Anda di halaman 1dari 30

LEAFLAT

KANKER RONGGA MULUT

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi

Kepaniteraan Klinik di Bagian Dental Public Health

Oleh

SURYA NAVISA YUNID


19100707360804080

Pembimbing : drg. Intan Batura Endo Mahatta., MM

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

2022
I

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Telaah untuk memenuhi
salah satu syarat dalam menyelesaikan kepanitraan klinik modul Dental Public
Health (Leaflat : Kanker Rongga Mulut) dapat diselesaikan.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari bahwa semua proses
yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Intan Batura Endo Mahatta.,
MM selaku dosen pembimbing atas bantuan dan dorongan yang telah diberikan
serta berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu.
Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna
sebagaimana mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya,
karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari pembaca.
Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya
kepada kita semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat
memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang
memerlukan.

Padang, Februari 2022

Penulis
II

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN .......................................................................................... I

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii

KATA PENGANTAR.................................................................................... iii

DAFTAR ISI................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... ix

BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3. Tujuan ..................................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................

2.1 Kanker Rongga Mulut................................................................................ 4

2.2 Diagnosa Kanker Rongga Mulut................................................................ 5

2.3 Patogenesis Kanker Rongga Mulut............................................................ 7

2.4 Klasifikasi Dan Stadium Kanker Rongga Mulut........................................ 8


III

2.5 Terapi ......................................................................................................... 15

2.6 Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut..................................................... 17

2.7 Prognosis..................................................................................................... 21

BAB III KESIMPULAN................................................................................ 22

Daftar Pustaka................................................................................................ 23
IV

Daftar Gambar

Halaman

Gambar 2. 1. Anatomi rongga mulut ............................................................. 4

Gambar 2.2 Leukoplakia dasar mulut ............................................................ 10

Gambar2. 3. eritroplakia pada mukosa pipi.................................................... 11

Gambar 2.4. Erythroleukoplakia..................................................................... 12

Gambar 2. 5. karsinoma sel squamosa pada lidah.......................................... 14


V

Daftar Table

Halaman

Table 1.1 klasifikasi kanker menurut ICD-10.................................................. 15


VI

MODUL DENTAL PUBLIC HEALTH


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah didiskusikan Leaflat : Kanker rongga mulut guna melengkapi persyaratan


Kepaniteraan Klinik pada Dental Public Health

Padang, Februari 2022


Disetujui Oleh,
Dosen Pembimbing

(drg. Intan Batura Endo Mahatta., MM)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit seluler yang ditandai dengan ciri adanya sifat

pertumbuhan yang tidak terkendali diikuti proses invasi ke jaringan dan

penyebaran atau metastasis ke bagian organ tubuh yang lain. Hampir semua kasus

kanker disebabkan oleh mutasi atau aktivasi abnormal gen selular yang

mengendalikan pertumbuhan sel dan mitosis sel. Gen abnormal disebut onkogen.

Di dalam semua sel ditemukan antionkogen yang menekan aktivasi dari onkogen

tertentu. Inaktivasi dari antionkogen dapat memungkinkan aktivasi dari onkogen

dan mengarah kepada kanker. Hanya sejumlah kecil dari sel yang bermutasi

mengarah pada kanker. Daerah rongga mulut merupakan satu dari sepuluh lokasi

tubuh yang paling sering terserang kanker. Ada beberapa jenis kanker rongga

mulut, namun jenis yang paling tinggi (90%) merupakan karsinoma sel skuamosa.

(Utsani, 2018) .

Kanker rongga mulut merupakan keganasan epitel yang agresif dan

merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada saluran aerodigestiv atas.

Penelitian Lynch tahun 1994 dan Balaram, et al. tahun 1996 menyatakan

walaupun ada perkembangan dalam diagnosa dan terapi, keabnormalan dan

kematian yang diakibatkan kanker rongga mulut masih tinggi dan sudah lama

menjadi masalah di dunia. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk ini adalah

terutama karena kurangnya deteksi dini dan identifikasi pada kelompok resiko

tinggi, serta kegagalan untuk mengontrol lesi primer dan metastase nodus limfe

1
2

servikal. Hampir semua penderita kanker rongga mulut ditemukan dalam

stadium yang sudah lanjut, yang biasanya sudah terdapat selama berbulan- bulan

atau bahkan lebih lama. Menurut Pinborg tahun 1991, Hal tersebut mengakibatkan

prognosa dari kanker rongga mulut relatif buruk, suatu kenyataan yang

menyedihkan dimana seringkali prognosa ini diakibatkan oleh diagnosa dan

perawatan yang terlambat. (Fajri, L. 2016)

WHO-IARC (International Agency for Research on Cancer) pada tahun 2012

mendapatkan 300 juta kasus baru kanker rongga mulut (KRM) di seluruh dunia atau 2,1%

total seluruh kanker. Estimasi kasus baru KRM tahun 2020 di Amerika sebesar 53.260

kasus (laki-laki 38.380 kasus dan perempuan 14.880 kasus), dengan estimasi kematian

10.750 kasus (laki- laki 7.760 kematian dan perempuan 2.990 kematian)

(Permasutha,2021). Insidens kanker rongga mulut di Indonesia hingga saat ini belum

diketahui pasti, frekuensi relatif kasus KRM sebesar 1,5- 5% dari keseluruhan kanker

(maulani dkk, 2011).

