Anda di halaman 1dari 8

KD 3.

12
KONTRIBUSI BANGSA INDONESIA DALAM
PERDAMAIAN DUNIA

A. Konferensi Asia Afrika


Konferensi ini diprakarsai oleh lima negara: Indonesia, India, Pakistan, Burma, dan Sri Langka.
Sebanyak 29 negara hadir, yakni 1. Afghanistan 2. Indonesia 3. Pakistan 4. Birma 5. IranFilipina 6.
Kamboja 7. Irak 8. Iran 9. Arab Saudi 10. Ceylon 11. Jepang 12. Sudan 13. Republik Rakyat Tiongkok
14. Yordania 15. Suriah 16. Laos 17. Thailand 18. Mesir 19. Libanon 20. Turki 21. Ethiopia 22. Liberia
23. Vietnam (Utara) 24. Vietnam (Selatan) 25. Pantai Emas 26. Libya 27. India 28. Nepal 29. Yaman
Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Sri Langka), Sir John Kotelawala, mengundang para
perdana menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan
Pakistan (Mohammed Ali).Pertemuan itu disebut Konferensi Kolombo.(28 April – 2 Mei 195)
Pada 28 – 29 Desember 1954, atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para perdana menteri peserta
Konferensi Kolombo (Birma, Ceylon, India, Indonesia, dan Pakistan) mengadakan pertemuan di Bogor,
Ke lima negara peserta Konferensi Bogor menjadi sponsor Konferensi Asia Afrika dan Indonesia dipilih
menjadi tuan rumah pada konferensi tersebut, yang ditetapkan akan berlangsung pada akhir minggu April
tahun 1955. Presiden Indonesia, Soekarno, menunjuk Kota Bandung sebagai tempat berlangsungnya
konferensi. Berdasarkan Konferensi Bogor (28-31 Desember 1954), terdapat empat tujuan pokok
pelaksanaan Konferensi Asia Afrika.
Tujuan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Memajukan kemauan baik dan kerja sama antara bangsa-bangsa Asia-Afrika dalam menjelajah dan
memajukan kepentingan-kepentingan bersama mereka serta memperkukuh hubungan persahabatan dan
tetangga baik;
b. Menunjau masalah-masalah hubungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan dari negara-negara yang
diwakili;
c. Mempertimbangkan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan dari negara-negara yang
diwakili;
d. Mempertimbangkan masalah-masalah kepentingan khusus dari bangsa-bangsa Asia-Afrika, seperti
masalah kedaulatan nasional, rasialisme, dan koonialisme.
Konferensi ini ( KAA )menghasilkan keputusan penting yang telah disetujui pula prinsip-prinsip
hubungan internasional dalam rangka memelihara dan memajukan perdamaian dunia yang dikenal dengan
Dasasila Bandung.. Isi teks Dasasila Bandung adalah sebagai berikut
1. Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara.
3. Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil.
4. Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain.
5. Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif, sesuai
dengan Piagam PBB.
6. (a) Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara
besar mana pun; (b) Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun.
7. Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan
wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.
8. Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui perundingan,
konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun caracara damai lainnya yang menjadi pilihan
pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
9. Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama.
10. Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.
Bagi Indonesia, penyelenggaraan KAA telah membantu perolehan dukungan tentang perjuangan
merebut Irian Barat. Selain itu tercapai pula kesepakatan antara Indonesia dan RRC tentang dwi
kewarganegaraan, bahwa seseorang dengan dua kewarganegaraan harus memilih di salah satunya dan
apabila tidak dapat memilih, dapat mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Bagi dunia internasional, KAA
telah menumbuhkan semangat dan menambah kekuatan moral para pejuang bangsa-bangsa Asia dan
Afrika yang pada masa itu tengah memperjuangkan kemerdekaan tanah air mereka, sehingga kemudian
lahirlah sejumlah negara merdeka di kawasan Asia dan Afrika. Selain itu, muncul pula semangat
solidaritas di antara Negara-negara Asia Afrika, baik dalam menghadapi masalah internasional maupun
regional. Beberapa konferensi antar organisasi dari negara-negara tersebut diselenggarakan, seperti
Konferensi Mahasiswa Asia Afrika, Konferensi Setiakawan Rakyat Asia Afrika, Konferensi Wartawan
Asia Afrika, dan Konferensi Islam Afrika Asia.
