Anda di halaman 1dari 52

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


CHRONIC KIDNEY DISEASE PRO HEMODIALISA Tn.P (54 Tahun) : HIPERTENSI
DI RUANG HEMODIALISA RUMAH SAKIT ISLAM JEMURSARI SURABAYA

Oleh :
BISMA ADITIYA PUTRA,S.Kep
NIM. 1120021017

Dosen Pembimbing :
SITI DAMAWIYAH,S.Kep.,Ns.,M.Kep
NPP. 03 04 736

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
TAHUN 2022
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Tinjauan Teori : Chronic Kidney Disease (CKD)
1. Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno
Sulystianingsih, 2018).
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan
masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang
semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita gagal
ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi
pada perawatan penderita gagal ginjal terminal.
Tindakan ini sering juga di sebut sebagai terapi pengganti karena berfungsi
menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang sering di lakukan adalah
hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan
utama dan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialisis
(Arliza dalam Nita Permanasari, 2018)
2. Anatomi dan Fisiologi
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti
kacang yang terletak di kedua sisi kolumna
vertebralis.Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri karena tertekan kebawah
oleh hati.Kutub atasnya terletak setinggi iga ke-12,
sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi
iga ke-11. Ginjal terletak di bagian belakang
abdomen atas, di belakang peritoneum, di depan Gambar 1.1 Struktur Makroskopik
2 iga terakhir, dan 3 otot besar transversus
abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor.
Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal.Ginjal
terlindung dengan baik dari trauma langsung, disebelah posterior (atas) dilindungi oleh
iga dan otot-otot yang meliputi iga, seangkan di anterior (bawah) dilindungi oleh bantalan
usus yang tebal.Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan
ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon.
2.1 Struktur Makroskopik Ginjal :
Pada orang dewasa , panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1
inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 150 gram.
Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian, yaitu korteks dan medula ginjal.
Bagian Makroskopik ginjal terdiri dari :
a. Bagian dalam (internal) medulla
Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang jumlahnya antara 18-16
buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya mengahadap ke
sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta dan
diktus koligens terminal.
b. Bagian luar (eksternal) korteks
Substansia kortekalis berwarna coklat merah. konsistensi lunak dan bergranula.
Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sapanjang basis piramid yang
berdekatan dengan garis sinus renalis, dan bagian dalam diantara pyramid dinamakan
kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang
berkelok-kelok dan duktus koligens.
2.2 Struktur Mikroskopik Ginjal :
a. Nefron
Tiap tubulus ginjal dan
glomerolusnya membentuk satu
kesatuan (nefron).Ukuran ginjal
terutama ditentukan oleh jumlah nefron
yang membentuknya.Tiap ginjal
manusia memiliki kira-kira 1.3 juta
nefron Setiap nefron bisa membentuk
urin sendiri.Karena itu fungsi satu
nefron dapat menerangkan fungsi ginjal. Gambar 1.2 Struktur Mikroskopik

b. Glomerulus
Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut glomerulus,
yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal.Tekanan darah mendorong
sekitar 120 ml plasma darah melalui dinding kapiler glomerular setiap menit.Plasma
yang tersaring masuk ke dalam tubulus.Sel-sel darah dan protein yang besar dalam
plasma terlalu besar untuk dapat melewati dinding dan tertinggal.
c. Tubulus kontortus proksimal
Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah disaring
oleh glomerulus melalui kapsula bowman.Sebagian besar dari filtrat glomerulus
diserap kembali ke dalam aliran darah melalui kapiler-kapiler sekitar tubulus kotortus
proksimal.Panjang 15 mm dan diameter 55μm
d. Ansa henle
Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari nefron ginjal
dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan kemudian naik
kembali kebagian korteks dan membentuk ansa. Total panjang ansa henle 2-14 mm.
e. Tubulus kontortus distalis
Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil longgar
kedua.Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin dibuat pada tubulus
kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20 ml/menit) mencapai
tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam tubulus proksimal.
f. Duktus koligen medulla
Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif.Pengaturan secara halus
dari ekskresi natrium urin terjadi disini.Duktus ini memiliki kemampuan
mereabsorbsi dan mensekresi kalsium
2.3 Fungsi Ginjal
Adapun fungsi ginjal menurut (Muttaqin, 2011) antara lain :
a. Mengatur volume air (cairan) dalan tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine yang
encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urin
yang dieksresikan jumlahnya berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga
susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal
b. Mengatur keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan pengeluaran yang
abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan garam yang berlebihan atau penyakit
perdarahan, diare, dan muntah-muntah, ginjal akan meningkatkan sekresi ion-ion yang
penting seperti Na, K, Cl, dan fosfat.
c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Pengaturan ini tergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan, (mixed
diet) akan menghasilkan urin yang bersifat asam, pH kurang dari 6. Disebabkan oleh
hasil metabolisme protein. Jika banyak memakan sayuran, urin akan bersifat basa, pH
urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahan pH
darah.
d. Ekskresi sisa-sisa metabolisme makanan (Ureum, asam urat, dan kreatinin)
Bahan-bahan yang dieskresikan oleh ginjal antara lain zat toksik, obat-obatan,
hasil metabolisme hemoglobin, dan bahan kimia lain (pestisida)
e. Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting dalam
mengatur takanan darah (sistem rennin-angiotensin-aldosteron) yaitu untuk
memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Ginjal juga membentuk
hormon dihidroksi kolekalsifero (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorbsi ion
kalsium di usus.
f. Pengaturan tekanan darah dan memproduksi enzim rennin
Angiotensin dan aldosteron yang bersungsi meningkatkan tekanan darah.
g. Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan atau zat kimia
asing lain dari tubuh.
3. Klasifikasi
Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF),
namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan
klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2.
Secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology
CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF
(cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat
2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
a. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
1) Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b) Asimptomatik
c) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium II : Insufisiensi ginjal
a) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b) Kadar kreatinin serum meningkat
c) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan). Terdapat 3 derajat
insufisiensi ginjal:
1) Ringan :40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang :15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat :2% - 20% fungsi ginjal normal
3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a) kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b) ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
c) air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
4) KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) :
a) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal > 90 ml/menit/1,73m2),
b) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -
89 mL/menit/1,73 m2,
c) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2,
d) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2,
e) Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.
Tabel 1.1 LFG dan stadium CKD
(Sumber : Clarkson, 2005)
Stadium Deskripsi LFG (ml/menit/1.73 m3)
0 Risiko meningkat  90 dengan faktor resiko
1 Kerusakan ginjal disertai LFG normal /  90
meninggi
2 Penurunan ringan LFG 60-89
3 Penurunan sedang LFG 30-59
4 Penurnan berat LFG 15-29
5 Gagal Ginjal  15 atau dialisis

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin Test) dapat
digunakan rumus:
( 140−umur ) x BB (kg)
CCT (ml /menit )= x 0,85
72 x Kreatin Serum(mg /dl)

Nilai normal :
Laki-laki : 97-137mL/menit/1,73m3 atau 0,93-132mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73m3 atau 0,85-1,23ml/detik/m2
4. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
a. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubuler ginjal.
f. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
g. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
h. Nefropati obstruktif
1) Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
2) Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
5. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.
Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh, semakin banyak timbunan produk sampah akan semakin berat.
a. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan
luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
b. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja
sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik
c. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H +) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3) .penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
d. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
sesak napas.
e. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum
fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan
pebyakit tulang.
f. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.
6. Phatwhay

