Oleh :
BISMA ADITIYA PUTRA,S.Kep
NIM. 1120021017
Dosen Pembimbing :
SITI DAMAWIYAH,S.Kep.,Ns.,M.Kep
NPP. 03 04 736
b. Glomerulus
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut glomerulus,
yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal.Tekanan darah mendorong
sekitar 120 ml plasma darah melalui dinding kapiler glomerular setiap menit.Plasma
yang tersaring masuk ke dalam tubulus.Sel-sel darah dan protein yang besar dalam
plasma terlalu besar untuk dapat melewati dinding dan tertinggal.
c. Tubulus kontortus proksimal
Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah disaring
oleh glomerulus melalui kapsula bowman.Sebagian besar dari filtrat glomerulus
diserap kembali ke dalam aliran darah melalui kapiler-kapiler sekitar tubulus kotortus
proksimal.Panjang 15 mm dan diameter 55μm
d. Ansa henle
Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari nefron ginjal
dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan kemudian naik
kembali kebagian korteks dan membentuk ansa. Total panjang ansa henle 2-14 mm.
e. Tubulus kontortus distalis
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil longgar
kedua.Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin dibuat pada tubulus
kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20 ml/menit) mencapai
tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam tubulus proksimal.
f. Duktus koligen medulla
Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif.Pengaturan secara halus
dari ekskresi natrium urin terjadi disini.Duktus ini memiliki kemampuan
mereabsorbsi dan mensekresi kalsium
2.3 Fungsi Ginjal
Adapun fungsi ginjal menurut (Muttaqin, 2011) antara lain :
a. Mengatur volume air (cairan) dalan tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine yang
encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urin
yang dieksresikan jumlahnya berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga
susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal
b. Mengatur keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan pengeluaran yang
abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan garam yang berlebihan atau penyakit
perdarahan, diare, dan muntah-muntah, ginjal akan meningkatkan sekresi ion-ion yang
penting seperti Na, K, Cl, dan fosfat.
c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Pengaturan ini tergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan, (mixed
diet) akan menghasilkan urin yang bersifat asam, pH kurang dari 6. Disebabkan oleh
hasil metabolisme protein. Jika banyak memakan sayuran, urin akan bersifat basa, pH
urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahan pH
darah.
d. Ekskresi sisa-sisa metabolisme makanan (Ureum, asam urat, dan kreatinin)
Bahan-bahan yang dieskresikan oleh ginjal antara lain zat toksik, obat-obatan,
hasil metabolisme hemoglobin, dan bahan kimia lain (pestisida)
e. Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting dalam
mengatur takanan darah (sistem rennin-angiotensin-aldosteron) yaitu untuk
memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Ginjal juga membentuk
hormon dihidroksi kolekalsifero (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorbsi ion
kalsium di usus.
f. Pengaturan tekanan darah dan memproduksi enzim rennin
Angiotensin dan aldosteron yang bersungsi meningkatkan tekanan darah.
g. Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan atau zat kimia
asing lain dari tubuh.
3. Klasifikasi
Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF),
namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan
klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2.
Secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology
CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF
(cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat
2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
a. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
1) Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b) Asimptomatik
c) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium II : Insufisiensi ginjal
a) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b) Kadar kreatinin serum meningkat
c) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan). Terdapat 3 derajat
insufisiensi ginjal:
1) Ringan :40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang :15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat :2% - 20% fungsi ginjal normal
3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a) kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b) ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
c) air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
4) KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) :
a) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal > 90 ml/menit/1,73m2),
b) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -
89 mL/menit/1,73 m2,
c) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2,
d) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2,
e) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
Tabel 1.1 LFG dan stadium CKD
(Sumber : Clarkson, 2005)
Stadium Deskripsi LFG (ml/menit/1.73 m3)
0 Risiko meningkat 90 dengan faktor resiko
1 Kerusakan ginjal disertai LFG normal / 90
meninggi
2 Penurunan ringan LFG 60-89
3 Penurunan sedang LFG 30-59
4 Penurnan berat LFG 15-29
5 Gagal Ginjal 15 atau dialisis
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin Test) dapat
digunakan rumus:
( 140−umur ) x BB (kg)
CCT (ml /menit )= x 0,85
72 x Kreatin Serum(mg /dl)
Nilai normal :
Laki-laki : 97-137mL/menit/1,73m3 atau 0,93-132mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73m3 atau 0,85-1,23ml/detik/m2
4. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
a. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
f. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
g. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
h. Nefropati obstruktif
1) Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
2) Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
5. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.
Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh, semakin banyak timbunan produk sampah akan semakin berat.
a. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan
luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
b. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja
sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik
c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H +) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3) .penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
sesak napas.
e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum
fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan
pebyakit tulang.
f. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
6. Phatwhay
Nefron rusak
Gangguan Produksi Urin
Reabsorbsi
Hipermatremis Gangguan
Hipotermia Eliminasi
Retensi Cairan
Proses HD Kontinyu Vol. Vaskuler
Vol. Vaskuler
Tindakan infasif berulang Hipotensi
Permeabilitas
Injuri Jaringan Perfusin Turun Kapiler
Risiko Infeksi
Ketidakefektifan Odema
Perfusi Jaringan Perifer
Informasi
Inadekuat Stagnansi Vena
Intoleransi Aktivitas
Stress Ulcer Kerusakan
Jaringan Kulit
Retensi
HCL CO2
Ekspansi Paru Odema Pulmonal
Mual Muntah
Asidosis Dyspneu
Respiratorik
Ketidakseimbangan
Nutrisi : Kurang Dari Ketidakefektifan
Kebutuhan Tubuh Gangguan Pola Napas
Pertukaran Gas
Laki-laki :
( 140−umur ) x BB(kg)
CCT =
Kreatin Serum(mg/dl)
( 140−umur ) x BB (kg)
Perempuan : CCT = x 0,85
72 x Kreatin Serum(mg /dl)
Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan besaran kreatin :
Kreatin urin ( mg /dl ) x Vol . urin(ml/ 24 jam)
Bersihan Kreatin=
2 ! Kreatin Serum ( mg/dl ) x 1440 menit
Nilai normal :
Laki-laki : 97-137mL/menit/1,73m3 atau 0,93-132mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73m3 atau 0,85-1,23ml/detik/m2
l. Identifikasi Etiologi Gagal Ginjal
1) Analisis urin rutin
a) Mikrobiologi Urin
b) Kimia Darah
c) Elektrolit
d) Imunodiagnosis
m. Identifikasi Perjalanan Penyakit
Nilai Normal :
1) Laki-laki : 97-137mL/menit/1,73m3 atau 0,93-132mL/detik/m2
2) Wanita : 88-128 mL/menit/1,73m3 atau 0,85-1,23ml/detik/m2
3) Hemopoesis : Hb, trombosit, Fibrinogen, Faktor Pembekuan
4) Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-,Mg+
5) Endokrin : PTH dan T3, T4
6) Pemeriksaan lain dilakukan berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal
(misalnya : Infark Miokard)
n. Diagnostik
1) Etiologi CKD dan Terminal
a) Foto polos abdomen
b) USG
c) Nefrotogram
d) Pielografi retrograde
e) Pielografi antegrade
f) Mictuating cysto urography (MCU)
f. Perdarahan Uremia
Perdarahan uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit
dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama
hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
g. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit
kepala.
h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
i. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
C. Tinjauan Teori : Hipertensi
1. Pengertian
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi
diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-
10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan
tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit atau
keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma
cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat (Bakri, 2008).