B. Gerakan Nonblok
Berakhirnya Perang Dunia II ternyata tidak menyebabkan pertikaian dan tensi politik global mereda.
Bahkan, babak baru permasalahan politik global dimulai dengan munculnya dua kekuatan berbasis
ideologi yang berbeda. Ada Blok Barat yang mengusung liberalisme dan Blok Timur yang membawa
sosialisme-komunisme. Sentral gerakan blok barat adalah Amerika Serikat, sementara itu Blok Timur
digawangi oleh Uni Soviet. Melihat permasalahan itu, Indonesia telah menyatakan diri menganut
netralisme. Netralisme Indonesia dalam politik luar negeri diwujudkan dalam penerapan prinsip bebas
aktif.
Sikap bebas aktif pemerintah ditunjukkan dalam keikutsertaan dalam KTT Nonaligned I pada tanggal
1-6 September 1961 di Beograd (Yugoslavia). KTT I GNB dihadiri oleh 25 negara yakni Afghanistan,
Algeria, Yaman, Myanmar, Kamboja, Sri Lanka, Kongo, Kuba, Cyprus, Mesir, Ethiopia, Ghana, Guinea,
India, Indonesia, Irak, Lebanon, Mali, Maroko, Nepal, Arab Saudi, Somalia, Sudan, Suriah, Tunisia, dan
Yugoslavia.
KTT Beograd menghasilkan tiga dukumen penting, yakni
a. Pernyataan tentang bahaya perang dan appeal untuk perdamaian;
b. Deklarasi mengenai prinsip-prinsip non-alignment, bersama dengan 27 ketentuan persetujuan tentang
pemecahan masalah-masalah dunia waktu itu;
c. Surat bersama kepada Presiden Kennedy dan PM Kruschev yang berbunyi “urging on the Great Powers
concerned that negotiation should be resumed and pursued so that the danger of war might be removed
from world mankind adopts ways of peace.” (mendesak kepada kekuatan besar dunia untuk terfokus pada
pelaksanaan dan pencapaian perundingan, sehingga bahaya perang dapat dihapus dan umat manusia dapat
menempuh jalan damai).
Konferensi mengutus kepada Presiden Sukarno dan Presiden Medibo Keita untuk menyampaikan
surat kepada Presiden Kennedy. Sementara itu surat kepada PM Kruchev disampaikan oleh PM Nehru
dan Presiden Nkrumah.
Pelaksanaan KTT Nonblok II di Kairo pada 1964. Pada pertemuan ini terdapat pergesekan di negara-
negara Asia-Afrika sendiri. Pertentangan di negara-negara Asia-Afrika ditunjukkan dengan beberapa
peristiwa sebagai berikut.
a. Pertentangan India-Pakistan dan India-RRC memuncak, sehingga India berkeberatan jika Pakistan dan
RRC diundang.
b. Konfrontasi Indonesia-Malaysia sehingga Indonesia Menolak diundangnya Malaysia.
c. Beberapa negara Afrika menolak hadirnya PM Tshombe dari Kongo, sehingga ketika pesawat Tshombe
hendak mendarat, pemerintah terpaksa melarangnya.
Dalam konferensi ini, Indonesia mengumandangkan garis militan dalam rangka strategi nasakomisasi
di tingkat internasional yang sejalan dengan kebijakan politik nasional saat itu. Akan tetapi, negara-negara
yang hadir lebih bersedia menerima gagasan tentang hidup berdampingan secara damai daripada konsep
konfrontasi antara New Emerging Forces dengan The Old Established Forces yang dikemukakan
Indonesia.
Tujuan utama GNB semula difokuskan pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri,
kemerdekaan nasional, kedaulatan, dan integritas nasional negara-negara anggota. Tujuan penting lainnya
adalah penentangan terhadap apartheid; tidak memihak pada pakta militer multilateral; perjuangan
menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme; perjuangan menentang kolonialisme, neo-
kolonialisme, rasisme, pendudukan, dan dominasi asing; perlucutan senjata; tidak mencampuri urusan
dalam negeri negara lain dan hidup berdampingan secara damai; penolakan terhadap penggunaan atau
ancaman kekuatan dalam hubungan internasional; pembangunan ekonomi-sosial dan restrukturisasi
sistem perekonomian internasional; serta kerja sama internasional berdasarkan persamaan hak.