Infeksi Reaksi antigen antibodi Tekanan Darah 

Vaskuler (HT/DM) Arteri sklerosis Vaskulerasi


ginjal
Zat Toksik Tertimbun dalam ginjal GFR 

Obstruksi Gagal Ginjal GFR 


Hidronefrosi
saluran kemih
s

Nefron rusak
Gangguan Produksi Urin 
Reabsorbsi
Hipermatremis Gangguan
Hipotermia Eliminasi
Retensi Cairan
Proses HD Kontinyu Vol. Vaskuler 
Vol. Vaskuler 
Tindakan infasif berulang Hipotensi
Permeabilitas
Injuri Jaringan Perfusin Turun Kapiler 

Risiko Infeksi
Ketidakefektifan Odema
Perfusi Jaringan Perifer
Informasi
Inadekuat Stagnansi Vena

Defisiensi Energi Sel


Ansietas Infiltrasi

Intoleransi Aktivitas
Stress Ulcer Kerusakan
Jaringan Kulit
Retensi
HCL  CO2
Ekspansi Paru  Odema Pulmonal

Mual Muntah
Asidosis Dyspneu
Respiratorik
Ketidakseimbangan
Nutrisi : Kurang Dari Ketidakefektifan
Kebutuhan Tubuh Gangguan Pola Napas
Pertukaran Gas

Sumber : Prabowo, Eko, 2014


7. Manifestasi Klinis
a. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
1) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
2) Defisiensi hormone eritropoetin Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating
Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak
mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom
normositer.
b. Kelainan Saluran cerna
1) Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3)
→ iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
2) Stomatitis uremia Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva
banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
3) Pankreatitis Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
c. Kelainan mata
d. Kardiovaskuler : Hipertensi, Pitting edema, Edema periorbital, Pembesaran vena leher,
Friction Rub Pericardial
e. Kelainan kulit
1) Gatal Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a) Toksik uremia yang kurang terdialisis
b) Peningkatan kadar kalium phosphor
c) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
2) Kering bersisik Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di
bawah kulit.
3) Kulit mudah memar
4) Kulit kering dan bersisik
5) Rambut tipis dan kasar
f. Neuropsikiatri
g. Kelainan selaput serosa
h. Neurologi
Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungka,
rasa panas pada telapak kaki, dan Perubahan Perilaku.
i. Kardiomegali
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang
serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan
tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10%
dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut
Sindrom Uremik
Tabel 1.1 Manifestasi Sindrom Uremik
Sistem Tubuh Manifestasi Klinik
Biokimia Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L) Azotemia
(penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin) Hiperkalemia
Retensi atau pembuangan Natrium Hipermagnesia
Hiperurisemia
Sistem Poliuria, menuju oliguri lalu anuria Nokturia, pembalikan
Perkemihan dan irama diurnal Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010 Protein
Organ silinder Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Reproduksi
Sistem Hipertensi Retinopati dan enselopati hipertensif Beban
Kardiovaskular sirkulasi berlebihan Edema
Sistem Pernafasan Kusmaul, dispnea Edema paru Pneumonitis
Pernafasan
Hematologik Anemia menyebabkan kelelahan Hemolisis Kecenderungan
perdarahan Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septicemia)
Kulit Pucat, pigmentasi Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah
patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan
dengan kehilangan protein) Pruritus “kristal” uremik kulit
kering memar
Sistem Saluran Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB Nafas
Pencernaan berbau amoniak Rasa kecap logam, mulut kering Stomatitis,
parotitid Gastritis, enteritis Perdarahan saluran cerna Diare
Sistem Protein-intoleransi, sintesisi abnormal Karbohidrat-
Metabolisme hiperglikemia,kebutuhaninsulin menurun Lemak-peninggian
Intermedier kadar trigliserida
Neuromuskular Mudah lelah Susunan saraf pusat : Konsentrasi buruk Apati
Letargi atau gelisah, insomnia Kekacauan mental Koma Otot
berkedut, asteriksis, kejang
Gangguan Hiperfosfatemia, hipokalsemia Hiperparatiroidisme sekunder
kalsium dan Osteodistropi ginjal Konjungtivitis (uremik mata merah)
rangka
8. Komplikasi
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin
aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. Neuropati perifer
j. Hiperuremia
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Urin
b. Darah
c. Osmolalitas serum; lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram retrograd; abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasono ginjal; menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi; untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal; mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
masa
h. Gambaran EKG
i. ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
j. Foto polos abdomen; menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih dan adanya
obstruksi (batu).
k. Laboratorium
1) Pemeriksaan Penurunan Fungsi Ginjal
a) Ureum Kreatin
b) Asam Urat Serum

Laki-laki :
( 140−umur ) x BB(kg)
CCT =
Kreatin Serum(mg/dl)
( 140−umur ) x BB (kg)
Perempuan : CCT = x 0,85
72 x Kreatin Serum(mg /dl)
Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan besaran kreatin :
Kreatin urin ( mg /dl ) x Vol . urin(ml/ 24 jam)
Bersihan Kreatin=
2 ! Kreatin Serum ( mg/dl ) x 1440 menit
Nilai normal :
Laki-laki : 97-137mL/menit/1,73m3 atau 0,93-132mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73m3 atau 0,85-1,23ml/detik/m2
l. Identifikasi Etiologi Gagal Ginjal
1) Analisis urin rutin
a) Mikrobiologi Urin
b) Kimia Darah
c) Elektrolit
d) Imunodiagnosis
m. Identifikasi Perjalanan Penyakit
Nilai Normal :
1) Laki-laki : 97-137mL/menit/1,73m3 atau 0,93-132mL/detik/m2
2) Wanita : 88-128 mL/menit/1,73m3 atau 0,85-1,23ml/detik/m2
3) Hemopoesis : Hb, trombosit, Fibrinogen, Faktor Pembekuan
4) Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-,Mg+
5) Endokrin : PTH dan T3, T4
6) Pemeriksaan lain dilakukan berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal
(misalnya : Infark Miokard)
n. Diagnostik
1) Etiologi CKD dan Terminal
a) Foto polos abdomen
b) USG
c) Nefrotogram
d) Pielografi retrograde
e) Pielografi antegrade
f) Mictuating cysto urography (MCU)