Di indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat

adanya kenaikan angka kanker mulut menjadi 5,3 persen sedangkan pada

Riskesdas 2013 menunjukkan angka kanker mulut sebesar 1,4 persen. Saat ini

kanker mulut terbukti semakin mengintai pada kelompok usia produktif. Dahulu

terjadi pada usia 40 tahunan. Tapi, makin ke sini usianya makin meningkat.

Penelitian tahun 2009 menemukan sebanyak 19,8 persen kanker mulut terjadi

pada usia 22-34 tahun (Lelyana, 2020).

Dokter gigi memainkan peran penting dalam pengelolaan kanker mulut,

mulai dari deteksi lesi premalignant, deteksi dini kanker mulut, pengelolaan gigi
3

pasien kanker mulut baik sebelum dan sesudah perawatan definitif, pengawasan

tumor primer berulang atau baru bersamaan dengan spesialis yang merawat, dan

rehabilitasi gigi yang hilang bersama dengan ahli bedah maksilofasial dan

prostodontis yang merawat (Wong &Wiesenfeld, 2018).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah pengertian kanker rongga mulut ?

1.2.2. Apa gamaran klinis kanker rongga mulut ?

1.2.3 Apa Patogenesis kanker rongga mulut ?

1.2.4 Apa jenis-jenis kanker rongga mulut ?

1.2.4 Bagaimana penatalaksanaan kanker rongga mulut?

1.3 Tujuan

1.3.1 untuk mengetahui dan menjelaskan definisi kanker rongga mulut

1.3.2 untuk mengetahui dan menjelaskan gambaran klinis kanker rongga mulut

1.3.3 untuk mengetahui dan menjelaskan patogenesis kanker rongga mulut

1.3.4 untuk megetahui dan menjelaskan jenis-jenis kanker rongga mulut

1.3.5 untuk mengetahui dan menjelskan penatalaksaan kanker rongga mulut


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kanker Rongga Mulut

Kanker rongga mulut merupakan malignansi di daerah bibir, kavum oral,

orofaring, hipofaring, gingiva, lidah, dan seluruh mukosa oral lainnya, namun

tidak termasuk kanker nasofaring dan kelenjar saliva mayor. Orofaring merupakan

bagian faring yang terletak di belakang rongga mulut. Yang termasuk orofaring

ialah dasar lidah sepertiga belakang, palatum molle, tonsil, dan dinding belakang

dan samping faring (Permustha, 2021).

Gambar 2. 1. Anatomi rongga mulut


(Wong &Wiesenfeld, 2018)
Faktor resikonya yaitu merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan (>5

minuman standar/hari) dianggap sebagai faktor risiko utama perkembangan SCC

oral di Australia. Merokok memberi nilai risiko relatif perkembangan SCC oral

dan asupan alkohol> 50 g / hari memberi risiko relatif terkena kanker mulut. Di

negara-negara subkontinental, mengunyah sirih merupakan faktor risiko penting

dalam perkembangan kanker mulut, di mana kanker mulut mewakili hampir 50%

4
5

dari semua diagnosis kanker total (dibandingkan dengan <1% di Australia). Ada

subkelompok tambahan non-perokok yang tidak minum kebanyakan pasien

wanita paruh baya yang juga diakui (Wong &Wiesenfeld, 2018).

Penampakan klinis berupa ulser dengan diameter kurang dari 2 cm,

kebanyakan berwarna merah dengan atau tanpa disertai komponen putih, licin,

halus dan memperlihatkan elevasi yang minimal. Karakteristik dari lesi kanker

yang berlubang dengan dasar merah dan ditutupi oleh krusta karena hiposalivasi.

