Sistem Panasbumi
Sistem Panasbumi
net/publication/296672519
CITATIONS READS
0 32,514
1 author:
Saefudin Juhri
Kyushu University
11 PUBLICATIONS 4 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Silica scale and recovery of metal from geothermal water View project
All content following this page was uploaded by Saefudin Juhri on 03 March 2016.
Menurut Goff & Janik (2000) komponen sistem panasbumi yang lengkap terdiri
dari tiga komponen utama, yaitu adanya batua reservoar yang permeable, adanya air
yang membawa panas, dan sumber panas itu sendiri. Komponen-komponen tersebut
saling berkaitan dan membentuk sistem yang mampu mengantarkan energi panas dari
bawah permukaan hingga ke permukaan bumi. Sistem ini bekerja dengan mekanisme
Sumber panas dari suatu sistem hidrotermal umumnya berupa tubuh intrusi
magma. Namun ada juga sumber panas hidrotermal yang bukan berasal dari batuan
beku. Panas dapat dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang masih panas,
atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami pemanasan
akibat adanya perlipatan atau patahan. Perbedaan sumber panas ini akan berimplikasi
pada perbedaan suhu reservoar panasbumi secara umum, juga akan berimplikasi pada
dalam jumlah yang signifikan karena memiliki porositas dan permeabilitas yang
Batuan reservoar juga sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dari fluida
hidrotermal. Sebab fluida hidrotermal akan mengalami reaksi dengan batuan reservoar
yang akan mengubah kimiawi dari fluida tersebut. Nicholson (1993) menjelaskan
bahwa batuan vulkanik, sedimen klastik, dan batuan karbonat umumnya akan
menghasilkan fluida hidrotermal dengan karakter kimia yang dapat dibedakan satu
III.1.3. Fluida
panasbumi, yaitu: (1) air meteorik atau air permukaan, yaitu air yang berasal dari
presipitasi atmosferik atau hujan, yang mengalami sirkulasi dalam hingga beberapa
kilometer. (2) Air formasi atau connate water yang merupakan air meteorik yang
terperangkap dalam formasi batuan sedimen dalam kurun waktu yang lama. Air
connate mengalami interaksi yang intensif dengan batuan yang menyebabkan air ini
menjadi lebih saline. (3) Air metamorfik yang berasal dari modifikasi khusus dari air
connate yang berasal dari rekristalisasi mineral hydrous menjadi mineral yang kurang
hydrous selama proses metamorfisme batuan. (4) Air magmatik, Ellis & Mahon (1977)
membagi fluida magmatik menjadi dua jenis, yaitu air magmatik yang berasal dari
magma namun pernah menjadi bagian dari air meteorik dan air juvenile yang belum
beberapa aspek seperti asal fluida, suhu fluida di reservoar dan jenis sumber panas.
Pembagian berdasarkan asal fluida ini disampaikan oleh Ellis & Mahon (1977).
Mereka membagi sistem panasbumi menjadi cyclic system dan storage system.
1. Cyclic system yaitu apabila suatu fluida hidrotermal berasal dari air
kemudian terpanaskan, dan bergerak naik ke permukaan sebagai fluida panas. Pada
sistem ini, air meteorik mengalami recharge dari hujan dan infiltrasi, sehingga
2. Storage System terbentuk apabila air tersimpan pada batuan dalam skala
waktu geologi yang cukup lama dan terpanaskan secara insitu, baik sebagai fluida
dalam formasi maupun sebagai air dari proses hidrasi pada mineral. Storage system
ini dibagi berdasarkan host atau batuan tempat tersimpannya fluida tersebut,
menjadi: (1) Sedimentary basin system dimana fluida diperoleh saat sedimen
terendapkan. Salinitas pada air yang dihasilkan oleh air formasi ini umumnya lebih
tinggi dibanding salinitas pada air magmatik. Selain itu, air yang berasal dari air
laut ini juga akan mengakibatkan komponen ion klorida pada air formasi yang
berasal dari pelepasan H2O saat proses metamorfisme batuan sedimen asal laut
berdasarkan suhu reservoar ini. Goff & Janik (2000) dan Nicholson (1993)
rendah. Nicholson (1993) membagi lagi sistem bersuhu tinggi menjadi liquid
dominated dan vapor dominated sistem berdasarkan fase fluida yang dominan pada
Gambar III.1. Konseptual model untuk sistem panasbumi yang didominasi oleh fase cair atau liquid
dominated system (Nicholson, 1993)
Gambar III.2. Konseptual model untuk sistem panasbumi yang didominasi oleh fase gas vapor
dominated system (Nicholson, 1993)
tiga yaitu suhu rendah, sedang (intermediate) dan tinggi. Sistem bersuhu rendah
temperatur reservoar antara 125 - 225˚C, sedangkan sistem bersuhu tinggi memiliki
Secara umum terdapat dua jenis heat source yang dikenal dalam sistem
sama antara lain, Ellis & Mahon (1977) menyebutnya sebagai high-T system
associated with recent volcanic dan high-T system in tectonically active non-volcanic
area. Serta Goff & Janik (2000) yang menyebutnya sebagai young volcanic model dan
tectonic model.