2. Klasifikasi
Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII
Tekanan Darah
Kategori
Sistolik Diastolik
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Pre Hipertensi 120 – 139 mmHg 8089 mmHg
Stadium 1 140 – 159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2 160 mmHg 108 mmHg
3. Etiologi
Berdasarkan penyebab hiperttensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah M, 2012)
a. Hipertensi primer
Hiperteni primer adalah hipertensi esensial atau hipertensi yang 90% tidak
diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial diantaranya :
1) Genetik
Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi mendapatkan
penyakit hipertensi
2) Jenis Kelamin dan Usia
Laki-laki usia 35-50 tahun dan perempuan yang telah menopause berisiko tinggi
mengalami penyakit hipertensi
3) DIIT konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak
Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan kandungan lemak
yang tinggi secara langsung berkaitan dengan berkermbangnya penyakkit
hipertensi
4) Berat badan obesitas
Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi
5) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol
Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan berkembangnya
hipertensi karena reaksi bahan atau zat uyang terkandung dalam keduanya.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu :
1) Coarctationaorta
Yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin terjadi beberapa tingkat pada
aorta tersebut dapat menghambat aliran darah sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah diatas area kontriksi
2) Penyakit parenkim dan vascular ginjal
Penyakit ini merupakan penyakit utama penyebab hipertensi sekunder
3) Satu atau lebih arteri besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal.
Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertnsi disebabkan oleh
aterosklerosis atau fibrous dyplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous).
Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamsi, serta perubahan
struktur serta fungsi ginjal.
4) Penggunaan kontrasepsi hormonal (esterogen)
Kontrasepsi secara oral yang memiliki kandungan estrogen dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate volume
explantion.. Tekanan darah akan kembali normal setelah berhenti
penggunaannya.
5) Gangguan endokrin
Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal hypertension disebabkan
hiperteni sekunde. Adrenalmediate hypertension disebabkan kelebihan primer
aldosterone, kortison, dan katekolamin.
6) Kegemukan (Obesitas) dan diperburuk dengan malas berolahraga
7) Stres yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk sementara
waktu
8) Kehamilan
9) Luka bakar
10) Peningkatan tekanan vaskuler
11) Merokok
Nikotin yang terdapat dalam rokok dapat merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan ketekolamin mengakkibatkan iritabilitas miokardial, peningkatan
denyut jantung serta menyebabkan vasokortison yang kemudian menyebabkan
kenaikan tekanan darah
Hipertensi pada lanjut usia menurut Nurarif A.H dan Kusuma H (2016) dibedakan
atas 2 hal yaitu :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan
diastolic sama atau lebih besar dari 90 mmHg
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan diastolic lebih besar dari 160mmHg
dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg
Sedangkan penyebab hipertensi pada orang lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan berikut, diantaranya :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e. Meningkatnya retensi pembuluh darah perifer.
4. Patofisiologi
Hipertensi dapat menyebabkan penyakit ginjal. Hipertensi dalam jangka waktu yang
lama dapat mengganggu ginjal. Beratnya pengaruh hipertensi terhadap ginjal tergantung
dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan
darah dalam waktu lama makin berat komplikasi yang mungkin ditimbulkan.
Hipertensi merupakan penyebab gagal ginjal kronik kedua terbesar setelah diabetes
militus. Adanya peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan nantinya akan merusak
pembuluh darah pada daerah di sebagian besar tubuh.
Hipertensi dan gagal ginjal memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin
merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal. Sebaliknya,
penyakit ginjal kronik yang berat dapat menyebabkan hipertensi atau ikut berperan dalam
hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air, pengaruh vasopresor dari sistem
renin-angiotensin dan mungkin pula melalui defisiensi prostaglandin. Nefrosklerosis
menunjukkan adanya perubahan patologis pada pembuluh darah ginjal akibat hipertensi.
Keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik, terutama pada
populasi bukan orang kulit putih (Price & Wilson, 2005).
Hubungan antara CKD dan hipertensi dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. CKD
dapat menyebabkan retensi garam dan volume overload berikutnya. Hal ini mungkin atau
tidak disertai dengan pembengkakan (edema) bersama dengan peningkatan tekanan darah.
Selain itu, gagal ginjal muncul untuk memicu peningkatan aktivitas dari sistem saraf
simpatik, menyebabkan sesuatu seperti gelombang adrenalin.
Mekanisme hormonal juga memainkan peran penting dalam hubungan antara CKD
dan hipertensi, terutama melalui sistem renin-angiotensin. Hormon ini bisa dilepaskan
sebagai respons terhadap kerusakan kronis dan jaringan parut pada ginjal, dan dapat
memberikan kontribusi untuk hipertensi klien dengan merangsang baik retensi garam,
serta penyempitan pembuluh darah. Hormon lain yang dapat meningkatkan tekanan darah
dan telah meningkatkan jumlah dengan CKD memajukan adalah hormon paratiroid
(PTH). PTH ini menimbulkan kalsium dalam darah, yang juga dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah, mengakibatkan hipertensi.