Kanker berasal dari displasi epitel dan secara histologi tampak sebagai pulau-

pulau yang invasif. Invasi sel ditandai dengan perluasan yang tidak beraturan dari

lesi epitelium menuju membran basal, sampai jaringan ikat subepitelial. Serbuan

sel kemungkinan dapat meluas sampai ke lapisan bawah jaringan adiposa, otot,

atau tulang yang dapat merusak jaringan asli selama perkembangannya. Jejas sel

dapat mengelilingi dan merusak pembuluh darah serta dapat menyerang lumen

vena atau nodus limfatikus. Pembengkakan berat atau respon imun sel sering

terjadi pada epitelium yang diserang, dan terjadi nekrosis. Jejas epitelium dapat

menginduksi pembentukan pembuluh darah baru yang disebut angiogenesis

(Utsani, 2018).

2.2 Diagnosa Kanker Rongga Mulut

Diagnosis Kanker rongga mulut ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis bisa didapatkan keluhan pembengkakan atau

ulkus yang teraba, rasa nyeri pada lesi, warna putih dan/ atau merah pada lidah, rasa nyeri

menyebar ke leher atau telinga, pembengkakan di leher, dan sulit atau nyeri saat menelan

(Permustha, 2021). Secara klinis kanker rongga mulut dapat termanifestasi dalam
6

berbagai cara. Seringkali merupakan kanker eksofitik dan biasanya

berhubungan dengan ulserasi yang dalam dengan tepi yang menonjol (Utsani,

2018).

Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, dan palpasi bimanual. Pada inspeksi

dapat ditemukan gambaran klinis eksofitik (lesi superfisial menyerupai bunga kol

atau papiler dan mudah berdarah), endofitik (lesi invasif berbatas tegas yang dapat

merusak jaringan tulang menimbulkan nyeri dengan gambaran radiologi radiolusen),

leukoplakia, eritroplakia, eritroleukoplakia (kombinasi bercak merah dan putih).

Palpasi bimanual dilakukan dengan satu atau dua jari di dalam mulut dan jari lainnya dari

bagian luar. Palpasi dilakukan pada lesi dan nodus limfe untuk mengetahui metastasis

regional, menentukan indurasi di sekitar ulkus, tumor dasar mulut, tumor glandula

salivarius pada dasar mulut, ada tidaknya sialolithiasis/sialodenitis yang kadang

menyerupai tumor dasar mulut (Medawati, 2013).

Diagnosis kanker mulut tergantung pada pengambilan sampel jaringan dari

lesi, biopsi. Secara garis besar, ada 2 jenis biopsi yang dapat dilakukan, yaitu

insisional dan eksisi. Di hampir semua situasi, dan sayatan biopsi lebih disukai,

pada tepi lesi dengan jaringan 'normal', pada kedalaman yang memadai bagi ahli

patologi untuk menilai invasi tumor (SCC) melalui lamina propria. Diagnosis

keganasan lain di rongga mulut (misalnya limfoma) mungkin memerlukan tidak

hanya analisis histopatologis (biopsi dalam formalin), tetapi juga memerlukan

jaringan segar untuk dikirim untuk tes tambahan (misalnya flow cytometry).

Komponen penting dalam diagnosis kanker mulut adalah analisis histopatologis

oleh ahli patologi anatomi. Semua ahli bedah maksilofasial yang terlibat dengan

kanker mulut akan memiliki hubungan dekat dengan ahli patologi anatomi yang
7

memiliki pengetahuan rinci tentang patologi rongga mulut, karena mungkin ada

perbedaan interpretasi biopsi di antara ahli patologi. Selain itu, ahli bedah yang

merawat akan selalu mempertahankan ambang rendah untuk biopsi ulang jika

perilaku klinis lesi tidak sesuai dengan 'diagnosis' dari biopsi awal (Wong

&Wiesenfeld, 2018).

2.3 Patogenesis Kanker Rongga Mulut

Kanker Rongga Mulut (KRM) dan lesi prakanker berkembang dari siklus

sel tidak terkontrol dari adanya multiple mutations. Proto-onkogen, TSG (tumor

suppressor gene), dan molekul gatekeeper (cyclins dan CDK) merupakan

kelompok gen DNA perbaikan yang bermutasi pada KRM terutama karsinoma sel

skuamosa . Beberapa karsinogen seperti tembakau dan alkohol yang kontak

dengan permukaan sel akan mengakibatkan kerusakan sel; makin sering terjadi

kerusakan sel, makin tinggi kemungkinan kesalahan penyalinan DNA saat

perbaikan yang menyebabkan abnormalitas pertumbuhan ke arah kanker.