2) Diagnostik pemburuk fungsi ginjal


a) RetRegram
b) USG
10. Penatalaksaan
a. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien cronic renal desease
(CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun (Dilakukan
pemeriksaan lab.darah dan urin, Observasi balance cairan, Observasi adanya odema
dan Batasi cairan yang masuk).
b. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ (hiperkalemia
):
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau
serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
c. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer Berhubungan dengan retensi toksin polyamine
dan defisiensi hormon eritropoetin eritroportic stimulating faktor (ESF). Anemia
ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin (r-HuEPO ).
2) Anemia hemolisis Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan
adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan
saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser (terapi pengganti hemodialisis).
A. Tinjauan Teori : Hemodialisa
1. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialysis yang berarti
pemisahan atau filtrasi jadi hemodialisa merupakan proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir
gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat.
Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser yang
terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam tubuh pasien.
Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang berlebih seperti zat sisa nitrogen
yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat, dan elektrolit seperti kalium, fosfor,
dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal ginjal kronik, khususnya pada gagal ginjal
terminal (GGT).
2. Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk memindahkan produk-produk limbah yang
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialysis (Muttaqin &
Sari, 2011). Menurut Nurdin (2009), sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa
mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
3. Prinsip Hemodialisa
Menurut Muttaqin & Sari (2011) disebutkan bahwa ada tiga prinsip yang mendasari
kerja hemodialisa, yaitu :
a. Difusi
Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam
darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
b. Osmosis
Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan
osmolalitas dan dialisat.
c. Ultrafiltrasi
Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan
hidrostatik di dalam darah dan dialisat.
4. Dosis dan Kecukupan Dosis Hemodialisa
a. Dosis hemodialisa
Dosis hemodialisa yang diberikan pada umumnya sebanyak 2 kali seminggu
dengan setiap hemodialisa selama 5 jam atau sebanyak 3 kali seminggu dengan
setiap hemodialisa selama 4 jam.
b. Kecukupan dosis hemodialisa
Kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan disebut dengan adekuasi
hemodialisis. Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitung urea reduction ratio
(URR) dan urea kinetic modeling (Kt/V). Nilai URR dihitung dengan mencari nilai
rasio antara kadar ureum pradialisis yang dikurangi kadar ureum pascadialisis
dengan kadar ureum pascadialisis. Kemudian, perhitumgan nilai Kt/V juga
memerlukan kadar ureum pradialisis dan pascadialisis, berat badan pradialisis dan
pascadialisis dalam satuan kilogram, dan lama proses hemodialisis dalam satuan jam.
Pada hemodialisa dengan dosis 2 kali seminggu, dialisis dianggap cukup bila nilai
URR 65-70% dan nilai Kt/V 1,2-1,4.
5. Terapi Hemodialisa
Selama tindakan hemodialisa dilakukan, darah yang kontak dengandialyzer dan
selang dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal ini dapat mengganggu
cara kerja dialyzer dan proses hemodialisis itu sendiri. Untuk mencegah terjadinya
pembekuan darah selama proses hemodialisis, maka perlu diberikan suatu
antikoagulan agar aliran darah dalam dialyzer dan selang tetap lancar. Terapi yang
digunakan selama proses hemodialisis, yaitu:
a. Heparin
Heparin merupakan antikoagulan pilihan untuk hemodialisa, selain karena mudah
diberikan dan efeknya bekerja cepat, juga mudah untuk disingkirkan oleh tubuh. Ada 3
tehnik pemberian heparin untuk hemodialisa yang ditentukan oleh faktor kebutuhan
pasien dan faktor prosedur yang telah ditetapkan oleh rumah sakit yang menyediakan
hemodialisa, yaitu :
1) Routine continuous infusion (heparin rutin)
Tehnik ini sering digunakan sehari-hari. Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg
selama 2-3 menit sebelum hemodialisa dmulai. Kemudian dilanjutkan 750-1250
U/kg/jam selama proses hemodialisis berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1
jam sebelum hemodialisa selesai.
2) Repeated bolus
Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum hemodialisa
dimulai. Kemudian dilanjutkan dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg berulang-
ulang sampai hemodialisa selesai.
3) Tight heparin (heparin minimal)
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan ringan
sampai sedang. Dosis injeksi tunggal dan laju infus diberikan lebih rendah daripada
routine continuous infusion yaitu 10-20 U/kg, 2-3 menit sebelum hemodialisa dimulai.
Kemudian dilanjutkan 500 U/kg/jam selama proses hemodialisis berlangsung.
Pemberian heparin dihentikan 1 jam sebelum hemodialisa selesai.
b. Heparin-free dialysis (Saline)
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan berat atau
tidak boleh menggunakan heparin. Untuk mengatasi hal tersebut diberikan normal
saline 100 ml dialirkan dalam selang yang berhubungan dengan arteri setiap 15-30
menit sebelum hemodialisa. Heparin-free dialysis sangat sulit untuk dipertahankan
karena membutuhkan aliran darah arteri yang baik (>250 ml/menit), dialyzer yang
memiliki koefisiensi ultrafiltrasi tinggi dan pengendalian ultrafiltrasi yang baik.
c. Regional Citrate Regional Citrate
Regional Citrate Regional Citrate diberikan untuk pasien yang sedang mengalami
perdarahan, sedang dalam resiko tinggi perdarahan atau pasien yang tidak boleh
menerima heparin. Kalsium darah adalah faktor yang memudahkan terjadinya
pembekuan, maka dari itu untuk mengencerkan darah tanpa menggunakan heparin
adalah dengan jalan mengurangi kadar kalsium ion dalam darah. Hal ini dapat
dilakukan dengan memberikan infus trisodium sitrat dalam selang yang berhubungan
dengan arteri dan menggunakan cairan dialisat yang bebas kalsium. Namun demikian,
akan sangat berbahaya apabila darah yang telah mengalami proses hemodialisis dan
kembali ke tubuh pasien dengan kadar kalsium yang rendah. Sehingga pada saat
pemberian trisodium sitrat dalam selang yang berhubungan dengan arteri sebaiknya
juga diimbangi dengan pemberian kalsium klorida dalam selang yang berhubungan
dengan vena.
6. Diet Pasien Hemodialisa
Diet pasien hemodialisa mengacu pada tingkat perburukan fungsi ginjalnya.
Sehingga, ada beberapa unsur yang harus dibatasi konsumsinya yaitu :
a. Asupan protein dibatasi 1-1,2 g/kgBB/hari,
b. Asupan kalium dibatasi 40-70 meq/hari, mengingat adanya penurunan fungsi sekresi
kalium dan ekskresi urea nitrogen oleh ginjal.
c. Jumlah kalori yang diberikan 30-35 kkal/kgBB/hari.
d. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah dengan
insensible water loss, sekitar 200-250 cc/hari.
e. Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan tekanan darah dan
edema.
f. Diet Rendah Kalium (Potassium) Dan Natrium (Sodium) Natrium banyak
terkandung dalam garam dapur (natrium klorida). Bagi penderita gagal ginjal, hindari
makanan yang mengandung natrium tinggi. Terlalu banyak mengkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi natrium menyebabkan kita menjadi banyak minum, padahal
asupan cairan pada pasien penyakit ginjal kronik perlu dibatasi. Asupan garam yang
dianjurkan sebelum dialysis antara 2,5-5 gr garam/hari. Nilai normal natrium adalah
135-145 mmol/L. Pantangan besar :
1) Makanan dan minuman kaleng (Na Benzoat)
2) Manisan dan asinan
3) MSG/ Vetsin/ Moto
4) Ikan asin dan daging asap
5) Garam (makanan tidak boleh terlalu asin).
Kalium adalah mineral yang ada dalam makanan dengan nilai normalnya
adalah 3.5-5.5 mmol/L. Kalium banyak pada buah dan sayur. Kalium memiliki
peran penting dalam aktivitas otot polos (terutama otot jantung) dan sel saraf.
Ginjal normal akan membuang kelebihan kalium, namun pada pasien,
kemampuan tersebut menurun, sehingga dapat terjadi akumulasi/ penimbunan
kalium dalam darah. Biasanya konsentrasi kalium yang tinggi adalah lebih
berbahaya daripada konsentrasi kalium yang rendah. Asupan kalium yang
dianjurkan adalah 40 mg/kgBB/hari. Konsentrasi kalium darah yang lebih dari
5.5 mEq/L akan mempengaruhi sistem konduksi listrik jantung. Kadar kalium
yang sangat tinggi akan membuat otot melemah, mengganggu irama jantung dan
dapat menyebabkan kematian. Pilih buah/sayur yang rendah kalium.
Makanan Yang Tinggi Kalium
1) Buah : pisang, alpukat, kurma, duku, pepaya, apricot, kismis, prune.
2) Sayuran : petersell, daun papaya muda, kapri, seledri batang, kembang kol.
3) Fosfor Dan Kalsium
Tubuh memerlukan keseimbangan fosfor dan kalsium, terutama untuk
membangun massa tulang. Jika ginjal sudah tidak berfungsi dengan baik maka
kadar fosfor naik sehingga kalsium menjadi turun. Agar aliran darah tetap stabil,
pasokan kalsium diambil dari tulang sehingga massa kalsium dalam tulang
menjadi berkurang. Hal ini yang menyebabkan tulang mudah retak atau patah.
Jumlah fosfor yang dibutuhkan sehari 800-1.200mg, sedangkan kalsium
1.000mg. Agar dapat menyeimbangkan jumlah keduanya, sebaiknya perhatikan
kandungannya dalam bahan makanan. Dalam darah, nilai normal fosfor : 2,5-4,5
mg/dl, sedangkan kalsium : 8,4-10,2 mg/dl.
Fosfor adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk tulang. Jika ginjal tidak
berfungsi baik, kelebihan fosfor tidak bisa dibuang. Kadar fosfor yang tinggi
dapat menurunkan kadar kalsium di tulang, melepaskannya ke darah, sehingga
kadar kalsium dalam darah meningkat. Ini akan menyebabkan tulang rapuh,
gatal2, tulang nyeri dan mata merah.
Makanan Tinggi fosfor :
1) Produk susu : susu, keju, yoghurt, es krim.
2) Produk sereal : oatmeal, coklat, waffle, roti gandum.
3) Sayuran : kacang-kacanganan, biji bunga matahari, kedelai.
4) Daging, Ikan dan telur : hati, seafood (udang, kepiting), kuning telur, sarden,
ikan bilis.
Tips Untuk Diet Fosfor :
1) Batasi makanan yang banyak mengandung fosfor.
2) Mengkonsumsi obat pengikat fosfor/fosfat binder, seperti kalsium karbonat
(CaCO3) dan Aluminium hidroksida. Obat ini dikonsumsi di pertengahan
makan agar efektif.
g. Cairan
Pada pasien hemodialisis mudah terjadi penumpukan cairan yang berlebih
karena fungsi ekskresi ginjal yang terganggu. Asupan cairan dalam 24 jam setara
dengan urin yang dikeluarkan 24 jam ditambah 500 cc (berasal dari pengeluaran
cairan dari keringat dan BAB). Ingat juga bahwa makanan berkuah tetap dihitung
sebagai cairan.
Pantangan besar : Air kelapa dan minuman isotonic. Dengan perhatian khusus
: kopi, susu, teh, lemon tea.
Tips mengurangi rasa haus :
1) Kurangi konsumsi garam.
2) Mengisap/mengkulum es batu.
3) Mengunyah permen karet
Menurut KEMKES RI (2011), hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pasien
gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa :
1) Makanlah secara teratur,porsi kecil sering.
2) Diet Hemodialisis ini harus direncanakan perorangan, karena nafsu makan
pasien umumnya rendah sehingga perlu diperhatikan makanan kesukaan
pasien.
3) Untuk membatasi banyaknya jumlah cairan , masakan lebih baik dibuat dalam
bentuk tidak berkuah misalnya: ditumis, dikukus, dipanggang, dibakar,
digoreng.
4) Bila ada edema (bengkak di kaki), tekanan darah tinggi, perlu mengurangi
garam dan menghindari bahan makanan sumber natrium lainnya, seperti
minuman bersoda, kaldu instan, ikan asin, telur asin, makanan yang diawetkan,
vetsin, bumbu instan.
5) Hidangkan makanan dalam bentuk yang menarik sehingga menimbulkan
selera.
6) Makanan tinggi kalori seperti sirup, madu, permen, dianjurkan sebagai
penambah kalori, tetapi hendaknya tidak diberikan dekat waktu makan, karena
mengurangi nafsu makan.