Dalam KTT GNB ke-10 di Jakarta pada tahun 1992, sebagian besar ketidakpastian dan keraguan
mengenai peran dan masa depan GNB berhasil ditanggulangi. Pesan Jakarta, yang disepakati dalam KTT
GNB ke-10 di Jakarta, adalah dokumen penting yang dihasilkan pada periode kepemimpinan Indonesia
dan memuat visi baru GNB, antara lain:
a. Mengenai relevansi GNB setelah Perang Dingin dan meningkatkan kerja sama konstruktif sebagai
komponen integral hubungan internasional.
b. Menekankan pada kerja sama ekonomi internasional dalam mengisi kemerdekaan yang berhasil dicapai
melalui perjuangan GNB sebelumnya.
c. Meningkatkan potensi ekonomi anggota GNB melalui peningkatan kerja sama Selatan-Selatan.
Sejak pertemuan Beograd tahun 1961, serangkaian Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok
telah diselenggarakan yaitu di Kairo, Mesir (1964) diikuti oleh 46 negara dengan anggota yang hadir
kebanyakan dari negara-negara Afrika yang baru meraih kemerdekaan, kemudian di Lusaka, Zambia
(1970), Algiers, Aljazair (1973), Kolombo, Srilangka (1976), Havana, Cuba (1979), New Delhi, India
(1983), Harare, Zimbabwe (1986), Beograd, Yugoslavia (1989), Jakarta, Indonesia (1992), Cartagena de
Indias, Kolombia (1995), Durban, Afrika Selatan (1998), Kuala Lumpur, Malaysia (2003), Havana, Kuba
(2006), Sharm el-Sheikh, Mesir (2009), Teheran, Iran (2012) dan terakhir di Karakas, Venezuela pada
tahun 2015.
C. Deklarasi Djuanda
Setelah kemerdekaan, wilayah Indonesia masih terpisah satu sama lain. Hal ini karena lautan yang di
antara pulau masih belum secara otomatis masuk menjadi kawasan teritorial Indonesia. Dalam Territoriale
Zee en Maritime Kringen Ordonnantie 1939, pulau-pulau di wilayah Indonesia dipisahkan oleh laut di
sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh maksimal 3 mil dari garis
pantai. Sedangkan laut yang memisahkan pulau-pulau yang ada bebas dilewati oleh kapal asing. Untuk
itu, pada tanggal 13 Desember 1957, pemerintah mengumumkan suatu pernyataan tentang wilayah
perairan negara Republik Indonesia. Pengumuman pemerintah ini dikenal dengan istilah Deklarasi
Djuanda. Dalam pengumuman tersebut, ditetapkan batas perairan nasional menggunakan prinsip-prinsip
yang dikenal sebaai “archipelago principle” atau Wawasan Nusantara.
Dengan peraturan tersebut, perairan Indonesia tidak lagi memisahkan pulau-pulau Indonesia, tetapi
justru menyatukan pulau-pulau di Indonesia. Peresmian Deklarasi Juanda ini terdapat dalam UU
No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Isi dari undang-undang tersebut antara lain
a. Perairan Indonesia adalah laut wilayah beserta perairan pedalaman Indonesia atau perairan nusantara;
b. Laut wilayah Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut dari pularu-pulau terluar atau bagian pulau
terluat dengan dihubungkan garis lurus antara yang satu dengan yang lain;
c. Bila ada selat yang lebarnya melebihi 24 mil laut, garis batas laut wilayah ditarik di tengah-tengah
selat;
d. Perairan pedalaman Indonesia atau perairan nusantara adalah semua perairan yang terletak pada sisi
dalam garis dasar;
e. Hak lintas laut damai kendaraan air asing diakui dan dijamin sepanjang tidak mengganggu atau
bertentangan dengan keselamatan dan keamanan wilayah bangsa dan negara. Selain itu, deklarasi ini juga
sudah diakui oleh dunia internasional.
