Seperti asset, kewajiban merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi semantic
berupa posisi keuangan bila dihubungan dengan elemen yang lain yaitu asset dan ekuitas atau
pos-pos rinciannya. Kewajiban merepresentasikan sebagian sumber dana dari asset badan
usaha berupa potensi jasa (manfaat) fisis dan non-fisis yang memampukan untuk menyediakan
barang dan jasa.
Pengertian
FASB mendefinisikan kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No. 6,
prg. 35) :
Liabilities are probable future sacrifices of economic benefits arising from present obligations of
a particular entity to transfer assets or provide services to other entities in the future as a result
of past transactions or events.
Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomi masa datang yang cukup pasti yang timbul
dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer asset atau
menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat transaksi
atau kejadian masa lalu.
A liability is a present obligation of the enterprise arising from past events, the statement of
which is expected to result in an outflow from the enterprise resources embodying economic
benefit.
Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standards Board (AASB)
mendefinisikan kewajiban sebagai berikut (prg. 12):
Liabilities are the future sacrifices of service potential or future economic benefits that the entity
is presently obliged to make to other entities as a result of past transaction or other past events.
Definisi-definisi di atas memisahkan antara makna atau pengertian dan pengukuran serta
pengakuan sehingga definisi tersebut lebih bersifat semantic dari pada structural. Definisi IASC
dan AASB menanggalkan kata probable karena dianggap bahwa ia merupakan pengakuan
bukan sifat dari kewajiban. Kriteria ini dinyatakan AASB sebagai berikut :
A. Liability shall be recognized in the statement of financial position when and only when;
- It is probable that the future sacrifice of service potential or future economic benefits
will be required; and
- the amount of the liability can be measured reliably
Seperti dalam mendefinisi asset, APB No. 4 mendefinisi kewajiban dengan menggabungkan
makna, pengukuran, dan pengakuan sebagai berikut (prg. 132):
A debt awed
APB No. 4 mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic obligation yang
dihubungkan dengan generally accepted accounting principles (GAAP). Ini berarti bahwa APB
menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus menetapkan kriteria pengakuan dan
pengukuran. Dengan demikian, pengertian kewajiban menjadi tidak lengkap tanpa memahami
pengertian GAAP sehingga secara semantic definisi APB kurang lengkap dan kurang bersifat
umum. Jadi, definisi APB lebih bersifat structural dari pada semantic.
Dengan berbagai variasi di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban mempunyai
tiga karakteristik utama yaitu: a. pengorbanan manfaat ekonomik masa datang, b. keharusan
sekarang untuk mentransfer asset, dan c. timbul akibat transaksi masa lalu. Seperti asset,
karakteristik a merupakan kriteria utama dan lebih memuat aspek semantic sedangkan kriteria
b dan c lebih memuat aspek structural pengakuan.
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas (duty) atau
tanggung jawab (responsibility) kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk
melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik
yang cukup pasti di masa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk
transfer atau pengeluaran asset kesatuan usaha. Cukup pasti di masa datang mengandung
makna bahwa jumlah rupiah pengorbanan dapat ditentukan dengan layak. Demikian juga, saat
pengorbanan manfaat ekonomik dapat ditentukan atas dasar kejadian tertentu atau atas
permintaan pihak lain (on demannd).
Keharusan sekarang
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus
timbul akibat keharusan (obligations atau duties) sekarang. Pengertian “sekarang “ (present)
dalam hal ini mengacu pada dua hal: waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal
pelaporan (neraca). Artinya, pada tanggal neraca kalau perlu atau kalau dipaksakan (secara
yuridis, etis, atau rasional) pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan
untuk itu telah ada. Tentu saja jumlah rupiah pengorbanan yang dipaksakan pada tanggal
neraca tidak akan sebesar jumlah rupiah yang akan dibayar di masa datang (setelah tanggal
neraca). Perbedaan ini terjadi akibat sifat yang melekat pada kewajiban yaitu bunga yang
bermakna sebagai nilai waktu uang atau harga penundaan (the time value of money or the price
of delay).
Keharusan kontraktural adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum
yang di dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara eksplisit atau implisit
dan mengikat.
Keharusan konstruktif adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam
rangka menjalankan dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktik
usaha yang baik (best business practices) atau etika bisnis (business ethics) dan bukan untuk
memenuhi kewajiban yuridis.
Keharusan demi keadilan adalah keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban
bagi perusahaan semata-mata karena panggilan etis atau moral dari pada karena peraturan
hukum atau praktik bisnis yang sehat.