7) Agar meningkatkan cita rasa, gunakanlah lebih banyak bumbu-bumbu seperti


bawang, jahe, kunyit, salam, dll
8) Cara untuk mengurangi kalium dari bahan makanan : cucilah sayuran, buah,
dan bahan makanan lain yang telah dikupas dan dipotong-potong kemudian
rendamlah bahan makanan dalam air pada suhu 50-60 derajat celcius (air
hangat) selama 2 jam, banyaknya air 10 kali bahan makanan. Air dibuang dan
bahan makanan dicuci dalam air mengalir selama beberapa menit. Setelah itu
masaklah. Lebih baik lagi jika air yang digunakan untuk memasak banyaknya
5 kali bahan makanan.
7. Komplikasi Tindakan Hemodialisa
Selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, yaitu :
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada
ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan
tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap
aritmia pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan
dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-
kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak
yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada
pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

f. Perdarahan Uremia
Perdarahan uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit
dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama
hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
g. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit
kepala.
h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
i. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
C. Tinjauan Teori : Hipertensi
1. Pengertian
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi
diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-
10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan
tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit atau
keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma
cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat (Bakri, 2008).
2. Klasifikasi
Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII
Tekanan Darah
Kategori
Sistolik Diastolik
Normal < 120 mmHg < 80 mmHg
Pre Hipertensi 120 – 139 mmHg 8089 mmHg
Stadium 1 140 – 159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2  160 mmHg  108 mmHg

Menurut World Health Organization (dalam Noorhidayah, S.A (2016)) klasifikasi


hipertensi adalah
a. Tekanan darah normal yaitu jika sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan
diastolic kurang atau sama dengan 90 mmHg
b. Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141-149mmHg dan diatolik
91-94 mmHg
c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160
mmHg dan diastolic lebih besar atau sama dengan 95 mmHg