(Maulani dkk, 2011)

Pada sel epitel normal dan lesi dengan perubahan histologi ringan seperti

hiperplasia dan displasia ringan, yang paling sering terjadi adalah delesi satu dari

dua alel pada kromosom 3p14 dan 9p21; delesi ini dapat memengaruhi

transformasi menuju keganasan karena di regio kromosom 3p14 dan 9p21

terdapat TSG. (Permasutha, 2021)

Protein p53 merupakan TSG yang berfungsi menghambat siklus sel saat

terjadi kerusakan DNA; aktivasi p53 memiliki dua hasil akhir yakni

pemberhentian pertumbuhan dan apoptosis. Abnormalitas p53 ditemukan hampir


8

pada 50% kanker termasuk karsinoma sel skuamosa rongga mulut. Pada lesi

kanker, proses siklus menjadi tidak terkontrol. Peningkatan siklus sel biasanya

akibat mutasi beberapa gen yang meregulasi pembelahan sel. Kerusakan TSG

protein p53 akan menghilangkan sinyal penginduksi kekekalan sel dan cenderung

menyebabkan transformasi menjadi neoplasma. (Permasutha, 2021)

2.4 Klasifikasi Dan Stadium Kanker Rongga Mulut

Berdasarkan pertumbuhan abnormal sel, KRM dibagi menjadi:

1. Tumor Jinak Rongga Mulut

Tumor jinak rongga mulut dapat berasal dari berbagai sel:

a) Eosinophilic granuloma

b) Fibroma

c) Granular cell tumor

d) Keratoacanthoma

e) Leiomyoma

f) Osteochondroma

g) Lipoma

h) Schwannoma

i) Neurofibroma

j) Papilloma

k) Condyloma acuminatum

l) Verruciform xanthoma

m) Pyogenic granuloma

n) Rhabdomyoma
9

o) Odontogenic tumors

2. Lesi Pra-kanker Rongga Mulut

a. Leukoplakia

Istilah leukoplakia pertama kali digunakan oleh Schimmer pada

tahun 1877 untuk menerangkan sebuah lesi putih pada lidah yang

kemungkinan merupakan gambaran klinis glositis sifilis. WHO

mendefinisikan leukoplakia sebagai lesi putih keratosis berupa bercak atau

plak pada mukosa mulut yang tidak mempunyai ciri khas secara klinis atau

patologis seperti penyakit lain, dan tidak terkait dengan agen penyebab

fisik atau kimia kecuali penggunaan tembakau. Secara histopatologi,

leukoplakia didefinisikan sebagai bercak putih pada mukosa dengan epitel

mengalami hiperkeratosis dengan dasar yang terdiri dari sel spinosum

(Prasetya,2018).

Etiologi belum diketahui, namun tembakau, alkohol , friksi lokal

yang bersifat kronis , dan candida albicans merupakan faktor predisposisi

yang penting (Laskaris, 2012). Leukoplakia dapat berkembang menjadi KRM

tergantung beberapa faktor, yakni tingkat displasia, ukuran leukoplakia, dan

progresivitas lesi. Displasia pada sepertiga basal epitel merupakan displasia

ringan, lebih dari setengah lapisan epitel merupakan displasia sedang, dan

displasia berat meliputi seluruh kedalaman epitel. Displasia ringan

memiliki risiko 3% untuk menjadi keganasan berupa karsinoma sel

skuamosa, sedangkan displasia derajat berat dengan karsinoma in situ

memiliki risiko 43% menjadi karsinoma sel skuamosa (Permasutha, 2021)


10

Gambar 2.2 Leukoplakia dasar mulut


(Laskaris,2012)
b. Eritroplakia

Eritroplakia, atau eritroplasia queyrat, adalah lesi pra ganas yang

sering terjadi pada glans penis, tetapi kadang dapat ditemukan pada mukos

mulut, lesi ini di defenisikan sebagai bercak merah non spesifik yang tidak

dapat diklasifikasikan secara klinis dan patologis kedalam penyakit lain

(Laskaris,2012). Eritroplakia merupakan plak pada mukosa mulut

berwarna merah terang, dapat meninggi ataupun tidak. Lesi ini dapat

muncul pada seluruh bagian rongga mulut, sering di bagian dasar mulut,

palatum molle, ventral lidah, dan tonsillar fauces (Permasutha, 2021).

Gambaran klinis nya lesi tampak sebagai plak merah terang yang

berbatas jelas, simtomatik, permukaannya halus seperti beludru. Lesi ini

dapat disertai beberapa bercak atau plak kecil yang berwarna putih, daerah

rongga mulut yang sering terlibat adalah dasar mulut,retromolar, palatum

molle dan lidah (Laskaris,2012). Eritroplakia memiliki gambaran

epitelium atrofik dan lapisan keratin yang kurang, dapat menimbulkan

hiperplasia. Warna kemerahan pada eritroplakia disebabkan oleh tipisnya

lapisan epitel sehingga tampak struktur microvasculature. Eritroplakia


11

harus segera ditangani karena tingginya risiko keganasan (Permasutha,

2021).

