NIM :210211602858
Offering :B
Struktur Batin Puisi Berbau Sindrian Sosialitas dan Religuitas pada Karya
Emha Ainun Najib yang Berjudul Menyorong Rembulan
Berdasarkan teori I.A.Richard yang disitir oleh Djojosuroto (2006 : 23) yang mengatakan
bahwa ada empat unsur struktur batin puisi, yakni: tema, nada, perasaan dan amanat. Berikut ini
akan dijelaskan secara singkat masing-maing unsur yang dimaksud, sebagai berikut:
1) Tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan penyair lewat puisinya. Tema puisinya
biasanya mengungkapkan persoalan manusia yang bersifat hakiki, seperti : cinta kasih,
ketakutan, kebahagiaan, kedukaan, kesengsaraan hidup, keadilan dan kebenaran,
ketuhanan, kritik sosial dan protes.
2) Nada adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling) dan sikap penyair terhadap
pembaca (tone). Nada seringkali dikaitkan dengan suasana.
3) Perasaan adalah rasa penyair yang diungkapkan dalam puisi. Puisi biasanya
mengungkapkan perasaan gembira, sedih, cinta, dendam, dan sebagainya. Perasaan yang
diungkapkan penyair bersifat total, artinya tidak setengah-setengah.
4) Amanat merupakan pesan atau himbauan yang disampaikan penyair kepada pembaca.
Amanat sebuah puisi dapat ditafsirkan secara individual dari setiap pembaca. Pembaca
yang satu mungkin menafsirkan amanat sebuah puisi berbeda dengan pembaca yang lain.
Tafsiran pembaca mengenai amanat sebuah puisi tergantung dari sikap pembaca itu
terhadap tema yang dikemukakan penyair.
Puisi Menyorong Rembulan adalah salah satu puisi karya yang memiliki pesan lua rbiasa di
dalamnya, setiap pesan yang ingin disampaikan terlihat jelas pada bait-bait yang ditulis,
pemilihan dksi dan penataan bahasa yang baik membuat pembaca mudah dalam memahami
pesan apa yang sebenarnya disampaikan oleh Emha Ainun Najib. Beriku tteks puisinya :
MENYORONG REMBULAN
Di dalam kegelapan orang tidak punya pedoman yang jelas untuk melangkah
Ilir-ilir kita memang sudah nglilir, kita sudah bangun, sudah bangkit bahkan kaki kita sudah berlari
namun akal pikiran kita belum !
Kita masih merupakan anak-anak dari orde yang kita kutuk di mulut namun ajaran-ajarannya kita biarkan
hidup subur di dalam aliran darah dan jiwa kita
Kita mengutuk perampok dengan cara mengincarnya untuk kita rampok balik
Kita mencerca maling dengan penuh kedengkian kenapa bukan kita yang maling
Kita mencaci penguasa lalim dengan berjuang keras untuk bisa menggantikannya
Kita membenci para pembuat dosa besar dengan cara setan yakni melarangnya untuk insaf dan tobat
Kita menghujat para penindas dengan riang gembira sebagaiman iblis yakni menghalangi usahanya untuk
memperbaiki diri
Siapakah selain setan, iblis dan dajjal yang menolak khusnul khotimah manusia ?
Yang kita rintis bukan cinta dan ketulusan melainkan prasangka dan fitnah
Yang kita perbaharui bukan penyembuhan luka melainkan rencana-rencana panjang untuk
menyelenggarakan perang saudara
Yang kita kembang suburkan adalah memakan bangkai saudara-saudara kita sendiri
Melainkan mempersempit dunia kita sendiri dengan lubang-lubang kebencian dan iri hati.
Pada pemaparan teori mengenai struktur batin, terdapat empat poin yang menonjol dalam
struktur batin puisi yakni tema, nada, rasa dan amanat. Berikut hasil analisis struktur batin pada
puisi Menyorong Rembulan :
Tema adalah sebuah gagasan pokok dari sebuah karya sastra. Puisi ini bertemakan
kehidupan masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran yang baik. Permainan kata tentang
cerminan bahwa manusia pasti enggan diperlakukan sama seperti apa yang telah dilakukannya.
Hal tersebut terliah pada bait berikut :
Kita mengutuk perampok dengan cara mengincarnya untuk kita rampok balik
Kita mencerca maling dengan penuh kedengkian kenapa bukan kita yang maling
Kita mencaci penguasa lalim dengan berjuang keras untuk bisa menggantikannya
Kita membenci para pembuat dosa besar dengan cara setan yakni melarangnya untuk insaf dan tobat
makna yang terkandung adalah manusia harus berperilaku sesuai dengan ajaran tuhan (pada puisi
ini menekankan perintah tuhan agar berperilaku baik antar sesame manusia) dan selalu berkaca
diri sebelum melakukan sesuatu.
Nada yang muncul pada puisi ini adalah sindiran terhadap setiap individu yang bertujuan
untuk intropeksi diri, penggambaran bahwa tokoh manusia di puisi ini terlihat jelas memiliki
sikap yang buruk, hal tersebut terlihat pada bait berikut :
Yang kita rintis bukan cinta dan ketulusan melainkan prasangka dan fitnah
Yang kita perbaharui bukan penyembuhan luka melainkan rencana-rencana panjang untuk
menyelenggarakan perang saudara
Yang kita kembang suburkan adalah memakan bangkai saudara-saudara kita sendiri
Terlihat jelas pada bait tersebut bahwa seorang manusia yang digambarkan adlaah manusia yang
tidak melaksanakan pertah tuhan yang berbau pentingnya persaudaraan.
Rasa pada puisi ini mengekspresikan bahwa penyair ikut terluap emosi atas perilaku
manusia termasuk menggambarkan penyair itu sendiri yang termasuk dalam manusia buruk yang
diceritakannya, hal tersebut terlihat pada bait :
Ilir-ilir kita memang sudah nglilir, kita sudah bangun, sudah bangkit bahkan kaki kita sudah berlari namun
akal pikiran kita belum !
Kita masih merupakan anak-anak dari orde yang kita kutuk di mulut namun ajaran-ajarannya kita biarkan
hidup subur di dalam aliran darah dan jiwa kita
Penyair ikut merasakan kemarahan atas tidak patuhnya manusia dengan perintah tuhan mengenai
pentingnya sebuah persaudaraan. Rasa penyesalan juga muncul karena penyair juga
menggambarkan dirinya sebagai manusia yang termasuk manusia terkutuk/buruk/jahat.
Amanat yang terkandung pada puisi ini sangatlah banyak. Seperti berkaca terlebih dahulu
sebelum melakukan sesuatu, saling tolong menolong, meyakini bahwa setiap manusia itu adalah
makhluk sosial, menjunjung tinggi persaudaraan, menghindari perilaku setan dengan berperilaku
sesuai perintah Tuhan, dan intropeksi terhadap diri sendiri perihal apa yang telah dilakukan
sebelumnya dengan tujuan untuk memperbaiki diri menuju pribadi yang lebih baik.