13
Topik:
Menghadapi permasalahan perekonomian di suatu negara, pemerintah perlu
menerapkan suatu kebijakan untuk mengendalikan permasalahan tersebut.
Salah satu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah adalah kebijakan
fiskal yang bertujuan untuk mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat
pendapatan nasional melalui pengeluaran pemerintah dan pungutan pajak
kepada masyarakat.
Tanggapan:
Sebelum menjawab bagamana peran pemerintah dalam perekonomian dan
kebijakan fiskal sekarang ini, penjelasan mengenai kebebasan fiskal adalah
sebagai berikut.
KEBIJAKAN FISKAL
Sistem fiskal merupakan istilah untuk merangkum perpaduan tindakan
pengeluaran, perpajakan dan utang yang dilakukan oleh pemerintah.
Sedangkan istilah keuangan negara khusus merujuk pada hal-hal yang
berkenaan dengan pembiayaan pengeluaran pemerintah. Keuangan negara
merupakan kajian yang tepat terhadap sistem fiskal. Berbagai tindakan di
bidang fiskal tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
Kebijakan fiskal didefinisikan sebagai langkah-langkah pemerintah untuk
membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam sistem
pembelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah
ekonomi yang dihadapi.
Dalam perkembangan yang lebih jauh lagi, pendekatan ini selalu berusaha
untuk mempertahankan adanya anggaran belanja yang seimbang tanpa
defisit anggaran belanja. Sehingga dalam masa depresi pengeluaran
pemerintah akan ditingkatkan dan penerimaan dari pajak akan ditingkatkan
pula tapi tidak sampai menimbulkan deflasi. Sebaliknya dalam masa inflasi
pajak akan dimanfaatkan sebaik-baiknya guna mencegah akibat yang tidak
diinginkan. Kebaikan dari pendekatan ini ialah bahwa pinjaman negara tidak
akan meningkat. Akan tetapi sektor swasta menjadi kurang bersemangat
karena kurang percaya diri.
Secara angka dapat digambarkan sebagai berikut. Jika PDB tahun 2019
sebesar Rp 15.800 triliun dan diandaikan bertumbuh 5% tahun 2020 maka
PDB diperkirakan Rp16.590 triliun per tahun dan Rp 319 triliun per minggu.
Oleh karena itu, jika pandemi ini berlangsung selama 4 minggu yang mana
tidak mungkin, maka terjadi kehilangan PDB sebesar Rp 892 triliun, 8
minggu sebesar Rp 1.784 triliun dan 6 bulan Rp 5.352 triliun. Dengan
demikian, hal ini pasti akan mengakibatkan pelambatan dan jika pada tahun
1998 tingkat pertumbuhan melambat hingga 13%, bukan tidak mungkin
pandemi ini mengakibatkan pelambatan hingga 28%.
Namun efek yang paling parah ada pada bidang perindustrian karena banyak
pabrik dan usaha tutup serta penurunan omzet yang berdampak kepada
pengurangan tenaga kerja. Selain pengurangan tenaga kerja, banyak juga
tenaga kerja yang tidak mau lagi bekerja karena takut sehingga tidak dapat
dihindari kenaikan pengangguran. Padahal industri atau bisnis dan tenaga
kerja adalah sumber utama permintaan.
Para ekonom yang selama ini percaya pada matematika keuangan atau
financial engineering bingung karena semua sumber pertumbuhan terkena
dampaknya mulai dari makro hingga mikro. hitung-hitungan analitik tidak
mungkin bisa diselamatkan, apalagi digunakan untuk menyelamatkan
hitung-hitungan riil. Akhirnya situasi membawa kepada peran pemerintah
untuk menyelamatkan demand. Tidak ada pilihan lain kecuali menggunakan
kebijakan fiskal yang efektif.
Sementara itu moneter masih wait and see dengan kebijakan minimalis
yaitu stabilitas nilai tukar dan menjaga tingkat suku bunga yang sudah
relatif rendah. Selain itu adalah pembelian SBN (surat berharga negara)
serta pelonggaran terkait kartu kredit dan restrukturisasi kredit. Peran
tambahan juga diberikan kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan LPS
(Lembaga Penjamin Simpanan).
Untuk bidang industri, pemerintah memastikan sejalan dengan PSBB dan
Kementerian Perindustrian memastikan industri yang terdampak berat,
moderat dan yang diuntungkan oleh pandemi dan kebijakan ini. Untuk
ketenagakerjaan, pemerintah mengeluarkan kebijakan work from home
terutama untuk sektor pendidikan dan kartu pra-kerja.
Mungkin itu adalah pertanyaannya karena selama ini ada keyakinan bahwa
fondasi ekonomi cukup kuat apalagi sudah ada Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK), sehingga kejutan baik yang endogen atau pun yang
eksogen akan dapat teratasi.
Kenyataannya seperti tidak ada pilihan lain selain anggaran defisit (budget
deficit). Namun sayangnya, selama ini juga diyakini bahwa defisit di bawah
3% adalah faktor utama keselamatan ekonomi sedangkan dalam kondisi
saat ini, anggaran defisit besar kemungkinan akan mengalami pelebaran.
Kembali kepada peran pemerintah dalam perekonomian dan kebijakan fiskal
sekarang ini, kebijakan yang diambil pemerintah tersebut tidak lepas dari
risiko. Besarnya stimulus dan pelebaran defisit merupakan satu kesatuan
yang tak terpisahkan. Risiko pelebaran defisit APBN hingga tahun 2022 perlu
diwaspadai. Setidaknya terdapat empat risiko yang mengancam.
Pertama, risiko dominasi kepemilikan asing pada Surat Utang Negara (SUN).
Penerbitan surat utang ini merupakan salah satu sumber pembiayaan defisit.
Sekitar 35 hingga 40 persen SUN dipegang oleh investor asing. Dampak
pandemi ini diperkirakan membuat relaksasi kebijakan pelebaran defisit
dapat mencapai 5,07 persen.Namun, keadaan tersebut membuat struktur
anggaran rentan terhadap pelarian modal yang secara tiba-tiba (sudden
capital outflow). Akibatnya, imbal hasil SUN meningkat dan di masa yang
akan datang beban biaya penerbitan SUN menjadi lebih besar.
Kedua, risiko pelemahan nilai tukar mata uang rupiah. Modal yang keluar
secara tiba-tiba di pasar keuangan akan mendorong rupiah terdepresiasi.
Akibatnya, beban biaya impor dan pembayaran cicilan utang menjadi mahal
dan semakin memberatkan.
*Sumber:
- BMP ESPA4110 Pengantar Ekonomi Makro, Modul 6
- https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-menjaga-
ekonomi-indonesia-terhadap-dampak-negatif-pandemik-covid-19/
- https://www.cnbcindonesia.com/opini/20200426112100-14-154491/fiskal-
tanpa-makro-di-tengah-pandemi-covid-19
- https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/04/20/stimulus-ekonomi-
meredam-gejolak-covid-19/
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200211195637-
20473740/menkes-tantang-harvard-buktikan-virus-corona-di-indonesia