Gambar2. 3. eritroplakia pada mukosa pipi


(Laskaris,2012)
c. Eritroleukoplakia

Erythroleukoplakia adalah lesi tanpa rasa sakit yang ditandai dengan

kumpulan area putih diselingi area merah, yang tahan terhadap garukan dan

berpotensi keganasan. Itu paling sering muncul di oral mukosa, vermilion dan

gusi. Etiologi eritroleukoplakia bervariasi, tetapi mungkin berhubungan

dengan merokok, alkoholisme, mikroorganisme, dan agen lainnya. Diagnosis

ditegakkan setelah pemeriksaan histopatologi dari spesimen jaringan yang

diambil dengan biopsi eksisi. kebiasaan pasien merokok dan minum. Biopsi

oral adalah wajib untuk mengenali keberadaan dan tingkat keparahan displasia

epitel, yang merupakan faktor penentu untuk perencanaan perawatan

selanjutnya (Guilgen dkk,2015)


12

Gambar 2.4. Erythroleukoplakia - Plak putih dengan area merah di

mukosa bukal (Guilgen dkk,2015)

3. Kanker Rongga Mulut

a. Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut (KSSRM)

Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) merupakan salah satu

jenis tumor ganas yang berasal dari neopasia jaringan lunak epitelium, hal ini

ditandai dengan perubahan proliferasi sel skuamosa displastik pada

permukaan lapisan epitel yang ada di rongga mulut (Pratiwi, 2021).

Berdasarkan distribusi lokasi di rongga mulut, lidah merupakan lokasi

karsinoma sel skuamosa yang paling banyak terjadi sebanyak 40% kemudian

diikuti sekitar 35%, pada dasar rongga mulut. Skuamous sel karsinoma lebih

sering terjadi laki-laki dibandingkan wanita serta lebih sering terjadi pada usia

dekade ke enam hingga ke tujuh (setoaji dkk,2022).

Beberapa faktor etiologi dari oral squamous cell carcinoma adalah:

(Dewi,2017)

a) Tembakau dan Alkohol : 75% dari seluruh kanker mulut dan faring

di Amerika Serikat berhubungan dengan penggunaan tembakau yaitu

termasuk merokok dan mengkonsumsi alkohol. Penggunaan alkohol


13

dengan rokok bersama-sama secara signifikan memiliki resiko yang lebih

tinggi daripada digunakan secara terpisah. Merokok cerutu dan merokok

menggunakan pipa mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap kanker

mulut dibandingkan dengan merokok kretek. 

b) Bahan Kimia : Sebagian besar bahan-bahan kimia berhubungan

dengan terjadinya kanker. Bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker

di lingkungan antara lain, seperti cool tar, polycylic aromatic

hydrocarbons, aromatic amines, nitrat, nitrit, dan nitrosamin. 

c) Infeksi : Beberapa mikroorganisme yang berhubungan dengan

kanker mulut adalah candida albicans. Hubungan antara candida albicans

dengan penyakit speckled leukoplakia pertama kali ditemukan oleh Jespen

dan Winter pada tahun 1965. Beberapa studi menunjukkan bahwa, sekitar

7- 39% dari leukoplakia dijumpai adanya candida hyphae. Penyakit ini

mempunyai kecenderungan berubah menjadi kanker. 

d) Nutrisi : Pola diet makanan sangat berpengaruh terhadap timbulnya

kanker. Defisiensi dari beberapa mikronutriensi seperti vitamin A, C, E,

dan Fe dilaporkan mempunyai hubungan dengan terjadinya kanker.

Vitamin-vitamin tersebut mempunyai efek antioksidan. Defisiensi zat besi

yang menyebabkan anemia. Radiasi sinar ultraviolet adalah suatu bahan

yang diketahui bersifat karsinogenik. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Takeichi dkk, (1983) terhadap efek radiasi di Hiroshima

dan Nagasaki Jepang, melaporkan bahwa terjadi peningkatan insidensi

kanker kelenjar ludah pada orang yang selamat setelah terkena radiasi bom
14

atom pada periode antara 1957-1970, terjadinya kanker ,6 kali lebih tinggi

dibandingkan yang tidak terkena radiasi.

e) Faktor genetik : Seseorang yang memiliki riwayat keluarga

menderita kanker memiliki risiko terkena kanker sebanyak 3 sampai 4 kali

lebih besar dari yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker.

f) Sistem Kekebalan Tubuh : Dilaporkan bahwa ada peningkatan

insidensi kanker pada pasien yang mendapat penekanan sistem kekebalan

tubuh, seperti pada penderita transplantasi, AIDS, dan defisiensi kekebalan

genetik. Insidensi tumor pada pasien yang mendapat tekanan sistem

kekebalan tubuh sebesar 10%. Gangguan sistem kekebalan selain

disebabkan kerusakan genetik juga disebabkan oleh penuaan, obat-obatan,

infeksi virus

Gambar 2. 5. karsinoma sel squamosa pada lidah


(Wong &Wiesenfeld, 2018)

Menurut International statistics classification of disease and related

health problems yang diterbitkan oleh WHO atau dikenal dengan ICD-10,

neoplasma rongga mulut hingga orofaring dimasukkan dalam klasifikasi


15

C00.3 - C14.8, termasuk diantaranya bibir, lidah, ginggiva, dasar mulut,

palatum serta orofaring.