Keharusan bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang pemenuhannya (jumlah rupiah
atau jadi-tidaknya dipenuhi) tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa datang atau
terpenuhinya syarat-syarat tertentu di masa datang. Kebergantungan adalah suatu kondisi,
situasi atau serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian yang menyangkut laba atau
rugi yang mungkin terjadi. Munculan outcome yang harus dikonfirmasi dengan kejadian atau
syarat masa datang untuk kedua kebergantungan tersebut adalah :
a. yang berkaitan dengan kebergantungan laba: pemerolehan asset versus tidak atau
pengurangan suatu kewajiban versus tidak, atau
b. yang berkaitan dengan kebergantungan rugi: hilangnya atau turunya nilai suatu asset
versus tidak atau timbulnya suatu kewajiban versus tidak.
1. Pengakuan
Pengakuan mengikuti aturan standar dari SFAC 5 yang menyatakan bahwa suatu kewajiban
harus diakui sebagai kewajiban apabila memenuhi empat kriteria umum, yaitu:
1. Memenuhi definisi suatu kewajiban
2. Dapat diukur
3. Relevan
4. Dapat diandalkan
Tujuan dari penilaian kewajiban adalah bahwa pengukuran kewajiban harus memungkinkan
penyajian informasi kepada investor dan kreditor sebagai sarana untuk meramalkan arus kas.
Tujuan lain mencakup penilaian sebagai dasar untuk perbandingan laba antar periode dan antar
perusahaan, dan sebagai perbandingan dari klaim beberapa pemegang ekuitas.
Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang
sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu keharusan harus di evaluasi atas dasar kaidah
pengakuan. Empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban, yaitu:
a. Ketersediaan dasar hukum
Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi. Ketersediaan
dasar hukum yang menimbulkan daya paksa hanya merupakan karakteristik pendukung definisi
kewajiban tadi. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat
bukti substantif hanya keharusan konstruktif atau demi kedilan.
b. Keterterapan konsep dasar konservatisma
Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Implikasi dianutnya konsep
konservatisma adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan untung. Ini berarti
kewajiban dapat diakui segera sedangkan aset tidak.
c. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi
Substansi suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika
transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat secara
berkala pada saat keharusan sekarang timbul. Dalam hal ini, kewajiban dapat atau bahkan
harus diakui jika secara substantif sewaguna tersebut sebenarnya adalah pembelian angsuran.
d. Keterukuran nilai kewajiban
Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi.
Oleh karena itu, adanya kepastian mengenai jumlah rupiah dapat memicu diakuinya suatu
kewajiban. Jika pengukuran suatu pos kewajiban bersifat sangat subjektif dan arbitrer, pada
umumnya pos tersebut tidak diakui.
Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah di atas dipenuhi. Hal ini
berkaitan dengan penentuan saat pengakuan kewajiban. Hendriksen dan Van Breda
menunjukkan saat–saat untuk mengakui kewajiban yaitu:
a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah mengikat.
Dalam hak kontrak eksekutori, pengakuan menunggu sampai salah satu pihak
memanfaatkan/menguasai manfaat yang diperjanjikan atau memenuhi kewajibannya.
b. Bersamaan dengan pengakuan biaya jika barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat
sebagai aset sebelumnya.
c. Bersamaan dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk menggunakan barang
dan jasa diperoleh.
d. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian. Pengakuan ini
menimbulkan pos utang atau kewajiban akruan.
Keempat kaidah tersebut di atas sebagai bukti teknis dan ketentuan saat pencatatan pada
umumnya mudah diidentifikasi dan diterapkan untuk keharusan kontraktual, konstruktif, dan
demi keadilan.
3. Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha
sehingga bebas dari kewajiban tersebut. Pelunsan biasanya pemenuhan secara langsung
kepada pihak yang berpiutang. Pelunasan menjadikan kewajiban tersebut hapus, tiada atau
lenyap secara langsung. Beberapa kewajiban menjadi batal atau kesatuan usaha menjadi bebas
dari kewajiban lantaran penghapusan seluruhnya/sebagian, kompromi, penimbulan/pengakuan
kewajiban baru/pengganti, pengambilalihan kewajiban oleh pihak lain atau restrukturisasi
utang. FASB menentukan kriteria lenyapnya suatu kewajiban sebagai berikut:
a. Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan
dengan utang.
b. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang baik
keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan bahwa debitor tidak akan
diharuskan melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan utang.
c. Debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu
perwakilan yang semata-mata digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok
suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi
melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.
Utang Terkonversi
Utang terkonversi atau konvertibel merupakan salah satu instrumen finansial yang
biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas. Hal ini mengandung arti bahwa
pemegang instrumen mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang menjadi ekuitas
setiap saat selama hak tersebut masih berlaku (belum habis). Hak konversi digunakan untuk
menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga nominal yang terlalu rendah dibanding
tingkat bunga umum.
