KIMIA FARMASI II
Dosen Pengampu :
JURUSAN D3 FARMASI
I. Judul : Penetapan kadar kaffein dalam tablet Bodrex secara Iodometri
II. Tujuan : Untuk menentukan kadar kaffein dalam tablet bodrex dengan menggunakan
titrasi iodometri dengan menggunakan larutan baku Na2S2O3 sebagai titrannya.
IV. Monografi
1. Natrium Tiosulfas
Kelarutan: sangat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam
etanol
Ph: 8-9,5
2. Etanol
3. Asam sulfat
4. Iodium
5. Indikator kanji
Nama lain: amilum
2. P e m b u a t a n l a r u t a n i n d i k a t o r a m y l u m ( d i b u a t s e g a r )
Gerus 500 m g pati P atau pati larut P, dengan 5 m L air dan tambahkan
sambil terus diaduk dengan air secukupnya hingga 100 mL, didihkan
selama beberapa menit, dinginkan dan saring
3. P e m b a k u a n i o d i u m 0 , 1 N
25 mL larutan Iodium dititrasi dengan larutan natriumtiosulfat 0,1 N
sampai warna kuning, tambahkan 1 m L indikator amylum sampai warna
biru hilang.
4. P e m b u a t a n la r u t a n N a t r i u m t i o s u l f a t 0 , 1 N
5. P e m b a k u a n Na t r iu m t i os ul f a t 0 , 1 N
0,14-0,15 gram KIO3 + 25 m L air + 2 gram KI + 10 m L H 2SO4 atau HCl
1N kemudian dititrasi dengan larutan natriumtiosulfat yang akan di
standarisasi sambil dikocok. Ketika larutan menjadi kuning tambah
indikator amylum, titrasi diteruskan sampai warna biru hilang.
Persamaan reaksi:
Mr: 194,2
10/1000 x 0,01 = 0,001
Perhitungan pembakuan:
2. M= 194
V= 7 ml
7/1000 x 0,194 = 0,007358 x 194,2
= 0,263
100/10 x 0,263 = 2,63%
3. M= 194
V= 7,1 ml
7,1/1000 x 0,194 = 0,0013774 x 194,2
= 0,267
100/10 x 0,267 = 2,67%
4. M= 194
V= 7,4 ml
7,4/1000 x 0,194 = 0,0014356 x 194,2
= 0,278
100/10 x 0,278 = 2,78%
5. M= 194
V= 7,8 ml
7,8/1000 x 0,194 = 0,0015132 x 194,2
= 0,293
100/10 x 0,293 = 2,93%
6. M= 194
V= 8,2 ml
8,2 /1000 x 0,194 = 0,0015908 x 194,2
= 0,308
100/10 x 0,308 = 3,08%
2,63% + 2,63% + 2,67% + 2,78% + 2,93% + 3,08% = 16,72%
VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan berjudul kafein, dengan tujuan untuk
menetapkan kadar kafein menggunakan metode titrasi iodometri.
Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri secara
oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W Haryadi, 1990). Titrasi oksidimetri
adalah titrasi pengoksidasi (oksidator). Titrasi reduksimetri adalah titrasi terhadap larutan
zat pengoksidasi (oksidator) dengan larutan standar zat pereduksi (reduktor) (Regina, 2008).
Iodimetri adalah titrasi dengan larutan standar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi
redoks (Regina, 2008).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium
thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak
boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi
dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama
(Underwood, 2001)
Titrasi dengan natrium tiosulfat hanya boleh dilaksanakan dalam larutan asam atau hampir
netral. Oleh karena itu, HCl digunakan untuk melarutkan kafein sehingga suasana menjadi
asam karena kafein tidak bersifat asam disebabkan karena kafein tidak mempunyai atom
hidrogen yang dapat dilepaskan sehingga kafein merupakan basa yang sangat lemah dan
garamnya mudah terurai oleh air (Nurul dan Desy, 2013).
Digunakan indikator amilum untuk mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai dengan
perubahan warna menjadi biru (Endah dkk, 2016). Pada penetapan kadar kafein dengan
metode iodimetri, amilum dan iodin akan membentuk kompleks berwarna biru meskipun
tidak terlalu terlihat (Harjadi, 1993; Khopkar, 1990).
Larutan kalium iodida maupun iodin disimpan pada tempat yang dingin dan gelap agar tidak
rusak (Endah dkk, 2016). Dan untuk mencegah terjadinya peruraian asam iodida oleh cahaya
matahari.
Pada titrasi iodometri ini sebelum melakukan penetapan kadar terhadap sampel harus
dilakukan juga pembakuan larutan pentiter, di mana pentiter yang digunakan pada titrasi ini
yaitu larutan natrium tiosulfat. Alasan dilakukannya pembakuan natrium tiosulfat,
dikarenakan natrium tiosulfat ini bersifat tidak stabil sehingga perlu adanya pembakuan
Kemudian dilanjutkan dengan penetapan kadar kafein dalam sampel yang perlu
ditambahkan dengan kalium-iodat (KIO3) dalam suasana asam dengan diberi beberapa
perlakuan yang bertujuan supaya KIO3 dapat teroksidasi oleh adanya asam menjadi iodium
(I2) kemudian iodium yang terbentuk akan bereaksi dengan sampel dan membentuk
endapan tetraiodida (C8H10O2N4.HI.I4). Lalu sampel yang telah diberi perlakuan di atas dipipet
10 mL .
Pada percobaan pertama saat melakukan titrasi didapat volume 7 ml , percobaan kedua
didapat 7ml, percobaan ketiga didapat 7,1 ml , percobaan keempat didapat 7,4ml,
percobaan kelima didapat 7,8 ml dan percobaan terakhir didapat 8,2 ml.
Pada penetapan kadar kafein dengan metode iodometri menggunakan kalium iodida,
didapatkan kadar sebesar 16,72%. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang mengatakan
bahwa kadar kafein tidak kurang dari 85,6% (Dirjen POM, 1979).
Adapun perbedaan yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Disebabkan karena
beberapa faktor kesalahan, yaitu :
1. Alat yang digunakan kurang steril
2. Kurang ketelitian dalam menimbang sampel
3. Pereaksi yang digunakan telah terkontaminasi
4. Kurangnya ketelitian saat melakukan praktikum
IX. KESIMPULAN