimia yang bergerak
melewati olfaktorius dan memicu reseptor di epitel hidung sehingga
merangsang sistem limbik dan thalamus untuk pelepasan endhorpine dan
serotonin, berinteraksi dengan neurospikologik untik memproduksi
karakteristik psikologi dan efek psikologi yang akhirnya menimbulkan
persepsi segar dan nyaman (Stea, Beraudi, & Pasquale, 2014; Ling, 2015).
Aroma dari minyak esensial peppermint dapat mempengaruhi serotonin
yang menyebabkan seseorang dalam keadaan rileks dan nyaman, dimana
kondisi ini akan menekan stimulus stress yang menyebabkan tubuh merasa
nyaman dan menekan mual muntah (Kasiati, 2017).
Pemberian aromaterapi peppermint adalah aromaterapi yang
menggunakan minyak esensial peppermint yang diekstrak dari tanaman
pepermint (Mentha piperita L.) (Rita, & Animesh, 2011; Neeraj et al.,
2013). Komponen utama minyal esensial pepermint yaitu mentol (Sali &
Vitetia, 2007). Mentol dapat menghambat fungsi dari 5-HT3 ( Anshoor et
al, 2013). Obat kemoterapi bersifat toksik bagi sel enterokromafin yang
melapisi mukosa saluran gastrointestinal. Kerusakan tersebut mengaktifkan
radikal bebas yang menyebabkan sel enterokromafin melepaskan serotonin
dalam jumlah banyak.. Serotonin kemudian berikatan dengan reseptor 5-
HT3 yang berdekatan dengan sel enterokromafin tersebut. Ikatan tersebut
memberikan informasi pada otak sehingga terjadi respon muntah (Jenelsin
MC at al, 2013). Kerja mentol menghambat fungsi dari 5-HT3 sehingga
reseptor tersebut tidak akan tersampaikan ke pusat mual muntah sehingga
tidak terjadi mual muntah.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kanker merupakan satu di antara penyakit yang tidak menular yang
menjadi beban kesehatan terutama bagi yang di diagnose menderita kanker.
Kanker ditandai dengan adanya sel abnormal yang bisa berkembang tanpa
terkendali dan memiliki kemampua untuk menyerang dan berpindah antar
sel dan jaringan tubuh.
Mual merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan dengan
diawali perasaan ingin muntah, serta adanya gejalan otonom seperti pucat,
berkeringat, adanya peningkatan saliva dan takikardi. Sedangkan muntah
adalah pengeluaran paksa isi lambung melalui mulut.
Muntah terjadi yaitu pada awal terjadinya gerakan antiperistaltikusus
atau gerakan peristaltik yang terbalik. Gerakan peristaltic normalnyayaitu
kebawah sedangkan pada orang yang mau muntah gerakanperistaltic
mengarah ke atas. Lalu kita akan bernafas dalam, tulang lidahdan laring kita
naik ke atas untuk menarik sfingler esofagus atas supayaterbuka, lalu glottis
tertutup, kemudian palatum mole (langit-langit mulutyang lunak sebelah
belakang) juga terangkat untuk menutupi nares(rongga hidung) posterior.
Kemudian muncul kontraksi kuat dari bawahdiafragma dan otot dinding
abdomen, akibatnya terjadi peningkatantekanan intragastrik atau perut
seperti diperas, sehingga sfingteresofagus bawah jadi berelaksasi sehingga
isi lambung keluar. Adapun terapi mual dan muntah diberikan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi pasien.
Aromaterapi peppermint adalah salah satu aromaterapi yang dapat
digunakan untuk melemaskan otot-otot yang kram, memperbaiki gangguan
ingestion, digestion, menurunkan terjadinya mual dan muntah serta
mengatasi ketidakmampun flatus. Aromaterapi peppermint dapat
mengurangi rasa mual muntah pada pasien. Aromaterapi peppermint yang
secara khusu bekerja di otot halus saluran gastrointesnal dan seluruh
empedu, selain itu peppermint juga mengandung aromaterapi dan minyak
esensial yang memiliki efek farmakologis.