Sebuah kondisi yang dapat menyebabkan CKD dan hipertensi arteri stenosis ginjal
(penyempitan pembuluh darah yang mendukung ginjal). Ketika penyempitan menjadi
cukup parah, kurangnya aliran darah dapat menyebabkan hilangnya fungsi ginjal. Jika
suplai darah ke kedua ginjal dipengaruhi, atau aliran darah ke ginjal berfungsi tunggal,
seperti setelah penghapusan ginjal akibat kanker, terganggu, klien akan mengembangkan
CKD. Penurunan aliran darah memicu sistem renin angiotensin, menyebabkan hipertensi.
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan struktur pada arteriol
di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi dinding pembuluh darah. Organ
sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat
hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung
iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan
arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh
nefron rusak. Terjadilah gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik sendiri sering
menimbulkan hipertensi. Sekitar 90% hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan
dengan retensi air dan natrium, sementara < 10% bergantung pada renin.
Tekanan darah adalah hasil perkalian dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada
gagal ginjal, volum cairan tubuh meningkat sehingga meningkatkan curah jantung.
Keadaan ini meningkatkan tekanan darah. Selain itu, kerusakan nefron akan memacu
sekresi renin yang akan mempengaruhi tahanan perifer sehingga semakin meningkat.
5. Manifestasi Klinis
Tabel 1.2 Manifestasi Klinis pada pasien CKD dengan Hipertensi
Bersasrkan Sistem Organ
Manifestasi Klinis
Keterangan
Berdasarkan Sistem Organ
Sistem Kardiovaskuler Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-
aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum),
edema periorbital, Friction rub perikardial,
pembesaran vena leher
Sistem Integumen Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering,
bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar
Sistem Pulmoner Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal,
pernapasan Kusmaul
Sistem Gastrointestinal Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan
pada mulut, anoreksia, mual,muntah, konstipasi
dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
Sistem Neurologi Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi,
kejang, kelemahan tungkai, panas pada telapak
kaki, perubahan perilaku
Sistem Muskuloskeletas Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang,
foot drop
Sistem Reproduksi Amenore dan atrofi testikuler
Menurut Nurafif A.H dan Kusuma. H tahun 2016 tanda dan gejala hipertensi
dibedakan menjadi
a. Tanpa gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain oenentuan tekanana arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini
berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan darah tidak
teratur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala lazim yang disertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataan ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Gelisah
4) Mual
5) Muntah
6) Epistakis
7) Kesadaran umum menurn
6. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan dapat bermacam-macam tergantung organ yang terkena
antara lain:
a. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium, tamponade jantung
b. Gangguan elekrolit: hiponatremia, asidosis, hiperkalemia (akibat penuruan ekskresi,
asidosis mertabolik, katabolisme dan masukan diet yang berubah)
c. Neurologi: iritabilitas, neuromuscular, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran,
kejang
d. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, pendarahan
gastrointestinal
e. Hematologi: anemia (akibat penurunan eritropeitin penurunan tentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrom testinal akibat iritasi diet toxin, dan kehilangan darah
selama hemodialisis), diatesis, hemoragik
f. Infeksi: pneumonia, septikemia, infeksi nosokomial
g. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin –
angiotensin – aldosteron
h. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat refensi fosfat, kadar kalsium
peningkatan kadar aluminium
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis
atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
Pemeriksaan laboratorium yang menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1. Laju endap darah
2. Urin
a. Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria)
b. Warna: Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus/nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin
c. Berat Jenis: Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat)
d. Osmolalitas: Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine/ureum sering 1:1.
