1. Pengertian
Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tanggapan dari panca
indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.Ada
lima jenis halusinasi yaitu pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan
perabaan. Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling banyak
ditemukan terjadi pada 70% pasien,kemudian halusinasi penglihatan20%, dan sisanya
10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.
Pasien halusinasi merasakan adanya stimulus yang sebetulnya tidak ada. Perilaku
yang teramati pada pasien yang sedang mengalami halusinasi pendengaran adalah
pasien merasa mendengarkan suara padahal tidak ada stimulus suara. Sedangkan pada
halusinasi penglihatan pasein mengatakan melihat bayangan orang atau sesuatu yang
menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Pada halusinasi penghidu pasien
mengatakan membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi
serupa. Sedangkan pada halusinasi pengecapan, pasien mengatakan makan atau
minum sesuatu yang menjijikkan. Pada halusinasi perabaan pasien mengatakan serasa
ada binatang atau sesuatu yang merayap ditubuhnya atau di permukaan kulit.
2. Proses Terjadinya Halusinasi
Untuk meningkatkan pemahaman Anda tentang halusinasi Marilah kita belajar
mengenai proses terjadinya halusinasi. Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan
menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor
predisposisi dan presipitasi,
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
1) Faktor Biologis :
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (herediter),
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
2) Faktor Psikologis
Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku maupun saksi
dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang disekitar
atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Sebahagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi
rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan pada usia
perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali memiliki tingkat pendidikan
yang rendah serta pernahmmengalami kegagalan dalam hubungan sosial
(perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi ditemukan
adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, adanya
riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup,
kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak
sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.
5. Jenis Halusinasi
Anda telah mengetahui dan mempelajari mengenai pengertian, proses terjadinya
halusinasi, rentang respon neurobioogis dan tahap-tahap halusinasi. penulis berharap Anda
telah memahaminya. Materi yang akan kita pelajari selanjutnya adalah jenis halusinasi.
Penjelasan dibawah ini adalah mengenai jenis halusinasi.
Tabel 6.1
Jenis Halusinasi
Selamat Anda telah menyelesaikan materi konsep halusinasi dan saya berharap Anda
telah memahaminya dengan baik. Selanjutnya Anda akan belajar mengenai asuhan
keperawatan gangguan sensori persepsi halusinasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal didalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat ditemukan dengan
wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut
Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai berikut:
a. Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Memiringkan atau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau menutup telinga.
d. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
e. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
f. Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
g. Menutup hidung.
h. Sering meludah
i. Muntah
j. Menggaruk permukaan kulit
2. Diagnosis Keperawatan
Langkah kedua dalam asuhan keperawatan adalah menetapkan diagnosis
keperawatan yang dirumuskan berdasarkan tAnda dan gejala gangguan sensori persepsi :
halusinasi yang ditemukan.Data hasil observasi dan wawancara dilanjutkan dengan
menetapkan diagnosis keperawatan. Bagan dibawah ini merupakan contoh: Analisa
data dan rumusan masalah
Tabel
Gambar 6.1
3. Tindakan Keperawatan.
Setelah menetapkan diagnose keperawatan lakukanlah tindakan keperawatan
pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi. Tindakan keperawatan harus
ditujukan juga untuk keluarga karena keluarga memegang peranan penting didalam
merawat pasien dirumah setelah pasien pulang dari rumah sakit.. Saat melakukan asuhan
keperawatan baik di Puskesmas dan kunjungan rumah, perawat menemui keluarga
terlebih dahulu sebelum menemui pasien.
Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan rumah,, perawat
menemui keluarga terlebih dahulu sebelum menemui pasien. Bersama keluarga,
perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga. Setelah itu,
perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian, mengevaluasi dan melatih satu
cara lagi untuk mengatasi masalah yang dialami pasien. Jika pasien telah mendapatkan
terapi psikofarmaka (obat), maka hal pertama yang harus dilatih perawat adalah
pentingnya kepatuhan minum obat. Setelah perawat selesai melatih pasien, perawat
menemui keluarga untuk melatih cara merawat pasien. Selanjutnya perawat
menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang
perlu keluarga yaitu untuk mengingatkan pasien melatih kemampuan mengatasi
masalah yang telah diajarkan oleh perawat.
a. Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi. Tujuan: Pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik
3) Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat
4) Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
5) Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktifitas sehari-hari
Tindakan Keperawatan
1) Membina Hubungan Saling Percaya dengan cara:
(a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien dan
(b) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan
yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang
disukai pasien
(c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
(d) Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama pasien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan asuhan
keperawatan.
(e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi
(f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
(g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
2) Membantu pasien menyadari ganguan sensori persepsi halusinasi
(a) Tanyakan pendapat pasien tentang halusinasi yang dialaminya: tanpa
mendukung, dan menyangkal halusinasinya.
(b) Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan,
respon dan upaya yang sudah dilakukan pasien untuk menghilangkan
atau mengontrol halusinasi.
3) Melatih Pasien cara mengontrol halusinasi:
Secara rinci tahapan melatih pasien mengontrol halusinasi dapat dilakukan
sebagai berikut:
(a) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, 6(enam)
benar minum obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah
seperti membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci
baju.
(b) Berikan contoh cara menghardik, 6(enam) benar minum obat,
bercakap- cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti
membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju.
(c) Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara menghardik, 6(enam)
benar minum obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah
seperti membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci
baju yang dilakukan di hadapan Perawat
(d) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
pasien.
(e) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah melakukan tindakan
keperawatan untuk mengontrol halusinasi. Mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus
menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan latihannya.
Latihan