3. Etiologi
Berdasarkan penyebab hiperttensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah M, 2012)
a. Hipertensi primer
Hiperteni primer adalah hipertensi esensial atau hipertensi yang 90% tidak
diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensial diantaranya :
1) Genetik
Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi mendapatkan
penyakit hipertensi
2) Jenis Kelamin dan Usia
Laki-laki usia 35-50 tahun dan perempuan yang telah menopause berisiko tinggi
mengalami penyakit hipertensi
3) DIIT konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak
Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan kandungan lemak
yang tinggi secara langsung berkaitan dengan berkermbangnya penyakkit
hipertensi
4) Berat badan obesitas
Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi
5) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol
Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan berkembangnya
hipertensi karena reaksi bahan atau zat uyang terkandung dalam keduanya.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui penyebabnya.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit, yaitu :
1) Coarctationaorta
Yaitu penyempitan aorta congenital yang mungkin terjadi beberapa tingkat pada
aorta tersebut dapat menghambat aliran darah sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah diatas area kontriksi
2) Penyakit parenkim dan vascular ginjal
Penyakit ini merupakan penyakit utama penyebab hipertensi sekunder
3) Satu atau lebih arteri besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal.
Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan hipertnsi disebabkan oleh
aterosklerosis atau fibrous dyplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous).
Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamsi, serta perubahan
struktur serta fungsi ginjal.
4) Penggunaan kontrasepsi hormonal (esterogen)
Kontrasepsi secara oral yang memiliki kandungan estrogen dapat menyebabkan
terjadinya hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate volume
explantion.. Tekanan darah akan kembali normal setelah berhenti
penggunaannya.
5) Gangguan endokrin
Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal hypertension disebabkan
hiperteni sekunde. Adrenalmediate hypertension disebabkan kelebihan primer
aldosterone, kortison, dan katekolamin.
6) Kegemukan (Obesitas) dan diperburuk dengan malas berolahraga
7) Stres yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah untuk sementara
waktu
8) Kehamilan
9) Luka bakar
10) Peningkatan tekanan vaskuler
11) Merokok
Nikotin yang terdapat dalam rokok dapat merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan ketekolamin mengakkibatkan iritabilitas miokardial, peningkatan
denyut jantung serta menyebabkan vasokortison yang kemudian menyebabkan
kenaikan tekanan darah
Hipertensi pada lanjut usia menurut Nurarif A.H dan Kusuma H (2016) dibedakan
atas 2 hal yaitu :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan
diastolic sama atau lebih besar dari 90 mmHg
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan diastolic lebih besar dari 160mmHg
dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg
Sedangkan penyebab hipertensi pada orang lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan berikut, diantaranya :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e. Meningkatnya retensi pembuluh darah perifer.
4. Patofisiologi
Hipertensi dapat menyebabkan penyakit ginjal. Hipertensi dalam jangka waktu yang
lama dapat mengganggu ginjal. Beratnya pengaruh hipertensi terhadap ginjal tergantung
dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan
darah dalam waktu lama makin berat komplikasi yang mungkin ditimbulkan.
Hipertensi merupakan penyebab gagal ginjal kronik kedua terbesar setelah diabetes
militus. Adanya peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan nantinya akan merusak
pembuluh darah pada daerah di sebagian besar tubuh.
Hipertensi dan gagal ginjal memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin
merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal. Sebaliknya,
penyakit ginjal kronik yang berat dapat menyebabkan hipertensi atau ikut berperan dalam
hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air, pengaruh vasopresor dari sistem
renin-angiotensin dan mungkin pula melalui defisiensi prostaglandin. Nefrosklerosis
menunjukkan adanya perubahan patologis pada pembuluh darah ginjal akibat hipertensi.
Keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik, terutama pada
populasi bukan orang kulit putih (Price & Wilson, 2005).
Hubungan antara CKD dan hipertensi dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. CKD
dapat menyebabkan retensi garam dan volume overload berikutnya. Hal ini mungkin atau
tidak disertai dengan pembengkakan (edema) bersama dengan peningkatan tekanan darah.
Selain itu, gagal ginjal muncul untuk memicu peningkatan aktivitas dari sistem saraf
simpatik, menyebabkan sesuatu seperti gelombang adrenalin.
Mekanisme hormonal juga memainkan peran penting dalam hubungan antara CKD
dan hipertensi, terutama melalui sistem renin-angiotensin. Hormon ini bisa dilepaskan
sebagai respons terhadap kerusakan kronis dan jaringan parut pada ginjal, dan dapat
memberikan kontribusi untuk hipertensi klien dengan merangsang baik retensi garam,
serta penyempitan pembuluh darah. Hormon lain yang dapat meningkatkan tekanan darah
dan telah meningkatkan jumlah dengan CKD memajukan adalah hormon paratiroid
(PTH). PTH ini menimbulkan kalsium dalam darah, yang juga dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah, mengakibatkan hipertensi.
Sebuah kondisi yang dapat menyebabkan CKD dan hipertensi arteri stenosis ginjal
(penyempitan pembuluh darah yang mendukung ginjal). Ketika penyempitan menjadi
cukup parah, kurangnya aliran darah dapat menyebabkan hilangnya fungsi ginjal. Jika
suplai darah ke kedua ginjal dipengaruhi, atau aliran darah ke ginjal berfungsi tunggal,
seperti setelah penghapusan ginjal akibat kanker, terganggu, klien akan mengembangkan
CKD. Penurunan aliran darah memicu sistem renin angiotensin, menyebabkan hipertensi.
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan struktur pada arteriol
di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi dinding pembuluh darah. Organ
sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat
hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung
iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan
arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh
nefron rusak. Terjadilah gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik sendiri sering
menimbulkan hipertensi. Sekitar 90% hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan
dengan retensi air dan natrium, sementara < 10% bergantung pada renin.
Tekanan darah adalah hasil perkalian dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada
gagal ginjal, volum cairan tubuh meningkat sehingga meningkatkan curah jantung.
Keadaan ini meningkatkan tekanan darah. Selain itu, kerusakan nefron akan memacu
sekresi renin yang akan mempengaruhi tahanan perifer sehingga semakin meningkat.

5. Manifestasi Klinis
Tabel 1.2 Manifestasi Klinis pada pasien CKD dengan Hipertensi
Bersasrkan Sistem Organ
Manifestasi Klinis
Keterangan
Berdasarkan Sistem Organ
Sistem Kardiovaskuler Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-
aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum),
edema periorbital, Friction rub perikardial,
pembesaran vena leher
Sistem Integumen Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering,
bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar
Sistem Pulmoner Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal,
pernapasan Kusmaul
Sistem Gastrointestinal Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan
pada mulut, anoreksia, mual,muntah, konstipasi
dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
Sistem Neurologi Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi,
kejang, kelemahan tungkai, panas pada telapak
kaki, perubahan perilaku
Sistem Muskuloskeletas Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang,
foot drop
Sistem Reproduksi Amenore dan atrofi testikuler