3. Ureum dan Kreatinin
4. Hiponatremia
5. Hiperkalemia
6. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8. Gula darah tinggi
9. Hipertrigliserida
10. Asidosis metabolic
1. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000), penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik adalah:
a. Tentukan dan tatalaksana penyebab
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam, pada beberapa
klien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretin loop (bumetarid, asam
etokrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan pengawasan dilakukan
melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan/masukan melebihi
keluaran sekitar 500 ml.
c. Diet tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan gejala anoreksia
dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala.
Hindari masukan dan berlebihan dari kalium dan garam.
d. Kontrol Hipertensi Pada klien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam
dan cairan di atur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik
koop, selain obat anti hipertensi.
e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit Hal yang sering ditemukan adalah
hiperglikemia dan asidosis berat hindari kalium yang besar (batasi hingga 60
mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi
kalium (misalnya menghambat ACE dan obat anti inflasi nonsteroid). Asidosis berat
atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam
kaniresis. Deteksi melalui kalium plasma EKG. Gejala-gejala asidosis baru jelas bila
bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter.
f. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang
mengikat posfat seperti alumunium hidroks (330-800 mg) atau kalsium karbonat
(500-3000 mg) pada setiap makan.
g. Deteksi dini dan terapi infeksi Klien uremia harus di terapi sebagai klien
imunosupresif dan di terapi lebih ketat.
h. Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal Banyak obat-obatan yang harus diturunkan
dosisnya misalnya digoksin aminogikosid, analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
i. Deteksi dan terapi komplikasi Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia,
perikarditis neunpari perifer, hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan infeksi
yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.
j. Persiapan dialisis dan program transplantasi Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal
kronik diabetes. Indikasi dilakukan dialisa biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala
klinis yang jelas mesti telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
C. Asuhan Keperawatan Teori : CKD – Pro HD dengan Hipertensi
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun lakilaki sering
memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal
ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama dapat bervariasi, keluhan berupa urine output menurun (oliguria)
sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-
ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus.
Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan zat sisa metabolisme/toksik dalam tubuh
karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunanurine output,
penurunan kesadaran, penurunan pola nafas karena komplikasi dari gangguan sistem
ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain itu, karena
berdampak pada metabolisme, maka akan terjadi anoreksia, nausea, dan vomit
sehingga beresiko untuk terjadi gangguan nutrisi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji
penyakit pada saringan (glomerulus), glomerulonefritis, infeksi kuman; pyelonefritis,
ureteritis, nefrolitiasis, kista di ginjal, polcystis kidney, trauma langsung pada ginjal,
keganasan pada ginjal, batu, tumor, penyempitan atau struktur, diabetes melitus,
hipertensi, kolesterol tinggi, infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis,
preeklamsi.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular atau menurun, sehingga silsilah keluarga
tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun pencetus sekunder seperti DM dan
hipertensi memiliki pengaruh terhadap penyakit gagal ginjal kronik, karena penyakit
tersebut bersifat herediter.
f. Fokus Data Pengkajian
1) Aktifitas dan istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem; kelemahan malaise; Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau
somnolen) Tanda; kelemahan otot; kehilangan tonus; penurunan rentang gerak
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat; Palpitasi, nyeri dada (angina) Tanda :
Hipertensi; nadi kuat; edema jaringan umum dan piting pada kaki dan telapak tangan;
Disritmia jantung; Nadi lemah halus; hipotensi ortostatik; Friction rub perikardial;
Pucat pada kulit; Kecenderungan perdarahan.
3) Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4) Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah,
coklat, oliguria.
5) Manakan dan Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi),
anoreksia, nyeriulu hati, mual atau muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen atau asietes,
pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit atau kelembaban, ulserasi gusi,
perdarahan gusi atau lidah
6) Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa
terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah,
gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor,
kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
7) Nyeri dan Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot atau nyeri kaki dan perilaku berhati-hati atau
distraksi, dan gelisah.
8) Sistem Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan atau tanpa sputum kental dan banyak, takipnea,
dyspnea, peningkatan frekuensi atau kedalaman dan batuk dengan sputum encer
(edema paru).
9) Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia
dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih
rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan
gerak sendi.
10) Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
11) Interaksi Sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam keluarga.
12) Penyuluhan
Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis
herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat,
racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini atau berulang.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis
negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi
sakit atau beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan
pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan
pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan
diagnosis positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai
kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis Promosi
Kesehatan (ICNP, 2015).