Pada tahun 1982, PBB menetapkannya dalam konvensi hukum laut PBB ke-III. Selanjutnya deklarasi ini
kembali dipertegas dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa
Indonesia merupakan negara kepulauan.

D. Misi Garuda
Dalam Sidang Umum PBB, menteri luar negeri Kanada Lester B. Pearson mengusulkan agar dibentuk
suatu pasukan PBB untuk memelihara perdamaian di Timur Tengah. Indonesia menyatakan kesediaannya
untuk turut serta menyumbangkan pasukan dalam UNEF. Sebagai pelaksanaannya, pada 28 Desember
1956 dibentuk sebuah pasukan yang berkekuatan satu detasemen (550 orang), terdiri atas kesatuan-
kesatuan Teritorium IV/Diponegoro dan Teritorium V/Brawijaya. Kontingen Indonesia untuk UNEF
dinamakan Pasukan Garuda, dan diberangkatkan ke Timur Tengah pada Januari 1957. Pengiriman
Kontingen Garuda ke Mesir dilatarbelakangi hubungan yang baik antara Indonesia dan Mesir. Mesir dan
negara-negara Liga Arab merupakan salah satu negara yang paling awal mengakui kemerdekaan
Indonesia. Pada 18 November 1946, mereka menetapkan resolusi tentang pengakuan kemerdekaan RI
sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh. Pengakuan tersebut adalah suatu pengakuan de jure
menurut hukum internasional. Setelah pengiriman ke Mesir, pada 1960 Indonesia kembali mengirimkan
pasukan perdamaian ke Kongo. Pengiriman ini dilatarbelakangi perang saudara yang meletus di Republik
Kongo (sekarang bernama Zaire) ketika bekas jajahan Belgia tersebut memperoleh kemerdekaannya pada
Juni 1960. Untuk membantu memulihkan keamanan dan ketertiban, atas prakarsa PBB dikirimkan
pasukan bernama United Nations Operation for the Congo (UNOC). Kontingen Indonesia dalam UNOC
yang diberi nama Pasukan Garuda II. Pasukan ini diberangkatkan dengan kapal dari Tanjung Priok pada
10 September 1960. Batalyon garuda II menyelesaikan tugas-tugasnya dan kembali ke tanah air pada
pertengahan bulan Mei 1961. Kontingen Indonesia dalam UNOC kemudian diperbesar kekuatannya
menjadi satu brigade dan diberinama Kontingan Indonesia Garuda III tetapi kemudian diganti namananya
menjadi Komando Pasukan Indonesia Garuda III.
Pada periode-periode Orde Baru, Indonesia kerap mengirimkan Kontingen Garuda. Beberapa negara
yang menjadi tujuan antara lain Vietnam (1973, 1974), Timur Tengah (1973, 1974, 1975, 1976, 1977,
1978, 1979), Iran-Irak (1988, 1989, 1990), Namibia (1989), Irak-Kuwait (1992, 1993, 1994, 1995),
Kamboja (1992, 1993), Somalia (1992), Bosnia-Herzegovina (1993), Bosnia (1994, 1995), Georgia
(1994), Mozambik (1994), Filipina (1994), Tajikistan (1997), Siera Lione (1992- 2002). Pada masa
Reformasi, pengiriman pasukan perdamaian kembali dilakuan. Kali ini beberapa negara yang dituju
adalah Kongo (2003, 2005), Liberia (2003-2009), Sudan (2008, 2009), Lebanon (2006-2017).
E. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dibentuk setelah para pemimpin sejumlah negara Islam
mengadakan Konferensi di Rabat, Maroko, pada tanggal 22 - 25 September 1969, dan menyepakati
Deklarasi Rabat yang menegaskan keyakinan atas agama Islam, penghormatan pada Piagam PBB dan hak
asasi manusia. Pembentukan OKI semula didorong oleh keprihatinan negara-negara Islam atas berbagai
masalah yang diahadapi umat Islam, khususnya setelah unsur Zionis membakar bagian dari Masjid Suci
Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969. Pembentukan OKI antara lain ditujukan untuk meningkatkan
solidaritas Islam di antara negara anggota, mengoordinasikan kerja sama antarnegara anggota,
mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi tempat-tempat suci Islam dan
membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. OKI saat ini
beranggotakan 57 negara Islam atau berpenduduk mayoritas muslim di kawasan Asia dan Afrika. Sebagai
organisasi internasional yang pada awalnya lebih banyak menekankan pada masalah politik, terutama
masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI menjelma sebagai suatu organisasi internasional yang
menjadi wadah kerja sama di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan
antar negara-negara muslim di seluruh dunia. Dalam menjalankan fungsinya, tedapat lima prinsip OKI.
Prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
a. Mengakui persamaan mutlak antara negara-negara anggota;
b. Menghormati hak dalam menentukan nasib sendiri, tidak ikut campur tangan di dalam urusan dalam
negeri negara lain;
c. Menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah setiap negara;
d. Menyelesaikan setiap persengketaan yang mungkin timbul melalui cara-cara damai seperti
perundingan, mediasi, rekonsiliasi, atau arbitrase;
e. Tidak akan menggunakan ancaman maupun kekerasan terhadap integritas wilayah, kesatuan nasional,
atau kemerdekaan politik suatu negara. (Organisasi Kerjasama Islam, 2014)

F. ASEAN
Pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, diadakan pertemuan antara perwakilan lima
negara: Menteri Luar Negeri Indonesia (Adam Malik), Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri
Pertahanan dan Menteri Pembangunan Nasional Malaysia (Tun Abdul Razak), Menteri Luar Negeri
Filipina (Narciso Ramos), Menteri Luar Negeri Singapura (S. Rajaratnam), dan Menteri Luar Negeri
Thailand (Thanat Khoman). Pertemuan tersebut membahas Deklarasi Bersama dengan melakukan
penandatanganan Deklarasi Bangkok (Bangkok Declaration). Isi Deklarasi Bangkok itu adalah sebagai
berikut:
a. mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia
Tenggara;
b. meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional;
c. meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan bersama dalam bidang ekonomi,
sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi;
d. memelihara kerja sama yang erat di tengah-tengah organisasi regional dan internasional yang ada;
e. meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan penelitian di kawasan Asia
Tenggara.
Dengan ditandatanganinya Deklarasi Bangkok Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara
(Association of Southeast Asian Nations/ASEAN) telah resmi berdiri. Organisasi ini bertujuan untuk
menggalang kerja sama antarnegara anggota dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi,
mendorong perdamaian dan stabilitas wilayah, serta membentuk kerja sama dalam berbagai bidang
kepentingan bersama. Organisasi ini memiliki empat norma dan prinsip yang melandasi kehidupan
ASEAN. Ke empat norma dan prinsip itu adalah
a. menentang penggunaan kekerasan dan mengutamakan solusi damai;
b. otonomi regional;
c. prinsip tidak mencampuri urusan negara lain; dan
d. menolak pembentukan aliansi militer dan menekankan kerjasama pertahanan bilateral.
Searah dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai, lima negara di luar negara pemrakarsa
berkeinginan menggabungkan diri dalam organisasi ini, yaitu sebagai berikut:
a. Brunei Darussalam resmi menjadi anggota ke-6 ASEAN pada tanggal 7 Januari 1984 dalam Sidang
Khusus para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/ AMM) di Jakarta, Indonesia
b. Vietnam resmi menjadi anggota ke-7 ASEAN pada pertemuan para Menteri Luar NegerASEAN ke-28
di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, 29-30 Juli 1995
c. Laos dan Myanmar resmi menjadi anggota ke-8 dan ke-9 ASEAN pada pertemuan para Menteri Luar
Negeri ASEAN ke-30 di Subang Jaya, Malaysia, 23-28 Juli 1997.
d. Kamboja resmi menjadi anggota ke-10 ASEAN dalam Upacara Khusus Penerimaan pada tanggal 30
April 1999 di Hanoi.
e. Timor Leste yang secara geografis terletak di wilayah Asia Tenggara secara resmi telah mendaftarkan
diri sebagai anggota ASEAN pada tahun 2011.