Table 1.1 klasifikasi kanker menurut ICD-10


2.5 Terapi

Saat ini perawatan kanker rongga mulut masih menggunakan teknik

seperti kemoterapi, radioterapi, imunoterapi, pembedahan dan terapi kombinasi.

Perawatan ini belum menunjukkan peningkatan lamanya hidup penderita secara

signifikan, oleh sebab itu diperlukan strategi terapi baru untuk menghambat

pertumbuhan sel kanker secara efektif dan efisien tanpa efek samping yang besar.

Terapi kanker rongga mulut dapat melibatkan satu atau beberapa terapi sekaligus,

terdiri dari pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Lokasi dan luas dari lesi

berpengaruh dalam pemilihan terapi yang tepat. Terapi yang paling sering

digunakan adalah terapi menggunakan radioterapi (Utsani, 2018).

Terdapat beberapa efek dari radioterapi seperti dapat mengakibatkan

kerusakan dalam sel, seperti dapat mengganggu ketahanan hidup dan reproduksi
16

sel, tetapi sering kerusakan dapat disembuhkan sendiri oleh sel tersebut (auto

repair), adanya perubahan sel dan perubahan daya proliferasi sel dapat terjadi

karena faktor lain dalam sel, sebelum atau sesudah paparan radiasi dan bila cukup

banyak sel dalam organ atau jaringan terbunuh atau tertahan untuk bereproduksi

dan berfungsi secara tidak normal maka sel dalam organ atau jaringan tersebut

akan kehilangan fungsi (Dewi, 2017).

Kulit yang disubyekkan pada radiasi dapat menjadi gelap dan kemudian

mengeras. Selama pengobatan pasien juga merasa kulitnya terkelupas, kering dan

gatal. Ketika digunakan untuk mengobati kanker di daerah kepala dan leher,

radiasi biasanya menyebabkan mulut kering dan hilang rasa akibat radiasi pada

kelenjar ludah dan mati rasa. Ketika otak diarahkan pada radiasi maka akan

menyebabkan hilang ingatan, menurunnya gairah seks dan sulit menyesuaikan diri

dengan rasa dingin. Paru-paru dapat terkena imbas akibat radiasi. Pasien dapat

menderita nafas pendek atau batuk karena menutupnya aliran udara akibat

menurunnya surfaktan (Utsani, 2018).

Efek tunda pada paru adalah fibrosis (kaku dan kasar) yang menyebabkan

menurunnya kemampuan menghirup udara. Iradiasi pada daerah paru-paru yang

luas akan menyebabkan nafas pendek dan rasa malas beraktivitas. Beberapa

kanker dapat diobati hanya dengan radioterapi, namun kadang kala radioterapi

masih diperlukan sebagai pelengkap pengobatan lainnya dengan tujuan untuk

membunuh sel kanker sisa yang mungkin masih ada setelah operasi. Meskipun

telah diobati, terkadang masih terjadi kekambuhan beberapa waktu sesudahnya.

Radioterapi yang diberikan setelah operasi disebut radioterapi adjuvant.

Terkadang radioterapi bisa diberikan sebelum operasi untuk memperkecil ukuran


17

tumor dan membuatnya mudah diambil. Radioterapi yang diberikan sebelum

operasi disebut radioterapi neoadjuvant. Pada beberapa kasus, radioterapi dan

kemoterapi (pengobatan kanker dengan senyawa kimia) digunakan bersama-sama

(Utsani, 2018).

2.6 Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut

Modalitas terapi dapat sebagai monoterapi ataupun kombinasi tergantung

stadium dan lokasi tumor. Secara umum, pembedahan merupakan modalitas

utama dan dapat diikuti baik dengan radiasi maupun kombinasi radiasi dan

kemoterapi. Kanker orofaring biasanya menggunakan modalitas terapi kemoterapi

dan radiasi (Permasutha, 2021).

a. Pembedahan.