Menurut Nurafif A.H dan Kusuma. H tahun 2016 tanda dan gejala hipertensi
dibedakan menjadi
a. Tanpa gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain oenentuan tekanana arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini
berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan darah tidak
teratur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala lazim yang disertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataan ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Gelisah
4) Mual
5) Muntah
6) Epistakis
7) Kesadaran umum menurn
6. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan dapat bermacam-macam tergantung organ yang terkena
antara lain:
a. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium, tamponade jantung
b. Gangguan elekrolit: hiponatremia, asidosis, hiperkalemia (akibat penuruan ekskresi,
asidosis mertabolik, katabolisme dan masukan diet yang berubah)
c. Neurologi: iritabilitas, neuromuscular, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran,
kejang
d. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, pendarahan
gastrointestinal
e. Hematologi: anemia (akibat penurunan eritropeitin penurunan tentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrom testinal akibat iritasi diet toxin, dan kehilangan darah
selama hemodialisis), diatesis, hemoragik
f. Infeksi: pneumonia, septikemia, infeksi nosokomial
g. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin –
angiotensin – aldosteron
h. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat refensi fosfat, kadar kalsium
peningkatan kadar aluminium
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis
atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
Pemeriksaan laboratorium yang menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1. Laju endap darah
2. Urin
a. Volume: Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria)
b. Warna: Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus/nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin
c. Berat Jenis: Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat)
d. Osmolalitas: Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine/ureum sering 1:1.
3. Ureum dan Kreatinin
4. Hiponatremia
5. Hiperkalemia
6. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8. Gula darah tinggi
9. Hipertrigliserida
10. Asidosis metabolic
1. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000), penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik adalah:
a. Tentukan dan tatalaksana penyebab
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam, pada beberapa
klien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretin loop (bumetarid, asam
etokrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan pengawasan dilakukan
melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan/masukan melebihi
keluaran sekitar 500 ml.
c. Diet tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan gejala anoreksia
dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala.
Hindari masukan dan berlebihan dari kalium dan garam.
d. Kontrol Hipertensi Pada klien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam
dan cairan di atur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik
koop, selain obat anti hipertensi.
e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit Hal yang sering ditemukan adalah
hiperglikemia dan asidosis berat hindari kalium yang besar (batasi hingga 60
mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi
kalium (misalnya menghambat ACE dan obat anti inflasi nonsteroid). Asidosis berat
atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam
kaniresis. Deteksi melalui kalium plasma EKG. Gejala-gejala asidosis baru jelas bila
bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter.
f. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang
mengikat posfat seperti alumunium hidroks (330-800 mg) atau kalsium karbonat
(500-3000 mg) pada setiap makan.
g. Deteksi dini dan terapi infeksi Klien uremia harus di terapi sebagai klien
imunosupresif dan di terapi lebih ketat.
h. Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal Banyak obat-obatan yang harus diturunkan
dosisnya misalnya digoksin aminogikosid, analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
i. Deteksi dan terapi komplikasi Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia,
perikarditis neunpari perifer, hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan infeksi
yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.
j. Persiapan dialisis dan program transplantasi Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal
kronik diabetes. Indikasi dilakukan dialisa biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala
klinis yang jelas mesti telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
C. Asuhan Keperawatan Teori : CKD – Pro HD dengan Hipertensi
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun lakilaki sering
memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal
ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama dapat bervariasi, keluhan berupa urine output menurun (oliguria)
sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-
ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus.
Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan zat sisa metabolisme/toksik dalam tubuh
karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunanurine output,
penurunan kesadaran, penurunan pola nafas karena komplikasi dari gangguan sistem
ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain itu, karena
berdampak pada metabolisme, maka akan terjadi anoreksia, nausea, dan vomit
sehingga beresiko untuk terjadi gangguan nutrisi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji
penyakit pada saringan (glomerulus), glomerulonefritis, infeksi kuman; pyelonefritis,
ureteritis, nefrolitiasis, kista di ginjal, polcystis kidney, trauma langsung pada ginjal,
keganasan pada ginjal, batu, tumor, penyempitan atau struktur, diabetes melitus,
hipertensi, kolesterol tinggi, infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis,
preeklamsi.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular atau menurun, sehingga silsilah keluarga
tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun pencetus sekunder seperti DM dan
hipertensi memiliki pengaruh terhadap penyakit gagal ginjal kronik, karena penyakit
tersebut bersifat herediter.
f. Fokus Data Pengkajian
1) Aktifitas dan istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem; kelemahan malaise; Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau
somnolen) Tanda; kelemahan otot; kehilangan tonus; penurunan rentang gerak
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat; Palpitasi, nyeri dada (angina) Tanda :
Hipertensi; nadi kuat; edema jaringan umum dan piting pada kaki dan telapak tangan;
Disritmia jantung; Nadi lemah halus; hipotensi ortostatik; Friction rub perikardial;
Pucat pada kulit; Kecenderungan perdarahan.
3) Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4) Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah,
coklat, oliguria.
5) Manakan dan Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi),
anoreksia, nyeriulu hati, mual atau muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen atau asietes,
pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit atau kelembaban, ulserasi gusi,
perdarahan gusi atau lidah
6) Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa
terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah,
gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor,
kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
7) Nyeri dan Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot atau nyeri kaki dan perilaku berhati-hati atau
distraksi, dan gelisah.
8) Sistem Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan atau tanpa sputum kental dan banyak, takipnea,
dyspnea, peningkatan frekuensi atau kedalaman dan batuk dengan sputum encer
(edema paru).
9) Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia
dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih
rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan
gerak sendi.
10) Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
11) Interaksi Sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam keluarga.
12) Penyuluhan
Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis
herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat,
racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini atau berulang.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons pasien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung
aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis
negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi
sakit atau beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan
pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan
pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan
diagnosis positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai
kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis Promosi
Kesehatan (ICNP, 2015).
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan tanda atau
gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda atau gejala, hanya
memiliki faktor resiko.
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa
keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut
(Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):
Tabel 1.2 Teori Diagnosa Keperawatan pada pasien Chronic Kidney Diseas (CKD)
Kategori dan
No Diagnosa Keperawatan Gejala dan Tanda
Sub Kategori
1 Kategori : Diagnosa Keperawatan : Mayor
Fisiologis Hipevolemia Subjektif
Subketgori : Definisi : - Ortopnea
Nutrisi dan Peningkatan volume cairan - Dispnea
Cairan intravaskular, interstisial, - Paroxysmal Noctural
Kode Dx : dan atau intraselular. Dyspnea (PND)
D.0022
Objektif
- Edema anasarka / perifer
- Berat badan meningkat dalam
waktu singkat
- Junggular Venous Pressure
(JVP) atau Central Venous
Pressure (CVP) meningkat
- Refleks hepatojunggular
Minor
Objektif
- Distensi vena junggularis
- Terdengar suara napas
tambahan
- Hepatomegali
- Kadar Hb/Ht turun
- Oliguria
- Intake lebih banyak daripada
output
- Kongesti paru
2 Kategori : Diagnosa Keperawatan : Mayor
Fisiologis Defisit Nutrisi Objektif
Subketgori : Definisi : - BB turun minimal 10%
Nutrisi dan Asupan nutrisi tidak cukup dibawah rentan ideal
Cairan untuk memenuhi kebutuhan Minor
Kode Dx : metabolisme Subjektif
D.0019 - Cepat kenyang
- Kram/nyeri abdomen
- Nafasu makan menurun
Objektif
- BU hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebih
- Diare
3 Kategori : Diagnosa Keperawatan : Mayor
Psikologis Nausea Subjektif
Subketgori : Definisi : - Mengeluh mual
Nyeri dan Perasaan tidak nyaman pada - Merasa ingin muntah
Kenyamanan bagian belakang tenggorok - Tidak berminat makan
Kode Dx : atau lambung yang dapat Minor
D.0076 mengakibatkan muntah Subjektif
- Terasa asam dimulut
- Sensasi panas atau dingin
- Sering menelan
Objektif
- Produksi saliva meningkat
- Pucat
- Diaforesis
- Takikardia
- Pupil dilatasi

4 Kategori : Diagnosa Keperawatan : Mayor


Lingkungan Gangguan Integritas Kulit / Objektif
Subketgori : Jaringan Kerusakan jaringan dana tau
Keamanan Definisi : lapisan kulit
dan Proteksi Kerusakan kulit (dermis, Minor
Kode Dx : atau epidermis) atau Objektif
D.0129 membrane mukosa, kornea, - Nyeri
fasia, otot, tendon, tulang - Perdarahan
kartilago, kapsul sendi dan - Keerahan
atau ligamen - Hematoma
5 Kategori : Diagnosa Keperawatan : Mayor
Fisiologis Gangguan Pertukaran Gas Subjektif
Subketgori : Definisi : - Dispnea
Respirasi Kelebihan atau kekurangan Objektif
Kode Dx : O2 dan atau eliminasi CO2 - PCO2 meningkat/ menurun
D.0003 pada membrane alveolus- - PO2 menurun
kapiler - Takikardia
- pH arteri meningkat/menurn
- Bunyi napas tambahan
Minor
Subjektif
- Pusing
- Penglihatan kabur
Objektif
- Sianosis
- Diaforesis
- Gelisah
- Napas cuping hidung
- Pola napas abnormal
6 Kategori : Diagnosa Keperawatan : Mayor
Fisiologis Intoleransi Aktivitas Subjektif
Subketgori : Definisi : - Mengeluh lelah
Aktivitas dan Ketidakcukupan energy Objektif
Istirahat untuk melakukan aktivitas - Frekuensi jantung meningkat
Kode Dx : sehari-hari >20% dari kondisi istirahat
D.0056 Minor
Subjektif
- Dispnea saat / setelah
aktivitas
- Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas
- Merasa lemah
Objektif
- Tekanan darah berubah >20%
dari konsisi istirahat
- Gambaran EKG menunjukan
aritmia saat / setelah aktivitas
- Gambaran EKG menunjukan
iskemia
- Sianosis
7 Kategori : Diagnosa Keperawatan : Faktor Risiko
Fisiologis Risiko Penurunan Curah - Perubahan afterload
Subketgori : Jantung - Perubahanfrekuensi frekuensi
Respirasi Definisi : jantung
Kode Dx : Berisiko mengalami - Perubhan irama jantung
D.0011 pemopaan jantung yang - Perubahan kontraktilitas
tidak adekuat untuk - Perubahan preload
memenuhi kebutuhan Kondisi Klinis Terkait
metabolism tubuh - Gagal jantung kognetif
- Sindrom coroner akut
- Gangguan katup jantung
(stenosis/regurgitasi aorta,
pulmonalis,trikuspidalis, mitalis)
- Atrial/ ventricular septal
defect
- Aritmia
8 Kategori : Diagnosa Keperawatan : Mayor
Fisiologis Perfusi Perifer Tidak Efektif Objektif
Subketgori : Definisi : - Pengisian kapiler >3 dtk
Sirkulasi Penurunan sirkulasi darah - Nadi perifer menurun / tidak
Kode Dx : pada level kapiler yang teraba
D.0009 menganggu metabolism - Akral teraba
tubuh - Akral teraba dingin
- Warna kulit pucat
- Turgol kulit menurn
Minor
Subjektif
- Parastesia
- Nyeri ekstremitas
(klaudikasi intermiten)
Objektif
- Edema
- Penyembuhan luka lambat
- Indeks ankle-brachial <0,90
- Bruit femoral
9 Kategori : Diagnosa Keperawatan : Mayor
Psikologis Nyeri Akut Subjektif
Subketgori : Definisi : - Mengeluh nyeri
Nyeri dan Pengalaman sensorik / *) Pengkajian nyeri dapat
Kenyamanan emosional yang berkaitan menggunakan instrument skala
Kode Dx : dengan kerusakan jaringan nyeri seperti :
D.0077 actual / fungsional. Dengan 1. FLACC Behavioral Pain Scale
onset mendadak atau lambat untuk usia < 3tahun
dan berintensitas ringan 2. Blaker Wong-Face scale untuk
hingga berat yang usia 3-7 tahun
berlangsung kurang dari 3 3. Visual anakogue scale .
bulan numeric rating scale untuk
usia >7tahun
Objektif
- Tampak meringis
- Bersikap protektif
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur

Minor
Objektif
- TD meningkat
- Pola napas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berpikir terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaforesis

3. Intervensi Keperawatan
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga, dan
orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi
masalah yang dialami pasien.
Tabel 1.3 Teori Intervensi Keperawatan pada pasien Chronic Kidney Diseas (CKD)
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
1 Hipevolemi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka
a keseimbangan cairan (L.03020) meningkat dengan kriteria hasil :
1. Asupan cairan dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
meningkat)
2. Haluan urin dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup meningkat)
3. Kelembapan membrane mukosa dari skala 3 (sedang) menjadi 4
(cukup meningkat)
4. Asupan makan dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
meningkat)
5. Edema dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
6. Dehidrasi dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
7. Dehidrasi dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
8. Asites dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
9. Konfusi dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
10. Tekanan darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
11. Denyut nadi radial darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
12. Tekanan arteri rata-rata darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4
(cukup membaik)
13. Membran Mukosa darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
14. Mata Cekung darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
15. Turgol Cekung darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
16. Turgol Kulit darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
17. Berat badan darah dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
membaik)
2 Defisit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka
Nutrisi status nutrisi (L.03030) membaik dengan kriteria hasil :
1. Porsi maknana yang dihabiskan dari skala 4 (cukup meningkat)
menjadi 5 (membaik)

2. Kekuatan otot pengunyah dari skala 4 (cukup meningkat)


menjadi 5 (membaik)
3. Kekuatan otot menelan dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi
5 (membaik)
4. Serum albumin dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(membaik)
5. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi dari skala 4
(cukup meningkat) menjadi 5 (membaik)
6. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat dari skala 4
(cukup meningkat) menjadi 5 (membaik)
7. Pengetahuan tentang pilihan minum yang sehat dari skala 4
(cukup meningkat) menjadi 5 (membaik)
8. Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat dari skala
4 (cukup meningkat) menjadi 5 (membaik)
9. Penyiapan dari penyimpanan makanan yang aman dari skala 4
(cukup meningkat) menjadi 5 (membaik)
10. Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman dari skala 4
(cukup meningkat) menjadi 5 (membaik)
11. Sikap terhadap makanan / minuman sesuai dengan tujuan
kesehatan dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5 (membaik)
12. Perasaan cepat kenyang dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
13. Nyeri abdomen dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
14. Sariawan dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
15. Rambut rontok dari skala 4 (cukup menuurn) menjadi 5
(menurun)
16. Diare dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
17. Berat badan dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
18. IMT dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
19. Frekuensi makan dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
20. Nafsu makan dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
21. BU dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
22. Tebal lipatan kulit trisep membrane mukosa dari skala 4 (cukup
membaik) menjadi 5 (membaik)
3 Nausea Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka
tingkat nausea (L.08065) menurn dengan kriteria hasil :
1. Nafsu makan dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
2. Keluhan mual dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
3. Perasaan ingin muntah dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi
5 (meningkat)
4. Perasaan asam di mulut dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi
5 (meningkat)
5. Sensasi panas dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
6. Sensasi dingin dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
7. Frekuensi menelan dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
8. Diaforesis dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
9. Jumlah saliva dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
10. Pucat dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
11. Takikardia dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
12. Dilatasi dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka
Integritas integritas kulit dan jaringan (L.14125) meningkat dengan kriteria
Kulit / hasil :
Jaringan 1. Elastisitas dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
2. Hidrasi dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5 (meningkat)
3. Perfusi Jaringan dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
4. Kerusakan jaringan dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
5. Kerusakan lapisan kulit dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
6. Nyeri dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
7. Perdarahan dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
8. Kemerahan dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
9. Hematoma dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
10. Pigmentasi abnormal dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
11. Jaringan parut dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
12. Nekrosis dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
13. Abrasis kornea dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
14. Suhu kulit dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
15. Sensasi dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
16. Tekstur dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
17. Pertumbuhan rambut dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
5 Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka
Pertukaran pertukaran gas (L.01003) meningkat dengan kriteria hasil :
Gas 1. Tingkat kesadaran dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
2. Dispnea dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
3. Bunyi napas tambahan dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
4. Pusing Penglihatan kabur dari skala 4 (cukup menurun) menjadi
5 (menurun)
5. Diaforesis dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
6. Gelisah dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
7. Napas cuping hidung dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
8. PCO2 dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
9. PO2 dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
10. Takikardia dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
11. pH arteri dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
12. Sianosis dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
13. Pola napas dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
14. Warna kulit dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
6 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka
Aktivitas toleransi aktivitas (L.05047) meningkat dengan kriteria hasil :
1. Frekuensi nadi dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
2. SPO2 dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5 (meningkat)
3. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dari skala 4
(cukup meningkat) menjadi 5 (meningkat)
4. Kecepatan berjalan dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
5. Jarak Berjalan dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
6. Kekuatan tubuh bagian atas dari skala 4 (cukup meningkat)
menjadi 5 (meningkat)
7. Kekuatan tubuh bagian bawah dari skala 4 (cukup meningkat)
menjadi 5 (meningkat)
8. Toleransi dalam menaiki tangga dari skala 4 (cukup meningkat)
menjadi 5 (meningkat)
9. Keluhan lelah dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
10. Dispnea saat / setelah aktivitas dari skala 4 (cukup menurun)
menjadi 5 (menurun)
11. Perasaan lemah dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
12. Aritmia saat / setelah aktivitas dari skala 4 (cukup menurun)
menjadi 5 (menurun)
13. Sianosis dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
14. Warna kulit dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
15. Tekanan darah dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
16. Frekuensi nadi dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
17. EKG Iskemia dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
7 Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka
Penurunan curah jantung (L.02008) meningkat dengan kriteria hasil:
Curah 1. Kekuatan nadi perifer dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
Jantung (meningkat)
2. Ejection fraction dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
3. Cardiec todex dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
4. Left ventricular stroke work indeks dari skala 4 (cukup
meningkat) menjadi 5 (meningkat)
5. Stroke volume indeks dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
6. Palpitasi dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
7. Brakikardi dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
8. Takikardia dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
9. Gambaran EKG Aritmia dari skala 4 (cukup menurun) menjadi
5 (menurun)
10. Lelah dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
11. Edema dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
12. Distensi vena jungularis dari skala 4 (cukup menurun) menjadi
5 (menurun)
13. Dispnea dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
14. Oligurla dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
15. Pucat / Sianosis dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
16. Proxysmal nocturnal dyspnea dari skala 4 (cukup menurun)
menjadi 5 (menurun)
17. Ortopnea dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
18. Batuk dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
19. Suara jantung S3 dan atau S4 dari skala 4 (cukup menurun)
menjadi 5 (menurun)
20. Murmur jantung dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
21. Berat badan dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
22. Hepatomegali dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
23. Pulmonary vascular resistance dari skala 4 (cukup menurun)
menjadi 5 (menurun)
24. Systernic vascular resitance dari skala 4 (cukup menurun)
menjadi 5 (menurun)
25. Tekanan darah dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
26. Capillary refill time dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
27. Pulmonary artery wedge pressure dari skala 4 (cukup membaik)
menjadi 5 (membaik)
28. Central venous pressure dari skala 4 (cukup membaik) menjadi
5 (membaik)
8 Perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka
Perifer perfusi perifer (L.02011) meningkat dengan kriteria hasil :
Tidak 1. Denyut nadi perifer dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
Efektif (meningkat)
2. Penyembuhan luka dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5
(meningkat)
3. Sensasi dari skala 4 (cukup meningkat) menjadi 5 (meningkat)
4. Warna kulit pucat dari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup
murun)
5. Edema perifer ari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
6. Nyeri ekstremitas ari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
7. Parastesia ari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
8. Kelemahan otot ari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
9. Kram otot ari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
10. Bruit fernoralis ari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
11. Nekrosis ari skala 3 (sedang) menjadi 4 (cukup murun)
12. Pengisian kapiler dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
13. Akral dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
14. Turgol kulit dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
15. TD sistolik & diastolik dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
16. Tekanan arteri rata-rataindeks ankle-brachial dari skala 4
(cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
9 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka
tingkat nyeri (L.08066) meningkat dengan kriteria hasil :
1. Kemampuan menuntaskan aktivitas dari skala 4 (cukup
meningkat) menjadi 5 (meningkat)
2. Keluhan nyeri dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
3. Meringis dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
4. Sikap protektif dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
5. Gelisah dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
6. Kesulitan tidur dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
7. Menarik diri dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
8. Berfokus pada dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
9. Diaforesis dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
10. Perasaan depresi dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
11. Perasaan takut mengalami cedera berulang dari skala 4 (cukup
menurun) menjadi 5 (menurun)
12. Anoreksia dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
13. Perineum terasa tertekan dari skala 4 (cukup menurun) menjadi
5 (menurun)
14. Uterus teraba membulat dari skala 4 (cukup menurun) menjadi
5 (menurun)
15. Ketegangan otot dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
16. Pupil dilatasi dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5
(menurun)
17. Muntah dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
18. Mual dari skala 4 (cukup menurun) menjadi 5 (menurun)
19. Frekuensi nadi dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
20. Pola napas dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
21. Tekanan darah dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
22. Proses berpikir dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
23. Fokus dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
24. Fungsi berkemih dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
25. Perilaku dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)
26. Nafsu Makan dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5
(membaik)
27. Pola tidur dari skala 4 (cukup membaik) menjadi 5 (membaik)