Cita-cita tersebut kemudian dipertegas dengan kesepakatan Bali Concord I tahun 1976. Dalam Bali
Concord I itu, para Pemimpin ASEAN menyepakati Program Aksi yang mencakup kerja sama di bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya dan penerangan, keamanan, dan peningkatan mekanisme ASEAN.
Kesepakatan tersebut menandai tahapan penting bagi kerangka kerja sama ASEAN. Tekad dan upaya
keras ASEAN dengan payung Bali Concord I telah berhasil menjaga perdamaian dan stabilitas serta
peningkatan kesejahteraan di kawasan. Harapan tersebut dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 yang
ditetapkan oleh para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN pada KTT ASEAN di Kuala Lumpur tanggal
15 Desember 1997. Untuk mewujudkan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan Bali Concord II pada
KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yaitu, menyepakati pembentukan Masyarakat ASEAN (ASEAN
Community).
G. Jakarta Informal Meeting
Pada Januari 1979, ASEAN melalui pertemuan para menteri luar negerinya menyatakan menentang
perilaku Vietnam dan secara resmi menolak mendukung pemeirntahan Phnom Penh pro Vietnam. Selain
itu ASEAN juga mendukung isolasi internasional atas Vietnam, mengusahakan penarikan tanpa syarat
pasukan Vietnam dan Kamboja, mencegah penetrasi Vietnam ke Thailan, mendukung Kamboja yang
netral, damai, dan demokratis, serta mendukung kepemimpinan ASEAN dalam mencari solusi damai
dalam konflik Kamboja yang bebas dari campur luar. Untuk mengatasai permasalahan tersebut,
Indonesia juga turut secara aktif memprakarsai perdamaian. Sejak saat itu, Indonesia memiliki hubungan
erat dengan Vietnam. Hal ini bertujuan agar mampu memberikan masukan yang positif melalui strategi
yang persuatif terhadap konflik yang melibatkan Vietnam.
Langkah awal pemecahan masalah Kamboja dilakukan pada November 1985. Indonesia sebagai
penghubung resmi ASEAN menyatakan kesediaannya untuk menyelenggarakan sebuah Coctail Party atau
Proximity Talks bagi semua faksi yang terlibat dalam pertikaian Kamboja. Ide ini kemudian berkembang
menjadi Pertemuan Informal Jakarta (Jakarta Informal Meeting/JIM) yang berlangsung Juli 1988. Pada
pertemuan ini disepakati pemisahan antara isu invasi Vietnam dan pendudukan Kamboja oleh Vietnam
dengan perang saudara antar-rakyat Khmer. Setelah pertemuan JIM I, diselenggarakan kembali pertemuan
yang kedua pada Februari 1989. Dalam pertemuan kedua yang dipimpin oleh Ali Alatas selaku Menteri
Luar Negeri Indonesia dicapai kesepakatan. Dalam pertemuan ini Vietnam bersedia menerima
internasionalisasi konflik Kamboja, yakni melalui mekanisme kontrol internasional. Khmer Merah masih
tetap merupakan pokok persengketaan dan ASEAN bersikeras agar setiap pemecahan masalah kamboja
harus melibatkan Khmer Merah.
Setelah pertemuan Paris, Jepang kemudian mengambil inisiatif untuk menjadi tuan rumah yang
mempertemukan antara Hun Sen dan Sihanouk. Penandatanganan ini didorong oleh hancurnya kekuatan
komunis di Eropa Timur dan Uni Soviet, sehingga bantuan Soviet atas Vietnam tidak dapat lagi diberikan.
Rencana perdamaian PBB yang bertujuan untuk penyelesaian menyeluruh akhirnya juga diterima dan
gencatan senjata diumumkan.
H. Rangkuman
Anda diharapkan mampu mengevaluasi peran bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia antara lain
KAA, Misi Garuda, Deklarasi Djuanda, Gerakan Non Blok, ASEAN, OKI, dan Jakarta Informal Meeting.
Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dalam modul ini adalah sebagai berikut.