Pembedahan secara luas dapat dibagi menjadi komponen 'resektif' dan

'rekonstruktif'. Pembedahan resektif termasuk pengangkatan tumor primer -

pengelolaan kelenjar serviks - pembentukan jalan napas bedah (trakeostomi) jika

diperlukan. Bedah rekonstruktif pada dasarnya melibatkan meminimalkan

morbiditas reseksi (misalnya penggantian jaringan, meminimalkan efek pada

bicara, menelan dan pengunyahan). Tujuan dari ahli bedah reseksi adalah untuk

mengangkat kanker mulut dengan margin jaringan normal di sekitar kanker di

semua 3 dimensi (Wong &Wiesenfeld, 2018).

Beberapa prosedur pembedahan ialah sebagai berikut.

a) Mohs surgery atau micrographic surgery merupakan modalitas

pembedahan yang umum dikerjakan untuk kanker di bibir. Tumor


18

dihilangkan dengan potongan sangat tipis. Setiap potongan dilihat dan

dinilai di bawah mikroskop untuk melihat ada tidaknya sel kanker

(Permasutha, 2021)

b) Glossectomy merupakan modalitas pembedahan untuk kanker lidah. Pada

kanker berukuran kecil, lidah akan dipotong dan diangkat sebagian

(partial glossectomy), sedangkan untuk kanker berukuran besar, seluruh

lidah akan dipotong dan diangkat (total glossectomy) (Permasutha, 2021).

c) Mandibulectomy merupakan modalitas pembedahan jika tumor

berkembang hingga rahang bawah. Apabila rahang bawah tampak normal

pada pemeriksaan radiologis dan tidak ada bukti bahwa kanker telah

menyebar hingga rahang bawah, akan dilakukan pemotongan sebagian

rahang bawah yang dikenal sebagai partial-thickness mandibular

resection atau marginal mandibulectomy. Namun, apabila gambaran

radiologis menunjukkan pertumbuhan kanker hingga rahang bawah maka

seluruh tulang rahang bawah akan dipotong dan diganti dengan tulang

fibula, skapula, atau panggul. Teknik ini dinamai segmental

mandibulectomy (Permasutha, 2021).

d) Maxillectomy merupakan modalitas pembedahan untuk kanker pada

palatum durum. Apabila palatum durum terlibat, seluruh maksila akan

diangkat dan digantikan oleh prosthesis. Teknik ini dinamai maxillectomy

atau partial maxillectomy (Permasutha, 2021).

e) Neck dissection/lymph node dissection merupakan modalitas pembedahan

untuk kanker yang menyebar ke nodus limfe di leher. Partial or selective


19

neck dissection merupakan pengangkatan nodus limfe yang jumlahnya

sedikit. Modified radical neck dissection merupakan pengangkatan

hampir seluruh nodus limfe satu sisi di antara rahang bawah dan

klavikula disertai beberapa jaringan otot dan saraf. Radical neck

dissection merupakan pengangkatan seluruh nodus limfe di satu sisi

bahkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh vena (Permasutha, 2021).

b. Terapi Radiasi

Terapi radiasi merupakan terapi menggunakan sinar X berenergi

tinggi. Terapi radiasi dapat berguna sebagai monoterapi (untuk kanker

berukuran kecil), terapi kombinasi dengan pembedahan ataupun kemoterapi,

adjuvant therapy (untuk membunuh sel kanker yang tersisa setelah

pembedahan), neoadjuvant therapy (untuk mengecilkan ukuran kanker

sebelum pembedahan) dan mampu mengurangi keluhan penderita.

External beam radiation therapy merupakan modalitas terapi radiasi

menggunakan mesin di luar tubuh. Beberapa teknik untuk menentukan terapi

radiasi agar lebih akurat antara lain 3D-CRT (three dimensional- conformal

radiation therapy) dan IMRT (intensity modulated radiation therapy).

Teknik ini menggunakan modalitas MRI dan program khusus untuk

menentukan lokasi kanker secara tepat dan menghindari kerusakan jaringan

normal.

Brachytherapy/internal radation/interstitial radiation merupakan

modalitas terapi radiasi dengan menempatkan material radioaktif secara


20

langsung pada lesi ataupun dekat lesi kanker. Teknik ini jarang digunakan

karena radiasi eksternal seperti IMRT mampu memberikan hasil lebih baik.

c. Kemoterapi

Kemoterapi merupakan modalitas terapi menggunakan obat anti-

kanker. Kemoterapi dapat berguna sebagai monoterapi, terapi kombinasi,

adjuvant therapy, neoadjuvant therapy, dan membunuh sel kanker yang telah

bermetastasis jauh yang tidak dapat dijangkau oleh pembedahan. Obat yang

sering digunakan untuk KRM adalah cisplatin, carboplatin, 5-fluorouracil

(5-FU), paclitaxel, dan docetaxel. Kombinasi obat yang sering digunakan

untuk terapi KRM adalah cisplatin/5-FU dan cisplatin/5-FU/docetaxel

(Permasutha, 2021).