5.2 Saran
Setelah kelompok melakukan studi kasus, kelompok mengalami
beberapa hambatan dalam penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari
berbagai pihak kelompok mampumenyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Demi kemajuan selanjutnya penulis menyarankan agar :
1. Sebagai tim kesehatan yang baik perlu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilanagar mampu merawat pasien secara komprehensif dan
optimal.
2. Mampu memberikan informasi untuk pengetahuan pasien mengenai
masalahkesehatan yang dialami pasien.
3. Dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada pasien.
Khususnya dalam bidang keperawatan, untuk meningkatkan pelayanan
atau asuhan keperawatan yanglebih optimal dan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, P. A. T. (2020). Dampak Pandemi COVID-19 pada Pelayanan pasien


kanker di Rumah Sakit Tersier di Indonesia: Serial Kasus. JBN (Jurnal
Bedah Nasional), 4(1), 29. https://doi.org/10.24843/jbn.2020.v04.is01.p07
Andrijono. Sinopsis Kanker Ginekologi. Jakarta: Pustaka Spirit; 2019.
Ashoor, A., Nordman, J. C., Veltri, D. Yang, K. H. S., Shuba, Y., Kury, L. A.,
Sadek, B., Howart, F. C., Shehu, A., Kabbani, N., & Oz, M. (2013).
Menthol inhibits 5-HT3 receptor-mediated current. The Journal of
Pharmacology and Experimental Therapeutics, 347, 398 – 409
Ayubbana, Sapti & Hasanah, Uswatun, (2021). Efektifitas aromaterapi
peppermint terhadap mual muntah pada pasien kanker payudara yang
menjalani kemoterapi. Holistik Jurnal Kesehatan. Vol.15, No.1, 1-7
Baddour, K., Kudrick, L. D., Neopaney, A., Sabik, L. M., Peddada, S. D., Nilsen,
M. L., Johnson, J. T., Ferris, R. L., & Mady, L. J. (2020). Potential impact
of the COVID-19 pandemic on financial toxicity in cancer survivors. Head
and Neck, 42(6), 1332–1338. https://doi.org/10.1002/hed.26187
Bersanelli, M. (2020). Controversies about COVID-19 and anticancer treatment
with immune checkpoint inhibitors. Immunotherapy, 12(5), 269–273.
https://doi.org/10.2217/imt-2020-0067
Brunner & Suddarth. (2010). Text book of medical surgical nursing (12th
Edition).China : LWW
Chang, E., Daly, J., & Elliott, D, 2010, "Patofisiologi, Aplikasi pada Praktik
Keperawatan" (S. K. Yulianti, Devi & S. K. Isnaeni, Sari Ns, Eds.), Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Diananda R. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta: Katahati; 2017.
Janelsins, M. C., Tejani, M. A., Kamen, C., Peoples, A. R., Mustian, K. M., &
Morrow, G. R. (2013). Current pharmacotherapy for chemotherapy-
induced nausea and vomiting in cancer patients. Expert opinion on
pharmacotherapy, 14(6), 757-766.
Kasiati, K. (2017). Aromatherapy and Acupressure Combination May Reduce
Nausea Vomiting Response (Effect of Chemotherapy) to Cervical Cancer
Clients. IOSR Journal of Nursing and Health Science, 6, 2.
doi:10.9790/1959-0602020915.
Kumar, V., Cotran, R. S., & Robbins, S. L, 2007, Buku Ajar Patologi, Edisi 7,
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Lubis, R., Sonya, E., & Yusniar, S. (2019). Pemberian Aromaterapi Minyak
Peppermint secara inhalasi berpengaruh terhadap Penurunan Mual Muntah
pada Ibu Hamil di PMB Linda Silalahi Pancur Batu.
Manurung, R., & Adriani, T. U. (2018). Pengaruh Pemberian Aromatherapi
Papermint. Terhadap Penurunan Mual Dan Muntah Pada Pasien Kanker
Yang Menjalani Kemoterapi Di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja
Indonesia Medan Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda, 4(1),
4-14.
KEMENKES RI. (2019). INFODATIN Pusat Data dan nformasi Kementrian
Kesehatan RI Beban Kanker Di Indonesia. Jakarta Selatan: Kemmentrian
Kesehatan RI.
Manurung, R., & Adriani, T. U. (2018). Pengaruh Pemberian Aromaterapi
Papermint. Terhadap Penurunan Mual dan Muntah Pada Pasien Kanker