1. Konferensi Asia Afrika merupakan satu upaya untuk menghimpun kekuatan di kalangan negara
berkembang untuk memperoleh kesetaraan dan kedaulatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Melalui KAA Negara-negara di kawasan Asia Afrika tampil lebih percaya diri untuk memperjuangkan
hak-hak kemerdekaan. Di sini Indonesia tampil sebagai pemrakarsa sekaligus tuan rumah untuk
pertemuan nasional yang berdampak besar bagi kehidupan masyarakat dunia.
2. Gerakan Nonblok muncul sebagai reaksi dari pertentangan dua kekuatan dunia yang muncul setelah
perang dunia II. Pada masa ini, terdapat kekuatan besar yang direpresentasikan oleh Amerika Serikat dan
Uni Soviet. Dalam gerakan nonblok, melalui politik bebas aktif, Indonesia senantiasa mengampanyekan
tindakan-tindakan yang konstruktif untuk mencapai perdamaian dunia.
3. Deklarasi Djuanda yang ditetapkan pada 1957 memberikan pengaruh terhadap dunia internasional
tentang bagaimana penanganan masalah negara kepulauan (archipelagic state). Wilayah perairan selama
ini rawan mengundang konflik, terutama terkait masalah batas negara. Dengan dikeluarkannya deklarasi
Djuanda, batas-batas wilayah perairan Indonesia menjadi lebih jelas dan mencegah terjadinya
persengketaan terkait batas wilayah dengan negara-negara tetangga. Konsep tentang wilayah peraritan
membawa Indonesia aktif untuk mengampanyekan pentingnya pembahasan tentang batas wilayah
perairan dalam forum-forum internasional.
4. Misi Garuda merupakan langkah nyata Indonesia untuk terjun langsung ke area yang tengah memanas
akibat konflik. Hal ini dilatarbelakangi tujuan untuk menciptakan perdamaian dunia dengan mewujudkan
prinsip kemanudiaan yang adil dan beradab. Sejak 1956, Indonesia selalu mengambil bagian menjadi
pasukan perdamaian dunia di bawah komando Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
5. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia secara aktif mengikuti kegiatan
Organisasi Kerja sama Islam (OKI). Organisasi ini menempati posisi strategis isu-isu tentang keamanan
dunia dan kerawanan akibat perebutan sumber daya minyak lebih banyak membawa negara-negara Islam.
6. ASEAN merupakan organisasi regional untuk wilayah Asia Tenggara. Organisasi ini lahir dari
semangat hidup berdampingan yang dibutuhkan untuk menjaga perdamaian dunia dan mencapai
kesejahteraan bersama. Keterlibatan Indonesia dalam organisasi ini sangat tampak dengan ikutnya Adam
Malik selaku menteri negara dalam penandatanganan pendirian ASEAN. Selanjutnya, Indonesia juga
dijadikan sebagai kantor pusat untuk ASEAN. Saat ini, perkembangan ASEAN semakin mmperlihatkan
kecenderungan yang positif dengan penguatan kerjasama antarnegara dan pengembangan komunitas
masyarakat ASEAN.
7. Ketika terjadi konflik yang melibatkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, Indonesi tampil
sebagai aktor perdamaian. Pada konflik Vietnam Kamboja, melalui Jakarta Informal Meeting Indonesia
menginisiasi tercapaianya kesepakatan damai antara ke dua negara dan penyelesaian masalah tanpa
pertempuran.

UJI KOMPETENSI KD 3.12 ( dikerjakan pertemuan kedua/berikutnya )


Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !
1. Sebutkan lima negara beserta tokohnya yang mensponsori pelaksanaan KAA !
2. Jelaskan manfaat KAA bagi Indonesia !
3. Sebutkan lima negara beserta tokohnya yang mensponsori berdirinya Gerakan Non Blok !
4. Jelaskan latar belakang berdirinya Gerakan Non Blok !
5. Jelaskan seeara singkat isi deklarasi Djuanda !
6. Sebutkan lima negara beserta tokohnya yang mensponsori berdirinya organisasi ASEAN !
7. Jelaskan peran Indonesia dalam organisasi ASEAN !
8. Jelaskan latar belakang brdirinya OKI !
9. Jelaskan hubungan pengiriman Pasukan Garuda dengan politik luar negeri Indonesia !
10. Jelaskan yang dimaksud dengan Jakarta Informal Meeting !

Anda mungkin juga menyukai