1. Volcanogenic System
dari aktivitas magma. Intrusi magma yang bersifat andesitik, umumnya membentuk
geometri intrusi dengan diameter kecil namun secara vertikal dekat dengan
permukaan. Sedangkan magma yang bersifat asam, umumnya memiliki tubuh yang
menjadi tiga sistem berdasarkan fase fluida di reservoar. Yaitu liquid dominated
system (Gambar III.3), yang terbentuk jika permeabilitas batuan di reservoar tinggi,
sedang. Serta vapor dominated system apabila permeabilitas batuan reservoar tinggi,
Gambar III.3. Model konseptual untuk sistem panasbumi liquid dominated berrelief tinggi menurut
Hochstein & Browne (2000)
Sistem volcanogenic berrelief rendah umumnya terbentuk pada magma yang
bersifat asam, yang menghasilkan erupsi eksplosif sehingga membentuk kaldera yang
luas (Gambar III.1). Selain itu, sistem volcanogenic juga dapat dihasilkan oleh proses
rifting pada batas antar lempeng yang saling menjauh (Gambar III.6). Pada setting
tektonik ini, magma yang terbentuk umumnya bersifat basaltic, fluida hidrotermal
beberapa sistem seperti di Horohoro dan Atiamuri, Selandia Baru yang merupakan
2. Non-volcanogenic system
pada sistem ini dapat dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang masih panas,
atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami pemanasan
akibat adanya perlipatan atau patahan, serta adanya panas residual pada batuan beku
pluton. Sistem ini dapat menghasilkan fluida dengan temperatur tinggi hingga rendah.
Gambar III.4. Model konseptual yang sudah disederhanakan untuk sistem panasbumi yang memiliki
dua fase fluida pada reservoarnya (natural two-phase system) menurut Hochstein &
Browne (2000)
Gambar III.5. Model konseptual untuk sistem panasbumi yang fluidanya didominasi oleh fase gas
(vapor dominated system) di komples gunungapi relief tinggi, dimana terdapat lapisan
kondensat pada bagian atas dari reservoar menurut Hochstein & Browne (2000).
Sistem yang berkaitan dengan batuan beku intrusif umumnya berada pada
setting tektonik di batas antar lempeng. Hochstein dan Browne (2000) menjelaskan
beberapa setting tektonik yang berkaitan dengan sistem panasbumi ini yaitu kolisi
antar lempeng dan zona fracture. Pada setting tektonik kolisi, suhu yang terbentuk
Gambar III.6. Model konseptual untuk sistem panasbumi di daerah rifting kerak benua. Model dibuat
berdasarkan pada sistem danau di Tanzania utara, Kenya dan Ethiopia (Hochstein &
Browne, 2000)
pada reservoar bervariasi dari tinggi hingga rendah. Umumnya anomali panas
dihasilkan dari batuan kerak yang panas akibat aktivitas kolisi tersebut. Sedangkan
pada fracture zone system (Gambar III.8), fluida berasal dari air meteorik yang
mengalami sirkulasi hingga ke bagian dalam dan berkontak dengan batuan intrusi
seperti granit yang masih memiliki panas. Fluida tersebut kemudian bergerak naik
melewati zona fracture yang memberikan permeabilitas tinggi sehingga air mempu
Goff & Janik (2000) menjelaskan adanya tectonic model yang merupakan
konseptual model dari sistem geotermal yang terletak di lingkungan tektonik ekstensi
(Gambar III.9). Pada zona ekstensi, seperti pada zona rifting, terjadi penipisan kerak
akibat adanya stretching pada kerak yang saling menjauh. Penipisan ini
gradien temperatur yang lebih besar serta adanya anomali aliran panas pada
zona-zona sesar turun. Adanya sirkulasi dalam yang menuju graben menjadi suplai
fluida yang akan terpanaskan dan terakumulasi pada reservoar, kemudian bergerak ke
Gambar III.7. Model konseptual untuk sistem panasbumi yang berkaitan dengan batuan beku intrusif
pada zona fracture menurut Hochstein & Browne (2000)
Gambar III.8. Model konseptual untuk sistem panasbumi akibat setting tektonik menurut Hochstein &
Browne (2000)
Nicholson (1993) memberikan contoh lain sistem panasbumi yang tidak berkaitan
langsung dengan proses magmatisme yang disebut geopressured system. Panas pada
sistem ini dihasilkan oleh tekanan bebatuan itu sendiri. Sistem ini umumnya memiliki
suhu yang rendah. Pada sistem ini air yang berkontribusi umumnya berupa connate
water yang terperangkap dalam batuan sedimen sehingga menghasilkan fluida yang
bersifat klorida dan sangat saline atau disebut brine water.