Anda di halaman 1dari 4

1.

Diatur dimana tata cara pemanggilan terdakwa maupun saksi untuk menghadap di

sidang pengadilan, sebutkan pasalnya dan beri penjelasan

Kesaksian tersebut merupakan alat bukti yang sah menurut pengertian pasal 184, ayat

1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana ("KUHAP"). Saksi dipahami dalam pengertian pasal 1 no. 26 KUHAP,

setiap orang yang dapat memberikan keterangan tentang suatu proses pidana yang

telah didengar, dilihat, dan dialaminya untuk kepentingan penyidikan, penuntutan,

dan litigasi. Pengertian ini didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

65/PUUVIII/2010 Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

diperluas menjadi “seseorang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka

penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan”. ia telah melihat dan mengalami tindak

pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri.

Penyidik berwenang memanggil orang untuk mendengarkan dan menanyai mereka

sebagai tersangka atau saksi. Pada tingkat penyidikan, laporan harus disiapkan pada

pemeriksaan saksi. Dasar hukum pemeriksaan saksi di tingkat penyidikan adalah

Pasal 112 KUHAP yang berbunyi:

(1)  Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan

pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang

dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan

memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari

seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut;

(2)  Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang,

penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa

kepadanya.
Jika tersangka atau saksi yang dipanggil memberikan alasan yang sah untuk tidak

dapat hadir di hadapan penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik harus

melanjutkan ke tempat tinggalnya.

Saksi akan dimintai keterangan tanpa diambil sumpah kecuali ada kecurigaan yang

beralasan bahwa ia tidak akan dapat menghadiri sidang pengadilan. Saksi diperiksa

secara terpisah, tetapi mereka dapat setuju untuk bertemu dan diminta untuk

memberikan informasi yang benar. Selama interogasi, tersangka ditanya apakah dia

ingin mendengar saksi yang mungkin dapat membantunya dan, jika demikian,

dicatat dalam berita acara.

Hakim dalam menetapkan hari sidang memerintahkan kepada penuntut umum

supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan. Pasal 159

KUHAP berbunyi:

(1)  Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil

telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi

berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di sidang.

(2)  Dalam hal saksi tidak hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim

ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan

mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut

dihadapkan ke persidangan. 

Dalam hal ada saksi yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau

penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan,

hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut. Hal ini tercantum

dalam Pasal 160 ayat (1) huruf c KUHAP yang berbunyi:

Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan

terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta
oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya

sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar

keterangan saksi tersebut.

Terkait pasal tersebut, Andi Hamzah menjelaskan dalam bukunya KUHAP (hal.

242) bahwa korban merupakan korban pertama yang didengar keterangannya

sebagai saksi. Perintah akhir pemeriksaan saksi diserahkan kepada hakim tingkat

pertama setelah mendengar jaksa, terdakwa atau penasehat hukum. Harus

diperhatikan ketentuan pasal ini, yang menurutnya saksi-saksi, baik yang

menguntungkan atau memberatkan terdakwa, dicantumkan dalam surat

pendelegasian dan/atau diminta oleh terdakwa atau penasehat hukum atau pajak

selama persidangan atau sebelumnya. dari keputusan. Hal ini dibuat oleh hakim

ketua bahwa pengadilan harus mendengarkan untuk mendengarkan.

2. Masalah kewenangan mengadili di dalam hukum acara pidana dikenal ada 2 jenis,

jelaskan beserta dasar hukum di KUHAP?

Yurisdiksi relatif mengacu pada kekuasaan pengadilan untuk memutuskan suatu kasus

sesuai dengan yurisdiksinya. Namun, yurisdiksi absolut adalah kekuasaan pengadilan

untuk memutuskan suatu kasus sesuai dengan masalah, materi atau hal yang

dipersengketakan. Keduanya diatur di dalam bagian Kedua Bab X yang terdiri dari

Pasal 84, 85 dan Pasal 86 KUHAP. Bertitik tolak dari ketentuan yang dirumuskan

dalam ke-3 Pasal tersebut diatur kriteria menentukan kewenanga pengadilan

mengadili perkara pidana.

3. Bagaimana prinsip yang dijadikan dasar hukum untuk menentukan kewenangan

untuk mengadili bagi Pengadilan Negeri, juga sebutkan dasar hukumnya di

KUHAP?
Jawab : Konstitusi Indonesia menetapkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara

hukum. Kekuasaan ini biasa disebut dengan kekuasaan kehakiman atau yurisdiksi.

Sedangkan pengadilan khusus adalah pengadilan yang berwenang memeriksa,

memutus, dan memutus dalam perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk di salah

satu wilayah hukum Mahkamah Agung. Dalam hal ini dibagi menjadi 2 (dua)

kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan ganda atau kekuasaan mutlak dan kekuasaan

relatif. Kewenangan relatif pengadilan negeri, menurut M. Yahya Harahap dalam

bukunya yang berjudul Pembahasan Masalah dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan

acara peradilan, banding, kasasi dan peninjauan kembali (hal. 96) menjelaskan

bahwa , pada intinya, sengketa adalah tentang yurisdiksi. Negosiasi diatur dalam

Bagian 2, Bab XVI adalah yurisdiksi relatif. Artinya, Pengadilan Negeri atau

Pengadilan Tinggi mana yang memiliki yurisdiksi untuk memutuskan suatu kasus.

Dasar pedoman untuk menentukan kompetensi masing-masing pengadilan negeri

dalam hal yurisdiksi relatif ditetapkan dalam Bagian II, Bab X, Pasal 84, 85 dan 86

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

Anda mungkin juga menyukai