Obligasi terkonversi biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Tingkat bunga nominal jauh di bawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang setara.
2. Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa.
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena penyesuaian
yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham biasa seperti dalam hal
terjadi pemecahan saham atau dividen saham.
Karena bersifat kewajiban dan ekuitas, terdapat dua masalah pada saat pengakuan
utang terkonversi, yaitu:
1. Harga penerbitan harus dipecah menjadi porsi yang merepresentasi utang.
Pandangan ini didasarkan atas pemikiran sebagai berikut:
a. Hak konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda dengan sifat hak opsi atau
waran.
b. Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa (tanpa hak konversi) dapat
diukur secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis untuk mengimplementasi
pemisahan tersebut.
c. Tujuan penerbitan utang konversi yang sebenarnya adalah pendanaan dengan ekuitas.
2. Harga penerbitan tidak dipecah dan utang terkonversi dianggap utang semata-mata.
Pandangan ini didasarkan atas pemikiran sebagai berikut:
a. Utang obligasi terkonversi merupakan sekuritas hibrida sehingga harus dipandang sebagai
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
b. Penilaian hak konversi akan bersifat subjektif karena ketidakterpisahan kedua komponen
(utang dan hak konversi).
Pembebasan Substantif
Kewajiban dapat dianggap lenyap bila debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak
dapat ditarik kembali dalam suatu perwalian dan aliran kas dari asset tersebut akan cukup
untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok pinjaman. Jadi, pada saat tidak ada lagi
keharusan membayar, telah terjadi pembebasan substantif.
Dalam standar FASB, menegaskan bahwa pada saat terjadi pembebasan substantif,
kewajiban tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak memenuhi karakteristik atau
kriteria kritis sebagai berikut:
1. Debitor tidak dengan sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara hukum hanya lantaran
perusahaan menempatkan aset ke dalam suatu perwalian.
2. Untuk pelunasan kewajiban, sumber dana tidak dibatasi hanya dari dana yang ditempatkan
dalam perwalian.
3. Kreditor tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas aset dalam perwalian
dan juga tidak dapat menghentikan atau membatalkan perwalian tersebut.
4. Kalau ternyata aset dalam perwalian melebihi apa yang diperlukan untuk membayar pokok
dan bunga pinjaman, debitor dapat menggunakan kelebihan tersebut. Hal ini berarti dalam
perwalian masih dikuasai oleh debitor.
5. Kreditor ataupun agennya bukan merupakan pihak yang terikat dalam kontrak pembentukan
dana pembebasan utang.
Debitor tidak menyerahkan kendali atas manfaat aset karena manfaat aset tersebut
masih melekat pada debitor meskipun debitor telah lelah mengakuinya sementara itu kreditor
juga tidak mengakuinya sebagai aset sehingga praktis aset tersebut masih dikuasai oleh debitor.
3. PENILAIAN
Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus
dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain,
penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut Penilaian Menurut FASB
a. Nilai pasar sekarang (current market value)
b. Nilai pelunasan neto (net settlement value)
c. Nilai diskunan aliran kas masa datang (discounted value of future cash flows)
4. PENYAJIAN
Kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan
penyajian aset. Aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan
menurut urutan jatuh tempo. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak
memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi sebagai kewajiban
jangka panjang. Semua kewajiban diklasifikasi sebagai jangka pendek bila:
1. Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan, atau
2. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Kewajiban berbunga jangka panjang tetap diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang,
walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan sejak tanggal
neraca, apabila:
1. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan.
2. Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka
panjang.
3. Pembiayaan pendanaan jangka panjang didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali
atau penjadualan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan keuangan
disetujui.
Hak Mengkompensasi
Kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca dengan mengkompensasinya atau
mengontraknya dengan aset yang dianggap berkaitan. Kompensasi tidak dapat dilakukan
karena tidak ada transaksi yang menghubungkan antara debitor dan kreditor. Ada dua jenis
kontrak, yaitu:
1. Kontrak Bersyarat
Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada timbulnya
kejadian masa datang tertentu yang belum tentu terjadi dan dapat mengubah saat penerimaan,
penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau instrument keuangan.
2. Kontrak Pertukaran
Kontrak pertukaran adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan kewajiban di
masa datang dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak saja.
Hak mengontra adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya, untuk menghapus
semua atau sebagian utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi uang tersebut
dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor.
Hak mengontra dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut dipenuhi:
1. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah rupiah
tertentu.
2. Pihak pelapor mempunyai hak mengontra jumlah yang diutangnya dengan jumlah yang
diutang pihak lain.
3. Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra.
4. Hak mengontra terpaksakan secara hukum.