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang di prioritaskan.
Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor
lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan
kegiatan komunikasi (Kozier et al., 2010) Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4
tahap operasional yang harus diperhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi
keperawatan, yaitu sebagai berikut :
a. Tahap Prainteraksi
Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan dan
keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami rencana keperawatan yang
baik, menguasai keterampilan teknis keperawatan, memahami rasional ilmiah dan
tindakan yang akan dilakukan, mengetahui sumber daya yang diperlukan, memahami
kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan, memahami
standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan dan penampilan
perawat harus meyakinkan

b. Tahap Perkenalan
Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan nama, umur, alamat
pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan yang akan dilakukan
oleh perawat, memberitahu kontrak waktu, dan memberi kesempatan pada pasien
untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan
c. Tahap Kerja
Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah direncanakan, hal-hal
yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energy pasien,
pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon pasien
terhadap tindakan yang telah diberikan.
d. Tahap Terminasi
Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya setelah dilakukan
tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik kepada pasien dan puji atas
kerjasama pasien, kontrak waktu selanjutnya, rapikan peralatan dan lingkungan pasein
dan lakukan terminasi, berikan salam sebelum menginggalkan pasien, lakukan
pendokumentasian
Tabel 1.4 Teori Implementasi Keperawatan pada pasien Chronic Kidney Diseas
No Diagnosa Implementasi
1 Hipevolemia Manajemen Hipervolemia
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (edema, dispnea, suara
napas tambahan)
2. Monitor intake dan output cairan
3. Monitor jumlah dan warna urin
Terapeutik
1. Batasi asupan cairan dan garam 5. Tinggikan kepala tempat
tidur Edukasi
2. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasai pemberian diuretik
2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat deuretik
3. Kolaborasi pemberian continuous renal replecement therapy
(CRRT), jika perlu
2 Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi makanan yang disukai
3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan

Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
3 Nausea Manajemen Mual
Observasi
1. Identifikasi pengalaman mual
2. Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
Terapeutik
1. Kendalikan faktor lingkungan penyebab (mis. Bau tak sedap,
suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
2. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis.
Kecemasan, ketakutan, kelelahan)
Edukasi
1. Anjurkan istirahat dan tidur cukup
2. Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika
merangsang mual
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik, akupresur)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
4 Gangguan Perawatan integritas kulit
Integritas Kulit Obsevasi
/ Jaringan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi)
Terapeutik
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2. Lakukan pemijataan pada area tulang, jika perlu
3. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
4. Bersihkan perineal dengan air hangat
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion atau serum)
2. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
3. Anjurkan minum air yang cukup
4. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
5 Gangguan Pemantauan respirasi
Pertukaran Gas Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola napas
3. Monitor saturasi oksigen
4. Auskultasi bunyi napas
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Bersihkan sekret pada mulut dan hidung, jika perlu
3. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
4. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
6 Intoleransi Manajemen Energi
Aktivitas Observasi
1. Monitor kelelahan fisik
2. Monitor pola dan jam tidur
Terapeutik
1. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
2. Libatkan keluarga dalam melakukan aktifitas, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
2. Anjurkan keluarga untuk memberikan penguatan positif
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
7 Risiko Perawatan Jantung
Penurunan Observasi
Curah Jantung 1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung
(mis. Dispnea, kelelahan)
2. Monitor tekanan darah
3. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1. Posisikan semi-fowler atau fowler
2. Berikan terapi oksigen
Edukasi
1. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
2. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
8 Perfusi Perifer Perawatan sirkulasi
Tidak Efektif Observasi
1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu)
2. Monitor perubahan kulit
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
4. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
Terapeutik
1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Lakukan pencegahan infeksi
4. Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan meminum obat pengontrol tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
9 Nyeri Akut Manajemen Nyeri
Observasi
1. Identifikasi factor pencetus dan pereda nyeri
2. Monitor kualitas nyeri
3. Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
4. Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala
5. Monitor durasi dan frekuensi nyeri
Teraupetik
1. Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
2. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
1. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
2. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat analgetik

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap respon
pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif
dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai
pola pikirnya.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
teratasi,
masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
a. Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
b. Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian dari kriteria hasil
yang telah ditetapkan.
c. Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
d. Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi atau
munculnya masalah baru.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Andra, S.W., Yessie, M.P.2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa

Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Permana, Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Chronic Kidney Disease Di

Ruang Hemodialisa RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Dari Jurnal.

http://Eprints.Ums.Ac.Id/22368/10/Naskah_Pdf (Diakses : 31 Desember 2021)

Delima.2014.Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik : Studi Kasus Kontrol di Empat Rumah

Sakit di Jakarta. Jurnal. https://media.neliti.com/media/publications/74905-ID-faktor-

risiko-penyakit-ginjal-kronik-stu.pdf. (Diakses :31 Desember 2021)

Desfrimadona, 2016. Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal Kronik dengan Hemodialisa

di RSUD Dr. M. Djamil Padang. Diploma Thesis : Univesitas Andalas

Padila.2012.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogjakarta :Nuha Medika

PPNI.2017.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,

Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keparawatan,

Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Price SA.2016.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Kronik - Volume 2.Edisi

6.Jakarta :EGC

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:Nuha

Medika.

Anda mungkin juga menyukai