d. Targeted Therapy

Merupakan modalitas terapi obat yang memiliki kerja lebih spesifik

dan sedikit efek samping dibandingkan obat kemoterapi. Cetuximab

merupakan antibodi monoklonal yang memiliki target kerja pada EGFR

(epidermal growth factor receptor) yang merupakan protein permukaan sel

yang berfungsi untuk pertumbuhan dan pembelahan. Pada KRM dan kanker

orofaring EGFR banyak diekspresikan pada permukaan sel. Dengan

memblok EGFR, cetuximab mampu menurunkan ataupun memberhentikan

pertumbuhan sel kanker. Cetuximab dapat dikombinasikan dengan terapi

radiasi pada stadium awal, sedangkan pada stadium lanjut cetuximab dapat

dikombinasikan dengan kemoterapi seperti cisplatin.

e. Paliatif
21

Modalitas paliatif merupakan modalitas untuk meningkatkan kualitas

hidup pasien, bukan untuk menyembuhkan. Nyeri dapat diatasi dengan

ibuprofen atau acetaminophen, bila perlu dapat dikombinasi dengan morfin.

Nutrisi juga harus diperhatikan karena banyak pasien KRM sulit menelan.

2.7 Prognosis

Prognosis tergantung tingkat T N M. Pada karsinoma bibir, 5 year-survival

rate sebesar 93% dengan nodus negatif, 48% dengan nodus positif tanpa

metastasis, dan 52% dengan metastasis. Pada karsinoma lidah, 5 year-survival

rate sebesar 78% dengan nodus negatif, 63% dengan nodus positif tanpa

metastasis, dan 36% dengan metastasis. Pada karsinoma dasar mulut 5 year-

survival rate sebesar 75% dengan nodus negatif, 38% dengan nodus positif tanpa

metastasis, dan 20% dengan metastasis (Permasutha, 2021).


BAB III

KESIMPULAN

Kanker rongga mulut merupakan keganasan epitel yang agresif dan

merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada saluran aerodigestiv atas.

Hampir semua penderita kanker rongga mulut ditemukan dalam stadium yang

sudah lanjut, yang biasanya sudah terdapat selama berbulan- bulan atau bahkan

lebih lama.

Saat ini perawatan kanker rongga mulut masih menggunakan teknik

seperti kemoterapi, radioterapi, imunoterapi, pembedahan dan terapi kombinasi.

Perawatan ini belum menunjukkan peningkatan lamanya hidup penderita secara

signifikan, oleh sebab itu diperlukan strategi terapi baru untuk menghambat

pertumbuhan sel kanker secara efektif dan efisien tanpa efek samping yang besar.

22
Daftar Pustaka

Dewi, M. 2016. Sebaran Kanker di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2007.


Indonesian Journal of Cancer Vol. 11, No. 1 January - March 2017.
Fajri, LN. 2016. Penyebab Keterlambatan Penanganan Pada Kasus Kanker
Rongga Mulut Di Rsud Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Fakultas
Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur Vol 8, No 1
(2016).
Guilgen,dkk .2015. Oral erythroleukoplakia – a potentially malignant disorder.
POLSKI PRZEGLĄD OTORYNOLARYNGOLOGICZNY, TOM 4, NR 1
(2015), s. 20-24.

Laskaris, George. 2012. Atlas Saku Penyakit mulut. EGC.Jakarta.


Maulani RI, Yusuf HY, Noormatany. Hubungan antara kadar interleukin-8 di dalam saliva
dan serum darah dengan gradasi karsinoma sel skuamosa rongga mulut sebagai
alternatif deteksi dini kanker rongga mulut di Indonesia. Indonesian
Science Technology; 2011.

Medawati A. Kanker rongga mulut dan permasalahannya. Insisivia Dental J. 2013;1:87–90.

Pratiwi,AI. 2021. Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang faktor


risiko karsinoma sel skuamosa rongga mulut di rsgm universitas sumatera
utara.

Permustha, MB. 2021. Tinjauan atas Kanker Rongga Mulut. CDK-293/ vol. 48
no. 3 th. 2021
Utsani WS. 2018. Punicatum Spray: Inovasi Produk Berbahan Dasar Buah Delima
(Punica Granatum L.) Untuk Pencegahan Dan Terapi Kanker Rongga
Mulut. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2018. Hal: 5-10.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2018 Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Wong TSC, Wiesenfeld D. Oral Cancer. Australian Dental Journal.2018.; 63:

(1 Suppl): S91–S99.

23

Anda mungkin juga menyukai