Yang Menjalani Kemoterapi Di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja
Indonesia Medan Tahun 2017. Jurnal lmiah Keperawatan Imelda, 4(1), 4-
14, E-ISSN 2597-7172, P-ISSN 2442-810.
Nuriya. Alvian & Taufik, A (2021). Aromaterapi Sebagai Terapi Komplementer
untuk Mengatasi Nyeri, Depresi, Mual dan Muntah pada Pasien Kanker.
Jurnal of Bionursing. Vol.3, No.1, 1-11
Potter dan Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses
&. Praktek.Edisi 4. Vol 1. Jakarta : EGC.
Pringgoutomo, Sudarto, Himawan, Sutisna, Tjarta, Achmad, 2002, Buku Ajar
Patologi I (Umum), edisi 1, Sagung Seto, Jakarta.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, Beban Kanker Di Indonesia.
(2019). ISSN 2442-7659
Rahmah, S., & Dera, A. (2021). Penurunan Mual Muntah Pasien Acute
Limfoblastik Leukimia yang Menjalani Kemoterapi dengan Terapi
Akupresur Pada Titik P6 (Neiguan) dan Titik ST36 (Zusanli). Jurnal Ners
Muda, Vol 2 (2), 37-46.
Rasjidi I. Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer.
2019;3(3):103-8.
Rasjidi I. Deteksi Dini Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta: Sagung Seto;
2019
Rasjidi I. 100 Questions and Answer Kanker pada Wanita. Jakarta: Elex Media
Komputindo; 2020
Rihiantoro, T., Oktavia, C., & Udani, G. (2018). Pengaruh Pemberian
Aromaterapi Peppermint Inhalasi terhadap Mual Muntah pada Pasien Post
Operasi dengan Anestesi Umum. Jurnal Keperawatan, VOl. 14(1), ISSN
1907-0357, 1-10.
Rimawan, I. N. (2021). Pengaruh Aromaterapi Papermint. Terhadap Keluhan
Mual Muntah Pada Pasien Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi
Di Ruang Bima Rsud Sanjiwani Gianyar. Jurnal Medika, 6(1), 1-8.
Rita, P. & Animesh, D. K. (2011). An updated overview on peppermint (Metha
Piperita L. ). International Research Journal Of Pharmacy, 2, 1-10.
Rhodes, V. A. & McDaniel, R. W. (2001). Nausea, vomiting, and
retching:complex problems in palliative care. A Cancer Journal for
Clinicians
Sagita, M. D., Neherta, M., & Huriani, E. (2021). Penurunana Rerata Kejadian
Mual dan Muntah Melalu Pemberian Aromaterapi Papermint. pada Pasien
Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi. Jurnal Ilmiah Permas:
Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 11(3), 609-616, e-ISSN 2549-8134, p-
ISSN2089-0834.
Sali, A. & Vitetia, L. (2007). Peppermint and the gut. Medicine Today, 8, 67-69.
Setyawan, A. & Oktavianto, E. (2020). Efektifitas Aromaterapi Lavender terhadap
Tingkat Kecemasan Menghadapi OSCE pada Mahasiswa Keperawatan.
Jurnal Berkala Kesehatan, Vol.6, No.1, Mei 2020; 9-13. DOI:
10.20527/jbk.v6i1.8356
Shinta R, N & Surarso, B. (2016). Terapi Mual Muntah Pasca Kemoterapi, Jurnal
THT-KL, Vol. 9, 74-83
Stea, S., Beraudi, A., & Pasquale, D.D. (2014). Essential Oils for Complementary
Treatment of Surgical Patients: State of the Art. Hindawi Publishing
Corporation, 2014,6.
Tiran, D (2008). Nausea and Vomiting in Pregnancy; an Integrated Approach to
Care. Livingstone: Churchill

Wiryani, O., Herniyatun, & Kusumastuti. (2019). Efektivitas Aromaterapi


Papermint. Terhadap Keluhan Mual dan Muntah Pada Pasien CA Serviks
dengan Kemoterapi di RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto.
URECOL, 139-148.

Wulandari, Rinda Intan Sari & Mugi Hartoyo. 2015. Pengaruh Aromaterapi
Perpermint Terhadap Penurunan Mual Muntah Akut Pada Pasien Yang
Menjalani Kemoterapi Di Smc Rs Telogorejo. Fakultas Keperawatan
Poltekkes Depkes Kemenkes Semarang.
Zuraida, & Elsa, D. S. (2018). Perbedaan Efektivitas Pemberian Essensial Oil
Peppermint dan Aroma Terapi Lavender terhadap Intensitas Mual dan
Muntah pada Ibu Hamil Trimester I di Puskesmas Baso Kabupaten Agam.
Jurnal Menara Ilmu, Vol. 12(4), ISSN 1693-2617, E-ISSN 2528-7613, 142-
152

Anda mungkin juga menyukai