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan tanda atau
gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda atau gejala, hanya
memiliki faktor resiko.
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa
keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut
(Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):
Tabel 1.2 Teori Diagnosa Keperawatan pada pasien Chronic Kidney Diseas (CKD)
Kategori dan
No Diagnosa Keperawatan Gejala dan Tanda
Sub Kategori
1 Kategori : Diagnosa Keperawatan : Mayor
Fisiologis Hipevolemia Subjektif
Subketgori : Definisi : - Ortopnea
Nutrisi dan Peningkatan volume cairan - Dispnea
Cairan intravaskular, interstisial, - Paroxysmal Noctural
Kode Dx : dan atau intraselular. Dyspnea (PND)
D.0022
Objektif
- Edema anasarka / perifer
- Berat badan meningkat dalam
waktu singkat
- Junggular Venous Pressure
(JVP) atau Central Venous
Pressure (CVP) meningkat
- Refleks hepatojunggular
Minor
Objektif
- Distensi vena junggularis
- Terdengar suara napas
tambahan
- Hepatomegali
- Kadar Hb/Ht turun
- Oliguria
- Intake lebih banyak daripada
output
- Kongesti paru
2 Kategori : Diagnosa Keperawatan : Mayor
Fisiologis Defisit Nutrisi Objektif
Subketgori : Definisi : - BB turun minimal 10%
Nutrisi dan Asupan nutrisi tidak cukup dibawah rentan ideal
Cairan untuk memenuhi kebutuhan Minor
Kode Dx : metabolisme Subjektif
D.0019 - Cepat kenyang
- Kram/nyeri abdomen
- Nafasu makan menurun
Objektif
- BU hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebih
- Diare
3 Kategori : Diagnosa Keperawatan : Mayor
Psikologis Nausea Subjektif
Subketgori : Definisi : - Mengeluh mual
Nyeri dan Perasaan tidak nyaman pada - Merasa ingin muntah
Kenyamanan bagian belakang tenggorok - Tidak berminat makan
Kode Dx : atau lambung yang dapat Minor
D.0076 mengakibatkan muntah Subjektif
- Terasa asam dimulut
- Sensasi panas atau dingin
- Sering menelan
Objektif
- Produksi saliva meningkat
- Pucat
- Diaforesis
- Takikardia
- Pupil dilatasi
Minor
Objektif
- TD meningkat
- Pola napas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berpikir terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaforesis
3. Intervensi Keperawatan
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga, dan
orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi
masalah yang dialami pasien.
Tabel 1.3 Teori Intervensi Keperawatan pada pasien Chronic Kidney Diseas (CKD)
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
1 Hipevolemi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka
a keseimbangan cairan (L.03020) meningkat dengan kriteria hasil :
1. Asupan cairan dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
meningkat)
2. Haluan urin dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup meningkat)
3. Kelembapan membrane mukosa dari skala 3 (sedang) menjadi 4
(cukup meningkat)
4. Asupan makan dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
meningkat)
5. Edema dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
6. Dehidrasi dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
7. Dehidrasi dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
8. Asites dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
9. Konfusi dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
10. Tekanan darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
11. Denyut nadi radial darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
12. Tekanan arteri rata-rata darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4
(cukup membaik)
13. Membran Mukosa darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
14. Mata Cekung darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
15. Turgol Cekung darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
16. Turgol Kulit darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
17. Berat badan darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
2 Defisit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka
Nutrisi status nutrisi (L.03030) membaik dengan kriteria hasil :
1. Porsi maknana yang dihabiskan dari skala 4 (cukup meningkat)
menjadi 5 (membaik)
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang di prioritaskan.
Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor
lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan
kegiatan komunikasi (Kozier et al., 2010) Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4
tahap operasional yang harus diperhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi
keperawatan, yaitu sebagai berikut :
a. Tahap Prainteraksi
Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan dan
keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami rencana keperawatan yang
baik, menguasai keterampilan teknis keperawatan, memahami rasional ilmiah dan
tindakan yang akan dilakukan, mengetahui sumber daya yang diperlukan, memahami
kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan, memahami
standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan dan penampilan
perawat harus meyakinkan
b. Tahap Perkenalan
Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan nama, umur, alamat
pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan yang akan dilakukan
oleh perawat, memberitahu kontrak waktu, dan memberi kesempatan pada pasien
untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan
c. Tahap Kerja
Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah direncanakan, hal-hal
yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energy pasien,
pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon pasien
terhadap tindakan yang telah diberikan.
d. Tahap Terminasi
Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya setelah dilakukan
tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik kepada pasien dan puji atas
kerjasama pasien, kontrak waktu selanjutnya, rapikan peralatan dan lingkungan pasein
dan lakukan terminasi, berikan salam sebelum menginggalkan pasien, lakukan
pendokumentasian
Tabel 1.4 Teori Implementasi Keperawatan pada pasien Chronic Kidney Diseas
No Diagnosa Implementasi
1 Hipevolemia Manajemen Hipervolemia
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (edema, dispnea, suara
napas tambahan)
2. Monitor intake dan output cairan
3. Monitor jumlah dan warna urin
Terapeutik
1. Batasi asupan cairan dan garam 5. Tinggikan kepala tempat
tidur Edukasi
2. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasai pemberian diuretik
2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat deuretik
3. Kolaborasi pemberian continuous renal replecement therapy
(CRRT), jika perlu
2 Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi makanan yang disukai
3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
3 Nausea Manajemen Mual
Observasi
1. Identifikasi pengalaman mual
2. Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
Terapeutik
1. Kendalikan faktor lingkungan penyebab (mis. Bau tak sedap,
suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
2. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis.
Kecemasan, ketakutan, kelelahan)
Edukasi
1. Anjurkan istirahat dan tidur cukup
2. Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika
merangsang mual
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik, akupresur)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
4 Gangguan Perawatan integritas kulit
Integritas Kulit Obsevasi
/ Jaringan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi)
Terapeutik
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2. Lakukan pemijataan pada area tulang, jika perlu
3. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
4. Bersihkan perineal dengan air hangat
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion atau serum)
2. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
3. Anjurkan minum air yang cukup
4. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
5 Gangguan Pemantauan respirasi
Pertukaran Gas Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas
3. Monitor saturasi oksigen
4. Auskultasi bunyi napas
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Bersihkan sekret pada mulut dan hidung, jika perlu
3. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
4. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
6 Intoleransi Manajemen Energi
Aktivitas Observasi
1. Monitor kelelahan fisik
2. Monitor pola dan jam tidur
Terapeutik
1. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
2. Libatkan keluarga dalam melakukan aktifitas, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
2. Anjurkan keluarga untuk memberikan penguatan positif
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
7 Risiko Perawatan Jantung
Penurunan Observasi
Curah Jantung 1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung
(mis. Dispnea, kelelahan)
2. Monitor tekanan darah
3. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1. Posisikan semi-fowler atau fowler
2. Berikan terapi oksigen
Edukasi
1. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
2. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
8 Perfusi Perifer Perawatan sirkulasi
Tidak Efektif Observasi
1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu)
2. Monitor perubahan kulit
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
4. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
Terapeutik
1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Lakukan pencegahan infeksi
4. Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan meminum obat pengontrol tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
9 Nyeri Akut Manajemen Nyeri
Observasi
1. Identifikasi factor pencetus dan pereda nyeri
2. Monitor kualitas nyeri
3. Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
4. Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala
5. Monitor durasi dan frekuensi nyeri
Teraupetik
1. Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
2. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
2. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat analgetik
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap respon
pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif
dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai
pola pikirnya.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
teratasi,
masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
a. Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
b. Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian dari kriteria hasil
yang telah ditetapkan.
c. Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
d. Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi atau
munculnya masalah baru.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Andra, S.W., Yessie, M.P.2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Permana, Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Chronic Kidney Disease Di
Delima.2014.Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik : Studi Kasus Kontrol di Empat Rumah
Desfrimadona, 2016. Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal Kronik dengan Hemodialisa
6.Jakarta :EGC
Medika.